Another Way to Love Part 24 "Ending.."

Dentingan nada-nada pilu mengiringi setiap tetes air mata yang jatuh. Hembusan angin bagaikan pengantar kesedihan untuk sebuah kehilangan. Awan bahkan memilih gelap ketimbang terang untuk menyatakan rasa dukacitanya.
Tidak ada suasana yang lebih memilukan dari sebuah jerit tangis kehilangan. Ketika kamu sadar, dia yang paling kamu sayang, pergi lebih dahulu untuk menjemput bahagianya yang abadi. Ketika kamu tahu, dia yang selalu ada untukmu, telah meninggalkanmu ke tempat yang paling sejati.
Waktu selalu berjalan maju, kadang memberi kebahagiaan atau malah memberi kesedihan, seperti saat ini. Pemakaman zeva baru saja selesai beberapa menit yang lalu. Tapi hampir semua yang datang masih bertahan di tempatnya. Ingin sedikit saja, bersama-sama sejenak, mengenang gadis itu. Keceriaanya, semangatnya, ketegarannya serta tawanya yang selalu ada.
Riko berlutut tepat di samping nisan zeva. Di balik kaca mata hitamnya, segala macam rasa penyesalan dan bersalah serta air mata bercampur aduk. Tangannya terus mengelus-elus nisan zeva, bahkan sepertinya ia tidak ingin beranjak dari tempatnya, meski hujan mungkin akan segera turun, ingin ikut menangis bersama.
“Kak udah, ayo kita pulang..” bujuk aren yang juga terus-terusan menangis. Riko tidak bersuara, ia hanya menggeleng pelan.
“Dia enggak akan suka lihat elo kaya gini ko, harapannya dia cuma satu, dia cuma pengen, elo selalu bahagia” sahut alvin yang juga tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Meski masih dalam hitungan bulan usia pertemanan mereka, tapi bagi alvin, zeva telah memberikannya banyak pelajaran tentang ketegaran dan cinta.
“Bahkan terakhir gue ketemu dia, gue masih bikin dia nangis, masih bikin dia sakit” ujar riko pelan dan lirih. Alvin menghampiri riko tertatih-tatih, ia menepuk-nepuk pundak riko. Riko menoleh ke arah alvin yang sedang mencoba menguatkannya.
“Gue belom sempet bilang sama dia, kalo gue sayang sama dia” aren yang merasa tidak kuasa melihat kakaknya menjadi lemah seperti itu, memeluk kakaknya.
“Semalem sebelum pergi, kak zeva bilang, dia sayang sama kakak dan pengen lihat kakak bahagia” bisik aren lembut. Air mata meleleh di pipi riko.
_Flashback_
Panik. Mungkin adalah satu-satunya kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan aren saat ini. Baru saja ia mendapat telpon dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa zeva sedang di rawat disana karena kecelakaan. Tanpa pikir panjang, aren langsung meminta iel untuk mengantarkannya ke rumah sakit.
“Kak zeva udah kaya kakak aku sendiri kak..” ratap aren sambil menangis. Iel yang sedang menyetir di sampingnya, menggenggam tangan aren dengan sebelah tangannya, mencoba mentrasfer sedikit energi positif untuknya.
“Tenang ren, kita kan belum tahu kondisi zeva kaya apa” hibur iel. Di handphone zeva, terlihat nomer arenlah yang terakhir zeva hubungi.
“Padahal setengah jam yang lalu kak zeva baru nelpon aren dan bilang dia mau ke rumah”
“Udah ren mending sekarang kita berdoa aja yuk..” bujuk iel. Aren mengangguk, dalam hati memang ia telah berkali-kali memanjatkan doa, berharap keadaan zeva tidak parah. Perjalanan ini terasa terlalu lama untuk aren, padahal iel telah memacu mobilnya secepat mungkin.
Derap langkah kaki mereka bergema sepanjang lorong rumah sakit. Mereka berdua terutama aren hanya ingin cepat-cepat melihat kondisi zeva.
“Sus, pasien atas nama zevana ?” tanya aren panik.
“Keluarganya ?”
“Iya sus..” jawab iel segera malas memperpanjang urusan.
“Dia ada di dalam kondisinya kritis, tangan dan kakinya patah, dan benturan keras telah mengakibatkan pendarahan yang cukup hebat di otaknya..” hati aren mencelos mendengar perkataan suster tersebut, untung disampingnya ada iel yang menemaninya.
“Apa yang terjadi sebenernya sus ?” tanya iel karena tangis aren sudah lebih kencang sekarang.
“Menurut saksi dan polisi yang membawanya ke rumah sakit, ia di tabrak sebuah mobil saat mau menyebrang jalan membuatnya terlempar hingga ke tepi jalan” kali ini tubuh aren serasa melemah, dia tidak membayangkan rasa sakitnya dan kondisi zeva saat itu.
“Makasih sus, boleh kita masuk ?” suster itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
“Ren, dengerin aku..” iel memegang kedua pundak aren dan menatap aren “kalo kamu mau masuk sekarang, kamu harus kuat ya apapun kondisi dia saat ini, kamu harus tetep kuat, hapus air mata kamu ya” dengan tangannya, iel menghapus air mata aren. Aren mencoba tersenyum.
“Sekarang ?” aren mengangguk, kemudian iel menggandengnya masuk ke dalam ruangan zeva.
Perban terbalut di hampir seluruh badan zeva. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa terenyuh. Menguatkan hatinya, aren memberanikan diri mendekati zeva.
“Kak zeva, ini aren” bisik aren. Kelopak mata zeva tampak bergerak-gerak, kemudian terbuka. Aren mencoba tersenyum, dan zeva membalas senyum itu meski lemah. Sementara itu, iel langsung sms alvin, karena dari yang dia dengar lewat aren, alvin dekat dengan zeva.
“Kak zeva harus kuat, aren mau kak zeva sembuh..” lagi-lagi zeva hanya tersenyum. Aren mengusap pipi zeva penuh sayang, layaknya seorang adek ke kakak.
“Ri..ko..” desah zeva pelan. Aren langsung memalingkan wajahnya ke iel.
“Kak iel tolong hubungin kak riko nih pake hp aren aja” aren menyodorkan hpnya, iel baru menerima itu tepat ketika hpnya sendiri berdering.
“Enggak usah ren, riko lagi mau kesini sama alvin, tadi aku sms alvin soalnya” meski tidak begitu paham kejadian apa yang sedang terjadi hingga riko dan alvin sedang bersama saat ini, aren dan iel tidak mau memusingkan hal itu.
“Bentar lagi kak, kak riko lagi di jalan”
“Bilangin..hah...gue..” zeva tampak ingin mengucapkan sesuatu meski terbata-bata dan napasnya tersengal-sengal.
“Jangan banyak ngomong dulu kak” larang aren yang tidak tega dengan kondisi zeva, di belakangnya iel tampak berdiri menatap lirih juga ke zeva.
“Gue..sayang..riko..” zeva masih keukeuh untuk terus berbicara.
“Iya aren tahu, kakak sayang sama kak riko, bentar lagi kak riko dateng kak..”
“Gue..hh..mau..lihat..hh...dia..ba..hagia..” lagi-lagi zeva tersenyum. Aren menggenggam erat tangan zeva, susah payah ia menahan butir air matanya agar tidak jatuh.
Zeva menatap aren penuh sayang, tatapan yang bersemangat seperti biasanya, ia tampak seperti tidak merasakan sakit apapun di tubuhnya. Lama-lama tatapan itu semakin meredup, tangan zeva yang aren genggam juga semakin mengendur, dan perlahan kedua mata itu benar-benar terpejam.
“Kak ! kak zeva !” panggil aren sambil menggoyang-goyangkan tubuh zeva.
“Aren, ren udah !” iel langsung memeluk tubuh aren, menjauhkannya dari zeva.
“Aku enggak mau kehilangan dia kak ! dia udah kaya kakak buat aku, dia kakak aku...” ujar aren sambil menangis di pelukan iel. Tidak ada lagi yang bisa iel lakukan kecuali memeluk erat aren dan membiarkan air matanya membasahi bajunya.
“Zeva” aren dan iel menoleh, terlihat riko sedang berdiri terpaku di ambang pintu, matanya lurus menatap ke arah zeva yang jiwanya baru saja berpisah dengan raganya untuk selamanya.
_Flashbackend_
Aren masih terus memeluk riko sambil menceritakan itu semua dengan air mata yang tiada henti. Riko sendiri sudah tidak dapat membendung segala kesedihannya. Meski ia yang selama ini mati-matian menolak kehadiran zeva, nyatanya ia jugalah sekarang yang paling kehilangan dan rapuh tanpa sosok zeva.
“Aku juga sayang kamu ze..” ujar riko lirih. Dia tersenyum ke arah aren, menghapus air mata yang membasahi pipi putih aren. Ia menggenggam tangan aren dan mengajaknya berdiri.
“Jagain dia ya, gue percaya sama lo” riko menyatukan tangan aren dan iel, dan mencoba tersenyum ke arah keduanya.
“Kakak mau kemana ?”
“Gue cuma butuh nenangin diri, setelah ini gue janji gue bakal berubah, gue enggak akan pernah kecewain zeva lagi” riko tersenyum kepada siapapun yang ada disitu, kemudian ia menengok ke arah makam zeva sekilas, dan berjalan menuju parkiran.
“Apa bagus biarin kak riko sendirian ?” tanya aren ke iel.
“Biarin dia sendiri ren, dia bakal aman kok, di suatu tempat diamana dia bisa ngenang zeva sepuas hatinya” alvinlah yang menjawab pertanyaan aren. Aren hanya tersenyum, dari senyum riko tadi, ia merasa kakaknya yang lama hilang perlahan mulai kembali.
***
Semua boleh datang dan pergi, tapi pesta selalu akan tetap diwarnai oleh canda tawa sukacita. Suasana di aula vendas saat ini memang berbanding terbalik dengan suasana di pemakaman zeva pagi tadi. Karena memang hanya segelintir orang yang mengenal zeva di sekolah ini. Lagipula malam ini, vendas sedang mengadakan acara untuk penutupan turnamen yang telah berlansung selama kurang lebih seminggu. Semua orang datang untuk berbagi kebahagiaan, entah yang kemarin menang ataupun kalah.
Meski sudah dicari di seluruh penjuru sekolah, via tetap saja belum menemukan alvin. Tentu saja hal ini membuat via panik mengingat kondisi alvin yang masih ahrus di bantu kruk untuk berjalan. Semua orang yang via tanya, tidak juga ada yang tahu tentang keberadaan alvin, bahkan rio juga ikut-ikutan menghilang.
“Masuk vi, bentar lagi acara mulai” sapa seorang anak sambil tersenyum ke arah via. Mau tidak mau via pun ikut masuk ke dalam aula, karena memang acara akan segera di mulai.
“KLAAP” tiba-tiba lampu aula seluruhnya padam, menimbulkan bisik-bisik di seluruh ruangan. Via sendiri bingung, posisinya masih berdiri tepat di depan pintu aula, dan sekarang ia tidak mengerti apa yang harus ia lakukan. Kebingungannya bertambah ketika sebuah lampu sorot diarahkan kepadanya.
Hanya ada dua lampu yang menyala. Lampu sorot yang mengarah pada via dan lampu yang terpancar dari layar putih di atas panggung. Pertama-tama semua mata melihat ke arah via yang cukup membuatnya merasa tidak nyaman, lantas kemudian mata-mata itu beraliha ke arah layar putih yang mulai memantulkan gambar.
Via menutup mulutnya dengan tangannya saat sadar gambar apa yang ada di layar itu. Gambar yang terus bergerak di layar semuanya adalah sketsa dirinya. Ada dirinya yang sedang duduk, berdiri, tertawa, tersenyum, di bawah hujan, di pinggir danau, dirinya yang sudah dewasa bahkan gambarannya ketika masih kecil.
“Treek” semua lampu dinyalakan kembali. Via masih terpaku di tempatnya, tapi di atas panggung sudah berdiri alvin, yang malam ini terlihat sangat rapi dan tampan.
“Gambar-gambar tadi udah gue gambar dari kita kecil, dan elo tahu, gue selalu suka saat menggambar elo karena senyuman lo selalu mudah untuk digambar..sivia aziah..gue harap senyuman dan seluruh jiwa raga lo bisa gue milikin bukan lagi cuma sekedar gambar di atas kertas” alvin turun dari atas panggung dengan perlahan dan menghampiri via yang masih saja terdiam di tempatnya.
“Jadi ?” tanya alvin sesampainya dia di depan via.
“Iya gue mau” jawab via yakin. Tanpa perlu ragu, tanpa perlu bertanya lagi, via yakin kali ini, inilah jalan yang tepat untuknya. Alvin tersenyum dan langsung memeluk via.
“Cieeeeeeeeeeeeeee...” koor sorak-sorai langsung membahana di aula tersebut. Membuat pipi via merona merah, senang sekaligus malu.
Dari kejauhan, rio yang ditugasin sama alvin buat jadi operator lampu, ikut tersenyum melihat via dan alvin. Bahkan kalo boleh jujur, dia lebih bahagia sekarang daripada dulu saat dirinya dan via jadian. Meski tidak ada kata putus diantara keduanya, rio dan via sama-sama tahu, bahwa mereka memang tidak bisa untuk bersama lagi.
“Gue seneng lihat elo bisa ketawa ngelihat kebahagiaan mereka” rio langsung menoleh ia sangat familiar dengan suara ini.
“Shilla ?” rio takjub melihat shilla sedang berdiri cantik di depannya.
“Iya ini gue, ngelihatnya gitu banget. Gue jelek ya, tambah kurus..”
“Enggak elo cantik banget” ujar rio jujur yang membuat shilla tersenyum.
“Lo juga ganteng” puji shilla balik. Rio cuma bisa menggaruk belakang kepalanya. Jantungnya berdetak kencang kali ini.
“Ngapain kesini shil, emang udah sehat betul ?” tanya rio berusaha mengalihkan suasana.
“Udah kok. Gue mau nyanyi, emang elo enggak tahu ?” rio hanya menggeleng.
“Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit, kini dia datang dengan semangatnya yang baru, ayo kita sambut ashilla” suara pembawa acara terdengar hingga ke tempat mereka berdua. Shilla tersenyum ke arah rio sambil berjalan ke arah panggung.
“Shil !” panggil rio yang membuat shilla berbalik lagi kearahnya.
“Apa ?”
“Good luck ya..” lagi-lagi shilla hanya tersenyum. Dia menerima mike yang di sodorkan oleh si pembawa acara. Shilla tersenyum ke arah para penonton. Intro musik mulai mengalun perlahan.
Look at me,
You may think you see who I really am
but you'll never know me
everday, its as if i play a part
Rio tersenyum, selain karena ia menikmati suara shilla, ia juga bisa merasakan seluruh penghayatan shilla menyanyikan lagu ini.
Now i see, if I wear a mask
I can fool the world
But I cannot fool my heart
Who is that girl I see,
Staring straight back at me.
When will my reflection show
Who I am inside.
I am now,
in a world where I have to hide my heart,
and what I believe in.
But somehow I will show the world,
whats inside my heart,
and be loved for who I am.
“Senyum-senyum sendiri, kalo suka bilanglah yo” entah kapan datangnya, alvin dan via tiba-tiba sudah berdiri di samping rio. Rio hanya tersenyum menanggapi celotehan alvin.
Who is that girl I see,
staring straight back at me.
Why is my reflection someone I dont know,
must I pretend that i'm,
someone else for all time,
when will my reflection show who I am inside.
There's a heart that must be free to fly,
That burns with the need to know the reason why.
Why must we all conceal,
what we think,
how we feel.
Must there be A secret me i'm forced to hide.
I won't pretend that i'm,
someone else for all time.
When will my reflection show,
Who I am inside.
When will my reflection show,
Who I am inside.
Shilla membungkukan badanya berterimakasih terhadap aplause meriah yang diberikan penonton untuknya. Kemudian ia menghampiri rio lagi yang kini tidak sendiri tapi bersama alvin dan via.
“Keren shil, keren banget..” puji via tulus.
“Makasih vi, oh ya congrats ya lo berdua”
“Sip. Lo kapan mau nyusul sama rio ?”
“Plakk  !” tangan rio langsung mendarat di kepala alvin mendengar pertanyaan alvin yang spntan. Via dan shilla hanya bisa terkekeh.
“Ye, elo nih gue bantuin enggak mau, udah cepetan keburu di ambil orang lagi entar si shilla” timpal alvin lagi yang membuat muka rio merah padam.
“Udahlah vin, seneng banget sih gangguin orang” ujar via.
“Abis kalo enggak diginiin nih anak satu enggak bakal gerak vi, dulu aja waktu dia nembak lo, gue yang sibuk natain bunganya..oppss..” alvin langsung menutup mulutnya sendiri, menyadari hal yang selama ini sengaja ia rahasiakan telah mengalir dengan lancar dari mulutnya.
“Apa ? jadi bunga yang waktu itu elo yang bikin ?” tanya via tak percaya tapi senang. Alvin yang udah ke gap, cuma bisa senyum sambil ngangguk-ngangguk.
“Kok enggak bilang ?”
“Abis gue kan pengennya elo ngelihat itu sebagai usahanya rio vi” jawab alvin jujur. Via tersenyum melihat ke arah alvin. Seandainya saat itu ia tahu, itu hasil kerjaan alvin bukan rio, ia pasti tidak akan menerima rio. Tidak perlu ada semua masalah ini. Ia tidak perlu salah mengambil jalan, ia bisa saja langsung melewati jalan utama, menuju cintanya, alvin.
“Ah..elo tuh yaa..” via memukul-mukul tubuh alvin dengan tangannya.
“Eh..eh ampun-ampun..”
“Shil, kita kesana aja yuk” tawar rio sambil menunjuk ke arah taman sekolah mereka. Shilla hanya tersenyum mengikuti rio.
“Makasih ya shil”
“Buat ?”
“Semua hal yang pernah elo kasih ke gue, semuanya” shilla lagi-lagi hanya tersenyum, membuat rio semakin meleleh dibuatnya.
“Oh ya shil, gue mau nanya”
“Apa ?”
“Gue udah baca cerita lo, tapi baru sampai pas si tokoh utama putus sama ceweknya terus kan dia nyariin si sahabatnya yang diem-diem suka sama dia itu, nah terus endingnya apa ?” shilla diam di tempatnya, rio ikutan diam.
“Akhirnya..” shilla menggantung kata-katanya.
“Akhirnya ?” tanya rio penasaran.
“Cowok itu berhasil nemuin sahabatnya, dan di bawah bulan purnama, si cowok itu sadar sama perasaaannya dan ngungkapin isi hatinya ke sahabatnya, terus mereka jadian deh” rio langsung menatap ke arah langit.
“Shil..” panggil rio sambil terus menatap langit.
“Apa ?”
“Lagi bulan purnama lho sekarang” shilla langsung ikut-ikutan menatap langit.
“Maukah kamu menjadi kekasihku shilla ?” tiba-tiba saat shilla sedang menikmati bulan purnama, rio berlutut di depannya dan menggenggam tangannya.
“Rio ini serius ?” tanya shilla yang masih takjub.
“Dengan seluruh hati aku shil” jawab rio mantap.
“Iya aku mau” ujar shilla sambil tersipu.
“Ciee yang baru jadian juga” alvin dan via yang ternyata dari tadi ngintip langsung nyorakin mereka berdua.
“Dasar ya lo berdua” timpal rio. Alvin dan via hanya tertawa. Rio menggenggam erat tangan shilla, dan alvin melingkarkan tangannya di pundak via.
Di bawah bulan purnama, mereka berempat berdiri, menjemput kebahagiaan mereka masing-masing. Kebahagiaan yang tidak pernah bisa mereka tebak ataupun duga sebelumnya.
Cinta tidak memerlukan kesempurnaan, yang cinta perlukan hanya sebuah kejujuran, ketika kita jujur mencintai seseorang siapapun itu, maka akan selalu ada jalan lain untuk menuju cinta. Meski kadang untuk kesana kita harus menemui banyak ganjalan dan rintangan. Kadang kita tidak bisa langsung melalui jalan utama. Kadang malah kita harus berhenti dulu atau malah memutar arah. Tapi akan selalu ada jalan lain untuk cinta terutama kepada mereka yang percaya tentang cinta.
Tamat.

Komentar

Postingan Populer