Another Way to Love Part 21

Entahlah sudah berapa lama rio duduk disini, hidungnya malah mulai terbiasa oleh bau alkohol yang menyengatnya sejak tiga jam yang lalu. Tangannya mengusap pipi shilla yang terbaring dengan berbagai selang yang menempel di tubuhnya. Wajah shilla yang lembut dan terlihat seperti malaikat kecil yang sedang tertidur.
"Rio..rio ..."
“Iya shil, gue disini..” rio tersenyum. Sudah sejak tadi juga, shilla terus menerus mengigau memanggil namanya. Rio menyibakkan beberapa helai rambut shilla yang menutupi wajahnya, masih tidak abis pikir untuknya, bagaimana bisa seorang shilla yang ia kenal sebagai gadis yang mandiri dan berpikiran terbuka, ternyata dalamnya serapuh ini, memilih untuk mengiris nadinya sendiri, dengan pecahan kaca figura fotonya.
“Rio..ehm..kak..”
Rio menoleh sambil tersenyum melihat deva yang berdiri di belakangnya.
“Enggak usah pakai kak juga enggak apa-apa” ujar rio yang membuat deva nyengir.
“Enggak biasa. Oh ya, lo udah tiga jam duduk disini, lo pasti belum makan kan ? biar gue aja yang jagain shilla sebentar” ingin rasanya rio menolak, tapi cacing di perutnya nampak tidak setuju dengan pikiran rio.
“Oke, gue keluar sebentar, nanti gue balik lagi kesini” deva hanya tersenyum. Lantas, rio keluar dari kamar shilla, dan melepaskan baju sterilnya, dia juga mengambil hpnya yang tidak boleh di bawa masuk ke ruangan tersebut.
Mata rio melotot tajam melihat begitu banyaknya panggilan tidak terjawab yang memenuhi hpnya. Dengan cepat dia langsung menelpon kembali nomer yang menelponnya tersebut. Gelisah, rio tidak bisa diam di tempatnya, pikiran dan hatinya kalut saat ini.
“Halo..”
“Beres bos, semua udah beres” hati rio mencelos mendengar kata-kata lawan bicaranya. Dia langsung memutuskan sambungan telponnya. Kepalanya sedikit pusing, dia meraba kursi yang ada di sampingnya dan duduk disitu.
Jantungnya berdegup kencang, aliran darahnya mengalir tanpa kendali, tangannya gemetar, keringat membasahi tubuhnya dan wajahnya pucat. Dia bahkan tidak sanggup membayangkan apa yang sekarang sedang terjadi. Beribu penyesalan langsung menghujani otaknya, mengutuk setiap langkah keegoisannya.
Drrtt..drrtt..drrtt ...
“Ha..halo..” ucap rio parau.
“Yo, rio kamu dimana ?”
“Kenapa ma ?”
“Alvin..alvin kecelakaan..” rio dapat mendengar dengan jelas, mamanya sedang berbicara sambil menangis saat ini. Batinnya pun terguncang hebat, meski ia telah tahu lebih dulu, tapi tetap saja ini semua terasa begitu telak menusuk nuraninya.
Tanpa mempedulikan suasana hening yang mencekam dari rumah sakit di malam hari. Rio langsung berlari begitu menyadari rumah sakit yang alvin tempati sama dengan yang shilla tempati saat ini.
“Host..host..” rio mengatur napasnya sebentar. Dia menatap wajah-wajah sendu yang sedang menunggu alvin di depan ugd. Ada mamanya yang nampak sedang menangis sambil terus berdoa, papanya yang terlihat tegang dan berjalan kesana kemari, iel yang cemas dan tampak sibuk dengan telepon genggamnya, acha yang menangis di pelukan cakka dan tentu saja via yang duduk sendiri sambil menunduk dan meremas-remas tangannya.
“Vi..” panggil rio pelan.
“Alvin yo alvin..” tanpa di duga-duga, via langsung bangkit dan memeluk rio.
“Iya vi gue tahu..” rio mengelus-ngelus belakang kepala via dengan tangannya. Dia membiarkan via menumpahkan segalanya, membiarkan via menangisi alvin, karena sejujurnya ia sendiri ingin menangis sekarang. Satu yang membuat rio aneh, saat ini, saat via gadis yang ia pertahankan, menangis untuk rivalnya, tidak ada api cemburu yang berkobar di hatinya, saat ini dia hanya ingin menemani via, sebagai seorang sahabat.
“Keluarga alvin jonathan ?” tanya seorang dokter yang baru keluar dari ruangan tersebut sambil melihat ke arah semua yang ada di ruang itu.
“Iya dok, gimana keadaan anak saya ?” tanya mamanya langsung. Semua yang ada disitu juga mendekat.
“Terjadi sedikit pendarahan di otaknya, tapi tidak terlalu fatal, dia akan melewati masa kritisnya, hanya saja kaki kirinya patah dan harus di gips untuk beberapa minggu ke depan” semua menghembuskan sedikit nafas lega mendengar penjelasan dari dokter tersebut.
“Ya sudah saya permisi dulu, administrasinya harap segera di selesaikan, pasien sudah boleh dijenguk setelah di pindahkan ke kamar inap” jelas dokter itu lagi.
“Makasih dok..” ujar mamanya alvin sambil menjabat tangan dokter tersebut dan disusul oleh papanya. Kemudian kedua orang tuanya pergi untuk mengurus administrasi sesuai perintah dokter tadi.
“Gimana caranya alvin main bola kalo kakinya patah” gumam via pelan dan lirih. Semua mata memandangnya.
“Dia akan sembuh vi, percaya deh sama gue, dia bisa, dia jagoan..” hibur rio meski hatinya juga menanyakan hal yang sama. Lalu sekarang apa yang harus ia lakukan, apa yang harus ia perbuat untuk mempertanggungjawabkan semuanya, apakah ia harus mengakuinya sekarang, di depan semua orang ini, apakah mereka akan memaafkannya, apakah alvin akan memaafkannya ?
“Kok bengong yo ?” tanya iel yang menyadari perubahan rona muka rio. Rio hanya tersenyum tipis.
“Emang lo tadi dimana ? cepet banget sampai sininya ?” tanya iel lagi.
“Gue juga lagi disini, nungguin shilla”
“Shilla kenapa ?” tanya cakka ikutan.
“Nanti aja gue ceritainnya. Cak, mending elo anterin acha pulang deh..” ujar rio sambil melihat acha yang tidak kalah terguncangnya seperti via.
“Acha mau disini kak, enggak mau pulang”
“Udah hampir tengah malem cha, entar kamu sakit, besok aja pulang sekolah kamu jengukin alvin kesini” rio berusaha meyakinkan acha. Acha melirik ke arah cakka, dan cakka memberi kode dengan menganggukan kepalanya.
“Ya udah ayo kak cakka kita pulang” cakka hanya tersenyum, kemudian ia menggandeng acha, mengajaknya pergi dari situ.
Setelah semua prosedur selesai di lakukan, akhirnya alvin di pindahkan ke kamar rawat inap. Sama seperti yang rio lakukan terhadap acha, ia juga meminta agar orang tuanya pulang saja ke rumah. Sebenernya dia juga membujuk via, tapi via hanya menggeleng dan duduk di samping alvin yang terbaring lemah hingga sekarang.
“Tadi lo belom jadi cerita, shilla kenapa yo ?” tanya iel yang tidak betah dengan suasana hening yang membekap ketiganya.
“Dia ngelakuin percobaan bunuh diri sore tadi” iel dan bahkan via yang sedang sibuk memperhatikan alvin langsung menoleh ke arah rio dengan tatapan kaget.
“Ya..gue juga kaget kok, siapa sih yang ngira, cewek secerdas dia ngelakuin hal kaya gini” sambung rio lagi.
“Terus kenapa lo bisa ada disini ?” tanya iel lagi karena via merasa energinya sudah abis untuk menangis.
“Dia ngigau manggil-manggil nama gue terus..”
“Udah gue duga” potong iel.
“Apa ?” tanya rio bingung.
“Dia suka sama lo”
“Shilla memang suka sama kamu yo...” ujar via lirih mulai bersuara. Rio hanya tersenyum masam, kata-kata shilla saat menahannya tadi sore terngiang kembali di otaknya.
“Emang lo enggak pernah ngerasa apa, tatapan mata shilla yang dalem banget buat elo, itu kenapa gue suka ngejekkin lo berdua” sambung iel lagi.
“Apa dia baik-baik aja ?”
“Keadaanya masih kritis sama kaya alvin vi..”
“Kalo kamu mau nemenin dia boleh kok” rio menatap via, via hanya tersenyum. Rio berpikir sebentar, kemudian ia menatap alvin yang masih nampak tertidur.
“Tenang yo, gue sama via bakal jagain alvin disini” seolah bisa membaca kebimbangan rio, iel menepuk-nepuk pundak rio dan meyakinkan rio.
“Gue cuma mau ngecek keadaanya, nanti gue balik lagi kesini” via dan iel kompak tersenyum. Rio langsung berjalan menuju ruangan shilla yang berbeda satu lantai dari kamar alvin.
“Kok lo diluar dev ?” rio bingung melihat deva duduk di luar sambil memainkan hpnya.
“Di dalem ada mama sama papa” jawab deva cenderung tajam. Rio mengerti, memang hanya diijnkan dua orang saja yang masuk ke dalam ruangan shilla.
“Kalau boleh tahu, shilla ada masalah apa sampai dia...” rio menggantung kata-katanya, dia mencoba menemukan kata yang tepat.
“Lo enggak tahu ? gue pikir elo berdua deket” kata-kata deva bagai sambaran petir untuk rio. Deva benar, mereka berdua memang dekat, tapi hanya secuil saja yang rio tahu tentang shilla.
“Kita emang deket, tapi dia cenderung tertutup” ujar rio beralasan.
“Ya dia memang tertutup, tapi gue kira dia bisa terbuka sama lo”
“Gue enggak ngerti maksud lo ?”
“Shilla emang kaya gitu, dia selalu sok tegar di hadapan semua orang, padahal aslinya di itu sosok yang rapuh banget, dia selalu berusaha nuntasin masalah orang lain, tapi dia enggak pernah sekalipun minta tolong orang lain buat dengerin masalahnya, dia terlalu mandiri. Dia berlaku seolah-olah hidupnya ini enggak beban, seolah-olah dia itu orang paling bahagia dan sempurna, padahal kenyataannya nol besar. Dia cinta banget sama kegiatan tulis menulis, tapi bonyok gue yang otoriter dan konvensional itu, menentang keras cita-cita dia, buat mereka shilla itu harapan satu-satunya buat jadi penerus bisnis mereka, karena gue jelas-jelas udah jadi pembangkang dengan memilih jurusan seni..” deva jeda sebentar.
“Apapun yang bonyok gue minta dan suruh selalu di lakuin shilla, dia enggak pernah mau ngecewain siapapun. Tapi akhir-akhir ini kondisi psikis dia memang agak kurang stabil, kadang  malem-malem gue suka denger dia nangis sendiri, atau malah kadang ketawa sendiri, ya, gue tahu dia bisa jadi gila lama-lama kaya gini. Sampai akhirnya gue nemuin tulisannya dia, dan semua itu tentang elo, orang yang menurut dia bisa ngasih dia semangat, dan elo tahu apa yang bikin gue terkejut pas baca tulisannya dia ? dia menuliskan semuanya sejujur mungkin, enggak ada lagi topeng yang dia pakai saat dia mencurahkan semua perasaannya tentang elo” rio terhenyak mendengar lanjutan penjelasan dari deva.
“Boleh gue baca tulisannya dia ?”
“Nih..” deva mengulurkan sebuah flashdisk ke arah rio.
“Semua ada disini ?”
“Enggak semua. Gue cuma sempet copas beberapa, sisanya ada di laptop shilla dan ya laptop itu tadi sore di banting dengan bejatnya sama bokap gue, itu juga mungkin yang bikin jiwa shilla terguncang dan ngelakuin hal ini”
“Sori, tapi bokap lo ngebanting laptop shilla cuma gara-gara dia enggak suka shilla nulis ? apa hubungan bokap lo sama shilla...”
“Shilla sih anak baik-baik, yang pemberontak itu gue. Keluarga gue enggak seharmonis yang orang lihat, banyak aib yang sengaja orang tua gue tutupin dan mereka maksa shilla untuk ikut permainan itu, mungkin sikap itu juga yang nurun ke shilla sampai dia jadi tertutup kaya gini” lagi-lagi rio terhenyak. Semua fakta tentang shilla yang baru ia ketahui malam ini, semakin membuatnya sadar, bahwa ia memang tidak sepenuhnya mengenal shilla, atau malah mungkin ia tidak mengenal shilla sama sekali.
“Deva” deva dan rio sama-sama menoleh. Deva melengos melihat siapa yang memanggilnya, sementara rio mencoba tersenyum kepada dua orang yang ia yakini sebagai orang tua shilla dan deva.
“Udah puas nyiksa shillanya ?” tanya deva sinis.
“Mama minta maaf..” ujar mamanya shilla yang menurut rio waktu mudanya pasti secantik shilla.
“Maaf ? jangan sama aku, tapi sama shilla !”
"Deva .."
“Apa sih pa ?! baru sadar sekarang saat kalian ngelihat shilla kaya gini ! kalian itu orang tua kita bukan sih ?! shilla yang selalu ngelakuin semua yang kalian mau tetap aja selalu salah di mata kalian !” rio bingung apa yang harus ia lakukan, posisinya sebagai orang luar jelas buatnya untuk tidak terlalu ikut campur.
“Papa tahu, kamu bener, kejadian ini memang baru membuka mata papa sama mama. Tolong kasih kita kesempatan lagi, kita berdua janji, kita akan ngelakuin semuanya dari awal, kita bangun lagi keluarga kita, kita lupain sama kebohongan yang ada, kita sama-sama hadapin ini” deva menatap laki-laki yang ia panggil papa dengan garang.
“Saat shilla udah kaya gini baru kalian bilang mau mulai semuanya dari awal ?! telat tahu enggak !!” bentak deva sambil mengepalkan tangannya, rio yang berdiri di samping deva langsung memindahkan posisinya menjadi penghalang di antara deva dan papanya.
“Dev, redain emosi lo !” ujar rio.
“Apa ?!”
“Gue emang bukan siapa-siapa dan enggak berhak ikut campur ! gue tahu lo kecewa sama keadaan ini dev ! tapi bukan berarti lo jadi kaya gini, mereka tetap orang tua lo ! dan menurut gue, kalo shilla ada disini sekarang, dia enggak akan suka ngelihat keributan ini, dia pasti mau ngasih kesempatan kedua buat orang tua lo” deva terdiam mendengar kata-kata rio.
“Semua keputusan ada di shilla, kalo dia mau nagsih papa sama mama kesempatan, aku juga” ujar deva sambil berjalan menjauh. Rio tersenyum, ia tahu deva berkata seperti itu, karena ia yakin bahwa shilla memang akan melakukan hal seperti itu, rio juga tersenyum karena merasa jiwanya yang asli telah kembali.
“Kamu rio ya ?” papa shilla tersenyum ke arahnya.
“Iya om tante, saya rio..”
“Shilla masih manggil-manggil kamu dari tadi, kamu masuk gih ke dalem” ujar mamanya. Rio mengangguk dan masuk kembali ke dalam.
Kondisi shilla masih tetap sama, meski layar monitor menunjukkan detak jantung shilla telah lebih stabil, tapi shilla masih saja terus memejamkan matanya.
“Hei, udah sampai mana lo mimpinya shil ?” tanya rio sambil mengusap pipi shilla.
“Gue enggak nyangka, enggak nyangka elo ternyata nyimpen banyak masalah dalam diri lo. Padahal elo orang yang selalu ngeyakinin gue dan semua orang, kalo dengan berbagi beban kita akan sedikit terangkat, iyakan ?”
“Alvin kecelakaan shil, dan gue tahu, itu gara-gara gue..” rio memejamkan matanya sejenak, mengingat ini, membuat perasaan bersalah di hatinya semakin berkembang.
“Elo bener, harusnya gue bahagia saat dia bahagia, gue harusnya ngalah sekali ini aja sama dia, toh dia udah beribu-ribu kali ngalah sama gue. Tapi kemarin, gue bener-bener enggak terima shil, gue enggak terima, saat gue tahu dia bisa dapetin hatinya via dan gue enggak, saat itu gue baru tahu rasanya menjadi kalah itu sangat-sangat enggak enak. Dan entah kerasukan setan darimana, gue pake cara kotor buat nyingkirin alvin, saudara gue sendiri, sahabat gue sendiri, dan sekarang gue nyesel shil, gue nyesel..” rio berhenti sejenak terbayang senyum alvin yang selalu ada untuk menyuportnya.
“Keadaanya emang enggak begitu parah, tapi kakinya patah, dan itu artinya dia enggak bisa main bola turnamen ini, dan elo tahu shil, gue rela ngeganti kaki gue dengan kakinya seandainya itu bisa. Sekarang gue harus gimana shil ? gue enggak mau jadi pengecut, gue tahu gue harus ngaku dan nerima semua konsekuensinya, dan sejujurnya gue takut semua orang ninggalin gue, gue takut alvin marah sama gue dan enggak mau untuk nemuin gue lagi, gue takut..” lirih, ada setetes air mata yang jatuh dari sudut mata rio. Hatinya kalut sekarang, ia takut tapi ia tidak mau terus terbebani dengan ini semua.
“Apapun yang terjadi, gue pasti ngaku shil, gue pasti bilang ke alvin kalo dia udah sadar, gue tahu itu pahit buat gue, tapi itu satu-satunya jalan yang paling baik kan ? dan elo tahu shil, saat gue ngelihat via nangisin alvin, gue enggak ada rasa marah sama sekali, gue malah pengen ngapusin air matanya dia, sebagai seorang sahabat..” entah karena malam yang telah semakin larut dan keletihan yang rio rasakan atau memang benar adanya, tapi rio melihat shilla seperti tersenyum untuknya.
“Gue curhat sama elo yang lagi koma gini aja gue ngerasa lega, gimana kalo gue curhat elonya lagi dalam keadaan sadar ya ? elo pasti udah nasehatin gue panjang-panjang..hehe..” rio terkekeh sebentar.
“Cepet sadar ya shil, entah kenapa gue enggak pengen lihat lo terus-terusan kaya gini, gue kangen sama semua nasihat lo, gue pengen ngelihat senyuman sama tatapan mata lo lagi yang selalu bisa bikin gue tenang..” sambil tersenyum rio terus mengusap-usap pipi lembut shilla.
Tidak ada bedanya dengan rio yang sedang nungguin shilla, via pun dengan setia menemani alvin yang tergolek lemah, dengan perban membalut kepalanya dan gips yang terpasang di kakinya. Iel telah terlelap dari tadi di sofa, tapi mata via masih terus terjaga, ia ingin terus memandangi alvin.
“Vin lo harus bangun vin, turnamen kan tinggal besok, elo harus buka acara, kan elo ketua panitianya, lagian lo utang sama gue, lo bilang selesai turnamen ini, lo bakal nemenin gue kan, lo bakal selalu ada buat gue kan” ujar via lirih. Air matanya sudah tidak mengalir lagi, tapi tatapannya nanar.
“Ini semua salah gue, seandainya dari awal gue enggak nerima rio, seandainya dari awal gue udah mantepin hati gue buat elo, enggak perlu ada yang sakit, enggak perlu ada rio yang menderita, enggak perlu ada elo yang berusaha ngerelain gue, enggak perlu ada perkelahian lo sama rio, semua salah gue vin..” desah via pelan. Tangannya menggenggam erat tangan alvin yang terasa begitu dingin.
“Ayo dong jagoan, lo bangun dong. Gue masih pengen ke hutan bareng lo, masih pengen duduk berdua di pinggir danau sama lo, masih pengen ngelihat bintang, masih pengen hujan-hujanan, masih banyak hal yang belom kita lakuin vin, masih banyak...”
“Dan gue bahkan belum sempet bahagian lo, gue belum sempet ngelakuin sesuatu buat elo. Tapi lo percaya kan vin sama gue ? gue sayang sama lo, gue sayang banget sama  lo..”
“Gue enggak siap kehilangan lo alvin. Ini bukan hukuman dari Tuhan buat gue kan karena nyia-nyiain rio, gue udah ngelepasin rio, dan gue akan sekuat tenaga mempertahankan elo vin. Gue enggak mau kehilangan elo, gue enggak rela kehilangan elo, gue enggak bisa tanpa elo vin...” sesak memenuhi dada via, tapi tidak ada air mata yang tumpah, mungkin air mata itu telah habis.
“Tolong jangan kecewain gue, gue sayang sama lo..” ujar via sambil mengecup tangan alvin.
***
Sekolah terutama anak-anak panitia langsung heboh saat mendengar berita kecelakaan alvin. Padahal acara pembukaan turnamen tinggal beberapa jam lagi. Iel yang datang dengan kantong mata yang melingkar di bawah matanya dan terlihat agak lesu langsung di kerubutin sama teman-temannya.
“Yel emang bener alvin kecelakaan ?”
“Kecelakaan gimana ?”
“Parah enggak ?”
“Kondisinya dia sekarang gimana ?”
“Di rawat ? dirawat dimana ?” semua pertanyaan langsung menyerbunya yang membuat iel bingung harus menjawab pertanyaan yang mana.
“Stop ! gue jelasin oke ? alvin emang kecelakaan semalem, menurut hasil penyelidikan sih, motornya di tabrak sama mobil tapi sampai sekarang mobil itu masih di lacak sama polisi, kondisinya lumayan parah, ada pendarahan di otaknya dan kaki kirinya patah, sekarang dia masih di rawat dan sampai pagi ini dia belum sadar” semua yang ada disitu diam menyimak cerita iel, rasanya masih kemarin mereka melihat alvin yang begitu semangat berkerja.
“Terus sekarang kita harus gimana dong ?” celetuk seorang anak.
“Jangan nyerah, alvin enggak pernah kenal kata menyerah..” tiba-tiba rio muncul sambil tersenyum. Penampilannya telah kembali rapi, bukan lagi seperti rio beberapa hari belakangan ini.
“Yang rio bilang bener, kita enggak boleh negcewain alvin, sekarang ayo kita selesain tugas kita yang semalem belum selesai” sambung iel sambil merangkul rio, ia senang melihat sahabatnya telah kembali ke jalan yang benar.
“Itu apa yel ?” tanya rio sambil menunjuk ke arah panggung.
“Itu lukisannya alvin, alasan alvin baru pulang selarut itu, dia ngelukis itu kemarin dan dia bilang, lukisan itu sengaja dia bikin untuk acara pembukaan, karena dia mau nunjukkin itu ke seseorang” rio mendekat ke arah lukisan itu, tapi tangannya di tahan iel.
“Kenapa ?” tanya rio bingung.
“Jangan, enggak ada satupun yang boleh lihat dari kemarin, dia bilang baru boleh di lihat pas pembukaan” rio nampak kecewa karena ia begitu penasaran, tapi dia menuruti perintah iel.
“Gue enggak tahu alvin bisa ngelukis” guman rio. Iel tersenyum, dia mengambil beberapa kertas dan menyodorkannya ke rio.
“Lo lihat ini, ini denah konsep acara yang alvin gambar sendiri, sekarang lo lihat ruangan ini, semua tata letak ini alvin yang ngatur. Saudara lo itu ada bakat di seni bro..” terang iel semangat.
“Nyokapnya juga pinter ngelukis, tapi dia enggak pernah sekalipun coba ngegambar..” iel hanya tersenyum. Rio tambah meras miris, semalam ia baru tahu semua tentang shilla, dan kini dia juga baru tahu sisi lain dari seorang alvin, orang yang telah bertahun-tahun begitu dekat dengannya, orang yang nyawanya hampir saja rio gadaikan.
Masih dengan baju yang ia pakai dari semalam, via masih tetap bertahan di tempatnya menunggu alvin sadar, ia sama sekali tidak mau beranjak meski mamanya alvin telah membujuknya berkali-kali.
“Vi..via...” via terkejut melihat bibir alvin bergerak memanggil namanya.
“Iya vin, ini gue, elo udah sadar ?” tanya via sumringah. Tangannya memencet-mencet tombol bel memanggil suster, karena mamanya alvin sedang membeli sarapan.
“Jam berapa sekarang ?” pertanyaan alvin membuat via bingung, bagaimana bisa orang yang baru saja kecelakaan malah menanyakan jam ketika ia sadar.
“Jam ? ehm..jam sembilan..” ujar via sambil melirik jam tangannya.
“Gue mau ke sekolah vi..” kata alvin pelan.
“Buat apa ? lo baru aja sadar vin..”
“Jam sepuluh pembukaan turnamen vi” via terhenyak memandang alvin. Apakah kepala alvin terbentur sehingga ia begitu peduli pada urusan sekolah ?
"Wine .."
“Please vi..” alvin tersenyum sambil memberikan via tatapan penuh harap.

Tingkat kesibukan semakin menjadi-jadi, semua orang sibuk berlalu lalang mengerjakan tugas mereka di menit-menit terakhir. Para tamu yang terdiri dari dewan guru, perwakilan orang tua dan tentu saja orang-orang yayasan telah datang. Rio yang secara aklamasi di pilih sebagai ketua sudah siap untuk membuka acara. Dia melihat papanya telah duduk di kursi paling depan dan tersenyum ke arah dirinya.
“Sebelum acara ini saya buka, saya mau memberitahukan kepada semua, bahwa sesungguhnya bukan sayalah ketua yang asli dalam acara turnamen ini, tapi berhubung ketua panitia yaitu saudara alvin jonathan berhalangan hadir, maka sayalah yang berdiri disini untuk membuka acara ini. Sesuai dengan apa yang telah di rencanakan oleh ketua kami alvin, acara ini resmi di buka dengan di bukanya kain putih di lukisan tersebut..” rio berjalan ke arah lukisan. Dia sendiri tidak mengerti gambar seperti apa yang ada di balik kain putih itu.
Tangannya telah memegang ujung-ujung kain putih itu. Perlahan demi perlahan rio mulai membuka kain putih itu. Dan rio menatap tak percaya dengan apa yang di tangkap matanya, begitupun semua hadirin yang ada disana, mereka terpaku pada apa yang mereka lihat di kanvas itu.
“Saya punya penjelasan untuk ini semua..”

Komentar

Postingan Populer