Best Friends nd Love with Line part 6

Alvin memperhatikan rumah nova dari atas motornya, sudah lama dia tidak melakukan hal seperti ini lagi sesering dulu. Matanya menatap lurus ke arah beranda kamar nova. Cukup memandanginya, tidak lebih. Setelah hampir tiga puluh menit melakukan hal ajaib tapi nyata ini, alvin baru mau menstarter motornya kembali.
"Gubrakk !!" alvin buru-buru memakai helmnya, saat melihat nova keluar dari rumahnya dengan kasar, alvin tahu apa yang terjadi sama nova, pelan-pelan dia mengikuti nova.
Nova berjalan cepat, setengah berlari, hatinya sakit, matanya panas. Langkahnya terhenti di sebuah taman yang cukup sepi, dia duduk menyenderkan badannya di kursi, badanya bergetar hebat, air matanya tumpah dalam diam.
Dalam diam di tempat persembunyiannya, alvin mengamati itu, ingin rasanya ia memeluk nova atau sekedar duduk di sampingnya untuk mengusap punggungnya, tapi siapalah dia, alvin mengedarkan pandangannya, berusaha mencari cara.
"Kakak, kok nangis ?" nova melihat siapa yang mengajaknya berbicara, ternyata seorang anak kecil yang sedang memegang sebuah balon. Nova ingin bersuara, tapi air mata telah membuat tenggorokannya sakit, dan ia hanya dapat tersenyum sambil menggeleng pelan.
"Ini buat kakak" anak kecil tersebut menyerahkan balon yang ia pegang, meski bingung nova tetap mengambil balon itu, ada sebuah gulungan kertas yang terikat di tali balon tersebut, nova melepas ikatan tersebut, dan mulai membacanya.
Tolong jangan menangis...
aku tahu, pasti berat buat kamu mengahadapi ini sendiri, tapi tolong jangan menangis
karena nova yang aku kenal
adalah matahari yang selalu cerah dan bersemangat
kita hadapi ini bersama-sama
aku akan selalu ada di sampingmu
meski aku tidak bisa mengusap air matamu
tapi bukan berarti aku tidak menemanimu
jadi sekali lagi tolong jangan menangis
aku mohon
Nova hapal ini tulisan secret admirernya, tapi anak kecil tadi sudah menghilang entah kemana, nova mencoba mencari bayang-bayang seseorang, tapi dia tidak menemukan siapapun, nova kembali membaca tulisan itu, tapi bukannya berhenti menangis, air matanya malah mengalir semakin deras, bahkan diringi oleh suara isakan yang memilukan.
"Nova, kok lo nangis ?"
"K..Kak alvin ?" nova bingung ngelihat alvin tiba-tiba ada di depannya.
"Lo kenapa nangis disini ?" nova cuma menggeleng.
"Mau ikut gue enggak ? lo pasti suka tempat ini" entah dapat dorongan darimana, nova mau saja menuruti alvin, dia berdiri dari duduknya dan ingin naik ke atas motornya alvin.
"Sini gue pakein helm" alvin menarik lembut tangan nova, dan memakaikan helmnya dengan lembut, nova sebenernya masih bingung melihat alvin seperti ini, jauh berbeda dari alvin yang ia kenal.
"Tumben kak, bawa motor ?" tanya nova, membuka percakapan.
"Lagi pengen aja, kenapa ?"
"Enggak apa-apa, kita mau kemana ?"
"Lihat aja nanti, pegangan ya nov"
Dari kaca spion, alvin bisa melihat nova, sepertinya hari ini, akan menjadi hari bersejarah untuk mereka berdua, terutama alvin.
"Panti asuhan bintang kecil" nova membaca plang nama yang terdapat di depan sebuah rumah yang mereka datangi.
"Udah ayo masuk dulu" tawar alvin ramah.
"Hai, ourel.." sapa alvin ke seorang anak yang sedang duduk di teras.
"Kak alvin ya ?"
"Iya ini kakak, oh ya kakak bawa temen nih, kenalan dulu dong" alvin mengajak nova untuk mendekati ourel.
"Hai ourel, kenalin nama kakak, nova.." nova mengulurkan tangannya, tapi ourel hanya membalas dengan senyuman.
"Kak alvin..." nova berbisik pelan ke alvin, karena bingung melihat ourel.
"Ourel, mau kakak bacain bukunya ?" bukannya menjawab pertanyaan nova, alvin malah ngobrol sama ourel.
"Enggak, ourel sekarang kan udah pinter baca huruf braile" nova diam, dia tahu sekarang, mengapa ourel tidak membalas ukuran tangannya.
"Wah, ourel pintar ya, nanti ajarin kak nova ya" kata nova lagi, alvin dan ourel sama-sama tersenyum.
"Ke dalam yuk nov, gue kenalin sama yang lain"
"Kak alvin.."
"Kak alvin udah lama enggak kesini"
"Kak alvin, aku kangen" semua anak langsung berlari menghampiri alvin dan memeluknya, nova sampai takjub sendiri.
"Maaf ya, akhir-akhir ini kakak sibuk banget"
"Ini temen kakak ?" seorang anak laki-laki kecil menujuk nova.
"Kenalin, aku nova, aku boleh kan jadi temen kalian semua" nova memperkenalkan dirinya sambil memamerkan senyum manisnya.
"Nama aku bastian kak, ayo kak sini main sama kita" hanya butuh waktu beberapa menit, nova sudah berbaur dengan anak-anak tersebut, alvin merasa senang melihat tawa nova sudah kembali.
"Hai vin.."
"Eh, darimana lin ?"
"Ini abis belanja kebutuhan anak-anak, kemana aja lo ? anak-anak udah pada kangen tuh"
"Iya nih, baru sempet kesini sekarang gue. Nova.." nova yang sedang bermain puzzle dengan anak-anak langsung menoleh dan menghampiri alvin.
"Kenapa kak ?"
"Kenalin ini lintar, dia anaknya ibu panti sini"
"Nova"
"Lintar" lintar memandang nova dengan tatapan yang begitu dalam, dan alvin memahami hal itu.
"Gue balik kesana dulu ya kak"
"Lo suka sama nova ?" tanya alvin langsung setelah nova cukup jauh dari mereka.
"Mungkin, dia manis, senyumnya enak dilihat"
"Emang.." jawab alvin lirih, hatinya pedih, tapi bukan alvin namanya kalo enggak bisa nyembunyiinya isi hatinya.
"Kenapa vin ?" lintar tidak begitu mendengar kata-kata alvin, karena matanya masih menatap ke arah nova.
"Enggak apa-apa, dia udah kaya adek buat gue" ujar alvin berusaha normal.
"Lo sih emang semua di anggap adek" alvin hanya tersenyum mendengar jawaban lintar. Dia tahu dia cemburu, tapi sekali lagi, dia juga tahu, bahwa hatinya nova belum termiliki oleh siapapun. Setelah hampir seharian bermain di panti asuhan, alvin dan nova pun pulang, tapi di tengah jalan, alvin mengajak nova ke tempat favoritnya yang satu lagi, the book.
"Enak banget kak tempatnya, makanannya juga enak, makasih ya kak, hari ini kakak bener-bener udah bikin gue nyaman banget" ujar nova semangat.
"Nah gitu dong, jangan nangis lagi ya, lo bisa lihat kan, betapa seharusnya lo bersyukur dengan hidup lo yang sekarang"
"Iya kak, gue kagum banget lihat, anak-anak di panti tadi, ourel yang semangat banget, padahal dia enggak bisa ngelihat, terus bastian yang lucu yang ternyata punya penyakit jantung sejak lahir, terus osa yang seminggu dua kali harus cuci darah, belum anak-anak lainnya.."
"Mereka bisa terus seceria tadi, masa lo enggak sih ?"
"Tapi mereka enak kak, bareng-bareng di panti, ngabisin waktu sama-sama, gue.."
"Gue ?" alvin yang sebenernya udah tahu, pura-pura aja biar nova mau share sama dia.
"Orang tua gue seneng banget ribut kak, kata orang jadi anak tunggal itu enak, tapi gue, gara-gara gue anak tunggal, gue jadi harus ngerasain ini semua sendirian, enggak mama enggak papa, enggak ada yang peduli sama gue, gue capek kak.."
"Sstt, lo enggak boleh bilang gitu, banyak yang peduli sama lo, lo bisa aja bilang, kalo anak-anak tadi itu mungkin jauh lebih menyenangkan, tapi dalam hati mereka, mereka tetap aja berharap, punya rumah sendiri, tinggal sama orang tua mereka.."
"Tapi kak.."
"Enggak ada tapi nov, mencari hal negatif emang jauh lebih mudah daripada hal positif, tapi enggak ada keuntungannya, selain cuma nambahin sakit"
"Iya kak, gue tahu itu. Kak alvin dewasa banget ya..hehe..terus tumben jadi banyak ngomong" alvin cuma tersenyum melihat nova, dia banyak ngomong, karena dia enggak mau nova ngelihat groginya alvin.
***
Entah sudah untuk keberapa kalinya, cakka terus-terusan mengamati agni. Mengamati gadis manis di depannya, akhir-akhir ini agni sudah jauh berbeda dengan agni yang dulu, dan cakka selalu menemukan kenyamanan luar biasa dengan adanya agni di sampingnya.
"Kak cakka, kenapa sih ? gue aneh ya" agni juga sudah beberapa kali mengulangi pertanyaannya, dia merasa tidak begitu nyaman dengan tatapan cakka, ada sesuatu yang berdesir di dalam hatinya, ketika matanya bertemu dengan matanya cakka.
"Enggak kok, lo manis banget, kalo kaya gini, nih gue aja sampe enggak ada bosennya ngelihatin lo"
"Beuh, gombal amat lo kak"
"Haha, emang lo enggak mau gue gombalin ? banyak lho yang mau gue gombalin"
"Ya gue enggak minat gitu kak, gimana dong ?" cakka memajukan bibirnya, yang malah membuat agni tertawa.
"Haha, jelek amat kak lo kaya gitu.."
"Jahat amat lo ag, tapi gue kayanya enggak pernah jelek deh"
"Hmm, narsisnya kumat, udah yuk kak, katanya mau nemenin gue belanja buat ldks, entar keburu sore.." cakka emang beralasan mau nemenin agni buat belanja keperluan ldks, abis susah banget sih ngajak agni keluar.
Mereka memasuki sebuah supermarket, cakka tidak berhenti terus ngegombalin agni, dan agni cuma bisa tertawa mendengar hal itu.
"Cakka.." tiba-tiba seorang cewek datang menghampiri cakka, dan langsung cipika-cipiki, agni cuma bisa meringis saja melihat kejadian itu.
"Eh..ehm..shilla ?" cakka kaget banget, entah mengapa dia merasa tidak enak agni melihatnya begini.
"Kamu kemana aja ? kok enggak pernah telpon aku lagi ? ini siapa, cewek baru kamu ya ?"
"Bukan kok, gue adek sepupunya" agni langsung menyodorkan tangannya, dia sendiri enggak tahu kenapa bibirnya spontan berkata demikian.
"Oh, bilangin dong sama sepupu lo ini, tanggung jawab sama cewek-cewek yang udah dia bikin jatuh cinta sama dia" agni hanya tersenyum mendengar kata-kata shilla, sementara cakka benar-benar merasa tidak nyaman dengan keadaan ini.
"Eh shil, gue sama dia buru-buru nih, kita duluan ya" cakka langsung menarik agni dan meninggalkan trolley belanjaan mereka begitu saja.
"Agni sori, shilla itu..."
"Gue tahu kak, gue tahu kok susahnya jadi playboy" nadanya agni berubah jadi antipati terkesan dingin.
"Dengerin penjelasan gue dulu, shila itu cuma masa lalu doang.."
"Jelasin buat apa kak ? gue bukan siapa-siapa lo, mending sekarang lo anter gue balik, gue capek banget nih, besok kan kita mau ldks"
"Tapi.."
"Udah kak, gue maklum banget kok" agni tersenyum mencoba senatural mungkin, cakka enggak bisa ngapai-ngapain lagi, kecuali menuruti agni, lagian emang mereka bukan apa-apa kan.
Keesokan harinya.
Setelah hampir seharian, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah disusun sedemikian rupa, tibalah saatnya kegiatan api unggun yang emang paling banyak di nantikan oleh beberapa anak.
"Oke, pasti semua udah capek kan setelah seharian ini, jadi malam ini kita refreshing sebentar, ada yang mau nyumbang acara ?" tanya iel ke para peserta, tapi yang ngangkat tangan malah rio.
"Mau nyanyi apa yo ?"
"Ada deh yel, lihat aja..."
"Oke, tepuk tangannya ya.."
Rio memandang sekelilingnya, mencari satu sosok yang emang pengen dia nyanyiin, dari tempatnya, ify terlihat begitu cantik dan menawan, rio mulai menggenjreng gitarnya.
Ajari aku ‘tuk bisa
Menjadi yang engkau cinta
Agar ku bisa memiliki rasa
Yang luar biasa untukku dan untukmu
Semua yang ada disitu menatap rio dengan tatapan kagum, terlena akan suara lembutnya, tidak terkecuali ify.

Ku harap engkau mengerti
Akan semua yang ku pinta
Karena kau cahaya hidupku, malamku
‘tuk terangi jalan ku yang berliku

Hanya engkau yang bisa
Hanya engkau yang tahu
Hanya engkau yang mengerti, semua inginku
Entah ify sadar atau tidak, yang jelas rio terus-terusan menatapnya.

[ajari aku 'tuk bisa mencintaimu]
[ajari aku 'tuk bisa mengerti kamu]

Mungkinkah semua akan terjadi pada diriku
Hanya engkau yang tahu
Ajari aku ‘tuk bisa mencintaimu
"Prokk..prokk...prokk" suara tepuk tangan mengakhiri pertunjukkan kecil dari rio tadi.
"Rio keren, lagu buat siapa ?" ify tiba-tiba spontan nanya, cakka, iel, dea, via dan rio tentu saja, langung menatap ify, dengan tatapan yang artinya "ya buat lo, emang mau buat siapa lagi ?!"
"Ada deh fy, mau tahu aja lo" kata rio agak gemes.
"Yo lo mau ngomong sama gue lagi ? udah enggak marah sama gue ?" tanya ify sumringah.
"Kenapa ? kangen ya sama gue ? enggak bisa kehilangan gue ya ?"
"Ih pd banget lo !"
"Jujur aja deh fy, gue tahu kok, gue tuh ngangenin banget jadi orang, iya kan ?"
"Whatever deh, yang penting lo mau ngomong lagi sama gue"
"Udah-udah, rame banget lo berdua, udah ada yang bisa nelpon alvin belum ?" tanya iel mengalihkan pembicaraan, semuanya menggeleng kompak menjawab pertanyaan iel.
"Kemana ya tuh anak, bukan alvin banget enggak bertanggung jawab gini" timpal rio.
"Ray, lo beneran enggak tahu, kakak lo dimana ?" tanya iel lagi.
"Enggak, beneran deh.."
"Ya udahlah, nanti juga nongol sendiri itu bocah, kayanya udah kemaleman nih, mending pada tidur deh, besok harus bangun subuh soalnya !" semua pun menuruti perintah sang ketua osis.
"Keke, lo tahu enggak agni kemana ?" cakka langsung menghampiri keke, udah seharian ini, diem-diem cakka panik enggak bisa ngehubungin agni.
"Enggak kak, gue udah coba hubungin hpnya tapi enggak bisa, maaf ya kak"
"Oh ya udah sana lo tidur, thanks ya.." Cakka bener-bener panik, semenjak kejadian di mall kemarin, agni sama sekali enggak balas smsnya, bahkan enggak datang ldks, cuma satu yang bisa lakuin kalo lagi stress gini, tidur.
Iel memperhatikan rio dan cakka yang tidurnya udah nyenyak banget, gara-gara enggak ada alvin, iel jadi harus ngerjain beberapa tugasnya alvin dulu, dan menyaksikan teman-temannya udah pada tidur gitu malah bikin iel ngsntuk iel nguap entah kemana, iel pun memutuskan kembali ke area api unggun. Iel hampir mengurungkan niatnya, saat melihat ada via sedang duduk disitu, tapi gara-gara sebuah ranting yang ia injak tanpa sengaja, malah mebuat via sadar akan kehadirannya disitu.
"Enggak bisa tidur ya yel ? temenin gue aja disini" iel kaget, tumben-tumbenan via seramah ini sama dia.
"Lo enggak kesambet apaan gitu kan vi ?"
"Hah ? emang kenapa ?"
"Kok lo jadi ramah gitu sama gue ?"
"Yee, gue emang selalu ramah sama semua orang"
"Kecuali sama gue vi" via diam mendengar kata-kata iel, iel menyadari itu.
"Sori vi.."
"Enggak kok yel, lo bener, gue emang jutek sama lo doang"
"Gue pernah salah sama lo ya vi ? gue pernah nyakitin lo ?"
"Sion.."
"Siapa ? sion ?"
"Cinta pertama gue yel" via berkata lirih, sementara iel bingung, enggak ngerti arah pembicaraan via.
"Lo bisa kok cerita sama gue, kalo lo emang percaya sama gue" iel menatap via.
"Foto yang lo lihat di rumah gue itu waktu itu, adalah foto gue waktu gue smp" iel mencoba mengingat gambaran poto tersebut, dan dia tidak menemukan kesamaan dengan gambaran via yang duduk di sampingnya sekarang.
"Bingung ya ? itu gue, dulu gue kaya gitu, terkesan cupu dan aneh, enggak ada yang mau temenan sama gue, enggak pernah ada yang mau nyapa atau sekedar nyapa gue, cuma ada satu orang yang selalu senyum sama gue, dia itu.."
"Sion" tebak iel cepat.
"Iya, cuma sion yang mau senyum sama gue, sampai gue lupa, kalo dia emang terkenal ramah dan selalu senyum ke semua orang. Tapi karena cuma dia yang selalu senyum ke gue, diem-diem gue suka sama dia.." via mengambil napas sebentar.
"Sampai suatu hari, dengan gobloknya gue ngasih diari gue ke dia, diari yang isinya tentang semua perasaan gue, ternyata dia juga kejam sama kaya yang lain, dengan jahatnya dia bacain diari gue pake pengeras suara di tengah lapangan, di hadapan anak-anak satu sekolahan, dan itu sakit yel, sakit banget" reflek via menyandarkan kepalanya di bahu iel, iel yang awalnya kaget, cuma bisa mengusap-ngusap punggung via.
"Semenjak saat itu, gue stres bahkan gue enggak pd buat sekedar ketemu orang lain, nyokap gue akhirnya nyuruh gue buat homeschooling, gue juga diikutin sekolah kepribadian, perlahan-lahan gue ubah penampilan gue, gue ubah sikap gue ke orang, tapi.."
"Lo tetap berasumsi kalo, orang ramah dan banyak senyum semuanya kelakuannya minus kaya sion" potong iel cepat, dia paham sekarang kenapa via jutek cuma sama dia doang.
"Gue udah usaha, tapi setiap ngelihat lo nebar senyum kemana-mana, gue jadi keingetan sion, yang make senyumnya buat topeng doang" ujar via pelan.
"Lo cuma trauma vi, tapi enggak semua orang kaya gitu, gue apalagi, paling pantang deh buat gue nyakitin perasaan orang kaya gitu"
"Maafin gue yel.."
"It's okay, asal setelah ini lo ngelihat gue sebagai iel yang emang beneran ramah dari bayi, tanya aja nyokap gue"
"Makasih ya yel, gue lega sekarang"
"Lo tahu enggak vi, baru kali ini senyum gue bawa bencana"
"Bencana ?"
"Iya, biasanya kan gue dapet senyuman balik gitu, tapi dari lo gue malah di balas jutek, hehe.."
"Bisa aja lo, eh gue ngantuk nih, tidur duluan ya.." iel cuma mengangguk, tapi matanya terus ngeliatin punggungnya via yang menjauh dengan senyum yang merekah lebar di bibirnya.
Layaknya maling ayam, alvin mengendap-ngendap masuk ke kamar yang harusnya ia tempati bersama iel, rio dan cakka. Niatnya sih biar teman-temannya itu enggak bangun, tapi
"Bruuk" enggak sengaja alvin nyenggol kursi yang ada di kamar itu.
"Alvin ?" tanya iel yang langsung bangun sambil ngucek-ngucek matanya.
"Eh iya-iya, sori" ucap alvin merasa bersalah, tepat ketika cakka dan rio juga terbangun.
"Kemana aja lo ?" tanya iel lagi.
"Biasa, ngewakilin bokap" jawab alvin enteng.
"Lo sakit ya vin, kok muka lo pucet ?" timpal cakka.
"Biasa aja ah, agak capek doang, gue kan langsung kesini dari bandara" iel melirik jam tangannya 'jam enam ? naik pesawat jam berapa nih anak' batin iel bingung.
"Kenapa yel ?" tanya rio yang sadar sama gelagat iel.
"Enggak apa-apa kok, gue mau mandi duluan ye" iel langsung lari ngambil peralatan mandinya.
"Eh gue dulu !" susul rio enggak mau kalah. Cuma tinggal cakka sama alvin di kamar itu, alvin ngelihatin cakka, ada yang beda sama temennya yang satu ini, biasanya bangun tidur juga tetep keren, tapi kok sekarang berantakan banget.
"Lo lagi ada masalah ya cak ?" tebak alvin sambil duduk di sampingnya cakka.
"Hah..agni vin.."
"Kenapa ?"
"Kemarin gue jalan sama dia, eh tiba-tiba datang shila, terus si shila langsung cipika-cipiki gitu sama gue, dan enggak tahu kenapa gue ngerasa bersalah aja sama agni.." cakka berhenti sebentar untuk menghirup napas dalam-dalam.
"Dan enggak tahu kenapa juga, semenjak gue anterin pulang, gue enggak bisa ngehubungin agni, dia juga enggak dateng ke acara ini" lanjut cakka.
"Gimana biar jelas, kalo nanti lo ke rumahnya dia aja" usul alvin.
"Tapi gue enggak bawa motor vin, kemarin gue nebeng rio"
"Ya udah nanti bareng gue aja, oke ?"
"Thanks ya sob, eh lo beneran enggak sakit ?"
"Enggak, muka gue emang putih banget bukan ?"
"Yee.." mereka lalu tertawa berdua dan menunggu giliran buat mandi. Setelah acara selesai dengan lancar dan sukses, alvin dan cakka langsung meluncur ke rumah agni. Sementara iel sukses buat ngajakin via pulang bareng, setelah adegan curhatnya via semalem.
"Udah pada pulang noh, lo balik ama gue kan ?" tanya rio sok cuek padahal ngarep.
"Ya iyalah, tega lo ninggalin gue sendiri disini" jawab ify sambil ngekorin rio.
"Abis lo butuh tapi gitu sama gue"
"Gitu gimana sih ?"
"Iya gitu deh"
"Enggak jelas banget sih lo ! eh laper nih gue, the book ya yo" rayu ify sambil mengeluarkan senyuman manisnya, yang pesonanya langsung nancep di hati rio.
"Lo yang traktir gue"
"Kok gue ? ada juga cowok yang nraktir ceweknya" kata ify polos tanpa sadar.
"Cowok nraktir ceweknya ? emang lo cewek gue ?" tanya rio jutek walopun seneng.
"Hah emang gue tadi ngomong gitu ?" tanya ify pura-pura lupa, padahal sebenernya gengsi. Rio langsung manyun.
"Jelek ah lo kalo kaya gitu ! udah ayo, gue yang beli minumnya, lo yang beli makannya, gimana ? tapi lo pesen air mineral aja ya"
"Yee itu mah gratis, dodol" kata rio kesel sambil ngejitak kepala ify, pelan doang.
"Dodol di garut bang, bukan di kepala gue !" teriak ify kesel, dia langsung aja nyelonong jalan ngedahuluin rio.
"Gubrak !" ify keserimpet tali sepatunya sendiri, membuat keseimbangan badannya goyang, untung rio sigap nangkep, dengan posisi yang membuat mata mereka saling bertatap-tatapan cukup lama,.
"Woi berat nih" bisik rio di telinganya ify, ify yang salting langsung berdiri.
"Thanks yo.." kata ify pelan, rio yang juga salting cuma bisa garuk-garuk kepala doang.
"Ehm, lo beneran kelaperan ya sampe mau jatuh gitu ? hehe, ya udah ayo, gue traktir" ify cuma senyum doang sambil masuk ke dalam mobilnya rio, sepanjang perjalanan mereka cuma diam, berusaha menormalkan detak jantung masing-masing.
Cakka langsung turun tepat ketika mobilnya alvin sampai di depan rumahnya agni, firasatnya langsung enggak enak saat melihat pintu rumah agni yang terbuka lebar. Dengan lari-lari kecil cakka masuk ke dalam rumah. Dan alangkah terkejutnya dia mendapati kondisi rumah itu, jauh lebih parah ketimbang dia pertama kali kesitu dulu. Semuanya ancur berantakkan, kursi dan meja yang posisinya udah terbalik-balik, serpihan-serpihan kaca yang bertebaran di lantai, barang-barang yang udah enggak jelas bentuk aslinya. Tapi bukan itu yang bikin cakka shock, melainkan tergeletaknya tubuh agni di lantai dalam keadaan yang enggak kalah tragisnya.
"Agni !" cakka berlari mengahampiri agni, hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa nadinya agni, yang ternyata masih berdenyut. Tanpa pikir panjang cakka langsung menggendong agni dan membawanya keluar rumah tepat ketika alvin menyusulnya.
"Agni kenapa cak ?" tanya alvin enggak kalah panik, cakka cuma menggeleng. Alvin yang juga enggak mau buang-buang waktu, langsung membantu cakka membawa agni ke mobilnya dan mereka langsung bergegas menuju rumah sakit terdekat.
Alvin dan cakka sama-sama terdiam, enggak tahu juga mau ngapain. Berkali-kali sudah cakka menghela napas, berharap kekhawatirannya juga menguap bersama napasnya.
"Tenang bro, dia kuat kan" alvin berusaha menenangkan cakka.
"Gue beneran enggak abis pikir deh vin sama orang yang bikin dia kaya gitu ?!" alvin bisa paham sama emosinya cakka, dia yang enggak kenal sama agni aja, ngerasa iba banget ngelihat kondisinya agni. Masih terbayang jelas di otaknya alvin, tubuhnya agni yang penuh luka memar, ada bekas sayatan di tangannya, darah yang sudah mengering di sudut bibirnya, lebam di pelipisnya.
"Apa kalian saudara dari pasien di dalam ?" tiba-tiba seorang suster menghampiri mereka.
"Kita kakaknya sus" alvinlah yang menjawab, karena keadaan cakka yang benar-benar kacau. Suster itu ngeliatin alvin dari atas sampai bawah, alvin paham dia ataupun cakka emang beda sama agni.
"Kita kakak sepupunya sus" kata alvin lagi.
"Kalian berdua di tunggu dokter di ruangannya" alvin hanya mengangguk, dia langsung menarik cakka. Sesampainya di ruang dokter, lagi-lagi mereka mendapat tatapan tidak meyakinkan dari sang dokter.
"Sebelumnya, saya ingin tahu hubungan kalian dengan pasien ini"
"Kita kakak sepupunya dok, memang ada apa dengan agni ?"
"Kalian tinggal bersama agni ?" alvin bingung, kenapa dokternya nanya-nanya hal kaya gini.
"Ehm..emang kenapa dok ?"
"Saya hanya minta penjelasan yang sejujurnya dari kalian, karena mungkin jawaban dari kalian akan sangat membantu masalah pasien ini selanjutnya" alvin tambah bingung denger penjelasan dari dokter, dia melirik ke cakka, yang nyawanya kaya ilang setengah.
"Kita beda rumah dok, tapi satu komplek, tadi siang pas kita mau ke rumahnya, kita udah nemuin dia dalam keadaan kaya gini, dokter bisa jelasin kan ke kita apa yang sebenarnya terjadi ?"
"Keadaan agni sudah cukup stabil, walaupun kondisi tubuhnya masih cukup lemah, masalahnya secara fisik dapat kami atasi, tapi dari hasil lab yang kami dapat, di temukan luka-luka yang terdapat di tubuhnya akibat dari benturan benda tumpul, dan dugaan kami agni mengalami siksaan di rumahnya..."
"Pasti bokapnya !!" tiba-tiba cakka langsung berdiri dan keluar gitu aja dari ruangan dokter tersebut.
"Eh maaf dok, maaf, dia emang sayang banget sama agni, jadi suka gitu. Saya susul dia dulu ya dok, nanti saya kesini lagi" kata alvin enggak enak dan langsung berlari menyusul cakka. Ternyata cakka pergi ke kamar agni, dia langsung duduk di sampingnya agni dan menggenggam tangannya agni. Alvin jadi enggak enak sendiri, dia sadar untuk pertama kalinya cakka tulus tentang perasaannya terhadap satu orang dan itu agni.
"Dulu pertama kali gue ke rumahnya, bokapnya juga abis ngamuk vin" akhirnya cakka bersuara setelah lama mereka saling berdiam diri.
"Dan lo yakin kali ini juga bokapnya yang ngelakuin ?"
"Siapa lagi vin, dia cuma tinggal berdua sama bokapnya...."
"Kak cakka.." agni memanggil cakka pelan, cakka sama alvin langsung noleh ke arah agni kompak.
"Iya agni, ini gue, lo udah enggak apa-apa kan ?" agni hanya menggeleng, tapi enggak sampai semenit kemudian, air mata turun perlahan dari sudut matanya.
"Kenapa ? siapa yang bikin lo kaya gini ?" cakka mendekatkan dirinya ke agni sambil mengusap lembut air mata agni.
"Enggak gue enggak apa-apa" kata agni lirih.
"Bokap lo yang bikin lo kaya gini ?" agni hanya tersenyum masam.
"Kalo emang bener bokap lo yang giniin lo, lo harus laporin ini, kekerasan sama anak di bawah umur, ada hukumnya" timpal alvin yang daritadi diam.
"Gue enggak tahu kak, gue takut..." lagi-lagi air matanya mengalir, semakin deras malah, tangisan yang lebih terdengar seperti ratapan akan kesedihan yang terlanjur di pendam lama. Cakka memeluk agni, alvin tahu bukan saatnya dia ada di antara dua orang itu. Dia berjalan keluar kamar membiarkan agni dan cakka berdua.
Rio menatap langit-langit kamarnya, hatinya berbunga-bunga sekarang. Dia baru aja pulang setelah menghabiskan waktu bersama ify tadi. Ify udah janji mau ngechat sama dia di fb, dengan semangat, rio langsung nyalain laptopnya, dan langsung masuk ke akun fbnya. Tapi ternyata ify belum online, jadinya rio cuma ngebales-balesin wall sama ngelihat notif yang numpuk.
DeboAA : hai yo
tiba-tiba debo ngechat dia, rio sih males banget balesnya, tapi daripada di bilang sombong, jadi dengan sangat terpaksa dia bales chat debo.
Mario : hai de
DeboAA : gmn kbr lo sm ank2 ? ify ?
rio tambah males aja nama ify di sebut-sebut.
Mario : gue, ify, ank2 baik kok, lo ?
DeboAA : ms basket ?
Mario : masih kok
rio ngerasa garing banget chatnya sama debo, tapi emang malem ini fb lagi sepi, rio udah kepikiran mau off, tapi dia masih kepikiran ify.
ifysaufika : rio maaf, gue br selese mandi hehe
Mario : hampir aja gue off ! ngaret lo !
ifysaufika : kan gue udah minta maaf :p
Mario : mie ayam ya fi
DeboAA : kpn2 tanding yo sm skola gue
rio beneran kesel sama debo yang menurut dia ganggu acara ngechatnya sama ify.
ifysaufika : ah tega lo ! coki2 aja ya
Mario : oke aja sih de
Mario : itu sih lo yang tega fy
ifysaufika : kangen jalan kaya dulu yo, udah lama kita enggak berlima..hiks
DeboAA : alvin msh aktf futsal ?
Mario : yg lain sibuk, jln berdua aja yuk :)
Mario : masih
ifysaufika : kmn ? tp lg pgn bareng2
ifysaufika : main ke rmh gue aja udah jarang ;(
Mario : nti dh gue blg ke yg lainnya
Mario : sori ya fy, pdhl gue jg udh kgn ngerecokin lo :p
DeboAA : tmbh jago ya ?
ifysaufika : kangen ngerecokin, apa kangen sama gue ?? hehe
Mario : ngapain kangen sama lo ? ada jg lo yg kgn gue
Mario : emg jago kn dia, knp ?
ifysaufika : idih pd
DeboAA : gpp, eh gue off dulu ya, slm buat smua
'daritadi kek lo offnya' kata rio senyum-senyum kesel.
Mario : emg benr kn ? ngaku deh fy
ifysaufika : hehe, gmn ya ? gitu deh :)
ifysaufika is offline
Rio garuk-garuk kepala sendiri lihat chat terakhirnya ify, enggak ngerti maksud kata 'gitu deh' dari ify, udah mana langsung off gitu aja. Tapi dia langsung panas waktu inget kalo debo juga baru aja off sebelum ify, otaknya udah di penuhi sama teori-teori aneh.
"Jangan-jangan tadi ify juga chat sama debo lagi, terus giliran debo off ify ikutan, tapi gitu deh itu maksudnya, dia beneran kangen sama gue ? aduh ! ribet banget sih !" rio ngedumel enggak jelas sendiri.
***
Deva dan aren duduk berhadap-hadapan sambil menyantap makanan mereka masing-masing. Deva memang sekarang selalu nganterin kemanapun aren pergi.
"Kak deva, lama-lama aren enggak enak deh kalo kak deva jemput aren les balet pasti ujung-ujungnya di traktir"
"Ngapain harus enggak enak ren ?"
"Ya iyalah, jadi yang ini aren aja ya yang bayar"
"Jangan dong, kan gue yang ngajak, nanti kalo gue di gaplol sama kak alvin sama ray gimana ?"
"Hehe, serem amat kak di gaplok, enggaklah. Aren cuma pengen aja gitu, kan kak deva udah sering nraktir, jadi sekarang giliran aren dong" aren tersenyum manis, yang langsung bikin deva meleleh.
"Sekali ini aja ya, eh ren itu, belepotan.." reflek deva mengambil tisu dan mengelapnya, aren cuma bisa mematung di tempatnya, sementara deva jadi enggak enak sendiri.
"Sori ren.."
"Enggak apa kok kak, makasih"
"Ren, gue mau nanya, boleh ?"
"Bolehlah kak, apaan ?"
"Gue sayang sama lo, bukan sayang kakak ke adek, tapi sayang cowok ke cewek, apa lo mau jadi cewek gue ?" tanya deva mantap, aren menatapnya bingung.
"Perlu gue jawab sekarang kak ?" deva sih pengen ngasih jawaban 'iya harus sekarang' tapi ngelihat muka aren yang kayanya masih shock, deva jadi enggak tega sendiri.
"Kapanpun lo siap ren, gue tunggu jawaban lo"
"Makasih kak, kak deva enggak akan berubah kan ?"
"Berubah ?"
"Iya, aren enggak mau aja hubungan kita jadi aneh setelah ini"
"Oh enggak dong ren.." deva ngacak-ngacak rambut aren sambil tertawa, aren pun ikut tertawa. meski hatinya berusaha keras berpikir tentang jawaban yang harus ia berikan.

Komentar

Postingan Populer