Another Way to Love Part 3

Berita tentang jadiannya rio dengan via langsung tersebar cepat keesokan harinya. Via sampe malu sendiri karena banyaknya orang yang ngasih selamat ke dia, dari pagi dia sampe ke sekolah bareng rio tadi hingga sekarang.
“Gue berasa kaya artis ya dari tadi..hehe..”
“Pd gila lo !” timpal iel. Rio, via dan iel lagi duduk bertiga di kantin.
“Haha, kamu ada-ada aja deh”
“Emang bener vi, daritadi orang pada ngebet salaman sama kita, kan kaya artis”
“Kayanya gue salah tempat nih” celetuk iel.
“Baru nyadar lo ? sana gih, ganggu nih..” rio mendorong-dorong bahu iel pelan.
“Wow, gue di usir, ckckck, mentang-mentang baru”
“Haha, enggaklah bro, gue sama via enggak setega itu, makanya cari cewek gih cepetan”
“Enggak ada yang menarik ah di mata gue yo, gue tuh pengen, love at the first sight” rio menjitak kepala iel pelan. Lalu kedua orang itu mulai ngobrol ngelantur sana-sini, sementara via, cuma masang senyum doang. Pikirannya sedang tidak disini, pikirannya menjelajah jauh, jauh meninggalkan raganya.
Alvin menumpukan kepalanya di atas kedua tangannya yang telah ia silangkan di rumput. Matanya menatap ke arah awan yang bergerak lembut namun mendung pertanda hujan. Dia mencoba tersenyum, berharap gundah di hatinya akan ikut menguap.
“Gue cariin dari tadi, ternyata disini” cakka juga melakukan hal yang sama seperti alvin, tiduran di atas rumput.
“Kenapa ?”
“Enggak apa-apa. Lo enggak jealous vin ?”
“Buat ?”
“Rio sama via” kata cakka kalem. Alvin hening, entah kenapa dua nama yang cakka sebut barusan terasa telak di hatinya.
“Gue enggak tahu maksud kata-kata lo”
“Mata enggak pernah bisa bohong vin” cakka duduk dan tersenyum ke arah alvin, lalu dia berdiri.
“Anak vailant enggak terima kekalahan mereka kemarin, mereka ngajak tanding lagi” lanjut cakka sambil beranjak pergi meninggalkan alvin. Alvin hanya mengangguk, mungkin memang lebih mudah untuknya menonjok seseorang.

Sambil tersenyum seperti biasa, shilla mengelus pundak gita. Shilla yang terkenal bijak dan dewasa emang selalu jadi ‘tong sampah’ untuk teman-temannya. Siapapun yang pernah nyoba curhat sama shilla, pasti langsung ketagihan.
“Jadi menurut lo gue harus ngomong sama dia ?”
“Iya dong git, gue yakin kok, gita pasti bisa”
“Makasih ya shil, emang lo tempat curhat yang enak. Ehm, gue mau ke kantin nih, mau ikut ?” shilla menggeleng, menolak tawaran gita. Gita hanya tersenyum lalu meninggalkannya sendiri di ruang kelas. Bukan tanpa alasan shilla tidak mau ke kantin, dia hanya takut, tidak bisa tersenyum kalo harus bertemu via dan rio nanti. Shilla berjalan ke arah sudut kelas, ia menarik sebuah kursi menghadap ke jendela, diraihnya gitar yang di bawa salah satu teman sekelasnya.
I love you but it's not so easy to make you here with me
I wanna touch and hold you forever
But you're still in my dream

Shilla berhenti sejenak, lalu ia mulai memetik senar-senar itu kembali.

And I can't stand to wait ‘till nite is coming to my life
But I still have a time to break a silence
When you love someone
Just be brave to say that you want him to be with you
When you hold your love
Don't ever let it go
Or you will loose your chance
To make your dreams come true...

I used to hide and watch you from a distance and i knew you realized
I was looking for a time to get closer at least to say... “hello”
And I can't stand to wait your love is coming to my life
When you love someone
Just be brave to say that you want him to be with you
When you hold your love
Don't ever let it go
Or you will loose your chance
To make your dreams come true...

And I never thought that I'm so strong
I stuck on you and wait so long
But when love comes it can't be wrong
Don't ever give up just try and try to get what you want
Cause love will find the way....
When you love someone
Just be brave to say that you want him to be with you
When you hold your love
Don't ever let it go
Or you will loose your chance
To make your dreams come true...

 “Prok..prok..prok..” shilla menengadahkan kepalanya, dia baru sadar kalo bel sudah berbunyi, dan ia baru saja memberikan tontonan gratis untuk teman-teman sekelasnya. Sambil tersenyum malu-malu, ia melihat ke arah teman-temannya.
“Makasih, hehe, jadi enggak enah deh gue”
“Enak kok shil, suara lo enak”
“Iya shil, pas nyanyi tadi dapet banget penghayatannya”
“Permainan gitar lo juga keren” shilla cuma bisa tersenyum mendengar pujian-pujian dari teman-temannya.
“Udah ah udah, bentar lagi pelajaran di mulai kan”
“Tapi tadi keren lho shil, gue suka banget”
“Eh iya vi, gue belum kasih selamat ya ke elo, selamet ya udah jadian sama rio” shilla menyodorkan tangannya, via menjabat tangan itu. Tapi hatinya malah enggak ngerasa enak setiap mendengar kata-kata selamat.
“Lo kenapa vi ? kok ngelamun ?” shilla yang selalu cepat tanggap sama keadaan orang disekitarnya, menyadari raut muka via, yang entah kenapa tidak terlihat cerah.
“Enggak kok shil, gue enggak apa-apa”
“Gue tahu kok lo bohong, tapi ya udahlah, gue enggak akan maksa, tapi kalo lo mau cerita, gue selalu siap kok” via memandang ragu-ragu ke arah shilla. Dia tahu shilla penjaga rahasia dan penuntas masalah yang handal.
“Sori ya shil, enggak sekarang”
“Oke vi, tapi jangan kelamaan ya mendem sendirinya” shilla dan via sama-sama tersenyum. Lalu mereka kemabli ke tempat duduk masing-masing, karena pelajaran akan segera dimulai. Via mencuri-curi pandang ke arah shilla yang sibuk menyalin, rasa-rasanya dia emang butuh buat berbagi apa yang dia rasain sekarang. Perhatiannya teralih, saat ia melihat alvin berjalan melewati kelasnya.
Via langsung berdiri dari tempat duduknya, dia menghampiri gurunya dan pura-pura ijin ke toilet. Hari ini, alvin udah ngehindarin via terus, dan via enggak suka itu, dia ngerasa ada yang beda sama sikapnya alvin ke dia dari kemarin.
“Vin, tunggu..” via menarik ujung seragam alvin.
“Kenapa ?” tanya alvin yang entah mengapa bernada jutek.
“Lo marah sama gue ?”
“Buat apa sih vi ? udah ah gue buru-buru...” via baru sadar kalo alvin bawa tasnya, siap-siap mau pulang, padahal masih ada tiga jam pelajaran lagi.
“Ya udah-udah, lo mau kemana ?” tanya via penuh selidik.
“Bukan urusan lo”
“Urusan gue, gue enggak mau kalo lo kenapa-napa !” alvin diam mendengar kata-kata via, via juga diam menyadari kata-kata yang terlontar secara tidak sengaja dari mulutnya barusan.
“Ehm..mm..maksud gue, gue enggak pengen sahabat gue kenapa-napa” via meralat kata-katanya dengan susah payah. Alvin menatapnya lirih, tatapan yang jarang terlihat dari mata sipitnya itu, lalu ia langsung meninggalkan via begitu saja.
“Vin ! jangan bilang lo mau ribut lagi sama riko, alvin !” bagai angin lalu, alvin tidak menghiraukan teriakan via. Dia terus berjalan menjauh, berusaha tidak menoleh sama sekali meskipun ia ingin. Via menatap alvin cemas, tapi dia enggak ngerti juga harus ngelakuin apa, dengan langkah gontai, ia putuskan untuk kembali ke kelasnya.
***
Petir menggelegar dengan riuhnya, angin-angin berhembus dengan kencang, gerimis mulai turun perlahan, butir-butir kecilnya yang siap menderas seketika. Sudah hampir satu jam, kubu vendas dan vailant saling adu jotos satu sama lain. Di sebuah jalan tol gagal yang tidak terpakai, tapi disanalah saksi bisu keributan mereka hampir setiap waktu.
Beberapa anak sudah mulai kepayahan satu sama lain. Hanya saja, ketua mereka secara tidak resmi, alvin dan riko masih saja tetap asik. Saling bergantian menyarangkan tinjuan di tubuh lawan mereka. Tidak peduli meski seragam mereka telah kotor oleh tanah atau malah mungkin darah.
“Sensi banget lo, lagi dapet !!” ejek riko manas-manasin. Alvin melayangkan pukulannya ke arah muka riko, tapi riko berhasil menangkis itu. Entah kenapa, pukulan alvin kali ini sering tidak tepat sasaran, membuat riko terus-menerus mencelanya daritadi.
“Atau lagi patah hati” sambung riko lagi.
“Bug !!” tonjokkan alvin sukses mengenai perut riko hingga riko jatuh ketanah. Tapi kata-kata riko tadi malah membuat alvin terdiam, meski tangan kirinya masih mencekram kerah seragam riko dan tangan kanannya dalam posisi siap untuk meninju riko.
“gue enggak pengen sahabat gue kenapa-napa” kata-kata via tadi bagai kaset yang terputar secara otomatis di otak alvin. Mengapa ia harus merasa tidak senang dengan kata-kata itu ? apa yang salah dengan kata-kata itu ? berbagai pertanyaan memenuhi pikirannya.
“Bug !!” riko enggak menyiakan-nyiakan kesempatan bengongnya alvin. Sekarang posisi terbalik, dan riko dengan tawa penuh kemenangan berhasil membuat alvin jatuh tanpa bisa melakukan perlawanan apapun. Entah mengapa, seluruh kekuatan alvin serasa hilang.
“BRSS..BRSS..BRSS..” hujan benar-benar telah sangat deras sekarang. Cakka yang menyadari itu, berinisiatif untuk menghentikan perkelahian ini, karena tidak ada komando yang keluar dari bibir alvin ataupun riko seperti biasanya.
“Cukup woi ! vin...” kata-kata cakka terhenti, ketika ia melihat alvin telah tersungkur di tanah, dan riko masih terus saja memukulinya.
“Gila lo ! lo mau bikin dia mati !” cakka mendorong riko menjauh, alvin terlihat meringkuk kesakitan.
“Lagi cemen dia !”
“Cemen ?! lo lupa kalo perkelahian ini enggak boleh sampe ngorbanin nyawa ! sarap emang lo !” riko tersenyum sinis ke arah cakka yang mencak-mencak. Lalu ia memberi kode kepada teman-temannya untuk pergi dari tempat itu, sementara cakka dan temen-temen alvin yang lain mengerubuti alvin.
“Bisa bangun enggak lo ?” tanya cakka sambil menyodorkan tangannya. Alvin meraih tangan itu dan mencoba berdiri, seluruh badannya terasa sakit, tapi ia tidak suka terlihat lemah. Dia merogoh kantong celananya mengambil kunci motornya.
“Lo gila juga ya ?! mau beneran mati lo bawa motor keadaan ancur lebur kaya gini ! lagian ini juga lagi ujan deres” cakka merebut kunci motor alvin dan melemparkannya ke arah temannya yang lain.
“Syad, lo bawa ya motornya alvin ke rumahnya, lo kan tadi kesini sama gue, sekarang biar alvin yang sama gue” perintah cakka ke irsyad, adek kelas yang berhasil ia rekrut.
“Udah enggak usah, gue bisa sendiri kok, siniin kunci gue”
“Ah udahlah, capek ngomong sama lo, udah ayo ikut gue ke mobil” dengan langkah terseok-seok dan dipapah oleh cakka, alvin pun nurut masuk ke mobilnya cakka. Sepanjang perjalanan, alvin cuma diam. Cakka yang konsen nyetir di tengah ujan, cuma enggak abis pikir doang, seumur-umur dia jadi partner berantemnya alvin, baru kali ini dia lihat alvin ko, dan langsung separah ini.
“Kak alvin !” acha yang ngebukain pintu, heboh sendiri ngelihat kakaknya yang biasanya jagoan itu, pulang dipapah sama cakka.
“Gue enggak apa-apa cha..” ujar alvin yang sempet-sempetnya nenangin acha.
“Kenapa sih cha ? alvin !” rio yang lagi nonton tv, berniat ngampirin acha, yang terdengar heboh, tapi sekarang dia enggak kalah shocknya sama acha ngelihat kondisi alvin.
“Yo, bantuin dong, berat nih..” kata cakka. Meski sempat menolak, akhirnya alvin cuma bisa pasrah, ketika rio memaksanya untuk mengalungkan tangannya yang satu lagi di pundak rio. Cakka dan rio bersama-sama memapah alvin ke kamarnya, acha langsung lari ke dapur ngambil obat sama es batu buat ngompres.
“Pelan-pelan cha..auww..” alvin meringis ketika acha megoleskan obat di luka yang terdapat di tubuhnya.
“Iya ini juga udah pelan”
“Ini sama riko cak ? kok bisa sampe kaya gini ?” tanya rio yang masih bingung.
“Gue juga enggak tahu pasti yo, gue juga lagi pukul-pukulan sama anak lain, gara-gara hujan, gue mutusin buat berhentiin itu, eh pas gue nengok, keadaan alvin udah kaya gini” jelas cakka sesingkat mungkin.
“Lo lagi ada masalah vin ?” tanya rio perhatian, dia beneran enggak abis pikir, kalo alvin bisa juga sampe kaya gini.
“Enggak, emang lagi apes aja kali gue” jawab alvin enteng.
“Untung, tadi siang mama nemenin papa ke singapur, kalo enggak, bisa serangan jantung kalo mama lihat kak alvin kaya gini” kata acha nyamber. Alvin cuma nyengir doang. Tapi rio ngelihat alvin berbeda, dia enggak pernah lihat alvin kaya gini sebelumnya.
“Cha, bikinin minum sana buat cakka, biar gue aja yang ngelanjutin ngobatin alvin” acha sama cakka tahu, secara halus, rio lagi nyuruh mereka buat ninggalin dia sama alvin berdua.
“Ayo kak cakka, ikut acha..” acha keluar kamar, setelah sebelumnya menyerahkan obat yang ia pegang ke rio, diikuti oleh cakka. Rio menatap pintu yang sengaja ditutup oleh cakka saat ia keluar tadi, kemudian pandangannya beralih ke alvin.
“Kita emang enggak ada hubungan darah apa-apa vin, tapi hubungan gue sama lo, ngalahin hubungan kakak adik dimanapun, lo tahu itu kan ? gue tahu lo lagi ada masalah” alvin menatap rio. Rio benar ia lagi ada masalah batin sekarang, tapi masalah itu akan selesai untuknya dan beralih ke rio jika ia ceritakan.
“Gue beneran enggak apa-apa yo, emang hidup gue bermasalahkan ? hehe..” dengan tawa, alvin berusaha mencairkan suasana. Tapi muka rio yang serius, membuat alvin jadi harus berpikir keras, supaya rio tidak curiga.
“Gue lagi agak suntuk aja sama hidup gue, apalagi mungkin karena kemarin, seminggu bokap ada dirumah kali ya, jadi bawaannya gue enggak enak mulu, ya lo tahulah, gue kenyang di tampar setiap waktu kalo ketemu dia” rio menatap alvin lirih, tersirat di mata itu, sebuah rasa kangen yang mendalam akan hangatnya kasih sayang seorang ayah, yang selama ini tersembunyi di balik gengsi mereka masing-masing.
“Lo enggak pernah ada niat buat baikan sama papa vin ?” tanya rio hati-hati.
“Baikan ? enggak, selama dia belum nerima gue sebagai alvin yang apa adanya kaya gini. Sebelum dia sadar, kalo enggak semua orang bisa dia jadiin robot hidupnya”
“Gue rasa berubah enggak ada salahnya vin”
“Berubah emang enggak salah yo, tapi gimana gue bisa berubah, kalo caranya buat ngomong sama gue aja, masih sama, pake tangan” rio enggak tahu lagi harus bilang apa.
“Seenggaknya, apapun yang terjadi dia tetep bokap lo, bokap kandung lo vin” rio menekankan di kata kandung.
“Tapi dia lebih bangga nganggep lo sebagai anak kandungnya ketimbang gue” ujar alvin pelan.
“Sori vin, maksud gue..”
“Santai yo, gue tahu kok maksud lo. Udahlah obrolan ini enggak asik, mending kita ganti topik kalo mau ngobrol...hatchi !!”
“Kayanya ada yang flu nih abis ujan-ujanan, udahlah mending lo istirahat gih, ganti tuh baju lo, entar masuk angin aja. Nanti biar gue suruh bibi  buat nganter makanan kesini”
“Yo, lo mending bantuin gue yang lain deh”
“Apaan ?”
“Kerjain, makalah literary gue dong..”
“Makalah literary ? bukannya itu tugas dua bulan lalu ?”
“Ya elah, lo kaya baru kenal gue aja, masih untung gue ada niat ngerjain. Ada di laptop gue tuh, udah gue ketik sebagian, lo tinggal edit sama nambahin doang kok, ya ?” rio menatap alvin sebentar, kemudian ia mulai menyalakan laptop milik alvin.
Cakka duduk sambil menikmati secangkir coklat hangat dan beberapa cupcake yang acha hidangkan. Tadinya emang cakka mau langsung pulang, tapi entah mengapa senyuman acha, serasa memiliki magnet untuk menahannya.
“Rencananya mau lanjut ke vendas kan cha ?” tanya cakka basa-basi.
“Iyalah kak, masa ke sekolah lain...hehe..sahabat aku aja pengennya ke vendas, padahal kakaknya di vailant”
“Walah, bisa nambah-nambahin masalah itu sih nanti..”
“Emang kenapa sih kak, vendas sama vailant berantem terus ? kaya kurang kerjaan aja. Padahal kan vendas sama vailant sama-sama sekolah unggulan”
“Kenapa ya cha ? gue juga enggak tahu, enggak ada yang tahu malah. Kita cuma jalanin tradisi doang kok”
“Tradisi doang ? enggak penting banget. Kalo sampe ada yang parah gimana ? kaya kak alvin tuh”
“Nah itu dia, walaupun sering ribut, tapi kita sama-sama punya aturan enggak tertulis, kalo jangan sampe kita berantem sampe ada nyawa yang sia-sia”
“Lha kalo kaya gitu sih enggak usah berantem aja sekalian, beres kan ?”
“Berantem pukul-pukulan sama anak vailant, udah kata semacem hobby cha, susah kalo harus di tinggalin gitu aja..hehe..”
“Aneh..” acha mencomot sebuah cupcake dan memakannya, membuat mulutnya jadi penuh sama krim-krim. Cakka yang ngelihat itu, langsung menghapuskannya untuk acha menggunakan tisu, membuat mata mereka berdua saling bertatap-tatapan. Acha tersenyum simpul dan menundukkan wajahnya, dia merasa ada desiran aneh yang merasuki hatinya.

Komentar

Postingan Populer