Another Way to Love Part 16
Demi
apapun via tidak suka dengan suasana yang sedang mengepungnya kali ini,
ia berusaha menyibukkan dirinya dengan mengedarkan matanya, mencari
sesuatu yang menarik untuk ia amati mungkin.
Sementara
itu, shilla yang sedang duduk di samping via, sedang berusaha menemukan
kata-kata yang tepat untuk membuka percakapan ini. Dia sendiri tidak
mengerti, mengapa tiba-tiba dia mengajak via untuk berbicara berdua
dengannya.
“Ehm..vi..” via menoleh ke arah shilla, dan tersenyum tipis.
“Kenapa
shil ? tadi katanya ada yang mau di omongin sama gue ?” tanya via
sesantai mungkin, ia sendiri tidak mengerti kenapa hatinya merasa tidak
nyaman seperti ini.
“Sori banget vi kalo misalnya gue lancang, tapi apa lo bener-bener sayang sama rio ?”
Via
menatap shilla, mungkin harusnya ia marah dengan pertanyaan ini, tapi
entah mengapa via merasa, shilla mungkin adalah orang yang pas untuk ia
bagi sedikit ceritanya.
“Gue
sayang shil sama dia, dari dulu, sampai sekarang perasaan itu enggak
pernah berubah, gue sayang sama dia sebagai seorang...”
“Sahabat” tebak shilla. Via tersenyum lirih, ia tahu shilla yang peka perihal perasaan akan dengan mudah menebak hatinya.
“Dan lo sayangnya sama alvin kan ?” tebak shilla lagi, via hanya dapat mengangguk.
“Kenapa lo bisa tahu ?” tanya via penasaran.
“Cara
lo perhatian sama alvin, cara lo mandang matanya alvin, puisi lo waktu
itu di kelas, saat lo berdua kejar-kejaran di bawah hujan, elo yang
lebih milih pulang sama alvin ketimbang rio, banyak vi..” terang shilla
sambil tersenyum menatap via.
“Buat apa lo senyum sama gue ? elo jelas-jelas udah mergokin gue sama alvin”
“Karena
elo udah berani jujur sama apa yang lo rasain via, gue enggak bilang
apa yang lagi lo lakuin ini bener, tapi gue salut sama keberanian lo...”
bukannya senang, via malah merasa semakin bersalah. Entah untuk apa,
tapi air matanya mulai berproduksi.
“Gue..hiks..gue
enggak mau ngecewain rio..hiks..dia terlalu baik, tapi alvin,
gue..hiks..sayang sama dia” shilla memeluk via, membiarkan via menangis
di pelukannya.
“Sampai kapan lo mau bohongin rio vi ?” via hanya menggeleng di pelukan shilla.
“Tolong jangan sakitin rio lagi vi, tolong...”
Via melepaskan pelukannya ke shilla, dia menatap gadis itu, di matanya jelas-jelas terpancar pengharapan yang begitu besar.
“Lo
suka sama rio shil ?” shilla hanya tersenyum, tapi bukan seperti
senyumnya yang biasa, senyum itu tampak rapuh. Via menatap shilla sekali
lagi, tapi shilla malah mengalihkan pandangan matanya.
“Maaf
vi, gue duluan...” tiba-tiba shilla berlari meninggalkan via sendiri.
Via hanya dapat melihat, rambut shilla yang bergoyang kesana kemari,
mengikuti irama tubuhnya.
“Harusnya gue yang minta maaf shil..” gumam via lirih.
Tanpa
menghiraukan tatapan bingung semua orang, shilla terus berlari,
menyusuri koridor sekolahnya, yang memang selalu penuh saat jam
istirahat seperti ini. Shilla masuk ke dalam kamar mandi, dan segera
mengunci kamar mandi itu dari dalam. Ia menuju wastafel, dan langsung
membasuh mukanya dengan air.
“Kenapa lo bilang kaya gitu shil ? kenapa lo enggak bisa ngontrol emosi lo ?”
Shilla
menatap bayangan wajahnya di cermin, matanya merah, dan air matanya
mengalir deras, bercampur dengan air yang membasahi mukanya tadi. Dia
berusaha tersenyum, tapi kali ini topeng senyumnya itu entah bersembunyi
dimana.
“Enggak
seharusnya lo bilang shilla, harusnya lo simpen aja semuanya sendiri..”
sekali lagi, shilla membasuh mukanya. Menarik napas dalam-dalam,
mencoba merelaksasi tubuhnya. Sambil mengelap wajahnya dengan tisu,
shilla kembali berusaha tersenyum.
“Senyum
shil, everything gonna be okay if you keep smile..” hibur shilla pada
dirinya sendiri. Kemudian, setelah merasa dirinya baik-baik saja, shilla
pun segera keluar dari dalam kamar mandi.
“Shilla tadi kenapa ?” tanya seorang anak perempuan yang menghampiri dirinya.
“Enggak
kok enggak apa-apa, tadi cuma dari taman terus kelilipan jadi lari-lari
deh ke kamar mandi” ujar shilla beralasan, sambil tetap memamerkan
senyumnya yang tanpa beban tersebut.
“Yakin ?”
“Iya..hehe,
gue duluan ya..” shilla langsung buru-buru pergi, dia tidak ingin orang
khawatir dengan keadaannya, meski kadang ia rindu rasanya di
perhatikan.
Setelah
memakirkan motornya, alvin segera memasuki kafe tersebut. Tidak begitu
banyak pengunjung, karena masih pukul 10 pagi, terlalu siang untuk
sarapan dan masih kepagian untuk makan siang. Tapi hal itu malah
membuatnya gampang menemukan sosok orang yang mengajaknya bertemu di
kafe ini.
“Udah lama ?” tanya alvin sambil duduk.
“Belom. Sori bikin lo harus cabut dari sekolah..”
“Santai, gue seneng kok cabut..” alvin menjentikkan jarinya memanggil pelayan dan segera menyebutkan pesanannya.
“Maaf ya vin, soal yang waktu itu, harusnya elo enggak usah ikut campur”
“Gue
juga bukan model orang yang suka ikut campur, tapi gue enggak bisa kalo
harus diem aja saat gue ngelihat seorang laki-laki main tangan sama
perempuan, apalagi perempuan itu ceweknya sendiri”
“Riko masih marah sama gue, dan akhir-akhir ini dia sering banget ngehindarin gue..”
“Dan lo masih berusaha tetep ada buat dia ? dunia enggak sekecil telapak tangan lo dan cowok bukan cuma riko ze”
“Apa
yang bikin lo bertahan terus sayang sama via padahal lo jelas-jelas
tahu, dia enggak bisa lo milikin ?” tanya zeva membalikkan keadaan.
Alvin hanya diam, dia enggak tahu mau jawab apa.
“Karena cinta kan vin ? karena cinta kita yang terlalu tulus kan buat mereka” zeva menjawab pertanyaannya sendiri.
“Seenggaknya,
kans gue untuk dicintai balik sama via lebih gede ketimbang elo” alvin
meringis, ketika ia sadar kata-katanya terlalu sinis dan bisa
menjatuhkan mental zeva. Tapi zeva malah tersenyum.
“Maaf ze..” ujar alvin sambil menggaruk belakang tengkuknya.
“Lo
tahu vin, kenapa gue hubungin lo ? karena kata-kata sinis lo kaya tadi
itu, yang dalem, yang bikin hati gue perih, yang dengan seenak udel lo
omongin, rasanya jujur banget buat gue, karena kata-kata lo itu, yang
bikin gue bisa sadar sejenak masih ada dunia nyata yang sedang gue
jalanin” jelas zeva sambil tersenyum tipis.
“Emang orang tua lo enggak pernah curiga kalo lo pulang babak belur ?”
“Gue
tinggal sama eyang gue disini, orang tua gue tinggalnya di singapur,
sebulan bisa sampai dua kali sih mereka nengokin gue disini, dan kalo
mereka mau pulang, gue selalu berusaha untuk hati-hati sama riko, jadi
mereka enggak gitu ngeh sama keadaan gue, sementara eyang gue, dia udah
terlalu tua buat merhatiin cucunya yang bandel ini...hehehe..” alvin
menatap zeva yang masih bisa tertawa, rasanya alvin mengenal tawa itu,
tawa itu sama seperti tawa palsu miliknya.
“Kenapa enggak ikut bonyok lo aja kesana ?”
“Mereka
udah bujuk gue sih, tapi...” sorot mata zeva meredup perlahan, dan
alvin seolah bisa menebak lanjutan kata-kata zeva yang belum
tersampaikan.
“Lo masih pengen tetep nemenin riko disini” zeva hanya mengangguk.
“Gila” celetuk alvin, tapi malah membuat zeva terkekeh.
“Ya, dan lo juga satu species gilanya sama gue” balas zeva.
“Whatever, kenapa lo bolos hari ini ?”
“Penat. Riko lagi deket sama cewek lain di sekolah, dan ya, gue enggak pernah mau terlihat kalah dan lemah di depan riko..”
“Cewek lain ? jadi lo nelpon gue cuma buat nemenin lo yang lagi lari dari masalah kaya gini”
“Udah
tipikal riko kalo lagi marah sukanya manas-manasin gue. Lo enggak
keberatan kan vin, lo sendiri yang bilang tadi, lo suka cabut..”
“Udah terlanjur kesini, ya udahlah, gue cuma enggak suka aja sama orang yang suka ngehindarin masalah”
“Sori deh, buat kali ini aja kok. Eh iya, gimana lo sama via ? terus lo sama rio ?”
“Gue
bingung ze, akhir-akhir ini gue ngerasa, ada kaya suara-suara yang
maksa gue buat ngambil via, dan jalan untuk gue ngelakuin itu tuh kaya
kebuka lebar, kayanya selalu aja ada momen dimana gue bisa terus
berduaan sama via, dan seolah-olah rio itu enggak ada”
“Kenapa
sih elo enggak jujur aja sama rio ? kalo lo emang deket sama dia, pasti
semua bisa kan di omongin baik-baik, kalian kan sahabatan, saudaraan
juga lagi”
“Justru
karena gue sahabat dan saudaranya dia, gue jadi tahu tipenya dia,
enggak akan semudah itu buat dia ngelepasin sesuatu yang dia mau,
apalagi rio selalu bisa dapetin semuanya dengan mudah, kalo gue sampai
ngerebut via, ini kemenangan gue yang pertama atas dia, dan mungkin akan
jadi kekalahannya yang paling telak ze..” alvin tersenyum tipis, zeva
menatap alvin lirih.
“Gue
enggak pernah suka sama yang namanya perselingkuhan, tapi denger cerita
lo, dan mengenal elo, bikin gue sadar satu hal. Pihak ketiga enggak
selamanya salah dalam suatu hubungan, karena dalam cinta bukan cuma
tentang siapa yang pertama bilang suka, tapi tentang sedalam apa
perasaan itu dan sejauh apa perasaan itu terbalas, mungkin gue plin-plan
sekarang, tapi gue dukung lo, dukung elo buat bahagia sama via..”
“Dukungan dari elo doang enggak bakal bikin via jadi milik gue juga sih ze”
“Karena
elo enggak pernah bener-bener usaha kan selama ini, selama ini lo masih
aja ragu, lo harus ambil sikap vin, inget, jangan pernah jadi munafik”
“Gue
berusaha untuk enggak munafik” ujar alvin pelan. Zeva hanya tersenyum.
Pertemanan mereka yang aneh, pertemuan mereka yang diawali
ketidaksengajaan, persamaan nasib diantara mereka, diam-diam telah
mengikat mereka dalam bingkai persahabatan.
***
Sambil
mendekap bantalnya, via terus-terusan memikirkan kata-kata shilla.
Kalimat-kalimat shilla yang sama sekali tidak menjatuhkan dirinya tapi
malah membuatnya merasa bersalah. Bayangan rio berkelebat di depan
matanya, apa yang harus ia lakukan sekarang ?
Matanya
melihat ke arah jendela kamarnya, malam ini gelap tapi bintang begitu
banyak. Ia jadi teringat saat rio memberitahunya teori tentang bintang
dan bulan. Rio, orang yang telah mencintanya dengan sepenuh hati, dan
sekarang secara perlahan ia kecewakan. Mengapa dunia tidak berjalan
sesuai kemauannya saja ?
Haruskah
ia memilih sekarang, haruskah ia memutuskan kemana ia akan bersandar.
Alvin atau rio. Dua pilihan yang sulit. Via membenamkan wajahnya ke
bantalnya. Berharap dengan begini, bayangan rio tidak lagi serasa
menghantuinya.
“Tuk
!” via celingukan mencari sumber suara yang terdengar dari beranda
kamarnya tadi. Tapi tidak ada sesuatu yang aneh dan mencurigakan.
“Tuk..Tuk..”
lagi-lagi ada suara yang sama. Via pun bangkit dari kasurnya berjalan
ke arah beranda kamarnya. Dia menemukan kerikil-kerikil kecil yang
berserakan di beranda kamarnya, dia pun melongok ke arah bawah dan
terkejut melihat siapa yang sudah berdiri di bawah beranda kamarnya.
“Akhirnya
keluar juga” alvin tersenyum ke arah via, alvin tetap terlihat menawan
meski hanya memakai kaos, celana jins dan jaket serta hanya disinari
oleh cahaya bulan. Tangannya menenteng-nenteng gitar,
“Mau ngapain ?” tanya via yang masih dalam euforia kekagetannya.
Alvin
hanya tersenyum menatap via. Gadis itu tetap nampak cantik meski dalam
pakaian tidurnya, atau ya memang via selalu nampak cantik di mata alvin.
Dengan jemarinya, alvin mulai menggenjreng gitarnya.
Jika Anda tidak salah maka mengapa jiwaku merasa senang hari ini?
Jika Anda tidak satu lalu mengapa tanganku cocok Anda dengan cara ini?
Jika Anda bukan milikku lalu mengapa hatimu kembali panggilan saya
Jika Anda tidak saya akan saya memiliki kekuatan untuk berdiri sama sekali
Jika Anda tidak satu lalu mengapa tanganku cocok Anda dengan cara ini?
Jika Anda bukan milikku lalu mengapa hatimu kembali panggilan saya
Jika Anda tidak saya akan saya memiliki kekuatan untuk berdiri sama sekali
Aku tidak akan pernah tahu whatthe masa membawa
Tapi aku tahu kau di sini dengan saya sekarang
Kami akan membuatnya melalui
Dan saya harap Anda adalah salah satu yang saya berbagi hidup saya dengan
Tapi aku tahu kau di sini dengan saya sekarang
Kami akan membuatnya melalui
Dan saya harap Anda adalah salah satu yang saya berbagi hidup saya dengan
Via
terkesima melihat penampilan alvin, mendengar suara alvin, percaya atau
tidak, selama belasan tahun mereka bersahabat, baru kali inilah alvin
bernyanyi di depannya, dan itu juga yang membuat via baru tahu suara
lembut alvin.
Aku tidak ingin lari tapi aku tidak bisa menerimanya, saya tidak mengerti
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya mengatakan kepada saya bahwa saya?
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di Anda lengan?
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya mengatakan kepada saya bahwa saya?
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di Anda lengan?
Jika saya tidak perlu Anda maka mengapa aku menangis di tempat tidur saya?
Jika saya tidak perlu Anda maka mengapa nama bergema di kepala saya?
Jika Anda tidak bagi saya lalu mengapa jarak ini melukai hidup saya?
Jika Anda tidak bagi saya mengapa saya bermimpi Anda sebagai istri saya?
Jika saya tidak perlu Anda maka mengapa nama bergema di kepala saya?
Jika Anda tidak bagi saya lalu mengapa jarak ini melukai hidup saya?
Jika Anda tidak bagi saya mengapa saya bermimpi Anda sebagai istri saya?
Aku tidak tahu mengapa kau begitu jauh
Tapi aku tahu bahwa ini banyak yang benar
Kami akan membuatnya melalui
Dan saya harap Anda adalah salah satu yang saya berbagi hidup saya dengan
Dan aku berharap bahwa Anda bisa menjadi orang aku mati dengan
Dan saya berdoa Anda salah satu yang saya membangun rumah saya dengan
saya harap saya mencintaimu sepanjang hidupku
Tapi aku tahu bahwa ini banyak yang benar
Kami akan membuatnya melalui
Dan saya harap Anda adalah salah satu yang saya berbagi hidup saya dengan
Dan aku berharap bahwa Anda bisa menjadi orang aku mati dengan
Dan saya berdoa Anda salah satu yang saya membangun rumah saya dengan
saya harap saya mencintaimu sepanjang hidupku
“HEI !!” permainan gitar alvin terhenti, begitupun lagunya. Via juga langsung melongok ke bawah panik.
“Malem om..” ujar alvin sambil tersenyum lalu menghampiri papanya via dan mencium tangannya .
“Alvin
? ya ampun om kira siapa, malem-malem gini kok ada ribut-ribut di depan
rumah” ujar papanya via melunak saat mengetahui kalo orang itu alvin.
“Iya om, maaf ganggu..”
“Papa..” via muncul dari dalam rumahnya.
“Ya
udahlah, urusan anak muda, om enggak mau ganggu, om masuk dulu ya,
jangan malem-malem” ujar papanya via sambil masuk ke dalam rumah. Via
langsung mendatangi alvin yang lagi cengar-cengir.
“Di ayunan aja yuk..” ajak via, dan alvin pun mengikutinya.
“Tadi
lagunya belom selesai kan ?” tanya via sambil duduk di ayunan, alvin
hanya tersenyum sambil mengangguk, lalu ia mulai menggenjreng gitarnya
kembali.
Aku tidak ingin lari tapi aku tidak bisa menerimanya, saya tidak mengerti
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya memberitahu saya bahwa saya
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di lengan Anda ?
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya memberitahu saya bahwa saya
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di lengan Anda ?
Karena aku merindukanmu, tubuh dan jiwa begitu kuat sehingga mengambil napas pergi
Dan aku bernapas Anda ke dalam hati saya dan berdoa untuk kekuatan untuk berdiri hari ini
'Karena aku mencintaimu, apakah itu salah atau benar
Dan meskipun saya tidak bisa dengan Anda malam ini
Kau tahu hatiku sisi Anda
Dan aku bernapas Anda ke dalam hati saya dan berdoa untuk kekuatan untuk berdiri hari ini
'Karena aku mencintaimu, apakah itu salah atau benar
Dan meskipun saya tidak bisa dengan Anda malam ini
Kau tahu hatiku sisi Anda
Aku tidak ingin lari tapi aku tidak bisa menerimanya, saya tidak mengerti
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya memberitahu saya bahwa saya
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di lengan Anda
Jika aku tidak dibuat untuk Anda maka mengapa hati saya memberitahu saya bahwa saya
Apakah ada cara yang saya bisa tinggal di lengan Anda
Entah untuk apa, alvin berlutut di hadapan via setelah bait terakhir lagu, kedua matanya menatap mata via tajam.
“Suka kan ?”
“Banget !” jawab via semangat. Alvin tersenyum, lalu ikut duduk di samping via.
“Gue enggak tahu suara lo sebagus itu, dan permainan gitar lo keren banget” puji via tulus.
“Ya, bukan cuma rio vi yang bisa main gitar dan nyanyi, gue juga bisa”
“Kenapa enggak pernah nunjukin ini ke gue sebelumnya ?”
“Karena semua orang selalu ngelihat rio bukan gue” via diam, dia merasa ada yang aneh sama alvin.
“Lo kenapa vin ? kenapa elo jadi terkesan marah sama rio ?”
“Marah
? buat apa. Mau gue marah kaya orang gila, tetap aja orang bakal liat
dia, bukan gue, iyakan ? mungkin termasuk elo” nada alvin meninggi.
“Gue ngeliat elo, sebagai alvin jonathan, bukan mario. Percaya sama gue kan ?” via menyenderkan kepalannya di bahu alvin.
“Maaf. Akhir-akhir ini entah kenapa, gue ngerasa hidup ini jauh lebih enggak adil dari keliatannya”
“Oh ya ? apa contohnya ?”
“Gue
yang sayang sama lo sejak awal, lo yang juga sayang sama gue, tapi
Tuhan lebih milih rio buat dapetin lo” ujar alvin datar tanpa ekspresi
terkesan dingin malah. Via mengangkat kepalanya, kemudian ia menarik
tangan alvin, memaksa alvin menatap wajahnya.
“Maafin gue vin, harusnya gue enggak..”
“Ssstt, sori gue egois” alvin meletakkan telunjuknya di bibir via.
“Gue janji mulai sekarang, gue akan selalu ada buat lo, gue enggak akan kemana-mana”
“Rio ? kita enggak bisa selamanya kaya gini, lo miliknya rio vi, satu fakta yang enggak bisa kita hindarin”
“Gue yakin akan ada jalan untuk rio, gue yakin vin...” mata via mulai basah. Alvin mendekapkan via ke pelukannya.
“Jangan nangis, gue mohon, jangan nangis”
“Iya..”
“Ya
udah, masuk sana udah malem, entar bokap lo ngira gue macem-macem lagi.
Gue balik ya..” alvin berdiri dan berjalan ke arah motornya.
“Makasih
buat lagunya ya, gue suka banget..” alvin tersenyum dan melambaikan
tangannya. Kemudian langsung melesat bersama motornya. Via sendiri
langsung ke dalam rumah, dan langsung ke kamarnya.
"Tok..tok .."
“Masuk, eh mama ? kenapa ma ?” tanya via saat melihat mamanyalah yang datang ke kamarnya.
“Mama
mau tanya, sebenernya kamu itu pacarannya sama rio atau alvin ?” via
hanya tersenyum merespon pertanyaan mamanya, dia sendiri bingung.
“Kok
malah senyum. Mama bukannya mau ikut campur, mama yakin kamu udah gede,
tahu mana yang baik dan enggak. Tapi kamu tahu kan, mereka itu
saudaraan, kalian bertiga juga sahabatan dari dulu, jangan sia-siain
itu, ambil jalan yang terbaik buat kalian..”
“Iya ma, via tahu..”
“Ya
udah, tidur sana, pasti nyenyak deh tidurnya yang abis di nyanyiin sama
alvin” goda mamanya yang langsung membuat pipi via merona merah.
Layaknya
orang senam skj, rio meregangkan otot-otot di tubuhnya, setelah hampir
dua jam ia duduk di depan laptopnya mengerjakan slide-slide
presentasinya. Tangannya membuka laci meja belajarnya, mencari-cari
ipodnya.
“Kok ipod gue enggak ada ya ? apa ketinggalan di loker sekolah ?” tanya rio setelah tidak menemukan ipodnya.
“Gue lagi butek nih mau dengerin lagu, ehm, gue pinjem ipod alvin aja deh” rio pun bergegas menuju kamar alvin.
“Klik”
rio menyalakan saklar lampu kamar alvin yang masih gelap gulita di
tinggal penghuninya. Rio mulai mencari-cari di meja belajar alvin, di
lemari bajunya, di rak tv, di atas tempat tidur.
“Dimana sih tuh ipod ? apa di bawa ya ?”
“Didalem
situ kali ya” rio membuka laci meja samping tempat tidur alvin, matanya
membelalak saat melihat ada setumpuk sketch book di dalam situ.
“Sketch
book ?” karena penasaran, rio pun mengambil satu sketch book itu, dan
tepat saat ia mengangkatnya, sebuah benda kecil meluncur mulus terjun ke
bawah.
Mata
rio sama sekali tidak berkedip menatap benda kecil di lantai itu, di
pungutnya benda itu, diamatinya pelan-pelan, berusaha menyingkronkan
otaknya. Rio meletakkan kembali sketch book itu tanpa membukannya, dan
menggenggam erat gelang milik alvin tersebut lalu memasukkannya ke dalam
saku celananya.
“BRAAK !!” rio membanting pintu kamar alvin dengan energi negatif yang sedang merajai hatinya saat ini.
Komentar
Posting Komentar