Another Way to Love Part 17

Entah hanya perasaannya saja atau memang benar adanya, tapi alvin merasa suasana hati rio saat ini sedang tidak dalam performa terbaiknya. Alvin merasa rio terus-terusan memandanginya dengan sinis sejak alvin duduk di meja makan untuk sarapan pagi ini.
“Yo, ada yang salah sama gue ?” tanya alvin yang mulai risih. Rio hanya menggeleng.
“Kak rio sakit ?” ternyata acha juga merasakan hal yang alvin rasakan dengan kelakuan rio.
“Enggak” jawab rio singkat. Acha mengalihkan matanya ke alvin, dan alvin hanya mengangkat bahunya.
“Gue duluan” ujar rio sambil beranjak dari kursinya tanpa menoleh ke arah acha atau alvin sedikitpun.
“Kak rio kenapa sih, aneh banget ?”
“Kangen kali sama mama..”
“Yee serius kak”
“Haha, enggak tahu, udah ya gue berangkat, lo di jemput cakka kan ?” acha hanya menganggukkan kepalanya, alvin mengacak-acak rambut acha, yang membuat acha merengut sebal. Alvin hanya cengengesan aja, kemudian langsung ngacir keluar rumah.
Via tersenyum ke arah rio, saat mereka berpisah di ujung koridor sekolah. Tapi entahlah, bukannya membalas senyumnya, rio malah langsung meninggalkannya begitu saja. Bahkan via merasa, rio sangat dingin pagi ini, tidak seperti rio yang ia kenal.
“Via..” via menoleh dan sedikit terkejut ketika sebatang coklat di angsurkan di depan matanya.
“Waa, coklat ! makasi alvin..” via langsung merebut coklat tersebut dari tangan alvin.
“Enggak gratis tuh”
“Ya kok gitu ? emang gue harus bayar pakai apa ?”
“Entar jam sebelas nonton gue ya, gue mau ada pertandingan kecil gitu, persiapan buat turnamen” via hanya tersenyum mendengar kata-kata alvin.
“Ya udah gue tunggu lho, gue duluan ya” alvin terus tersenyum sambil berjalan mundur meninggalkan via yang terdiam di tempatnya.
Tanpa ada seorangpun tahu, sesungguhnya, sedang ada pergolakan batin di hati via saat ini. Masih teringat jelas pembicaraannya di mobil tadi dengan rio.
_Flashback_
Via berkali-kali melihat ke arah rio, karena pagi ini rio sungguh terlihat berbeda, tidak ada senyuman manisnya yang biasa untuk via. Tidak mendapatkan respon apapun dari rio, akhirnya membuat via menyerah dan hanya bisa memandangi jalan dari jendela.
“Vi, entar jam setengah sebelas nonton aku ya, aku ada tanding basket, pra turnamen” ujar rio padat dan tetap fokus dengan stirnya.
“Oke, aku pasti nonton kamu kok..” kata via sambil tersenyum ke arah rio, tapi sekali lagi rio tetap tidak bergeming dan mengacuhkan via.
_Flashbackend_
Dan saat ini, kebimbangan itu benar-benar memberatkan langkah via. Meski ada jeda setengah jam antara keduanya, tetap saja via tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Dia memandangi coklat yang tadi alvin berikan padanya.
“Semoga rasanya manis dan bukan pahit” gumam via sambil melangkah gontai ke arah kelasnya.
Tempat duduk sudah hampir penuh saat via memasuki lapangan basket. Dia melihat rio sedang melakukan pemanasan dengan memasukan bola ke dalam ring. Setelah mengedarkan pandangannya mencari tempat yang masih kosong, via pun langsung duduk.
Rio memperhatikan via, semenjak via datang, duduk dan sekarang dengan gelisah selalu menengok ke arah jam tangannya. Gadis itu tetap tampak cantik di matanya, tetap tampak menawan dan tetap membuatnya merasa spesial. Rio tidak mungkin memungkiri itu.
Peluit tanda di mulainya pertandingan baru saja di tiupkan oleh wasit. Rio mulai berlari, meski ia terus memperhatikan via. Hal itu membuatnya tidak begitu konsentrasi akan pertandingannya. Berkali-kali rio salah memberikan operan, dan sering melepaskan bolanya. Bahkan tembakannya ke ring, belum ada satupun yang masuk.
Entah telah untuk keberapa kalinya, via terus melihat jam tangannya dan kemudian melihat permainan rio, yang harus diakuinya tidak seperti permainan rio yang biasa. Saat ini, rio terkesan seperti layaknya orang yang belum pernah bermain basket sebelumnya. Detik terus bergulir dan terasa begitu cepat. Via memperhatikan rio yang terlihat begitu payah di lapangan, tapi ia juga tahu sebentar lagi pertandingan alvin akan segera di mulai.
Via memandangi pintu keluar yang tidak begitu jauh dari tempat duduknya, kemudian ia memandang rio sekali lagi. Ia tahu, apa yang ia lakukan ini sangat tidak adil untuk rio, tapi ia juga tahu, ada seseorang yang menunggu kehadirannya di lapangan bola.
‘maafin aku yo, maaf....’ batin via sambil bergegas keluar dari lapangan dan langsung berlari ke arah lapangan bola. Tanpa via ketahui, rio yang memang sejak tadi masih terus memperhatikan via ketimbang bolanya, hanya dapat tersenyum lirih penuh kepedihan.
“Host..host..host..”
“Gue kira elo enggak bakal dateng, gue baru tahu kalo anak basket ada tanding juga” via hanya tersenyum sambil menyeka butir keringat  di pelipisnya.
“Ya udah gue main dulu ya, makasih udah mau dateng” lanjut alvin lagi sambil berjalan menuju lapangan.
“Cetak gol buat gue vin” ucap via yang membuat alvin berhenti dan berbalik ke arahnya.
“Pasti” jawab alvin mantap sambil mengacungkan jempolnya. Via langsung duduk setelah menemukan tempat yang cukup strategis. Jauh di dasar hatinya, ia begitu merasa bersalah terhadap rio, ia tahu ia tidak sepantasnya berlaku seperti ini. Tapi melihat alvin yang masih sempat melempar senyum untuknya sebelum dimulainya pertandingan, membuat via mau tidak mau, begitu menikmati pertandingan ini.
Berbeda jauh dari penampilan rio yang sangat terpuruk, alvin justru sedang dalam kondisi permainan terbaiknya. Dengan gerakannya yang lincah serta gocekan bolanya yang sebelas dua belas sama pemain idolanya cristiano ronaldo, cukup membuat pemain lawan harus ekstra ketat menjaganya.
“Gooool” teriak suporter di bangku penonton saat alvin dengan permainannya yang memukau, berhasil mengecoh kiper tim lawan dan meluncurkan bola tepat ke sudut gawang lawannya. Via ikut melonjak senang dan tertawa bahagia bersama yang lain, apalagi ketika alvin menoleh ke arahnya sambil tersenyum
Permainan terus berlangsung, dan karena hanya sekedar pertandingan pemanasan sebelum turnamen, waktunya pun hanya 45 menit. Tapi hal itu tidak menghalangi kemenangan tim yang alvin pimpin, setelah mencetak gol, alvin juga memberikan assistnya untuk terjadinya gol kedua. Setelah berjabat tangan tanda sportivitas di lapangan, alvin langsung berlari menghampiri via yang menunggunya di pinggir lapangan.
“Lunas ya utang gue, itu tadi gol khusus buat elo”
“Makasih ya, menang traktir gue dong, laper nih, kantin aja...”
“Oke, ya udah duluan aja, gue mau ganti baju dulu, lengket banget” ujar alvin. Via hanya mengangguk lalu menuruti petunjuk alvin untuk ke kantin duluan. Sementara alvin langsung masuk ke ruang ganti pemain untuk membersihkan badannya yang penuh keringat.
Via memainkan sedotan yang ada di hadapannya, sudah lebih dari dua puluh menit ia menunggu, dan alvin belum juga datang.
Sedikit terburu-buru, alvin mempercepat langkahnya menuju kantin, gara-gara ada sedikit pengarahan dari pelatihnya. Hampir saja alvin menabrak orang yang tiba-tiba muncul menghadangnya dari dalam world history room.
“Rio ! lo bikin kaget gue aja sih”
“Ada yang mau gue omongin sama lo” ujar rio sinis sambil memberi kode supaya alvin masuk ke dalam world history room. Alvin yang tidak mengerti apa-apa, cuma nurut aja, meski dia sudah bisa membayangkan via yang sedang menunggunya.
“Kenapa yo ?” tanya alvin. Rio tidak bergeming, ia berdiri di samping jendela sambil menatap ke luar.
“Masih inget pembicaraan kita disini vin ? atau perlu gue ingetin. Saat itu kalo gue enggak salah denger, lo bilang elo enggak akan ngerebut via dari gue”
Alvin berjalan menghampiri rio, di kepalanya mulai tersusun berbagai dugaan ke arah mana rio akan membawa pembicaraan ini.
“ Lo kenapa yo ?” tanya alvin sambil menepuk pundak rio. Rio berbalik menatap alvin tajam, belum pernah rio menatap alvin seperti ini sebelumnya.
“BUG !” sebuah serangan kilat super cepat dari rio tepat ke muka alvin.
“Rio..”
“APA ?! GUE ENGGAK NYANGKA ELO KHIANATIN GUE VIN !” rio mendorong alvin hingga terjatuh.
“AYO LAWAN GUE ! LAWAN GUE !” bukannya melawan, alvin malah hanya diam memandangi rio. Sebenernya hanya dengan sekali pukulan, alvin bisa saja membuat rio langsung terjatuh, tapi alvin tahu, melawan rio sama saja dengan menjadi seorang pengecut, karena keadaan telah membuatnya menjadi pihak yang salah.
“BUG !” sekali lagi rio meninju muka alvin, darah segar langsung mengalir dari ujung bibir alvin.
“Gue emang sayang sama via, gue sayang banget sama via, sejak dulu, sejak kita masih kecil. Gue udah sayang sama via, mungkin jauh sebelum lo sayang sama dia”
“BUG !” alvin hanya tersenyum mendapati dirinya di tonjok lagi sama rio, dia sama sekali enggak ada keinginan untuk membalas hal itu.
“Pukul gue terus kalo emang itu bisa bikin lo lega” rio menatap alvin dengan pandangan siap membunuh. Dia menarik kerah baju alvin, memaksanya berdiri.
“KENAPA HARUS ELO ! ORANG YANG PALING GUE PERCAYA !!”
Teriakan-teriakan rio, membuat orang-orang pada berkumpul di depan world history room, menerka-nerka apa yang terjadi. Bagaimana bisa mario, ketos mereka yang begitu bersahaja, meledak sedemikian rupa, terhadap saudaranya sendiri.
“Via, ayo ikut gue !”
“Mau kemana yel ?”
“Udah ayo ikut” via hanya pasrah tangannya di tarik oleh iel. Dia bingung ketika melihat banyak orang yang bergerombol di depan ruang sejarah dunia.
“Ada apaan ?” tanya via yang masih belum mengerti apa-apa.
“Rio sama alvin berantem di dalem vi, kit...” tanpa menginjinkan iel menyelesaikan penjelasannya, via langsung menyeruak menerobos kerumunan orang dan masuk ke dalam ruangan yang tidak terkunci sama sekali.
“STOP !!” teriak via lantang. Rio yang dalam posisi siap memberi alvin sebuah pukulan lagi, langsung melepaskan cengkramannya begitu saja.
“JADI SEKARANG LO JUGA BELAIN DIA ?!” dengan takut-takut via berjalan ke arah rio dan alvin, air mata telah menggenangi pelupuknya, via mencoba tersenyum ke arah rio, tapi rio langsung membuang mukanya. Lalu via berjalan ke arah alvin, dan bersimpuh di hadapannya. Dia menarik tangan alvin, dan mengalungkan tangan itu di pundaknya, kemudian membantu alvin berdiri dan memapahnya.
“Gu..gue..punya..penjelasan yo..” ucap via terbata-bata. Rio tetap tidak mau memandang via, apalagi alvin, kebencian jelas telah terbentuk nyata di matanya.
Dengan posisi memunggungi alvin dan via, rio merogoh saku celananya, dan mengeluarkan gelang milik alvin. Kemudian ia melemparkannya begitu saja, dan gelang tersebut tepat jatuh di kaki alvin.
“BUBAR SEMUA !!” teriak rio kepada semua orang yang ramai-ramai ada di depan pintu. Semua memberi jalan untuk rio dan memandang via serta alvin dengan sinis.
“Ma..maaf..” via mengelap darah yang mengalir dari bibir dan hidung alvin dengan ujung blazernya.
“Udah jangan nangis, gue enggak apa-apa kok”
“Ma..maaf..” ulang via lagi sambil terus membersihkan darah alvin. Alvin menahan tangan via dengan tangannya, dia memandangi ujung blazer via, yang sekarang ada noda darahnya, kemudian ia memandangi via yang air matanya terus turun perlahan.
“Jangan, nanti blazer lo kotor” via hanya menggeleng, lalu mulai membersihkan darah alvin lagi, dengan tangannya yang satunya.
“Vi udah..” alvin menggenggam kedua tangan via “Harusnya gue yang minta maaf, karena setelah ini, mungkin akan banyak orang yang musuhin lo, gue sih udah biasa, tapi elo ? maafin gue ya” sambung alvin lagi.
“Gu..gue..enggak peduli..”
“Tapi gue peduli, udah sekarang lo apus air mata lo, kita hadepin bareng-bareng ya” alvin meraih tangan via dan mengajaknya keluar setelah sebelumnya ia memungut gelangnya terlebih dahulu. Via sempat merasa risih dengan pandangan menusuk dari para cewek-cewek di koridor sekolahnya, tapi genggaman tangan alvin yang terasa begitu hangat dan menenangkan, mampu membuat via untuk sejenak sedikit merasa aman.
***
Awan nampak mendung pagi ini, entahlah ia memilih duka yang mana. Dukanya rio karena terkhianati, dukanya alvin karena ia kehilangan kepercayaan sahabat, atau dukanya via karena kini ia di cap sebagai perusak hubungan rio dan alvin.
Via terus tersenyum, meski semua orang memandangnya sinis. Dia mencoba tidak peduli meski itu menyakitkan, ia tahu, ia pantas di hukum untuk perbuatannya. Dia sendiri pasti akan sangat marah bila menjadi rio, yang sudah sepenuh hati mencintainya, tapi ia kecewakan begitu saja.
“Hai vi..”
“Pagi shil..” hanya shilla sekarang, satu-satunya anak perempuan yang mau menyapanya.
“Heran deh gue, kenapa hari ini mendung ya ? hehe..” shilla menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah via.
“Kenapa lo enggak ikutan jauhin gue shil ? elo berhak marah sama gue, gue udah nyakitin rio” ujar via sambil menunduk. Shilla hanya tersenyum, dia meraih tangan via.
“Buat apa gue jauhin lo ? lagian kalo sekarang rio akhirnya tahu, jauh lebih bagus kan, daripada semakin lama, semakin banyak juga elo nyakitin dia” via memberanikan diri menatap shilla, tidak ada kebencian di mata shilla, mata shilla tetap terlihat bijak dan penuh kenyamanan.
“Maaf..”
“Gue bukan siapa-siapanya rio vi”
“Tapi elo pantes jadi lebih dari sekedar temen buat dia, elo pantes shil, harusnya rio sama lo, bukan sama gue..”
“Jangan pernah menyesali apapun via..” hibur shilla sambil tersenyum yang membuat via mau tidak mau juga ikutan tersenyum.
Hari ini serasa berjalan begitu lambat untuk via, padahal ini baru hari pertamanya, masih ada banyak hari lagi dimana via harus terus tahan akan cibiran orang terhadapnya. Rio selalu menghindarinya saat mereka hampir bertemu di jalan, atau malah kadang menganggapnya seolah-olah tidak ada. Dan hanya satu yang bisa via lakukan, berusaha setegar mungkin dan tidak menangis.
“Ayo vi..” tanpa mempedulikan pandangan mencela dari orang-orang yang ada disekitar mereka, alvin menggandeng tangan via, dan memang hanya alvin lah, yang bisa memberi via sedikit kekuatan.
“Cie..ehem..” goda cakka yang tiba-tiba muncul di samping alvin.
“Kenapa lagi nih bocah” timpal alvin.
“Haha, enggak apa-apa, cuma iri aja lihat mesranya elo berdua..”
“Ya elah, adek gue acha mau lo kemanain, awas aja lo mesra-mesraan sama cewek lain !” gertak alvin sambil bercanda.
“Duh vi, cowok lo galak amat..” celetuk cakka, yang entah sadar atau tidak membuat pipi alvin dan via bersemu merah. Keduanya diam di tempat, saat melihat rio berjalan ke arah mereka sambil membawa gitarnya. Via memilih menundukkan kepalanya, dan alvin sebagai laki-laki sejati, membalas tatapan mata rio.
Aku memang terlanjur mencintaimu
Dan tak pernah ku sesali itu
Seluruh jiwa telah ku serahkan
Menggenggam janji setiaku
Rio terus melihat ke arah via sambil memainkan gitarnya, anak-anak sudah mulai mengerumuni mereka bertiga.
Kumohon jangan jadikan semua ini
Alasan kau menyakitiku
Meskipun cintamu tak hanya untukku
Tapi cobalah sejenak mengerti

Bila rasaku ini rasamu
Sanggupkah engkau menahan sakitnya
Terkhianati cinta yang kau jaga
Alvin terus menggenggam tangan via dengan erat, ia bisa merasa tangan via menjadi dingin dan gemetar. Ia sendiri, sesungguhnya tidak tega melihat rio, yang terlihat begitu menyedihkan.

Coba bayangkan kembali
Betapa hancurnya hati ini kasih
Semua telah terjadi

Aku memang terlanjur mencintaimu
“Wooo..”
“Udah rio, sama gue aja !”
“Iya ngapain ngarepin cewek kaya dia !” rio masih terus menatap via meski lagunya telah selesai, dan via masih terus saja menatap lantai dan ujung-ujung sepatunya. Sementara kata-kata yang memojokkan untuknya terus saja berkumandang di sekitarnya.
“DIEM WOI !” teriak alvin lantang, ia tidak terima orang-orang terus menjelek-jelekkan via. Semua langsung diam, tidak ada yang ingin membuat alvin marah dan ngamuk.
Rio mengalihkan pandangannya ke alvin, tatapannya masih tetap tajam dan sinis, alvin membalas tatapan itu, ia tahu ia pantas mendapat tatapan itu.
“Via masih cewek gue, dan enggak akan pernah gue lepasin gitu aja, apalagi buat lo ! kecuali elo mau terima tawaran dari gue !”
“Apa ?”
“Turnamen vendas kali ini gue serahin ke elo sebagai ketua panitianya, kalo turnamen ini berhasil, gue enggak akan ngehalangin hubungan elo berdua !” alvin berpikir sejenak, ini jelas bukan tugas yang mudah untuknya.
“Itu aja ?”
“Enggak segampang itu ! kita tuker peran, elo jadi anak-anak baik dan gue bakal jadi biang onar, gue mau lihat sejauh apa elo bisa tahan emosi lo buat ngadepin gue dan ngejalanin turnamen itu dengan lancar !” alvin mengalihkan pandangannya ke arah via yang berdiri di sampingnya. Gadis itu tetap menunduk, alvin tahu, via merasa tertekan dengan keadaan ini.
“Oke, gue terima tawaran lo !” alvin menyodorkan tangannya ke arah rio.
“Gue mau lihat sejauh apa lo bisa jadi gue yang sempurna !” tanpa membalas uluran tangan alvin, rio langsung pergi begitu saja sambil menarik tangan via dengan kasar.
Alvin hanya memandangi rio dan via yang mulai menjauh, via terus-terusan menoleh ke arahnya, alvin hanya bisa tersenyum kecil. Semua yang tadi mengerumuni mereka, satu persatu mulai pergi, meninggalkan alvin hanya berdua dengan cakka.
“Sob” panggil cakka sambil menepuk pundak alvin.
“Ya gue cuti sebentar berantem sama vailant cak, cuma sampai selesai turnamen doang kok” ujar alvin pelan.
“Gue dukung elo kok” alvin menengok ke arah cakka dan tersenyum. Ia sendiri belum tahu, apa yang akan ia lakukan untuk turnamen ini, ini sama sekali bukan bidangnya, dan menjadi anak baik-baik jelas bukan sesuatu yang mudah untuknya.

Komentar

Postingan Populer