CATATAN MARIO

Rintik-rintik air hujan membasahi permukaan bumi. Semakin deras. Gemuruh bunyi yang ditimbulkan juga semakin kencang. Sepertinya, langit mengerti perasaan gadis ini. Mengeluarkan banyak air menjadi jalan keluarnya. Gadis itu membuka buku yang baru saja ia letakkan. Membuka satu per satu halamannya, membacanya lagi. Buku itu hanya buku biasa, tapi isinya sangat istimewa untuknya. Isi buku itu tentangnya, tentang seseorang yang selalu memperhatikannya, tentang seseorang yang termotivasi karena dirinya, dan tentang seseorang yang rela berkorban untuknya.

***
Kamis, 2 September 2010.
Aku melihatnya lagi. Ini untuk kedua kalinya aku melihatnya, melihat wajah menyenangkan itu. Aku melihatnya disini lagi, di taman ini. Entah karena apa, dia selalu duduk disana, di depan danau itu. Tatapannya kosong, dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Ah entahlah. Dia memegang buku itu lagi. Dan seperti hari kemarin, dia menuliskan sesuatu di buku itu. Aku? Aku memperhatikannya dari sini. Dari jarak yang cukup jauh dari dia. Aku belum berani untuk menghampirinya bahkan hanya sekedar mengajaknya berkenalan. Hari ini aku tidak memperhatikannya sampai ia pulang seperti hari kemarin. Hari ini aku harus cemotheraphy. Kanker otak stadium akhir menyerangku! Mengganggu kehidupanku, mengubah semuanya. Hhh kanker otak ini mengangguku. Sangat menggangguku!
Gadis tadi mendesahkan nafas beratnya setelah membaca lembar pertama itu. Mengingat setiap kejadian yang ditulis dengan tinta hitam dalam buku itu.
‘Bahkan di hari pertamaku datang kesana, di hari pertamaku rapuh. Dia telah memperhatikanku’ Ucapnya pelan.
Hari itu adalah hari keduanya setelah divonis kanker. Kanker hati stadium 3. Penyakit turunan dari Bundanya, penyakit yang membuat Bundanya meninggalkannya untuk selama-lamanya. Mengingat namanya saja sudah menyakitkan untuk gadis ini, terlebih ia harus rajin pergi ke rumah sakit untuk kemo, kemo yang sepertinya tidak untuk menyembuhkan. Ahh entahlah, yang pasti gadis ini harus kemo bila ingin tetap hidup.
***
Jum’at, 10 September 2010.
1 minggu sudah, aku memperhatikannya. Ada yang berbeda dari dia. Dia terlihat hmm sakit. Mungkin. Tapi wajah menyenangkan itu tetap ada. Tetap menghiasi lekuk wajahnya yang sempurna. Wajah tirus itu tetap memotivasiku. Sungguh, aku ingin sembuh agar bisa berkenalan dengannya, bisa menjadi temannya, bisa berbicara banyak padanya. Berkenalan dengannya? Hmm, aku belum cukup berani untuk melakukannya, aku masih duduk disini, masih dalam jarak yang cukup jauh darinya. Hari ini aku memperhatikannya sampai ia pulang, dan seperti biasanya, ia selalu membawa buku itu. Mencoret-coret menjadi rangkaian kalimat bahkan paragraf. Ingin sekali aku melihat buku itu, membacanya, dan mengerti apa yang ia tulis dan apa yang ia rasakan. Dia duduk di depan danau itu sampai matahari terbenam. Dia tersenyum saat itu, sangat manis. Senyumannya lebih indah dari semburan warna jingga yang menghiasi air danau saat matahari terbenam itu dan bahkan lebih indah daripada taburan bintang-bintang di langit yang memantul pada air danau itu. Benar-benar indah!
Gadis itu menarik nafasnya lagi. Menyesakkan. Wajah menyenangkan itu memang ia pertahankan. Tapi tidak ada yang tahu isi hatinya, ia rapuh. Sangat rapuh. Hari itu adalah hari pertamanya meminum obat-obatan yang harus ia konsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama, mungkin sangat terlihat jelas efeknya sampai pemuda yang selalu memperhatikannya mengetahui dia sedang sakit.
Gadis itu membalik halaman berikutnya dari buku itu.
***
Minggu, 12 September 2010
Hari ini dia terlihat sedih. Dia menelungkupkan wajahnya. Ya ampun! Aku sungguh tidak sanggup melihat wajahnya seperti itu. Mana wajah menyenangkan yang selalu memotivasiku untuk sembuh? Ah entahlah. Mungkin dia sedang lelah. Saat itu, aku beranikan diri untuk memberikannya sesuatu. Kemarin, aku membelikan dia sebuah Boneka Teddy Bear, dan aku bertekad untuk memberikannya hari ini. Tapi sayangnya, aku tak begitu berani untuk menemuinya langsung. Akhirnya, aku putuskan untuk menyuruh seorang anak kecil untuk memberikan boneka ini padanya. Kau tau? Dia tersenyum. Senyum itu lagi. Senyum manis yang memotivasiku! Aku baru menyadarinya, bahwa ia tak hanya memiliki wajah yang menyenangkan tetapi ia juga memiliki senyum yang menyejukkan. Dan anak kecil itu berhasil mengetahui namanya, Alyssa Saufika Umari atau yang akrab disapa Ify. Nama yang indah, seperti senyuman dan wajahnya. Hari ini, dia mendapatkan sebuah telefon, akhirnya dia pulang dengan tergesa-gesa sampai meninggalkan buku itu. Aku segera mengambilnya, dan memutuskan untuk membacanya esok hari karena hari ini aku harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanku.
Gadis itu -Ify- menggigit bagian bawah bibirnya, menahan air matanya agar tidak tumpah. Ia memutuskan mengambil boneka Teddy Bear itu, mengenang hari itu. Ify bahkan masih ingat dialog percakapan yang terjadi antara dirinya dan anak kecil itu. Anak kecil itu mengatakan sesuatu yang membuatnya tersenyum. Senyum yang membuat pemuda itu begitu menyukainya. ‘Teddy Bear yang manis untuk senyum kakak yang termanis.’ Yaa, kurang lebih seperti itu kalimatnya, itulah yang membuat Ify tersenyum. Hari itu juga adalah hari pertamanya mengikuti kemo. Menyakitkan! Ify benar-benar merasakan sakit di seluruh badannya. Ia juga harus merelakan fisiknya berubah, badannya yang akan kurus, rambutnya yang akan rotok, dsb. Ah, menyakitkan mengingat efek yang ditimbulkan akibat kemo Tapi, apa daya bila itulah satu-satunya jalan agar tetap dapat bertahan hidup.
Ify menarik nafasnya dalam-dalam sebelum membaca halaman berikutnya.
***
Rabu, 15 September 2010.
Aku telah membaca buku itu. Aku sangat menyukainya. Isinya tentang berbagai cerita. Hampir seluruhnya mengisahkan tentang seseorang yang memiliki penyakit berat dan akhir dari kisahnya selalu berakhir happy. Aku tak mengerti mengapa selalu begitu. Tapi aku menyukainya! Isinya memotivasiku. Aku benar-benar ingin sembuh untuk bertukar cerita dengannya! Sejak mengetahui dia suka menulis, aku-pun mengikutinya. Bedanya, aku menulis tentang kisahku, seperti kali ini dan hari-hari kemarin. Menorehkan tinta hitam dalam buku ini seperti menorehkan perjalanan hidupku. Hari senin lalu aku telah mengembalikan buku itu, aku menaruhnya di tempat duduk depan danau yang ia biasa datangi bila ke taman ini. Dan hari ini aku membawa sebuah handicamp, kemarin baru kubeli dengan satu tujuan ‘mengabadikan semuanya’ dalam handicamp ini.
Ify memang sangat suka menulis, karena itulah ia selalu membawa buku itu bila pergi ke taman. Selalu menulis apa yang ia lihat, dan selalu menulis apa yang ia rasakan. Semuanya, selalu ia tuangkan dalam sebuah cerpen, dan ia selalu memberikan jalan cerita yang ‘happy ending’ untuk semua karyanya. Dan selalu berharap jalan cerita kehidupannya juga ‘happy ending’ seperti jalan cerita yang selalu diberikan kepada tokoh-tokoh ceritanya.
***
Jumat, 01 Oktober 2010
Akhir-akhir ini kondisiku semakin lemah. Kanker otak ini menyerangku terus-menerus. Aku tak dapat mengelaknya, hanya dapat menahan rasa sakit. Dan dia? dia tetap memotivasiku. Walaupun dia tidak mengetahuiku, tidak mengenaliku, aku cukup senang bila melihatnya tersenyum. Melihat wajahnya dan senyumannya benar-benar menyemangatiku untuk sembuh. Aku mengaguminya, menyayanginya! Handicamp ini sangat membantuku bila aku tak dapat melihatnya walaupun hanya sehari, handicamp yang selama 2 minggu terakhir, aku penuhi dengan mengabadikan semua hal tentangnya, seperti fotonya atau videonya. Fotonya dalam berbagai posse berhasil kuabadikan walau dalam jarak yang cukup jauh. Ya, walaupun sudah hampir 1 bulan aku memperhatikannya, aku tetap tidak berani mendekatinya. Terlebih dengan kondisiku yang semakin buruk seperti ini. ‘Semua akan indah pada waktunya’ aku masih menunggu kalimat itu nyata untukku
Tak dapat lagi menahan air matanya. Ify menangis tersedu-sedu membaca semua rangkaian peristiwa yang ditorehkan pemuda itu dalam bukunya. Ify benar-benar tidak menyangka bahwa dalam kerapuhannya, masih ada orang lain yang begitu termotivasi karenanya. begitu menyayanginya.
Ragu-ragu Ify membuka halaman berikutnya. Menyiapkan hatinya untuk membaca kisah berikutnya.
***
Sabtu, 02 Oktober 2010.
Hari ini aku memutuskan untuk mengirimkannya sebuah kartu. Kartu perkenalan. Hm mungkin bisa dibilang seperti itu. Tak banyak yang kutulis, hanya mengajaknya berkenalan. Norak? Mungkin. Tapi sungguh, aku tidak berani untuk berkenalan langsung. Menatap wajah menyenangkan itu secara dekat. Sepertinya hanya ada 3 kalimat dalam kartu itu ‘Hay Alyssa. Kau tau? Aku begitu mengagumimu. Bolehkah kita saling mengenal satu sama lain?’ Kurang lebih seperti itu isi dari kartu yang ku kirimkan padanya. Aku tidak begitu pandai merangkai kata-kata romantis, menuliskan kalimat itu saja aku membutuhkan waktu cukup lama. Aku tidak menginisialkan namaku. Aku menuliskan ‘Mario’ dalam kartu itu. Menurutku, percuma apabila namaku diinisialkan, dia juga tidak mengetahui aku, bukan? Aku menitipkan kartu itu pada seorang anak kecil dan berkata padanya bahwa 'bila ia ingin membalas kartuku, taruh saja di bawah bangku di depan danau itu'. Dan kau tau? Dia membalasnya! Dia menerima tawaranku berkenalan. Aku sungguh sangat senang!
Hujan diluar sana belum juga mau mereda sejak 30 menit yang lalu. Seperti ikut merasakan apa yang Ify rasakan. Mencurahkan semuanya lewat dikeluarkannya butiran-butiran air bening itu. Setelah divonis mengidap penyakit kanker hati ini, ayahnya memutuskan untuk menyekolahkan Ify secara ‘home schooling’ karena khawatir dengan kondisi Ify yang semakin hari semakin lemah. Karena itulah, Ify tidak memiliki teman-teman lagi. Saat ada seseorang yang mengajaknya berkenalan, Ify dengan senang hati menerimanya. Walaupun Ify tidak mengetahui ia siapa dan seperti apa rupanya, Ify tetap dengan senang hati menerimanya.
***
Kamis, 7 Oktober 2010
Sudah sekitar 5 hari aku berkomunikasi dengannya melalui kartu kartu itu. Kartu-kartu yang dia kirimkan untukku, selalu aku simpan di dalam lembaran buku ini juga. Tak lupa aku abadikan dalam handicamp ku ini. Fisikku semakin melemah, kanker ini semakin menyerangku. Menurut dokter, aku tak akan sanggup bertahan kurang dari 1 bulan. Hm, berat mengakui kenyataan itu. Tapi aku tak mudah mempercayainya. Toh dokter bukan Tuhan, 'kan? Selama ada dia, aku akan tetap memiliki motivator yang hebat! Dan seperti biasa, hari ini kami saling berikiriman kartu, aku sangat senang menerima setiap kartu darinya terlebih karya-karya ceritanya. Dia selalu meletakkannya beserta kartu-kartu balasan itu. Sampai sekarang, dia belum mengetahuiku atau melihat rupaku. Aku selalu mengambil kartu dan cerita itu beberapa menit setelah ia meninggalkan taman ini. Dan aku selalu mengirimkannya lewat seseorang. Tak apalah, aku cukup bahagia seperti ini.
Kartu-kartu itu. Jembatan yang menghubungkan dirinya dengan sosok pemuda itu. Ify bebas mencurahkan seluruh isi hatinya pada kartu-kartu itu dan Mario? Mario dengan senang hati membaca dan membalas seluruh isi kartu-kartu itu. Bahkan Ify masih mengingat setiap kata-kata yang dikirimkan Mario untuknya, setiap pujiannya, kritik atas cerpennya, dll. Sayangnya, Ify belum bercerita tentang penyakitnya pada Mario atau Rio. Ia takut. Takut Mario akan menjauhinya, takut Mario tak mengaguminya lagi, dan bahkan takut tak ada lagi yang mengomentari atau memuji karyanya.
***
Minggu, 10 Oktober 2010.
Hari ini aku melihat dia. Tapi hari ini aku melihatnya tidak di taman itu. Aku melihatnya di sini, di rumah sakit ini. Aku sedang menjalankan kemo hari ini. Tapi tiba-tiba mataku tertuju pada sosok itu. Dia, Alyssa Saufika Umari. Nama yang sudah benar-benar melekat di kepalaku dan juga hatiku. Satu pikiranku saat itu ‘Mengapa dia ada disini? Siapa yang sakit? Dia?’. Saat belum menemukan jawaban dari pertanyaan itu, tiba-tiba ia masuk ke sebuah ruangan. Aku tahu persis ruangan itu karena aku sering memasuki ruangan itu. Ruangan kemotheraphy! ‘Dia sakit? Sakit apa? Kanker?’ Tak harus berapa lama pertanyaan itu memenuhi otakku, aku melihat seorang dokter memasuki ruangan itu. Mungkin untuk check. Entahlah yang pasti aku mengenali dokter itu, dokter spesialis kanker hati! Aku mengetahui seluruh dokter beserta spesialis nya di rumah sakit ini, karena aku memang sudah lama bolak-balik rumah sakit ini. Ah sudalah yang itu tidak penting. Yang terpenting bagiku, adalah dia. Dia tidak pernah cerita mengidap penyakit kanker di kartu-kartu yang sering ia kirimkan padaku. Aku harus mencari tahunya!
Ify mendesahkan nafasnya. Menatap langit-langit kamarya. Menahan dirinya agar air matanya tidak tumpah lagi. Hari itu adalah hari divonisnya Ify mengidap kanker hati stadium 4. Stadium akhir. Mario bahkan mengetahui setiap detail yang dilakukan Ify, setiap detail sampai saat Ify akan rapuh, Mario lebih dahulu mengetahuinya. Sebenarnya, setelah mengunjungi rumah sakit, Ify memutuskan untuk mengabari Mario dan menceritakan bahwa ia sakit kanker hati.
***
Rabu, 13 Oktober 2010
3 hari ini aku tak dapat berkomunikasi dengannya. Kanker ini lagi! Hhh, aku harus dirawat inapkan dirumah sakit ini. Ingin sekali aku dapat melihatnya, melihat senyumnya, melihat gayanya, melihat wajahnya. Ahh bodohnya aku, aku tak memiliki no HP nya. Tak berani memintanya. Aku hanya dapat melihatnya dari handicamp ini. Melihat semua yang telah aku abadikan. Wajah tirus itu benar-benar aku rindukan. Sangat amat merindukannya. Harapanku saat ini, dia juga merindukanku. Setidaknya merindukan kiriman kartuku!
3 hari yang menyakitkan. 3 hari yang memilukan. Jujur, Ify benar-benar merasa kehilangan saat itu. Kehilangan orang yang selalu memperhatikannya, orang yang secara tidak langsung juga memotivasinya, orang yang selalu mendengarkan keluh kesah Ify. Ah, dia ada dimana? Pertanyaan itu terus berkecamuk di otak Ify. Padahal, hari itu Ify ingin bercerita tentang semua, tentang penyakit ini, kanker hati yang sudah stadium akhir.
***
Senin, 18 Oktober 2010
Hari ini aku telah diperbolehkan pulang. Siang harinya, aku langsung melesat ke taman itu. Tepatnya tidak jauh dari danau tempat ia biasa duduk. Aku tak melihatnya. Biasanya jam segini ia duduk disana sambil mencoret-coret lembaran buku itu. Anehnya dia tidak ada siang ini. Aku putuskan untuk menungguinya sampai sore. Sampai sore-pun ia tetap tidak datang. Aku sangat kecewa, padahal aku begitu merindukannya, merindukan semua tentangnya. Aku juga ingin bertanya padanya apakah dia benar-benar sakit? Lalu, benarkah sakit itu kanker hati? Hm, mungkin pertanyaan ini akan kuajukan nanti saat aku dan dia dapat berkomunikasi seperti dulu. Aku memutuskan pulang. Belum sampai 5 langkah aku meninggalkan tempat itu, seorang anak kecil dengan tergopoh-gopoh mendatangiku dengan memegang sebuah buku di tangan kanannya. Lalu, anak kecil itu memberikanku buku itu. Buku Alyssa. Katanya dia mendapatkan buku itu beberapa hari yang lalu. Menurut anak kecil itu, dia terlihat sedih dan rapuh. Aku tak percaya mendengarkan kata-kata itu. Kuputuskan untuk segera pulang dan membaca buku itu.
Hari itu. Hari pertamanya tak mengunjungi taman langit -nama yang Ify berikan untuk taman itu-. Kondisi Ify sangat lemah ditambah beban fikirannya tentang Mario. Ify jatuh sakit. Ia dirawatinapkan di rumah sakit selama beberapa hari. Menyedihkan!
Ify menghela nafas panjang, ia memutuskan untuk segera menyelesaikan isi buku itu.
***
Selasa 19 Oktober 2010
Aku membacanya kemarin. Sangat menyedihkan! Buku itu memang masih berisi tentang cerpen karyanya. Masih mengisahkan tentang perjalanan seseorang melawan penyakitnya. Anehnya, beberapa cerita di buku ini tidak lagi berujung ‘happy ending’ seperti karya-karyanya sebelumnya, cerita itu berujung ‘sad ending’. Kematian! Aku seperti menemukan keputus-asaan dalam cerita itu. Dan salah satu dari cerita itu yang sangat menyentuhku adalah kisah seorang gadis melawan kanker hatinya tetapi gagal. Aku tak mengerti, mengapa itu menjadi favoritku. Seperti, kisah nyata menerutku. Aku jadi memikirkannya.
Ify putus asa. Sejak kejadian 3 hari tak berkomunikasi dengan Mario, ia putus asa. Khayalan cerita-ceritanya menjadi berantakan. Rangkaian kalimatnya tidak sebagus biasanya. Ia benar-benar rapuh. Dan entah dapat dorongan darimana, beberapa kisah yang Ify ceritakan memiliki akhir yang sad ending. Satu karya yang benar-benar ditulisnya dari hati adalah karya yang menjadi favoritnya Mario itu. Karya itu menceritakan tentang kisahnya, saat itu kondisi Ify sangat lemah, ditambah dengan vonis Dokter yang berkata bahwa tak ada jalan lain selain transplantasi hati sedangkan Ify sudah tak memiliki keluarga selain ayahnya. Ia takkan rela melihat ayahnya juga merasakan apa yang ia rasakan. Ia memutuskan untuk menyerah pada takdir.
***
Rabu, 20 Oktober 2010
Fisikku memburuk. Kemo tidak lagi membantuku. Kupaksakan diri melangkah menuju taman itu. Aku menarik kedua ujung bibirku membentuk sebuah senyuman. Aku melihatnya. Wajah tirus itu tetap indah meskipun hmm fisiknya seperti banyak yang berubah. Dia seperti mengikuti kemo. Badannya semakin kurus dann rambutnya agak rontok. Ahh entahlah. Ku panggil seorang anak kecil untuk memberikan buku ini padanya. Saat dia menerimanya, dia tersenyum! Senyum yang masih sama seperti dulu. Senyum yang menyejukkan di wajah yang menyenangkan. Tak lupa ku kirimkan dia sebuah kartu, kali ini dia membalasnya cepat dan menyuruh anak kecil tadi untuk menyampaikan padaku. Aku membiarkannya. Dia tidak akan melihatku, karena aku benar-benar di jarak yang cukup jauh darinya. Kubaca perlahan kartu itu. Jantung ini berdetak, lebih cepat dari biasanya, darah ini mengalir lebih lancar. Isinya cukup panjang, Setiap kalimat, aku harus menarik nafasku agar mataku tidak mengeluarkan setitik-pun air. Benar-benar menyesakkan! Isinya seperti ini : ‘Mario, aku sakit. Kanker hati stadium 4. Awalnya kanker hati stadium 3 tetapi kanker ini begitu cepat menyerangku. Aku tak pantas menjadi motivatormu. Aku lemah! Cerita seseorang yang mengidap kanker hati itu memang nyata, itu aku. Maaf, aku buat menjadi sad ending, karena memang sudah tidak ada harapan lagi untukku sembuh. Transplantasi hati tidak mungkin dilakukan. Aku tidak memiliki siapapun selain ayahku, dan aku tidak akan pernah mengizinkannya untuk melakukan transplantasi itu untukku. Maaf, bila ceritaku tidak memotivasimu lagi. Tapi kau harus sembuh! Kau sangat kuat! Maaf baru kuceritakan sekarang.’ Aku diam. Tak dapat berbuat apa-apa. Ingin sekali kurengkuh tubuhnya dalam pelukku, menguatkannya. Tapi apa daya, aku tak sanggup melihatnya, menatap mata bening itu. Mungkin, ia sangat terpukul sekarang. Kuputuskan untuk membalasnya. Dan hari itu kami habiskan untuk saling berkomunikasi melalui kartu itu tanpa dia tau rupaku. Tak lupa pula selalu kuabadikan setiap moment yang tercipa dalam handicampku.
Lega. Hari itu mungkin sangat melegakan untuk Ify. Setidaknya, dia berhasil memberikan pengakuan bahwa ia tak sekuat yang Mario bayangkan. Tak hanya Mario yang hancur, Ify juga hancur saat menceritakan itu. Membuka semua rahasia yang telah ia simpan rapat-rapat.
Ify mendesahkan nafas beratnya, halaman-halaman berikutnya adalah akhir perjalanan cerita ini.
***
Jumat. 22 Oktober 2010
Beberapa hari ini aku terus memikirkannya. Memikirkan penyakit yang di deritanya. Aku menemukan sebuah ‘ide gila’. Kemarin aku memikirkan ide ini. Ide yang pada akhirnya akan membuatku tak dapat lagi bertemu dengannya. Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhirku bertemu dengannya, kuputuskan untuk melihatnya lebih dekat hari ini. Dia begitu cantik. Dan sepertinya, aku tak hanya mengagumi dan menyayanginya tapi juga mencintainya. Jujur, aku hancur melihatnya sedih kala itu, tak rela melihatnya. Aku lebih suka senyum itu. Senyum menyejukkan di wajah menyenangkan yang ia miliki. Seperti biasa, aku mengirimkannya kartu dan dia membalasnya. Hari itu, dia pulang agak lama, pukul 8 malam dia pulang. Aku mengikuti dia pulang, dan aku segera berjalan menuju kamarku, membuka laptopku, memasukkan data-data dari handicampku dan merangkainya menjadi sebuah video. Tak lupa ku arahkan handicamp ke wajahku, kuucapkan beberapa kata untuknya. Lalu, memasukkanya ke dalam video yang baru saja kubuat. Aku bertekad akan melaksanakan ide itu.
Bahkan dalam kondisi yang menurut Rio sudah lumayan dekat dengan Ify, Ify tak juga melihat pemuda itu. Rencana itu? Ify tidak tahu apa-apa saat itu. Rio tidak menceritakannya. Tapi bila saja Ify membuka matanya, sebenarnya potongan puzzle terakhir telah berada di depan matanya.
***
Sabtu, 23 Oktober 2010
Hari ini, tubuhku sangat lelah. Badanku semakin kurus dan sepertinya rambutku semakin habis. Aku berjalan lunglai, hari ini sebelum pergi ke rumah sakit, aku ingin menemuinya. Tapi, tak berapa lama pandanganku mengabur, kepalaku terasa sangat pusing, semua berubah menjadi gelap. Aku pingsan. Aku terbangun di suatu ruangan, aku tahu persis ruangan itu. Ruangan rumah sakit yang selalu aku tempati bila aku berada di rumah sakit ini. Hm, aku segera putuskan untuk pergi ke suatu ruangan. Ruangan dokter yang biasa menangani penyakit kanker. Kuutarakan maksudku, dokter itu sangat tidak percaya dengan rencanaku. Beliau berkata bahwa keadaanku sangat lemah dan itu tidak mungkin untuk melakukan rencanaku. Aku berusaha untuk meyakinkannya, awalnya beliau menolak, tapi akhirnya dia menerima. Aku tersenyum puas.
Ify ditelfon oleh pihak rumah sakit yang biasa menanganinya hari itu. Ia mendapat berita bahwa ada seseorang yang akan mendonorkan hatinya untuk Ify. Ify senang bukan main. Satu fikirannya ‘Setelah operasi ini selesai, aku akan segera menemui Mario’ . Ify benar-benar tidak tahu bahwa potongan puzzle itu benar-benar akan lengkap.
***
Minggu, 24 Oktober 2010
*NB : Catatan tanggal ini, aku –Alvin (Sahabatnya Rio)- yang menulis. Karena Rio harus menyiapkan fisik dan mentalnya untuk melakukan operasi.
Hari ini ulang tahun Rio. Hari ini akan diberikan sesuatu sebagai kenang-kenangannya untuk Ify. Untuk motivatornya. Untuk orang yang dia sayangi. Untuk seseorang yang selalu berharga untuknya. Rio menarik nafas berat, meyakinkan dirinya sendiri untuk melakukan rencana ini. Dia akan mendonorkan hatinya untuk Ify! Rio mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi lemah, tapi biarlah mungkin hanya ini yang dapat dia berikan untuk Ify. Pukul 13.00, Ify datang. Wajahnya terlihat sangat gembira. Rio dapat melihatnya dibalik tirai ini. 1 jam kemudian, Rio dan Ify telah berada di satu ruangan yang sama. Ruang operasi. Rio yang saat itu dalam kondisi sangat lemah, hanya bisa pasrah. Rio meminta dokter untuk membuka tirainya, agar dia dapat melihat wajahnya dan senyum Ify. Ify telah dibius, jadi Rio bebas melihatnya dan memperhatikannya. Ditautkan tangannya dengan tangan Ify. Saling menguatkan. Kau tau? Rio seperti mendapatkan energi postif dari genggaman tangannya dengan Ify. Seperti merasa kuat. Dia anggukan kepalanya kepada dokter bertanda dia telah siap melaksanakan operasi. 2 jam berlalu, operasi berhasil! Ya, operasi berhasil tapi nyawa Rio tidak bisa diselamatkan. Rio menyadari bahwa ia memang tak dapat bertahan lama bila ia melakukan hal ini, karena kondisinya yang sangat lemah. Tapi, tekadnya sangat kuat. Ia pergi demi Ify. Sebelum pergi, ia menitipkanku sebuah video yang berupa sebuah CD, buku ini, dan sebuah kartu untuk Ify. Dan dia bilang bahwa semua ini dapat Ify buka 2 bulan lagi, lebih teaptnya saat ulang tahun Ify nanti.
Hari terakhir. Hari terakhir Rio berada di dunia ini. Bahkan, di hari terakhirnya, Ify belum pernah melihat rupanya secara langsung. Ify menggigit bibirnya kencang, menatap langit-langit kamarnya, menahan air matanya. Tapi toh, akhirnya butiran-butiran bening itu benar-benar turun. Lebih deras dari sebelumnya.
Hujan diluar sana juga sepertinya enggan pergi. Seperti tetap setia menemani kegelisahan hati Ify.
***
Diambilnya sebuah CD dalam kotak berwarna biru, Ify segera memasukkannya ke dalam laptopnya, membuka file nya, lalu melihat dan memperhatikannya dengan seksama. Video terbuka. Terdapat tulisan besar yang sepertinya adalah judul yang diberikan Rio. ‘WAJAH MENYENANGKAN YANG MEMOTIVASIKU’ Begitulah judulnya. Lalu, muncullah intro lagu.
Ify sangat mengenali lagu itu. Lagu favoritnya, tercipta untukku. Tetapi, lagu itu tidak dinyanyikan oleh UNGU. Ify sangat asing mendengar suara ini, tetapi ia sangat menikmati suara lembut orang yang menyanyikan lagu ini.
Menatap indahnya senyuman diwajahmu
Membuat ku terdiam dan terpaku
Mengerti akan hadirnya cinta terindah
Saat kau peluk mesra tubuhku
Muncullah foto-foto itu, foto-foto Ify saat tersenyum. Dari mulai ketika Ify tersenyum saat melihat semburan warna jingga ketika Matahari terbenam, ketika tersenyum saat mendapat boneka Teddy Bear, sampai tersenyum ketika mendapatkan kartu-kartu yang Rio kirimkan untuknya. Dan di setiap tampilan, Rio selalu menyisipkan sepatah dua patah kata, biasanya diisi oleh tanggal-tanggal terjadinya moment tersebut.
Banyak kata
Yang tak mampu kuungkapkan
Kepada dirimu
Pada bagian berikutnya, muncullah foto-foto kartu yang menjadi komunikasi antara Rio dengan Ify. Di setiap tampilan foto-foto kartu itu, muncul juga berbagi macam tulisan seperti ‘kau memotivasiku’, ‘aku mengagumimu’ dan lain sebagainya.
Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
Disetiap langkah
Yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Bagian ini muncullah foto-foto Rio. Fotonya saat sebelum dan sesudah terkena penyakit kanker otak. Sangat berbeda. Tubuhnya yang dulu tegap sekarang berubah menjadi lemah, rambutnya yang dulu sangat rapi sekarang hanya tinggal sebagian. Mungkin karena efek dari kemo yang ia ikuti.
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
Kuslalu milikmu
Yang mencintaimu
Sepanjang hidupku
Bagian terakhir muncullah wajah seorang pemuda. Ify sangat yakin bahwa itulah sosok Mario. Dia berbicara sesuatu.
“Hay, Nona Alyssa. Suaraku jelek ya? Haha maaf deh aku memang tak berbakat di bidang tarik suara. Aku yang sering mengirimimu kartu-kartu itu. Norak ya? Hehe aku tak begitu berani menunjukkan rupaku padamu. Kemo ini sangat mengubah fisikku. Kau tahu kan? Aku terkena penyakit kanker otak stadium akhir. Hm, jujur aku sangat putus asa. Aku seperti tidak memiliki semangat untuk hidup. Aku tak memiliki siapa-siapa selain Alvin, sahabatku. Aku dirawat di sebuah panti khusus untuk pengidap kanker, disanalah aku mendapatkan biaya untuk semua kemo. Hmm aku benar benar tidak memiliki semangat hidup. Tapi kamu hadir! Kamu memotivasiku Alyssa. Dengan wajah menyenangkan dan senyum menyejukkan itu. Kau tahu? Aku hancur ketika mengetahui kamu sakit, dan kamu putus asa. Aku putuskan untuk mentransplantasikan hatiku untukmu. Aku ingin memberikan ending yang happy untuk perjalanan kisahmmu, karena itulah aku lakukan ini. Simpan baik-baik video dan buku ini yaa. Buku ini adalah buku yang selalu aku isi dengan kisahku. Kisahku setelah bertemu kamu. Aneh ya? Masa laki-laki nulis seperti ini. Ah sudahlah alasan itu tak perlu aku beritahu padamu. Oh ya, juga jaga hati itu baik-baik ya karena hati itu adalah hati yang selalu aku pakai untuk mencintaimu. Jaga baik-baik, karena dengan begitu, aku akan tetap mencintaimu, Alyssa.“
Setelah kalimat terakhir yang Rio ucapkan, video mati. Selesai. Kisah Mario telah usai.
***
Senin, 06 Desember 2010
Hay Mario, aku izin menuliskan perasaanku pada bukumu ini ya. Satu lembar saja. Boleh ya? Hm, aku ingin mengucapkan banyak terima kasih untukmu Mario. Terimakasih untuk semuanya. Untuk perasaan sayangmu padaku, untuk menjadikanku sebagai motivatormu, untuk hati yang telah kau berikan untukku. Terimakasih banyak Mario. Mario, kau tau? Aku telah menjadi seorang penulis. 1 bulan yang lalu, banyak yang tertarik pada cerpen-cerpen dan cerita-ceritaku, yang selalu kau baca itu. Kau ingat kan? Ya, itu awal perjalananku. Hari ini aku akan launching novelku yang pertama. Mungkin kalau tidak ada kau, aku takkan bisa seperti ini. Takkan bisa menjadi penulis seperti ini. Sekali lagi terima kasih ya. Oh ya? Kau sungguh manis. Kau juga memiliki wajah menyenangkan dan senyum yang menyejukkan. Tenang saja Hati ini akan ku jaga baik-baik Mario. Terimakasih yaa. :)
Ify berjalan menuju cermin besar di depannya, mematutkan dirinya di depan cermin itu, lalu segera menyeka air matanya.
“Terimakasih Mario. Hati ini akan selalu aku jaga. Dan ini akan menjadi tangisan terakhirku. Aku takkan tega menghancurkanmu seperti dulu saat kau melihatku rapuh”
Ia segera mengambil tasnya, menyelempangkannya dan segera menuruni tangga-tangga kecilmenuju lantai dasar rumahnya. Umurnya baru saja menginjak 17 tahun, tapi begitu banyak lika-liku dalam perjalanan hidupnya. Ify segera menyuruh supirnya untuk berangkat ke sebuah café tempat di launchingkan nya novel pertama nya itu. Setelah sampai, Ify segera membuka acara itu dengan senyum manis yang terus mengembang di bibirnya.
“Selamat siang semua! Terimakasih ya telah menyempatkan datang ke acara launching novelku yang pertama ini. Novel ini berjudul ‘Catatan Alyssa’. Jujur, novel ini adalah kisah nyataku. Novel ini juga menceritakan tentang seseorang yang begitu berarti bagiku. Seseorang itu tak pernah menunjukkan rupanya padaku. Tapi, dia selalu menunjukkan perhatiannya. Seseorang itu telah mengubah hidupku, dia bahkan rela memberikan sebagian dari dirinya untukku. Pengorbanannya sangat hebat. Special thanks untuknya,”
Ify menghela nafas panjang sebelum menyebutkan kata terakhir dari kalimatnya.
“MARIO”
THE END
***
Menurutku, itulah CINTA. Identik dengan Ketulusan dan Pengorbanan.
Seperti yang dilakukan Rio untuk Ify. Rio tak berharap Ify mengetahui dirinya, dia hanya berharap bisa melihat senyum itu. Rio cukup bahagia melihat Ify tersenyum, dan sangat hancur melihat Ify sedih dan rapuh. Rio tulus menyayangi Ify. Itulah Ketulusan.
Rio rela memberikan hatinya untuk Ify padahal saat itu Rio dalam kondisi yang sangat lemah, dan padahal ia tahu bila ia melakukan rencana itu, ia mungkin takkan dapat melihat Ify lagi. Tapi Rio melakukannya, demi orang yang ia sayang. Itulah pengorbanan
*Milikilah wajah menyenangkan seperti Ify, karena dengan memiliki wajah menyenangkan orang-orang yang ada di sekitarmu akan semakin menyukaimu!*

Komentar

Postingan Populer