Fearless of Love 2 : Destiny in Love part 7

Riko menunggu di depan pintu rumah shila, dia sengaja ngelakuin ini karena shila emang semakin menghindari riko bahkan juga teman-temannya yang lain. Riko menghampiri shila yang lagi nunggu papanya di depan rumah.
"Shila, aku anterin yuk" tawar riko ramah. Shila kaget melihat riko, dia langsung menghampiri riko.
"Riko, aku enggak bisa, tolong kamu pergi dari sini ya" shila berkata pelan, hampir berbisik malah, lalu pergi begitu saja, masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan riko. Riko sadar, tatapan mata shila menyimpan masalah, ia tahu ada yang tidak beres dengan shila. Riko merogoh hpnya di kantong dan langsung menghubungi alvin.
"Alvin, gimana cara gue masuk sekolah tanpa ketahuan ?" riko langsung nanya tanpa basa-basi waktu telponnya di angkat alvin. Alvin yang lagi nyetir, bingung sendiri, mikir.
"Hah, apaan ?"
"Gue punya rencana, gimana caranya gue bisa masuk ke sekolah tanpa ketahuan pas istirahat nanti, please" ulang riko, alvin masih bingung.
"Buat apa ? rencana apa ? lo enggak mau cari ribut lagi kan ?"
"Enggak, udah cepetan lo ada saran enggak, nanti baru gue kasih tahu"
"Halaman belakang ko, lewat smp, bilang aja lo ada urusan, pasti di ijinin masuk" alvin memberi saran, dan saran itu di anggap sangat membantu oleh riko, yang sangking semangatnya langsung matiin telpon gitu aja.
"Woi ko, apaan ren.."
"Tuut..tuut.." alvin menatap hpnya bingung dan kesal.
"Siapa sih kak ?" tanya aren yang duduk di sampingnya.
"Riko, katanya punya rencana, pas di tanyain malah di tutup telponnya, nyebelin amat"
"Ya udah kak, taro dulu hpnya, lagi nyetir juga"
"Iya-iya.."
"Kakak juga kebiasaan enggak pernah pake sabuk pengaman"
"Ya ampun ren, deket juga jaraknya, nih kita aja udah sampai" kata alvin sambil mermakirkan mobilnya, aren cuma geleng-geleng kepala sendiri, alvin emang agak enggak disiplin soal beginian.
Istirahat.
Riko celingukan, dia mengikuti saran alvin masuk lewat gedung smp. Sekarang dia udah berdiri di halaman belakang, sambil komat-kamit berdoa, dia kembali nelpon, tapi kali ini dia memilih menelpon cakka.
"Cakka, gue butuh bantuan lo" kayanya emang kebiasaan riko kalo nelpon enggak pake basa-basi.
"Buset dah, sabar mas. Bantuan apaan ?" tanya cakka heran, alvin, obiet, rio, via, aren, agni dan oik yang lagi ada di kantin sama cakka juga jadi masang tampang serius, karena cakka ngasih kode kalo yang nelpon riko.
"Lo bisa bawa shila ke tengah lapangan enggak ?" cakka diem denger permintaan riko.
"Cak..cakka, lo masih hidup kan ?"
"Lo mau ngapain emang ?"
"Ada deh, pokonya usahain bawa shila ke tengah lapangan ya, tolong" riko memelas, cakka enggak tega.
"Iya, kita usahain" cakka menutup telponnya, dan tanpa di suruh langsung membicarakan pembicaraannya dengan riko, teman-temannya juga pada bingung semua, tapi mereka tetep aja bareng-bareng menuju perpustakaan buat nyari shila. Dan mereka menemukan shila di perpustakaan dengan bertumpuk-tumpuk buku.
"Shila, bisa keluar bentar enggak" via, agni, oik, dan arenlah yang di tugaskan untuk membujuk shila, sementara alvin, cakka, rio dan obiet menunggu sambil harap-harap cemas di luar.
"Mau ngapain ?"
"Sebentar aja kak, ikut kita, cuma bentar kok, abis itu kakak mau balik kesini juga boleh" rayu aren.
"Iya shil, kita kangen pengen istirahat bareng lo, bentar aja ya, ayolah" oik ikut-ikutan.
"Ayo dong shila, kita kan sahabatan, gue kangen lo" kata via nambahin. Shila menatap teman-temannya bingung, melihat muka mereka yang kayanya ngarep banget, shilapun luluh.
"Bentar doang kan"
"Iya, bentar doang" jawab agni mantap, padahal dia sendiri juga enggak ngerti apa yang bakal terjadi. Shila bertambah bingung melihat, alvin, cakka, obiet dan rio yang udah nungguin dia di depan perpustakaan, dan berkali-kali lipat lebih bingung, waktu mereka ngajak shila menuju lapangan. Semua teman-temannya gelisah, saling lirik-lirikan, karena mereka emang enggak ngerti sama sekali apa yang di rencanakan riko. Tapi semua tanda tanya itu terjawab, waktu entah dari mana datangnya, riko udah berdiri di tengah-tengah lapangan, bawa gitar.
"Mungkin gue gila, gue juga enggak tahu kenapa gue tiba-tiba ngelakuin hal kaya gini, tapi ini semua gue lakuin, karena gue butuh kepastian !!" teriak riko lantang, semua yang ada langsung terpaku di tempatnya masing-masing.
Aku memang tak berhati besar
Untuk memahami
Hatimu disana
Riko mulai menggenjreng gitarnya dan bernyanyi penuh penghayatan, pelan namun pasti dia berjalan menghampiri shila.

Aku memang tak berlapang dada
Untuk menyadari
Kau bukan milikku lagi
Dengar dengarkan aku
Aku akan bertahan sampai kapanpun
Sampai kapanpun
Wow.. wow
Lapangan bertambah ramai, semua yang ada disitu mulai mengerubungi riko dan shila, tapi riko tidak peduli walaupun beberapa guru juga udah ada di situ dia tetap melanjutkan nyanyinya.

Maafkan aku
Yang tak sempurna tuk dirimu
Usailah sudah kisah yang tak sempurna
Untuk kita kenang

Andai aku dapat merelakan
Setiap kepingan
Ukiran kenangan indah

Andai aku sanggup menjalani
Setiap detik
Dan waktu mendatang

Lihat-lihatlah aku
Aku akan bertahan
Sampai kapanpun
Riko mengakhiri lagunya, lapangan telah ramai sekali sekarang. Jarak riko dan shila sangat dekat, riko menatap shila, walau shila memilih untuk menundukkan kepalanya.
"Shila" riko berharap shila mau menatapnya, tapi tiba-tiba...
"Shila !" shila pingsan gitu aja, terjatuh lemas. Untung riko yang berdiri di depannya sigap nangkep badan shila, tanpa pikir panjang riko langsung menggendong shila menuju uks, diikuti oleh teman-temannya yang lain.
Dengan penuh perhatian riko ngelapin keringet di pelipis shila, bel masuk udah bunyi, cuma tinggal mereka berdua yang ada di uks. Shila masih pingsan. Riko enggak peduli, mau dia kena skors lagi, yang dia peduliin cuma shila.
"Ri..riko..." shila mendesah pelan, melihat riko terduduk di sampingnya, menyambutnya dengan senyum.
"Udah sadar ? kamu pasti belum makan, aku beliin roti ya" riko berdiri dari kursinya, tapi tangannya shila menahannya.
"Aku mau kamu disini" riko bingung, tapi dia nurut, dia duduk lagi di kursinya.
"Kamu enggak marah sama aku ?" tanya shila pelan, riko cuma menggeleng.
"Aku udah bikin hidup kamu kacau ya ?" tanya shila lagi.
"Kemarin aku emang kacau, tapi itu bukan karena kamu, itu karena aku yang enggak bisa ngontrol emosi aku sendiri, kayanya kamu lebih kacau dari aku, jangan di pendem sendiri dong shil, ini bukan kamu" jelas riko sambil membelai rambut shila.
"Kamu emang selalu bisa tahu aku kenapa" shila mulai tersenyum.
"Aku cuma ngerasain kamu lagi punya masalah, tapi aku bakal tetep enggak tahu apa-apa kalo kamu enggak cerita" shila hening, dia mendudukan dirinya di ranjang.
"Kamu tahu kan, keluargaku, keluarga dokter" kata shila lirih, riko cuma mengangguk. Orang tuanya shila emang dokter dua-duanya, bahkan kakek sampai om dan tantenya juga seorang dokter, setahu riko shila juga selalu bercita-cita jadi dokter.
"Dari kecil aku ngelihat mereka kerja, dan dari kecil aku udah tertarik sama dunia itu. Aku juga pengen jadi dokter, dengan usahaku sendiri, dengan kemampuanku sendiri, tanpa embel-embel siapapun" riko cuma diam menyimak curhatan shila.
"Tapi akhir-akhir ini papa mulai kelewatan, dia mulai maksain kehendaknya, ngelarang aku ini itu, puncaknya dua minggu lalu, papa nemuin file ujianku, dan buat papa nilai-nilai delapan dan sembilan itu sangat kurang, papa mengharapkan yang sempurna" shila berkata sambil bergetar, riko langsung menggenggam tangan shila.
"Dan enggak tahu kenapa, papa nyalahin kamu, kata papa kamu bawa dampak buruk buat aku, kata papa pacaran enggak akan bikin aku jadi dokter. Papa bahkan ngancem aku, buat mindahin aku ke sekolah lain, tapi anceman papa bukannya bikin aku tambah semangat malah bikin aku tambah terpuruk, papa mulai ngebentak-bentak aku, dan ngelarang aku buat main" shila tersenyum pahit, perlahan air matanya mengalir, riko berdiri dan memeluk shila.
"Maafin aku, biarin kamu ngadepin ini sendiri" bisik riko lembut.
"Enggak ko, aku yang gagal, aku yang enggak bisa, enggak bisa jadi anak yang ngebanggain buat papa, cewek yang ngebanggain buat kamu"
"Sstt, kita pulang ya, aku anterin kamu" shila mengangguk pasrah, dia merasa tenang dengan adanya riko di sampingnya, dia emang enggak pernah siap kehilangan riko.
Rumah shila.
Shila dan riko sama-sama kaget waktu ngelihat mobil papanya shila udah parkir di rumah, padahal ini masih siang. Tapi riko enggak mau di bilang pengecut, dia tetap turun dan nganterin shila masuk ke dalam rumahnya.
"Shila, kamu kok udah pulang ?" tanya papanya.
"Shila sakit om, makanya saya anterin pulang" rikolah yang menjawab, walau papanya shila enggak menatap dia.
"Masuk sana" shila langsung menuruti perintah papanya.
"Saya mau ngomong sama om" riko berusaha memberanikan dirinya. Papanya shila menatapnya sebentar, lalu menyuruh riko masuk ke ruang tamu.
"Ngomong apa lagi ?"
"Om kenal saya kan, deket juga sama papa mama saya, om juga tahu kalo saya sama shila sahabatan dari kecil, dari tk.."
"Jangan berbelit-belit, waktu saya enggak banyak" potong papanya shila.
"Mungkin om bener, shila enggak akan jadi dokter kalo pacaran sama saya, tapi saya tetep yakin kalo shila bakal jadi dokter karena kemampuannya. Saya percaya shila bisa, dan saya akan terus semangatin dia, saya cuma berharap om juga memberikan semangat ke shila, bukan menjatuhkan mentalnya" riko enggak ngerti kenapa dia bisa ngomong selancar ini.
"Tahu apa kamu tentang anak saya ?"
"Banyak om, saya ngabisin waktu bareng shila lebih banyak daripada om sama shila. Enggak akan bawa dampak positif apapun kalo om berniat jauhin shila dari saya dari teman-temannya yang lain, shila butuh semangat om, butuh dorongan yang kuat tapi secara lembut, shila tertekan dengan semua tuntutan om, akhir-akhir ini dia jadi lebih banyak murung, bahkan tadi dia pingsan di sekolah" papanya shila ngelihatin riko, riko berusaha santai.
"Saya cuma pengen yang terbaik buat shila"
"Om bisa pegang kata-kata saya, shila bakal dapet nilai yang bagus semester ini sampai ujian nasional nanti begitupun saya, shila juga bakal masuk kedokteran sesuai minatnya, saya janji saya sama shila bakal bawa hubungan ini ke arah yang positif"
"Apa jaminan kamu ?"
"Kalo kita gagal, tanpa di suruh saya bakal jauhin shila" kata riko mantap, walaupun hatinya ketar-ketir enggak karuan.
"Oke, om percaya sama kamu, om pegang kata-kata kamu" riko tersenyum lega, meski dia tahu jalan terjal sedang menunggunya, tapi riko akan berusaha mengerahkan seluruh kemampuanya, dia enggak akan bisa kehilangan shila. Dan shila yang dari tadi nguping pembicaraan papanya dan riko, tersenyum kagum, kagum akan sosok riko yang berani dan bertanggung jawab.

Komentar

Postingan Populer