Another Way to Love Part 1

Alvin memandang lirih ke arah danau. Dia selalu suka tempat sepi, selalu ada perasaan tenang yang menjalar di dalam hatinya saat dia hanya duduk sendiri disini. Tamparan keras yang ia terima tadi pagi, terasa menambah luka di hatinya.
Ia memungut kerikil-kerikil kecil yang berserakan di sekitarnya, lalu mulai melempar-lemparkannya ke dalam danau. Tidak peduli, meski ia tahu pelajaran di sekolahnya sudah mulai dari satu jam yang lalu. Bbnya sengaja ia matikan, ia tahu rio tahu ia ada dimana sekarang.

Rio sesekali memandang ke arah luar jendela kelasnya, berharap dapat menemukan sosok alvin. Dia tahu ada dimana alvin sekarang, meski ia tidak bisa menghubungi alvin sama sekali. Tapi dia juga bukan alvin, yang bisa seenaknya aja ninggalin sekolahan.
Buat rio, alvin itu lebih dari saudara, meski tidak ada aliran darah di antara mereka berdua. Mamanya rio dan papanya alvin, menikah saat mereka masih berusia satu tahun. Dan semenjak saat itu, rio selalu menganggap alvin itu kakaknya.
Enggak akan ada yang percaya kalo rio bilang, dia dan alvin saudaraan, selain emang fisik mereka berbeda satu sama lain, perangai mereka juga sangat bertolak belakang. Tapi rio enggak peduli, buat dia alvin adalah orang yang akan selalu membantunya.

Sama seperti yang rio lakukan di kelasnya, via juga terus memandangi ke arah luar kelasnya. Apalagi posisi kelasnya hari ini lagi bersebelahan dengan kelas alvin, membuatnya lebih mudah bila ia melihat alvin masuk ke dalam kelasnya atau tidak. Tadi pagi rio udah bilang ke dia, kalo alvin abis berantem lagi sama papanya, dan via tahu, itu artinya, alvin akan sangat-sangat telat datang ke sekolah
ia mengenal alvin dan rio dari kecil. Mereka juga selalu bermain bersama dari kecil. Walaupun lebih sering, riolah yang nemenin dia main, karena alvin selalu keukeuh main bola. Tapi buat via, selama dia bisa sama alvin dan rio, dia bakal oke-oke aja.
***
“Teet..teet..teet..” alvin menekan klakson motornya, di depan gerbang sekolahnya yang tertutup rapat. Dengan berlari-lari kecil, seorang satpam membukakan pintu gerbang itu untuk alvin. Tidak ada yang berani melawan alvin. Kakeknya alvin adalah, pemilik yayasan sekolah ini, Atventhas school. Sekolah dengan standar internasional yang bisa di bilang paling bagus di Indonesia saat ini.
Alvin menggantungkan tas rangselnya di lengan kanannya dan tangan kirinya ia masukan ke dalam saku celananya. Dari kejauhan, rio dan via yang melihat alvin yang baru dateng langsung sama-sama menghampiri alvin.
“Gue baru aja mau ijin, mau nyusulin lo” ujar rio sambil jalan di samping alvin.
“Ngapain nyusulin gue, ketos masa cabut jam pelajaran”
“Kan kita khawatir sama elo vin” timpal via.
“Kaya enggak kenal gue aja deh”
“Justru karena kita kenal sama lo, makanya kita khawatir, kok hari ini, lo lebih lama datengnya dari jam biasanya. Biasanya juga jam sembilanan lo udah nongol di sekolah, lha ini udah jam sebelas, baru keliatan, betah banget sih” cerocos via.
“Iya deh nona via. Lo berdua kenapa bisa keliaran disini ?”
“Gue sih mau ada rapat osis bentar lagi” jawab rio.
“Gue tadi cuma ijin ke kamar mandi doang, eh lihat lo dateng, ya udah gue samperin..hehe..” rio sama alvin sama-sama diem sejenak mengamati tawa via yang terdengar begitu merdu di telinga mereka.
“Idih kenapa lo berdua bengong ngelihatin gue, suka ya ?” ledek via ke dua sahabatnya itu.
“Enggak deh gue suka sama cewek cerewet kaya lo” ucap alvin yang bikin via langsung majuin bibirnya.
“Haha, jelek banget lo vi, kalo ngambek entar cantiknya ilang lho” hibur rio.
“Kalo udah cantik sih cantik aja yo, enggak akan ilang kemana-mana” kata via narsis.
“Iya deh emang via yang paling cantik” rio reflek. Membuat pipi via jadi memerah.
“Gombal terus..” goda alvin.
“Apaan sih lo ? udah ah gue mau ke ruang osis, bisa di amuk shilla gue kalo telat, cabut ya, vin anterin via tuh ke kelasnya” rio langsung ngacir gitu aja.
“Si rio, gue udah segede ini, masa masih dititipin sama lo” ujar via bingung.
“Siapa juga yang mau nganterin lo” alvin juga jalan aja gitu tanpa ngegubris via sama sekali. Tapi via ngekorin alvin di belakangnya.
“Lo ngapain ngikutin gue sih ? takut ke kelas lo ? emang lagi di kelas mana lo sekarang ?”
“Siapa yang ikutin lo, gue lagi di science class tahu, lo hari ini di techno room kan, kelas kita sebelahan tahu enggak..”
“Kok lo apal sih jadwal gue ?” tanya alvin bingung.
“Gue gitu loh..” ujar via bangga, sambil tersenyum ke arah alvin, yang sekali lagi bikin partikel-partikel di hati alvin berloncatan kemana-mana. Alvin hanya tersenyum tipis melihat sahabatnya dari kecil itu. Sepanjang jalan, lebih banyak via yang berceloteh tentang segala hal, mulai dari seragam alvin yang tidak rapih sampe rambut alvin yang mulai kepanjangan. Alvin hanya mendengarkan itu sambil masang tampang coolnya, via sih udah biasa aja di gituin, justru dia suka kalo ngelihat senyum alvin yang selalu tulus buat dia.
Tanpa basa-basi, alvin langsung masuk aja ke dalam kelasnya. Sohibnya cakka, cuma bisa nyengir doang ngelihat alvin. Sementara yang lain, pura-pura enggak peduli akan kedatangan alvin. Toh ada atau enggak ada alvin juga enggak akan banyak pengaruh di kelas. Bukannya, mengikuti instruksi gurunya untuk merangkai sebuah robot, alvin malah mulai gambar-gambar di sketch booknya. Satu hal, yang enggak pernah orang lain tahu, kecuali cakka, alvin pintar menggambar.
_Flashback_
“Vin, di locker lo ada seragam enggak ? seragam gue basah nih, abis lari muterin lapangan, gue lagi enggak bawa baju ganti” kata cakka yang abis nerima hukuman ngos-ngosan di depan muka alvin.
“Ambil aja di locker gue” kata alvin kemudian. Cakka hanya tersenyum, secuek-cueknya alvin, dia itu perhatian. Cakka yang udah apal sama pasword lockernya alvin, langsung aja ngebuka locker tersebut.
“Pluk..” sebuah buku bersampul hitam terjatuh dari dalam sana. Cakka mengenali itu sebagai sketch booknya alvin, dia langsung mengambil itu. Tidak ada yang pernah tahu apa isi buku itu, karena alvin melarang keras orang lain untuk membukanya. Tapi ketika cakka ambil, posisi buku itu emang sudah terbuka, jadi cakka ngambil kesimpulan kalo bukan dia yang sengaja ngebuka buku itu, tapi buku itu yang emang terbuka buat dia.
Cakka enggak bisa nyembunyiin kekagumannya, saat matanya melihat ke arah halaman-halaman yang ia buka selembar demi selembar. Cakka enggak pernah tahu, alvin seberbakat itu menggambar. Alvin enggak pernah nunjukkin minat sama bidang apapun kecuali sepak bola.
Mulai dari objek yang sederhana sampai yang rumit ada di buku itu. Tapi kemudian mata cakka kembali membelalak, tatkala ia merasa kenal akan objek yang alvin gambar, dan entah kenapa cakka merasa, gambar itu alvin goreskan menggunakan hati dan selurh perasaanya.
“Cak, ada enggak bajunya ?” suara alvin mengagetkan cakka, buru-buru ia tutup buku tersebut, dan mengembalikannya ke dalam locker, lalu ia mengambil seragamnya alvin yang ia butuhkan.
_Flashbackend_
Dan sampe sekarang, cakka masih pura-pura enggak pernah lihat isi sketch booknya alvin. Dia tahu pasti alvin punya alasan sendiri kenapa dia menyembunyikan hal ini, dan bukan haknyalah untuk menanyakan ini sampe alvin mau berbagi sendiri dengannya.

Rio masuk ke dalam ruang osis, shilla yang terlihat sedang membereskan beberapa kertas tersenyum ke arahnya. Rio membalas senyum itu, lalu ia mulai sibuk berkutat sama proposal-proposal yang menumpuk di mejanya.
“Anak-anak yang lain masih belum datang yo, kok lo enggak bareng iel ?” tanya shilla.
“Gue tadi emang ijin duluan kesini, di kelas gue ada quiz, dan iel belum selesai ngerjainnya, lagian tadi niat awal gue mau nyari alvin dulu”
“Iya tadi gue lihat, via juga terus-terusan lihatin jendela, kayanya dia juga nyariin alvin” shila dan via emang sekelas.
“Via emang selalu perhatian sama gue ataupun alvin” jawab rio sambil tersenyum. Tapi entah kenapa, kata-kata itu terasa tidak enak di hatinya shilla.
“Iya, via emang baik banget sama orang” timpal shilla. Rio lagi-lagi hanya tersenyum ke arah shilla. Dia bahkan enggak menyadari perubahan nada suara shilla.
Shilla enggak mau ambil pusing, dia tahu banget, rio itu orang yang enggak peka sama keadaan di sekitarnya. Tapi entah kenapa, sejak ia bertemu rio di sekolah ini, dan sering bareng karena urusan osis, shilla jadi tertarik sama rio yang menurutnya sempurna.
“Shil, menurut lo cewek kaya via sukanya apa ya ?”
“Hah ?” shilla yang lagi ngelamun sama sekali enggak nangkep pertanyaan rio.
“Iya, menurut lo cewek kaya via sukanya sama apaan ya ?” ulang rio lagi.
“Dia kan model cewek yang lembut banget yo, pasti dia suka sama hal-hal yang berbau romantis gitu deh. Lagian lo sama dia kan udah sahabatan dari kecil, masa enggak tahu sih kesukaan dia”
“Tahu sih, cuma gue pengen minta saran aja dari lo, lo kan bijak, terus dewasa gitu” shilla cuma tersenyum di puji rio.
“Kenapa sih ? lo mau nembak via ?” tebak shilla asal. Tapi menyadari perubahan muka rio yang jadi cengengesan sendiri, bikin shilla menyesali pertanyaannya.
“Haha, rahasia kita berdua ya shil, lo emang pinter banget ngebaca pikiran orang” sekali lagi, shilla berusaha untuk ikut tersenyum sama rio. Berusaha enggak peduliin perasaanya. Untunglah, beberapa anak osis lainnya datang, dan obrolan antara mereka berdua pun berhenti.

Rambutnya yang dikucir kuda bergoyang-goyang, via berlari-lari kecil ke arah lapangan futsal. Dia selalu suka ngelihat alvin main bola, pas jam istirahat kaya gini. Padahal dia enggak ngerti apa-apa soal bola.
“Alvin maaf telat..huft..” via menyeka butir keringat di pelipisnya.
“Nih..” alvin menyodorkan handuk kecilnya ke via. Via menolak itu, tapi alvin malah menyekakan keringat via. Via dan alvin hening sesaat, tenggelam di pikiran mereka masing-masing.
“Ngapai pake lari-larian segala sih ?” tanya alvin.
“Kan mau lihat lo main bola, tapi tadi kerjaan gue belum selesai, jadi agak telat kesininya” via sendiri enggak ngerti kenapa dia sampe segininya cuma mau ngelihat alvin, padahal dia udah sering banget lijhat alvin main bola.
“Dasar aneh” ujar alvin, lalu mulai bermain lagi. Via hanya tersenyum lalu mulai mengamati alvin. Dia melambaikan tangannya ke arah rio yang berjalam melewati lapangan, rio yang bau selesai rapat dari ruang osis, langsung menghampiri via dan duduk di sampingnya.
“Kok keringetan sih ? emang ac di kelas lo mati ?” tanya rio heran sambil nunjuk keringat yang masih tersisa.
“Enggak kok..hehe..gimana yo rapatnya ?”
“Biasalah lancar, kan mario ketuanya” rio membusungkan dadanya dan via hanya bisa tertawa melihat tingkah laku sahabatnya.
“Iya deh tahu, mario emang hebat..” via menepuk-nepukkan tangannya di punggung rio, gantian rio yang ketawa.
“Vi, entar pulang sekolah mau bareng gue enggak ? mau ya” rio menawarkan sekaligus memaksa.
“Boleh sih, tapi gue enggak harus nungguin lo dulu kan ?” via suka kesel sendiri, karena rio suka tiba-tiba ngebatalin janjinya atau bikin dia nunggu lama, gara-gara kesibukannya.
“Enggak kok enggak, janji deh”
“Ya udah, gue tunggu di lobby ya nanti” ucap via.
“Oke, gue duluan ya. Bro, gue cabut, permainan lo keren !” rio sedikit berteriak ke arah alvin yang ada di tengah lapangan, alvin cuma ngacungin jempolnya doang. Kemudian ia mulai berlari lagi, sayup-sayup tadi dia bisa mendengar sedikit percakapan via dan rio, atau lebih tepatnya dia emang sengaja ngedengerin percakapan via dan rio.
Alvin menoleh ke arah via yang masih menemaninya. Cuma via satu-satunya cewek yang berani deket-deket sama dia, walaupun penggemarnya di sekolah ini banyak. Tapi sikap alvin yang cenderung kasar dan enggak bersahabat, bikin orang sedikit jaga jarak sama dia. Alvin sih seneng-seneng aja, daripada dia harus ribet kaya rio, yang sangking ramahnya jadi suka susah sendiri.
“Vin, udah bel, enggak ke kelas ?” tanya via.
“Duluan aja, gue masih pengen main”
“Kalo lo enggak ke kelas, gue juga enggak” alvin menghentikan permainannya. Dia paling enggak mau orang lain terlibat sama kelakuannya. Dengan terpakasa, ia pun kembali ke kelas, via sih seneng-seneng aja, karena caranya selalu bisa bikin alvin nurut sama dia, imbalannya paling cuma didiemin lebih lama dari biasanya sama alvin.

Cakka menggeser kursinya ke samping alvin, mumpung guru belum datang. Alvin yang sadar sama perbuatan cakka, menatap cakka, dengan tatapan bertanya.
“Hari ini pulang sekolah, anak-anak vailant ngajakin tanding” jelas cakka.
“Riko ?”
“Iyalah, siapa lagi, lo bisa kan ? gue udah infoin ke anak-anak lain kok” alvin hanya mengangguk.
Atventhas dan Vailant school, sebenernya sama-sama sekolah yang berkualitas. Hanya saja rivalitas yang terjadi sejak dulu, terus terjaga rapi hingga kini. Alvin dan riko, adalah dua pentolan dari sma-sma tersebut, yang enggak pernah akur. Padahal enggak pernah ada masalah pribadi di antara mereka, mereka hanya menjalankan tradisi turun temurun tersebut.

Komentar

Postingan Populer