Another Way to Love Part 21
Entahlah
sudah berapa lama rio duduk disini, hidungnya malah mulai terbiasa oleh
bau alkohol yang menyengatnya sejak tiga jam yang lalu. Tangannya
mengusap pipi shilla yang terbaring dengan berbagai selang yang menempel
di tubuhnya. Wajah shilla yang lembut dan terlihat seperti malaikat
kecil yang sedang tertidur.
"Rio..rio ..."
“Iya
shil, gue disini..” rio tersenyum. Sudah sejak tadi juga, shilla terus
menerus mengigau memanggil namanya. Rio menyibakkan beberapa helai
rambut shilla yang menutupi wajahnya, masih tidak abis pikir untuknya,
bagaimana bisa seorang shilla yang ia kenal sebagai gadis yang mandiri
dan berpikiran terbuka, ternyata dalamnya serapuh ini, memilih untuk
mengiris nadinya sendiri, dengan pecahan kaca figura fotonya.
“Rio..ehm..kak..”
Rio menoleh sambil tersenyum melihat deva yang berdiri di belakangnya.
“Enggak usah pakai kak juga enggak apa-apa” ujar rio yang membuat deva nyengir.
“Enggak
biasa. Oh ya, lo udah tiga jam duduk disini, lo pasti belum makan kan ?
biar gue aja yang jagain shilla sebentar” ingin rasanya rio menolak,
tapi cacing di perutnya nampak tidak setuju dengan pikiran rio.
“Oke,
gue keluar sebentar, nanti gue balik lagi kesini” deva hanya tersenyum.
Lantas, rio keluar dari kamar shilla, dan melepaskan baju sterilnya,
dia juga mengambil hpnya yang tidak boleh di bawa masuk ke ruangan
tersebut.
Mata
rio melotot tajam melihat begitu banyaknya panggilan tidak terjawab
yang memenuhi hpnya. Dengan cepat dia langsung menelpon kembali nomer
yang menelponnya tersebut. Gelisah, rio tidak bisa diam di tempatnya,
pikiran dan hatinya kalut saat ini.
“Halo..”
“Beres
bos, semua udah beres” hati rio mencelos mendengar kata-kata lawan
bicaranya. Dia langsung memutuskan sambungan telponnya. Kepalanya
sedikit pusing, dia meraba kursi yang ada di sampingnya dan duduk
disitu.
Jantungnya
berdegup kencang, aliran darahnya mengalir tanpa kendali, tangannya
gemetar, keringat membasahi tubuhnya dan wajahnya pucat. Dia bahkan
tidak sanggup membayangkan apa yang sekarang sedang terjadi. Beribu
penyesalan langsung menghujani otaknya, mengutuk setiap langkah
keegoisannya.
Drrtt..drrtt..drrtt ...
“Ha..halo..” ucap rio parau.
“Yo, rio kamu dimana ?”
“Kenapa ma ?”
“Alvin..alvin
kecelakaan..” rio dapat mendengar dengan jelas, mamanya sedang
berbicara sambil menangis saat ini. Batinnya pun terguncang hebat, meski
ia telah tahu lebih dulu, tapi tetap saja ini semua terasa begitu telak
menusuk nuraninya.
Tanpa
mempedulikan suasana hening yang mencekam dari rumah sakit di malam
hari. Rio langsung berlari begitu menyadari rumah sakit yang alvin
tempati sama dengan yang shilla tempati saat ini.
“Host..host..”
rio mengatur napasnya sebentar. Dia menatap wajah-wajah sendu yang
sedang menunggu alvin di depan ugd. Ada mamanya yang nampak sedang
menangis sambil terus berdoa, papanya yang terlihat tegang dan berjalan
kesana kemari, iel yang cemas dan tampak sibuk dengan telepon
genggamnya, acha yang menangis di pelukan cakka dan tentu saja via yang
duduk sendiri sambil menunduk dan meremas-remas tangannya.
“Vi..” panggil rio pelan.
“Alvin yo alvin..” tanpa di duga-duga, via langsung bangkit dan memeluk rio.
“Iya
vi gue tahu..” rio mengelus-ngelus belakang kepala via dengan
tangannya. Dia membiarkan via menumpahkan segalanya, membiarkan via
menangisi alvin, karena sejujurnya ia sendiri ingin menangis sekarang.
Satu yang membuat rio aneh, saat ini, saat via gadis yang ia
pertahankan, menangis untuk rivalnya, tidak ada api cemburu yang
berkobar di hatinya, saat ini dia hanya ingin menemani via, sebagai
seorang sahabat.
“Keluarga
alvin jonathan ?” tanya seorang dokter yang baru keluar dari ruangan
tersebut sambil melihat ke arah semua yang ada di ruang itu.
“Iya dok, gimana keadaan anak saya ?” tanya mamanya langsung. Semua yang ada disitu juga mendekat.
“Terjadi
sedikit pendarahan di otaknya, tapi tidak terlalu fatal, dia akan
melewati masa kritisnya, hanya saja kaki kirinya patah dan harus di gips
untuk beberapa minggu ke depan” semua menghembuskan sedikit nafas lega
mendengar penjelasan dari dokter tersebut.
“Ya
sudah saya permisi dulu, administrasinya harap segera di selesaikan,
pasien sudah boleh dijenguk setelah di pindahkan ke kamar inap” jelas
dokter itu lagi.
“Makasih
dok..” ujar mamanya alvin sambil menjabat tangan dokter tersebut dan
disusul oleh papanya. Kemudian kedua orang tuanya pergi untuk mengurus
administrasi sesuai perintah dokter tadi.
“Gimana caranya alvin main bola kalo kakinya patah” gumam via pelan dan lirih. Semua mata memandangnya.
“Dia
akan sembuh vi, percaya deh sama gue, dia bisa, dia jagoan..” hibur rio
meski hatinya juga menanyakan hal yang sama. Lalu sekarang apa yang
harus ia lakukan, apa yang harus ia perbuat untuk mempertanggungjawabkan
semuanya, apakah ia harus mengakuinya sekarang, di depan semua orang
ini, apakah mereka akan memaafkannya, apakah alvin akan memaafkannya ?
“Kok bengong yo ?” tanya iel yang menyadari perubahan rona muka rio. Rio hanya tersenyum tipis.
“Emang lo tadi dimana ? cepet banget sampai sininya ?” tanya iel lagi.
“Gue juga lagi disini, nungguin shilla”
“Shilla kenapa ?” tanya cakka ikutan.
“Nanti
aja gue ceritainnya. Cak, mending elo anterin acha pulang deh..” ujar
rio sambil melihat acha yang tidak kalah terguncangnya seperti via.
“Acha mau disini kak, enggak mau pulang”
“Udah
hampir tengah malem cha, entar kamu sakit, besok aja pulang sekolah
kamu jengukin alvin kesini” rio berusaha meyakinkan acha. Acha melirik
ke arah cakka, dan cakka memberi kode dengan menganggukan kepalanya.
“Ya udah ayo kak cakka kita pulang” cakka hanya tersenyum, kemudian ia menggandeng acha, mengajaknya pergi dari situ.
Setelah
semua prosedur selesai di lakukan, akhirnya alvin di pindahkan ke kamar
rawat inap. Sama seperti yang rio lakukan terhadap acha, ia juga
meminta agar orang tuanya pulang saja ke rumah. Sebenernya dia juga
membujuk via, tapi via hanya menggeleng dan duduk di samping alvin yang
terbaring lemah hingga sekarang.
“Tadi lo belom jadi cerita, shilla kenapa yo ?” tanya iel yang tidak betah dengan suasana hening yang membekap ketiganya.
“Dia
ngelakuin percobaan bunuh diri sore tadi” iel dan bahkan via yang
sedang sibuk memperhatikan alvin langsung menoleh ke arah rio dengan
tatapan kaget.
“Ya..gue juga kaget kok, siapa sih yang ngira, cewek secerdas dia ngelakuin hal kaya gini” sambung rio lagi.
“Terus kenapa lo bisa ada disini ?” tanya iel lagi karena via merasa energinya sudah abis untuk menangis.
“Dia ngigau manggil-manggil nama gue terus..”
“Udah gue duga” potong iel.
“Apa ?” tanya rio bingung.
“Dia suka sama lo”
“Shilla
memang suka sama kamu yo...” ujar via lirih mulai bersuara. Rio hanya
tersenyum masam, kata-kata shilla saat menahannya tadi sore terngiang
kembali di otaknya.
“Emang
lo enggak pernah ngerasa apa, tatapan mata shilla yang dalem banget
buat elo, itu kenapa gue suka ngejekkin lo berdua” sambung iel lagi.
“Apa dia baik-baik aja ?”
“Keadaanya masih kritis sama kaya alvin vi..”
“Kalo
kamu mau nemenin dia boleh kok” rio menatap via, via hanya tersenyum.
Rio berpikir sebentar, kemudian ia menatap alvin yang masih nampak
tertidur.
“Tenang
yo, gue sama via bakal jagain alvin disini” seolah bisa membaca
kebimbangan rio, iel menepuk-nepuk pundak rio dan meyakinkan rio.
“Gue
cuma mau ngecek keadaanya, nanti gue balik lagi kesini” via dan iel
kompak tersenyum. Rio langsung berjalan menuju ruangan shilla yang
berbeda satu lantai dari kamar alvin.
“Kok lo diluar dev ?” rio bingung melihat deva duduk di luar sambil memainkan hpnya.
“Di
dalem ada mama sama papa” jawab deva cenderung tajam. Rio mengerti,
memang hanya diijnkan dua orang saja yang masuk ke dalam ruangan shilla.
“Kalau boleh tahu, shilla ada masalah apa sampai dia...” rio menggantung kata-katanya, dia mencoba menemukan kata yang tepat.
“Lo
enggak tahu ? gue pikir elo berdua deket” kata-kata deva bagai sambaran
petir untuk rio. Deva benar, mereka berdua memang dekat, tapi hanya
secuil saja yang rio tahu tentang shilla.
“Kita emang deket, tapi dia cenderung tertutup” ujar rio beralasan.
“Ya dia memang tertutup, tapi gue kira dia bisa terbuka sama lo”
“Gue enggak ngerti maksud lo ?”
“Shilla
emang kaya gitu, dia selalu sok tegar di hadapan semua orang, padahal
aslinya di itu sosok yang rapuh banget, dia selalu berusaha nuntasin
masalah orang lain, tapi dia enggak pernah sekalipun minta tolong orang
lain buat dengerin masalahnya, dia terlalu mandiri. Dia berlaku
seolah-olah hidupnya ini enggak beban, seolah-olah dia itu orang paling
bahagia dan sempurna, padahal kenyataannya nol besar. Dia cinta banget
sama kegiatan tulis menulis, tapi bonyok gue yang otoriter dan
konvensional itu, menentang keras cita-cita dia, buat mereka shilla itu
harapan satu-satunya buat jadi penerus bisnis mereka, karena gue
jelas-jelas udah jadi pembangkang dengan memilih jurusan seni..” deva
jeda sebentar.
“Apapun
yang bonyok gue minta dan suruh selalu di lakuin shilla, dia enggak
pernah mau ngecewain siapapun. Tapi akhir-akhir ini kondisi psikis dia
memang agak kurang stabil, kadang malem-malem
gue suka denger dia nangis sendiri, atau malah kadang ketawa sendiri,
ya, gue tahu dia bisa jadi gila lama-lama kaya gini. Sampai akhirnya gue
nemuin tulisannya dia, dan semua itu tentang elo, orang yang menurut
dia bisa ngasih dia semangat, dan elo tahu apa yang bikin gue terkejut
pas baca tulisannya dia ? dia menuliskan semuanya sejujur mungkin,
enggak ada lagi topeng yang dia pakai saat dia mencurahkan semua
perasaannya tentang elo” rio terhenyak mendengar lanjutan penjelasan
dari deva.
“Boleh gue baca tulisannya dia ?”
“Nih..” deva mengulurkan sebuah flashdisk ke arah rio.
“Semua ada disini ?”
“Enggak
semua. Gue cuma sempet copas beberapa, sisanya ada di laptop shilla dan
ya laptop itu tadi sore di banting dengan bejatnya sama bokap gue, itu
juga mungkin yang bikin jiwa shilla terguncang dan ngelakuin hal ini”
“Sori,
tapi bokap lo ngebanting laptop shilla cuma gara-gara dia enggak suka
shilla nulis ? apa hubungan bokap lo sama shilla...”
“Shilla
sih anak baik-baik, yang pemberontak itu gue. Keluarga gue enggak
seharmonis yang orang lihat, banyak aib yang sengaja orang tua gue
tutupin dan mereka maksa shilla untuk ikut permainan itu, mungkin sikap
itu juga yang nurun ke shilla sampai dia jadi tertutup kaya gini”
lagi-lagi rio terhenyak. Semua fakta tentang shilla yang baru ia ketahui
malam ini, semakin membuatnya sadar, bahwa ia memang tidak sepenuhnya
mengenal shilla, atau malah mungkin ia tidak mengenal shilla sama
sekali.
“Deva”
deva dan rio sama-sama menoleh. Deva melengos melihat siapa yang
memanggilnya, sementara rio mencoba tersenyum kepada dua orang yang ia
yakini sebagai orang tua shilla dan deva.
“Udah puas nyiksa shillanya ?” tanya deva sinis.
“Mama minta maaf..” ujar mamanya shilla yang menurut rio waktu mudanya pasti secantik shilla.
“Maaf ? jangan sama aku, tapi sama shilla !”
"Deva .."
“Apa
sih pa ?! baru sadar sekarang saat kalian ngelihat shilla kaya gini !
kalian itu orang tua kita bukan sih ?! shilla yang selalu ngelakuin
semua yang kalian mau tetap aja selalu salah di mata kalian !” rio
bingung apa yang harus ia lakukan, posisinya sebagai orang luar jelas
buatnya untuk tidak terlalu ikut campur.
“Papa
tahu, kamu bener, kejadian ini memang baru membuka mata papa sama mama.
Tolong kasih kita kesempatan lagi, kita berdua janji, kita akan
ngelakuin semuanya dari awal, kita bangun lagi keluarga kita, kita
lupain sama kebohongan yang ada, kita sama-sama hadapin ini” deva
menatap laki-laki yang ia panggil papa dengan garang.
“Saat
shilla udah kaya gini baru kalian bilang mau mulai semuanya dari awal
?! telat tahu enggak !!” bentak deva sambil mengepalkan tangannya, rio
yang berdiri di samping deva langsung memindahkan posisinya menjadi
penghalang di antara deva dan papanya.
“Dev, redain emosi lo !” ujar rio.
“Apa ?!”
“Gue
emang bukan siapa-siapa dan enggak berhak ikut campur ! gue tahu lo
kecewa sama keadaan ini dev ! tapi bukan berarti lo jadi kaya gini,
mereka tetap orang tua lo ! dan menurut gue, kalo shilla ada disini
sekarang, dia enggak akan suka ngelihat keributan ini, dia pasti mau
ngasih kesempatan kedua buat orang tua lo” deva terdiam mendengar
kata-kata rio.
“Semua
keputusan ada di shilla, kalo dia mau nagsih papa sama mama kesempatan,
aku juga” ujar deva sambil berjalan menjauh. Rio tersenyum, ia tahu
deva berkata seperti itu, karena ia yakin bahwa shilla memang akan
melakukan hal seperti itu, rio juga tersenyum karena merasa jiwanya yang
asli telah kembali.
“Kamu rio ya ?” papa shilla tersenyum ke arahnya.
“Iya om tante, saya rio..”
“Shilla masih manggil-manggil kamu dari tadi, kamu masuk gih ke dalem” ujar mamanya. Rio mengangguk dan masuk kembali ke dalam.
Kondisi
shilla masih tetap sama, meski layar monitor menunjukkan detak jantung
shilla telah lebih stabil, tapi shilla masih saja terus memejamkan
matanya.
“Hei, udah sampai mana lo mimpinya shil ?” tanya rio sambil mengusap pipi shilla.
“Gue
enggak nyangka, enggak nyangka elo ternyata nyimpen banyak masalah
dalam diri lo. Padahal elo orang yang selalu ngeyakinin gue dan semua
orang, kalo dengan berbagi beban kita akan sedikit terangkat, iyakan ?”
“Alvin
kecelakaan shil, dan gue tahu, itu gara-gara gue..” rio memejamkan
matanya sejenak, mengingat ini, membuat perasaan bersalah di hatinya
semakin berkembang.
“Elo
bener, harusnya gue bahagia saat dia bahagia, gue harusnya ngalah
sekali ini aja sama dia, toh dia udah beribu-ribu kali ngalah sama gue.
Tapi kemarin, gue bener-bener enggak terima shil, gue enggak terima,
saat gue tahu dia bisa dapetin hatinya via dan gue enggak, saat itu gue
baru tahu rasanya menjadi kalah itu sangat-sangat enggak enak. Dan entah
kerasukan setan darimana, gue pake cara kotor buat nyingkirin alvin,
saudara gue sendiri, sahabat gue sendiri, dan sekarang gue nyesel shil,
gue nyesel..” rio berhenti sejenak terbayang senyum alvin yang selalu
ada untuk menyuportnya.
“Keadaanya
emang enggak begitu parah, tapi kakinya patah, dan itu artinya dia
enggak bisa main bola turnamen ini, dan elo tahu shil, gue rela ngeganti
kaki gue dengan kakinya seandainya itu bisa. Sekarang gue harus gimana
shil ? gue enggak mau jadi pengecut, gue tahu gue harus ngaku dan nerima
semua konsekuensinya, dan sejujurnya gue takut semua orang ninggalin
gue, gue takut alvin marah sama gue dan enggak mau untuk nemuin gue
lagi, gue takut..” lirih, ada setetes air mata yang jatuh dari sudut
mata rio. Hatinya kalut sekarang, ia takut tapi ia tidak mau terus
terbebani dengan ini semua.
“Apapun
yang terjadi, gue pasti ngaku shil, gue pasti bilang ke alvin kalo dia
udah sadar, gue tahu itu pahit buat gue, tapi itu satu-satunya jalan
yang paling baik kan ? dan elo tahu shil, saat gue ngelihat via nangisin
alvin, gue enggak ada rasa marah sama sekali, gue malah pengen ngapusin
air matanya dia, sebagai seorang sahabat..” entah karena malam yang
telah semakin larut dan keletihan yang rio rasakan atau memang benar
adanya, tapi rio melihat shilla seperti tersenyum untuknya.
“Gue
curhat sama elo yang lagi koma gini aja gue ngerasa lega, gimana kalo
gue curhat elonya lagi dalam keadaan sadar ya ? elo pasti udah nasehatin
gue panjang-panjang..hehe..” rio terkekeh sebentar.
“Cepet
sadar ya shil, entah kenapa gue enggak pengen lihat lo terus-terusan
kaya gini, gue kangen sama semua nasihat lo, gue pengen ngelihat
senyuman sama tatapan mata lo lagi yang selalu bisa bikin gue tenang..”
sambil tersenyum rio terus mengusap-usap pipi lembut shilla.
Tidak
ada bedanya dengan rio yang sedang nungguin shilla, via pun dengan
setia menemani alvin yang tergolek lemah, dengan perban membalut
kepalanya dan gips yang terpasang di kakinya. Iel telah terlelap dari
tadi di sofa, tapi mata via masih terus terjaga, ia ingin terus
memandangi alvin.
“Vin
lo harus bangun vin, turnamen kan tinggal besok, elo harus buka acara,
kan elo ketua panitianya, lagian lo utang sama gue, lo bilang selesai
turnamen ini, lo bakal nemenin gue kan, lo bakal selalu ada buat gue
kan” ujar via lirih. Air matanya sudah tidak mengalir lagi, tapi
tatapannya nanar.
“Ini
semua salah gue, seandainya dari awal gue enggak nerima rio, seandainya
dari awal gue udah mantepin hati gue buat elo, enggak perlu ada yang
sakit, enggak perlu ada rio yang menderita, enggak perlu ada elo yang
berusaha ngerelain gue, enggak perlu ada perkelahian lo sama rio, semua
salah gue vin..” desah via pelan. Tangannya menggenggam erat tangan
alvin yang terasa begitu dingin.
“Ayo
dong jagoan, lo bangun dong. Gue masih pengen ke hutan bareng lo, masih
pengen duduk berdua di pinggir danau sama lo, masih pengen ngelihat
bintang, masih pengen hujan-hujanan, masih banyak hal yang belom kita
lakuin vin, masih banyak...”
“Dan
gue bahkan belum sempet bahagian lo, gue belum sempet ngelakuin sesuatu
buat elo. Tapi lo percaya kan vin sama gue ? gue sayang sama lo, gue
sayang banget sama lo..”
“Gue
enggak siap kehilangan lo alvin. Ini bukan hukuman dari Tuhan buat gue
kan karena nyia-nyiain rio, gue udah ngelepasin rio, dan gue akan sekuat
tenaga mempertahankan elo vin. Gue enggak mau kehilangan elo, gue
enggak rela kehilangan elo, gue enggak bisa tanpa elo vin...” sesak
memenuhi dada via, tapi tidak ada air mata yang tumpah, mungkin air mata
itu telah habis.
“Tolong jangan kecewain gue, gue sayang sama lo..” ujar via sambil mengecup tangan alvin.
***
Sekolah
terutama anak-anak panitia langsung heboh saat mendengar berita
kecelakaan alvin. Padahal acara pembukaan turnamen tinggal beberapa jam
lagi. Iel yang datang dengan kantong mata yang melingkar di bawah
matanya dan terlihat agak lesu langsung di kerubutin sama
teman-temannya.
“Yel emang bener alvin kecelakaan ?”
“Kecelakaan gimana ?”
“Parah enggak ?”
“Kondisinya dia sekarang gimana ?”
“Di
rawat ? dirawat dimana ?” semua pertanyaan langsung menyerbunya yang
membuat iel bingung harus menjawab pertanyaan yang mana.
“Stop
! gue jelasin oke ? alvin emang kecelakaan semalem, menurut hasil
penyelidikan sih, motornya di tabrak sama mobil tapi sampai sekarang
mobil itu masih di lacak sama polisi, kondisinya lumayan parah, ada
pendarahan di otaknya dan kaki kirinya patah, sekarang dia masih di
rawat dan sampai pagi ini dia belum sadar” semua yang ada disitu diam
menyimak cerita iel, rasanya masih kemarin mereka melihat alvin yang
begitu semangat berkerja.
“Terus sekarang kita harus gimana dong ?” celetuk seorang anak.
“Jangan
nyerah, alvin enggak pernah kenal kata menyerah..” tiba-tiba rio muncul
sambil tersenyum. Penampilannya telah kembali rapi, bukan lagi seperti
rio beberapa hari belakangan ini.
“Yang
rio bilang bener, kita enggak boleh negcewain alvin, sekarang ayo kita
selesain tugas kita yang semalem belum selesai” sambung iel sambil
merangkul rio, ia senang melihat sahabatnya telah kembali ke jalan yang
benar.
“Itu apa yel ?” tanya rio sambil menunjuk ke arah panggung.
“Itu
lukisannya alvin, alasan alvin baru pulang selarut itu, dia ngelukis
itu kemarin dan dia bilang, lukisan itu sengaja dia bikin untuk acara
pembukaan, karena dia mau nunjukkin itu ke seseorang” rio mendekat ke
arah lukisan itu, tapi tangannya di tahan iel.
“Kenapa ?” tanya rio bingung.
“Jangan,
enggak ada satupun yang boleh lihat dari kemarin, dia bilang baru boleh
di lihat pas pembukaan” rio nampak kecewa karena ia begitu penasaran,
tapi dia menuruti perintah iel.
“Gue enggak tahu alvin bisa ngelukis” guman rio. Iel tersenyum, dia mengambil beberapa kertas dan menyodorkannya ke rio.
“Lo
lihat ini, ini denah konsep acara yang alvin gambar sendiri, sekarang
lo lihat ruangan ini, semua tata letak ini alvin yang ngatur. Saudara lo
itu ada bakat di seni bro..” terang iel semangat.
“Nyokapnya
juga pinter ngelukis, tapi dia enggak pernah sekalipun coba
ngegambar..” iel hanya tersenyum. Rio tambah meras miris, semalam ia
baru tahu semua tentang shilla, dan kini dia juga baru tahu sisi lain
dari seorang alvin, orang yang telah bertahun-tahun begitu dekat
dengannya, orang yang nyawanya hampir saja rio gadaikan.
Masih
dengan baju yang ia pakai dari semalam, via masih tetap bertahan di
tempatnya menunggu alvin sadar, ia sama sekali tidak mau beranjak meski
mamanya alvin telah membujuknya berkali-kali.
“Vi..via...” via terkejut melihat bibir alvin bergerak memanggil namanya.
“Iya
vin, ini gue, elo udah sadar ?” tanya via sumringah. Tangannya
memencet-mencet tombol bel memanggil suster, karena mamanya alvin sedang
membeli sarapan.
“Jam
berapa sekarang ?” pertanyaan alvin membuat via bingung, bagaimana bisa
orang yang baru saja kecelakaan malah menanyakan jam ketika ia sadar.
“Jam ? ehm..jam sembilan..” ujar via sambil melirik jam tangannya.
“Gue mau ke sekolah vi..” kata alvin pelan.
“Buat apa ? lo baru aja sadar vin..”
“Jam
sepuluh pembukaan turnamen vi” via terhenyak memandang alvin. Apakah
kepala alvin terbentur sehingga ia begitu peduli pada urusan sekolah ?
"Wine .."
“Please vi..” alvin tersenyum sambil memberikan via tatapan penuh harap.
Tingkat
kesibukan semakin menjadi-jadi, semua orang sibuk berlalu lalang
mengerjakan tugas mereka di menit-menit terakhir. Para tamu yang terdiri
dari dewan guru, perwakilan orang tua dan tentu saja orang-orang
yayasan telah datang. Rio yang secara aklamasi di pilih sebagai ketua
sudah siap untuk membuka acara. Dia melihat papanya telah duduk di kursi
paling depan dan tersenyum ke arah dirinya.
“Sebelum
acara ini saya buka, saya mau memberitahukan kepada semua, bahwa
sesungguhnya bukan sayalah ketua yang asli dalam acara turnamen ini,
tapi berhubung ketua panitia yaitu saudara alvin jonathan berhalangan
hadir, maka sayalah yang berdiri disini untuk membuka acara ini. Sesuai
dengan apa yang telah di rencanakan oleh ketua kami alvin, acara ini
resmi di buka dengan di bukanya kain putih di lukisan tersebut..” rio
berjalan ke arah lukisan. Dia sendiri tidak mengerti gambar seperti apa
yang ada di balik kain putih itu.
Tangannya
telah memegang ujung-ujung kain putih itu. Perlahan demi perlahan rio
mulai membuka kain putih itu. Dan rio menatap tak percaya dengan apa
yang di tangkap matanya, begitupun semua hadirin yang ada disana, mereka
terpaku pada apa yang mereka lihat di kanvas itu.
“Saya punya penjelasan untuk ini semua..”
Komentar
Posting Komentar