Best Friends nd Love with Line part 9
Dalam
kelasnya yang masih sepi, nova hanya duduk sendiri sambil mendengarkan
lagu yang mengalun dari ipodnya. Dia berjalan ke arah jendela, dan dari
kejauhan dapat melihat mobilnya alvin yang baru saja memasuki halaman
sekolahnya.
"Kenapa sih akhir-akhir ini gue jadi suka kepikiran kak alvin ?"
"Ngapain lo nov ngomong sendiri ?" tanya acha yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.
"Siapa
yang ngomong sendiri ? orang gue lagi nyanyi" jawab nova ngeles. Untung
acha percaya, acha menghampiri bangkunya dan nova untuk menaruh tasnya.
"Pagi
ini di jemput kak lintar lagi ?" nova cuma mengangguk mendengar
pertanyaan acha. Ya, semenjak bermain bersama beberapa hari yang lalu,
lintar menawarkan diri untuk nganter jemput nova selama dia bisa, dan
nova enggak tega buat nolak itu.
"Kak lintar baik ya nov ?" tanya acha lagi, tapi kali ini enggak ada respon apapun dari nova.
"Nov.."
"Nova !" acha menepuk bahu nova.
"Hah, apaan cha ?"
"Yee, pagi-pagi ngelamun, ada apa sih ?"
"Pemuja rahasia gue, udah beberapa hari ini enggak ngasih apapun buat gue cha"
"Jangan bilang ke gue, kalo lo mulai mengharapkan orang enggak jelas itu" nova memandang acha, lalu dia duduk di samping acha.
"Gue
munafik banget cha, kalo enggak ngarepin dia, dan siapapun dia, buat
gue dia adalah orang yang selalu nemenin hari-hari gue dengan caranya"
"Nov, kalo dia emang serius sama lo, dia bakal nunjukkin dirinya, bukan main petak umpet kaya gini, udah empat tahun nov !"
"Kalo dia enggak serius sama gue, dia enggak akan bertahan selama ini cha !" teriak nova enggak mau kalah.
"Sekarang
kan ada kak lintar nov, kalo gue sih realistis aja, walaupun kak lintar
baru dateng di kehidupan lo, tapi wujudnya beneran ada kan buat lo,
sementara orang enggak jelas itu, ya lo tahu sendiri lah, gue sahabat
lo, gue cuma enggak pengen lihat lo enggak pasti kaya gini" kata acha
panjang lebar sambil tersenyum. Nova juga tersenyum, dia tahu semua
orang waras bakal ngomong kaya acha, tapi urusan hati emang enggak bisa
pake logika.
***
Rio
celingukan nyariin alvin, dia emang lagi butuh banget sama alvin,
makanya pas bel istirahat bunyi langsung deh dia ngacir ke kelasnya
alvin.
"Eh alvin mana ?" tanya rio ke temen sekelasnya alvin yang enggak dia kenal.
"Tuh
disana" anak tersebut nunjuk ke arah pojokan kelas. Dari tempatnya
emang enggak kelihatan ada siapa-siapa, tapi begitu rio berjalan ke arah
pojokan kelas tersebut, dia bisa ngelihat si alvin lagi tidur di atas
kursi yang dia jejer-jejerin, yang bikin dia bingung adalah, alvin yang
lagi tidur pake jaket tebel, padahal ini udara panas banget walaupun
kelas mereka pakai ac.
"Bro.." panggil rio sambil narik kursi dan duduk di deket alvin.
"Hmm.." jawab alvin sambil ngucek-ngucek matanya.
"Tumben lo tidur di sekolah ? biasanya juga on terus ?"
"Ngantuk, semalem ada bola" kata alvin sambil ngeregangin otot-ototnya dan duduk menghadap rio.
"Lo sakit ya ?"
"Enggak, emang kenapa ?"
"Terus kenapa pake jaket, gue aja kalo boleh pake kaos oblong doang ke sekolah, gue pake tuh, ini panas banget gila"
"Pengen aja, lo kenapa nyariin gue ?"
"Aneh. Ify nantangin gue buat nembak dia pake cara yang romantis, lo ada ide enggak ?"
"Kalo soal beginian harusnya lo tanya cakka atau iel, gue belum pernah nembak cewek sob"
"Tapi kata-kata lo kan romantis kalo lagi nulis buat nova"
"Enggak
usah sebut merk deh, ya lo kan kenal sama ify, tahu apa kesukaannya
dia, tahu apa yang bakal bikin dia melting, kaya yang selalu gue bilang,
lakuin itu pakai hati"
"Oke deh, nanti gue pikirin lagi. Eh lo beneran enggak sakit ? muka lo kok pucet ye ?"
"Ya ampun, lo enggak percaya amat sama gue"
"Abis lo kan gitu vin, misterius susah di tebak"
"Lo pikir gue limbad ?!"
"Mirip, cuma lo cakepan dikitlah, dikit doang tapi ya, banyakan gue..haha.."
"Ngaco lo. Kebanyakan nonton tv sih lo, sinetron lagi jangan-jangan tontonan lo"
"Ya
gimana ya vin, gue kan anak emak gue satu-satunya, kalo dia lagi nonton
sinetron ya sapa lagi yang nemenin kalo bukan gue" alvin mendelik ke
arah rio.
"Haha, enggaklah bro, masa tampang kaya gini tontonannya sinetron, gila aja lo.." rio cengengesan sendiri.
"Lo yang gila"
"Lo aja yang kelewat waras. Eh iya, tadi pagi gue ngelihat cewek lo di anterin lintar"
"Gue belum punya cewek yo"
"Gue sebut nama salah, enggak salah, bingung gue. Lo enggak jealous gitu vin ?"
"Buat apa ? mungkin lintar emang jauh lebih baik dari gue, mungkin sekarang waktunya gue mundur pelan-pelan"
"Kenapa ? ah enggak enak banget gue, udah nungguin ending lo berdua happy, masa lo nya nyerah di tengah jalan gini"
"Kan gue bilang mungkin yo"
"Iya
kenapa lo mau mundur ? lo gila apa sarap sih vin, lo udah bertahan buat
dia selama ini, terus cuma gara-gara ada lintar lo mau mundur gitu aja,
tempe amat mental lo !" rio entah kenapa kebawa emosinya sendiri,
alvinnya sih masih nanggepin tenang-tenang aja.
"Kalo dia lebih bahagia sama lintar gimana ? apapun yang terjadi gue enggak bakal maksain hati gua buat dia"
"Enggak
maksain ? lo pikir selama ini lo bikin dia penasaran tentang lo itu apa
? kalo gue jadi dia, gue pasti bakal selalu berharap buat ketemu sama
lo !"
"Semua ada alasannya yo"
"Alasan
yang lo buat dan lo simpen sendiri. Lo tahu, semakin kesini, lo semakin
banyak nyimpen masalah lo sendiri, we are still best friend, right ?"
"Iyalah yo, kita tetep sahabat, ada saatnya nanti lo tahu semuanya"
"Gue
tahu, lo berprinsip dan enggak akan ngingkarin prinsip lo, tapi gue
sama yang lain ini sahabat lo, apapun yang lo rasain kita semua berhak
tahu, kita semua bakal tanggung bareng-bareng apapun itu, enggak boleh
ada rahasia-rahasiaan"
"Iya rio"
"Ya udahlah gue cabut dulu ya, thanks.."
"Gue pengen lihat lo sama ify jadian secepatnya" ujar alvin sambil tersenyum manis, rio hanya mengacungkan jempolnya.
Seperti
hari-hari sebelumnya, iel baru aja habis nganterin via pulang ke
rumahnya. Semenjak mereka berdua deket seabis dari dufan, iel maksa buat
nganter jemput via. Dari jauh dia bisa ngelihat sebuah mobil estilo
warna pink terparkir di depan rumahnya.
"Mobil siapa nih ?" tanya iel waktu turun dari mobilnya. Tanpa pikir panjang, dia langsung masuk ke dalam rumahnya.
"Hai
yel.." seorang cewek cantik langsung menghampirinya dan memeluknya,
tapi iel tetap berdiri tegak di tempatnya, tidak membalas pelukan cewek
tersebut.
"Aku kangen sama kamu" bisik cewek itu lembut di telinga iel.
"Gue
mau ganti baju dulu ra.." datar dan tanpa ekspresi, iel meninggalkan
zahra begitu saja. Enggak sampai beberapa menit kemudian, iel udah balik
lagi dan langsung duduk di samping zahra.
"Gimana
kabar kamu ? aku kangen deh sama ify sama yang lain juga, kita main
yuk" iel hanya melihat ke arah zahra. Tidak banyak yang berubah setelah
dua tahun, hanya senyumnya yang semakin manis dan tatapan matanya yang
semakin menyejukkan.
"Baik, lo ngapain kesini ra ?"
"Kamu marah ya yel sama aku ?"
"Marah buat apa ?"
"Ayolah
yel, udah dua tahun yang lalu, kita udah sama-sama dewasa sekarang,
kita bisa mulai semuanya lagi dari awal kan" zahra tersenyum manis. Tapi
malah membangkitkan kenangan iel akan mereka berdua.
"Apanya
yang mulai lagi ra ? lo sendiri yang bilang kalo kita cuma cinta
monyet, cuma cinta anak smp yang enggak penting, lo yang bilang kalo gue
bisa dapetin cewek yang jauh lebih daripada lo, terus ngapain sekarang
lo balik lagi kesini ?!!" iel enggak bisa ngontrol emosinya sendiri.
"Apa kamu udah punya pacar sekarang ?"
"Bukan
urusan lo !" iel mengambil kunci mobilnya dan pergi ninggalin zahra.
Zahra tahu kalo udah kaya gini percuma aja dia ngomong sama iel, tapi
dia tahu kemana dia bakal denger cerita iel selama ini.
Ify
kaget ngelihat zahra berdiri di depan rumahnya, setelah hampir dua
tahun dia enggak pernah denger kabar apapun dari zahra yang sekolah ke
australia.
"Hai fy, gue engga disuruh masuk nih ?"
"Eh iya, ya ampun, sori-sori, masuk ra.." ify nyengir, sangking kagetnya dia, dia sampe lupa buat nyuruh zahra masuk rumahnya.
"Gimana kabar lo fy ?"
"Baik kok, lo sendiri ? gue kira lo udah lupa sama negara sendiri, hehe.."
"Iya nih, semenjak pindah kesana, baru kali ini gue sempet ke indo lagi..haha.."
"Eh iya mau minum apa ?" tawar ify ramah.
"Enggak usah fy, ada yang lain yang pengen gue tanyain ke lo"
"Iel ya ra ?" tebak ify langsung, zahra cuma tersenyum sambil mengangguk.
"Tadi gue ke rumahnya fy, tapi dia marah sama gue, gue tahu sih gue yang salah.."
"Mungkin
iel cuma masih butuh waktu ra, waktu itu walaupun lo berdua udah
sepakat buat putus tapi ya kan lo tahu ada sedikit masalah. Apalagi lo
tiba-tiba dateng kaya gini, terus nemuin dia, jujur ya ra, gue aja kaget
banget tadi, mungkin iel lebih kaget daripada gue" jelas ify panjang.
"Dia
udah punya cewek ya fy ?" ify bingung sama pertanyaan zahra, mau di
jawab udah, tapi belum, mau di jawab belum, ify takut salah ngomong.
"Gimana ya ra, gue juga bingung mau jelasinnya"
"Bilang aja fy.."
"Resmi si belom ada, tapi iel lagi deket sama temen gue, tenang aja temen gue itu baik kok"
"Gue boleh kenalan sama cewek itu enggak ?"
"Mau ngapain ra ?"
"Cuma
pengen kenal doang kok fy, enggak bakal gue apa-apain, lo kenal gue
kan" ify diem sebentar, tapi kemudian dia tersenyum dan mengambil
secarik kertas.
"Nih no hpnya, lo bisa hubungin dia sendiri kan ?" ify menyodorkan kertas yang udah dia tulis no hpnya via.
"Thanks ya fy, gue balik dulu.."
"Oke.."
Iel
memandangi layar hpnya sambil sesekali nengok kanan kiri, buat mastiin
apa orang yang dia tunggu udah dateng apa belum. Iel lagi nungguin via,
entah kenapa, iel ngerasa cuma via yang bisa balikkin moodnya yang ancur
jadi baik lagi.
"Udah aku duga kamu kesini"
"Ngapain lagi sih lo kesini ?!"
"Cuma kangen sama kafe ini, kamu masih sering kesini ?"
"Ra, bisa enggak sih lo enggak masuk dulu ke kehidupan gue ?"
"Yel,
kamu salah paham sama aku. Aku cuma mau kita temenan lagi, dua tahun
aku di australi, kepikiran tentang masalah kita yang kesannya masih
gantung, aku cuma mau ngelurusin semuanya, dan aku bakal balik lagi
kesana"
"Udahlah ra, semua udah selesai kan, lo udah ngeraih cita-cita lo disana, dan gue juga punya kehidupan sendiri disini"
"Kita
berdua bukan pengecut yang ngindarin masa lalu gitu aja yel, kalo emang
masalah kita udah selesai, kenapa kamu masih uring-uringan gini sama
aku ?"
"Gabriel
yang aku kenal, gabriel yang selalu mikir pake kepala dingin, yang
selalu mikir rasional pake logika bukan emosi. Aku cuma mau kita temenan
lagi" lanjut zahra sambil mengacungkan jari kelingkingnya, iel berpikir
sebentar, meresapi setiap kata yang diucapkan zahra, kemudian ia
mengaitkan jari kelingkingnya di jari zahra.
"Lo bener zah, lo emang selalu berpikiran dewasa" kata iel sambil mengusap lembut tangan zahra.
"PLAKK ! LO SAMA AJA SAMA SION !" via langsung berlari dengan air mata yang telah tergambar di wajahnya.
Cakka,
rio sama alvin kaget lihat iel pagi-pagi dateng ke sekolah enggak ada
rapi-rapinya, baju keluar, rambut belum di sisir, mukanya kusut,
meskipun buat penggemarnya dia tetep aja manis.
"Seinget gue dia seancur ini pas dulu putus sama zahra" cakka bisik-bisik ke rio, rio cuma ngangguk-ngangguk doang.
"Lo kenapa ?" tanya alvin.
"Ancur sob.."
"Di
tolak via ya ?" tebak rio asal. Tapi ngelihat mukanya iel yang tambah
di tekuk, tiga sahabatnya itu langsung beneran serius nanggepin iel.
"Lo beneran di tolak via ?" tanya cakka mengulang pertanyaan rio.
"Eh
itu via, via !" rio yang ngelihat via, langsung manggil via. Via
tersenyum ke arah mereka, tapi senyum itu berubah jadi sinis saat dia
menatap iel.
"Arrghh
!" iel menendang tempat sampah, sampai isinya tumpah semua.
Temen-temennya cuma bisa ngelihatin itu, enggak tahu juga mesti ngapain.
"Siapa
yang nendang tempat sampah ini ?!" mereka berempat diam, dan baru sadar
kalo tempat sampah yang di tendang iel letaknya tepat di depan ruang
kepala sekolah.
"Kita
berempat pak tadi main bola disini" jawab alvin ngasal, sambil
nunjukkin bola yang untungnya lagi dia bawa. Kepala sekolah mereka
menatap ke arah mereka dengan pandangan heran.
"Aneh-aneh
aja, udah kelas dua sma, main bola di koridor sekolah, terus buat apa
di sekolah ini ada lapangan bola segede itu, kamu gabriel, alvin kalian
kan ketua sama wakil osis harusnya bisa memberi contoh yang baik, kamu
juga cakka, rio, kalian-kalian ini, harusnya bisa bersikap baik....."
"Bapak
mending masuk deh, biar kita beresin ini" rio yang males banget denger
ceramah pagi-pagi langsung motong kata-kata kepala sekolah mereka.
"Oh iya-iya, bagus kalo kalian tanggung jawab, ayo-ayo di bersihin, bapak tinggal ke dalem ya.."
"Sori gara-gara gue..."
"Udah
ayo di bersihin" cakka nepuk-nepuk pundak iel. Lalu dalam diam, mereka
berempat mulai memunguti sampah-sampah yang berserakan tersebut.
Via
menatap nanar ke arah luar kelasnya, semenjak kemarin moodnya
berantakan, dan ia jelas tahu apa alasannya. Matanya sedikit sembab,
semalam dia sudah berusaha untuk tidak menangis, tapi air matanya malah
terus mengalir tanpa henti.
"Lo yakin baik-baik aja ?" via melihat ke arah dea yang langsung duduk di sampingnya.
"Ify mana ?"
"Lagi sama-sama temen-temennya, ngurusin iel katanya. Jadi ada masalah apa lo sama iel ?"
"Enggak ada hubungannya sama iel" jawab via ketus.
"Vi, kita emang belum lama banget kenal, tapi bukan berarti gue enggak tahu lo. Lo tahu, hari ini lo sama iel sama-sama ancur"
"Ancur ?"
"Iya,
tadi pagi iel nendang tempat sampah di depan ruang kepsek, terus tadi
denger-denger dia di keluarin pas pelajaran siapa gitu, gara-gara
ngelamun"
"...."
"Yah vi, kok lo ikutan ngelamun sih, cerita dong sama gue"
"Gue bingung de, bingung sama perasaan gue sama dia itu sebenernya gimana"
"Cerita deh sama gue apa yang lo rasain sama dia ?"
"Kemarin gue ngelihat dia sama cewek lain de..."
"Dan lo cemburu ?" tebak dea cepat.
"Kayanya gitu"
"Tuh kan vi, itu sih udah jelas, lo sayang sama dia"
"Tapi dia sama cewek itu ?"
"Jangan pernah nilai sesuatu dari apa yang lo lihat"
"Terus gue harus gimana dong ?"
"Sabar aja vi, semua pasti ada jalan keluarnya" kata dea sambil tersenyum.
"Makasih ya dea" balas via yang mulai tersenyum lagi.
Meskipun
hatinya udah sedikit lega hari ini, setelah sesi curhatnya sama dea,
via tetep aja enggak mau keluar kelas, dan berusaha ngindarin iel dulu.
Padahal ify sama dea udah bujuk-bujuk dia buat nemuin iel, tapi via
beneran keukeuh sama pendiriannya. Begitu bel pulang bunyi, dia langsung
ngacir ke parkiran, takut ketemu iel.
"Via.."
via menghentikan langkahnya ketika ia mendengar seseorang memanggil
namanya. Dia pun langsung berbalik, dan terkejut mendapati siapa yang
memanggilnya.
"Kenalin
vi, gue zahra, ada yang perlu kita omongin" zahra menyodorkan
tangannya. Via jelas-jelas ingat dengan wajah zahra yang kemarin ia
pergoki bersama iel, ingin rasanya ia tidak membalas uluran tangan itu,
tapi tangannya tetap menyambut tangan zahra.
"Kita enggak punya urusan" jawab via jutek.
"Please vi, we need to talk, lo perlu tahu ini" zahra terus memaksa.
"Enggak ada yang perlu kita omongin"
"Gue sama iel cuma mantan vi"
"Gue enggak peduli" ucap via ketus, meski dia sangat-sangat mendengarkan kata-kata zahra barusan.
"Lo
maunya gue gimana vi ? jangan bikin gue ngerasa bersalah karena gue
terkesan jadi orang yang ngehalangin hubungan kalian. Iel sayang sama lo
vi" via enggak bisa jutek lagi kali ini, yang ada dia malah diem di
tempat.
"Lo
harus percaya sama gue vi, kita perlu ngobrol, dari hati ke hati" via
luluh juga, akhirnya mereka memutuskan untuk makan siang bareng di
sebuah kafe.
Via sama zahra sama-sama kikuk pada awalnya, sama-sama bingung mau mulai ngobrol darimana.
"Gue
sama iel jadian pas kelas tiga smp vi, kita satu sekolahan. Dia cinta
pertama gue dan gue cinta pertama dia..haha.." zahra tertawa sendiri,
sementara via hanya tersenyum miris, hatinya sedikit sakit.
"Hubungan
kita lancar-lancar aja, khas anak smp lah. Masalah dateng pas kita udah
mau lulus, dari kecil gue udah bercita-cita buat dapetin beasiswa ke
luar negri, dan gue lolos. Tapi saat itu, iel enggak gitu setuju. Kita
berantem, padahal awalnya kita udah sama-sama setuju buat long distance,
dan entah kenapa, gue malah bikin dia marah, gue bilang kalo hubungan
kita enggak serius, kalo kita cuma cimon doang" kali ini gantian zahra
yang tersenyum miris.
"Terus sekarang lo ngapain balik lagi kesini ?" tanya via penasaran.
"Rencana
asli gue sih cuma buat liburan, karena tahun kedua ini, gue udah mulai
santai disana. Tapi gue inget sama masalah gue sama iel yang menurut gue
masih sedikit gantung. Kemarin dia nolak kehadiran gue, dan pas lo
dateng, gue lagi berusaha buat minta maaf ke dia vi"
"Lo udah enggak sayang sama dia ?" via menunggu jawaban zahra dengan berdebar-debar.
"Gue
bohong kalo bilang udah enggak ada dia di hati gue, tapi bukan berarti
gue pengen balikan sama dia. Gue udah punya kehidupan sendiri disana,
dan dia disini, kita udah beda vi, dan sekarang ada lo di hidupnya dia"
"Gue bukan siapa-siapanya iel"
"Kelihatan
kali vi, mau lo bilang enggak sayang, mata lo tetep aja enggak bisa
bohong. Lo tahu, iel frustasi banget ngelihat lo nangis kemarin abis
nampar dia, dan gue belum pernah lihat dia kaya gitu, cuma karena lo"
via tersipu sendiri mendengar kata-kata zahra.
"Dia belum nyatain apa-apa sama gue ra.."
"Belum berarti akan kan vi ? gue yakin secepatnya kok"
"Maaf ya kalo udah salah paham sama lo"
"It's
okay vi, gue juga minta maaf kalo udah bikin hubungan sama iel sedikit
ada ganjalan. Lusa gue balik, gue titip iel ya..hehe.."
"Iya, gue bakal jagain dia ra.." ucap via pelan, tapi cukup di dengar oleh zahra.
***
Ify
mondar-mandir di kamarnya, udah banyak dress berbagai warna dan model
yang dia coba dari tadi, tapi enggak ada yang menurutnya pantes. Ini
semua gara-gara rio mau ngajakkin dia jalan malam ini. Tinggal satu
dress yang belum ify coba, dan belum pernah dia pake dari pertama dia
beli. Tanpa pikir panjang dan waktu yang semakin mepet, ify pun
mengenakan dress tersebut, kemudian ia menata rambutnya, dan memoleskan
bedak di wajahnya serta lipgloss di bibirnya.
"Cie,
mau ngedate sama sapa lo kak ?" goda deva waktu ngelihat ify keluar
kamar, meskipun dia sendiri diam-diam juga takjub ngelihat kakaknya
tumben-tumbenan dandan secantik ini.
"Mau
tahu aja lo" kata ify sambil melirik jam dinding di ruang keluarganya,
gara-gara jam di kamarnya mati, dan dia langsung terkejut saat menyadari
kalo waktu janjiannya sama rio masih lama.
"Emang lo janjian jam berapa jam segini udah siap ?"
"Hehe, gue janjian jam enem dev, enggak tahu kalo sekarang masih setengah lima" ujar ify sambil nyengir.
"Ya elah lo kak, semangat amat kayanya, sama kak rio ya ?"
"Lihat aja nanti siapa yang jemput gue" ify memutuskan buat duduk di samping deva yang lagi nonton tv.
"Belagu amat lo.." cibir deva sambil monyongin bibirnya.
"Eh gimana kabar lo sama aren ?"
"Gitu deh kak, masih di gantungin gue, belum di jawab-jawab" deva memang sudah menceritakan hal ini ke ify.
"Sabar aja deh ya lo, tapi lo kayanya tambah deket sama aren"
"Deket sih deket banget kak, tapi setiap gue tanyain, dia selalu bilang masih butuh waktu, selalu gitu"
"Aren mungkin emang beneran butuh waktu dev, dia kan masih polos"
"Dulu kak ify sama kak debo juga jadian pas kelas dua smp, emang itu enggak polos apa"
"Kok
jadi bawa-bawa gue ? yang penting kan lo udah dapet ijinnya dari ray
sama alvin, gue yakin kok, si aren bakal luluh sama lo"
"Kapan ? gue udah mupeng di tinggalin terus pacaran sama ray sama ozy, enggak solidaritas emang mereka"
"Itu sih derita lo, lagian lo kan beda sekolah sama aren, enggak bisa juga lo berduaan kalo lagi di sekolah"
"Seenggaknya gue enggak perlu di tinggalin berdua sama nova kak" ify jadi inget udah lama dia pengen nanya tentang nova.
"Ngomongin nova ya dev, dia udah punya gebetan belum ?" deva memandang bingung ke arah kakaknya.
"Kenapa lo jadi nanyain nova ? kak rio mau di kemanain ?"
"Sialan lo. Enggak, gue pikir-pikir kan si nova tuh manis ya, tapi kok nasibnya sama kaya lo, seret jodoh..haha.."
"Tega
amat lo kak, ngatain gue seret jodoh. Gue enggak gitu tahu sih tentang
nova, tapi pernah denger dari acha, kalo suka ada orang enggak jelas
yang suka ngirimin nova surat"
"Orang enggak jelas ?" tanya ify mancing-mancing.
"Iya,
gue juga enggak gitu ngerti sih, jadi nova tuh kaya punya secret
admirer gitu. Tapi akhir-akhir ini, nova kan deket sama kak lintar,
temennya kak alvin katanya sih"
"Kalo menurut lo, alvin sama nova cocok enggak ?"
"Kenapa lo, mau nyomblangin mereka ?"
"Iseng doang, cuma pengen tahu pendapat lo"
"Lumayan sih, kak alvin kan diem, novanya rame gitu, jadi bisa saling ngelengkapin"
"Iya
gue setuju sama lo" ify jadi senyum-senyum sendiri, seandainya dia bisa
sedikit aja memaksa alvin buat perjuangin hatinya ke nova.
"Ngapain lo senyum-senyum sendiri ? aneh"
"Suka-suka
gue dong, udah ah gue mau ke kamar aja" ify baru mau meninggalkan deva
ke kamarnya, ketika ia mendengar bel rumahnya berbunyi.
'perasaan janjiannya jam enam, baru juga jam setengah enam' batin ify sambil membukakan pintu rumahnya.
"Alvin ? ngapain lo kesini ?"
"Udah siap belum lo ? ayo cepetan ?"
"Kemana ?"
"Udah ayo, udah cantik kok"
"Rio ?"
"Jangan bawel deh, ayo cepet ikut gue"
"Bentar-bentar,
gue pake sepatu dulu. Dev, gue berangkat ya, bilangin mama !!" ify
teriak-teriak padahal deva udah ada di ruang tamu juga. Ify langsung
ngacir sama alvin.
"Kak alvin ? bukan kak rio ?" deva bingung sendiri.
Berkali-kali
ify nanya alvin mau ngajak dia kemana, tapi alvin tetep aja diem sibuk
nyetir, pura-pura enggak peduli sama ify. Sampai akhirnya mereka
sampailah di sebuah gedung bergaya klasik, yang setahu ify sering di
gunakan untuk pertunjukkan musik.
"Ngapain kita kesini vin"
"Udah sana lo turun"
"Hah ? enggak salah lo ? gelap banget gila" ujar ify sambil mengamati gedung itu dari dalam mobilnya alvin.
"Ya enggaklah fy, percaya deh sama gue. Udah sana"
"Gue turun nih ?"
"Iya ify"
"Yakin ?"
"Banget"
"Lo yakin vin, nyuruh gue masuk kesana ?"
"Iya
alyssa saufika umari.." ify pasrah, alvin beneran serius nyuruh dia.
Dengan niat enggak niat diapun turun dari dalem mobilnya alvin.
"Good
luck ya fy, jangan lupa besok nonton pertandingan gue" kata alvin
sambil memacu mobilnya, meninggalkan ify sendirian. Enggak ada pilihan
lain, ify pun memberanikan diri melangkah masuk ke dalam gedung
tersebut. Aroma teh, langsung terasa tatkala ia masuk ke dalam gedung
tersebut, entah darimana asalnya. Ify berjalan ke arah ruangan utama,
karena dari sanalah bau wangi teh tersebut berasal.
"Krek.." ify membuka pintu ruangan tersebut pelan-pelan.
Aku ingin menjadi mimpi indah
Dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang mungkin bisa kau rindu
Dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang mungkin bisa kau rindu
Sebuah suara mengalun dengan merdunya, diiringi oleh petikan gitar yang lembut dan bermelodi indah.
Karena langkah merapuh
Tanpa dirimu
Oh... Karena hati tlah letih
Karena langkah merapuh
Tanpa dirimu
Oh... Karena hati tlah letih
Lampu
sorot, mengarah ke arah rio yang sedang bernyanyi di tengah panggung,
yang membuat ify mematung di tempatnya dari tadi, tidak bisa berkata
apa-apa.
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang slalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa aku
Selalu memujamu
Tanpamu sepinya waktu
Merantai hati
Oh... Bayangmu seakan-akan
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Oh...
Hanya dirimu
Yang bisa membuatku tenang
Tanpa dirimu
Aku merasa hilang... dan sepi
Dan sepi...
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Selalu ada...
Kau selalu ada...
Selalu ada...
Kau selalu ada...
Rio mengakhiri permainannya yang memukau. Dia tersenyum ke arah ify, yang masih belum beranjak dari tempatnya. Perlahan tapi pasti, dia berjalan ke arah ify, dan langsung berlutut di hadapan ify.
Aku ingin menjadi sesuatu
Yang slalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa aku
Selalu memujamu
Tanpamu sepinya waktu
Merantai hati
Oh... Bayangmu seakan-akan
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Oh...
Hanya dirimu
Yang bisa membuatku tenang
Tanpa dirimu
Aku merasa hilang... dan sepi
Dan sepi...
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Kau seperti nyanyian dalam hatiku yang
Memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela kau selalu ada
Selalu ada...
Kau selalu ada...
Selalu ada...
Kau selalu ada...
Rio mengakhiri permainannya yang memukau. Dia tersenyum ke arah ify, yang masih belum beranjak dari tempatnya. Perlahan tapi pasti, dia berjalan ke arah ify, dan langsung berlutut di hadapan ify.
"Alyssa
saufika umari, maukah kamu menjadi melodi indah yang menggenapi irama
kehidupanku ?" ify masih terlalu speechless di tempatnya, dia hanya
dapat menganggukan kepalanya, di sertai senyumannya yang terindah.
"Thanks
my girl.." rio berdiri sambil berbisik ke ify, di raihnya tangan ify,
dan di ajaknya ify berjalan ke arah panggung. Di sana sudah tersedia
meja dan dua kursi yang disiapkan khusus untuk dinner mereka berdua.
"Makasih ya yo, ini indah banget, di luar bayangan" kata ify pada akhirnya.
"Iya dong, enggak gampang fy, nyewa gedung ini"
"Kamu kok bisa kepikiran buat hal kaya gini ?" ify mulai beraku-kamu.
"Kata
alvin, aku di suruh inget hal-hal kesukaan kamu, dan gedung ini
perlambang kesukaan kamu sama musik, sementara aroma teh ya karena kamu
suka teh, kamu suka kan ?"
"Suka banget, aku enggak akan pernah lupain malem ini"
"Aku juga" rio mengecup punggung tangan ify, yang sekali lagi bikin ify merasa speechless.
***
Nova
senderan di kamarnya sambil sesekali menghela nafas. Akhir-akhir ini,
kak lintar yang selalu menemaninya, dan mau enggak mau bikin dia merasa
nyaman. Belum lagi kak alvin yang juga jadi sering mampir kepikirannya
dia atau sekedar membuat jantungnya berdetak lebih cepat saat mereka
bertemu. Tapi yang membuat nova bener-bener bingung adalah, pengagum
rahasianya, yang entah kenapa menghilang begitu aja.
"Apa dia udah nyerah sama gue ? atau ada apa-apa sama dia"
"PLUK"
nova mendengar sesuatu dari beranda kamarnya, dengan segera ia
menghampiri itu. Terlihat sebuah gumpalan kertas yang langsung ia
pungut.
Maaf ya, kalo akhir-akhir ini enggak nemenin kamu
tapi aku tetep ada di deket kamu kok
aku cuma mau minta tolong
aku butuh dukungan kamu
buat final pertandingan bola besok
kamu dateng kan ??
good night my little angel
tapi aku tetep ada di deket kamu kok
aku cuma mau minta tolong
aku butuh dukungan kamu
buat final pertandingan bola besok
kamu dateng kan ??
good night my little angel
ps : aku bahagia kalo kamu sama dia bahagia
Nova
merasa senang sekaligus bingung, senang karena menerima surat dari
pengagumnya lagi, bingung karena kata-kata ' aku bahagia kalo kamu sama
dia bahagia'.
"Berarti dia anak bola dong ? sama kaya kak alvin"
dan
seperti sudah menjadi kebiasaannya, nova mendekap note tersebut,
menemaninya tidur. Membuatnya selalu merasa aman dan nyaman.
Komentar
Posting Komentar