Fearless of Love 2 : Destiny in Love part 11
Ujian
Nasional untuk tingkat SMA baru saja berakhir, disusul oleh serangkaian
ujian praktek dan ujian sekolah. Otomatis hampir satu bulan, alvin dan
aren tidak lagi sering menghabiskan waktunya bersama-sama. Dan hari ini,
adalah hari terakhir ujian sekolah, yang artinya gerbang kebebasan
untuk mereka yang sudah enek belajar. Aren udah nunggu di kantin
sekolahnya, hari ini dia emang masih libur, tapi mereka semua udah
janjian buat jalan bareng setelah pulang sekolah. Aren mendengar bel
berbunyi, dengan segera dia berjalan menghampiri ke ruangan ujian alvin.
"Aren ?" alvin reflek meluk aren yang udah beberapa hari ini enggak dia ketemui, arennya sih cuma senyum-senyum aja, seneng.
"Hehe, malu kak, lepasin dong.."
"Kamu kok kesini, kan janjinya aku jemput ?"
"Daripada bolak-balik, kan mending aku yang kesini. Oh iya, gimana kak, lancar kan tadi ?"
"Dia sih enggak usah di tanya ren, pasti lancar" kata cakka, yang udah berdiri di situ sama yang lainnya.
"Eh
ini, aren bawain kue buat kakak-kakak semua" aren mengeluarkan kue-kue
dengan bentuk-bentuk lucu yang udah dia hias dengan dengan gambar-gambar
dan tulisan unik, semuanya menerima kue pemberian aren dengan senang
hati.
"Bola
basket, ciayo kak cakka, sukses nyontek enggak ^-^" cakka membaca kue
miliknya sambil menunjukkan gambarnya, dan tertawa sendiri.
"Sukses kok ren, pengawasnya baik" kata cakka lagi, semuanya tertawa.
"Suntikan, jadi dokter yang hebat ya kak shila" lanjut shila.
"Bendera jepang, aren minta tanda tangannya sekarang deh, entar kayanya susah" obiet tersenyum sendiri membaca miliknya.
"Cake, ajarin aren bikin seenak punya kakak dong" giliran via baca punyanya.
"Gitar, wuaa kak agni, kapan ya aren bisa main gitar ??" timpal agni.
"Buku, gimana hasil privat gratisnya kak" sahut riko.
"Radio, kak oik cocok jadi penyiar radio, jangan ngambekan ya" oik melirik ke aren, arennya cuma senyum-senyum aja.
"Love, ayo kak semangat terus, buat semua hal !!" rio paham maksud adeknya.
"Bintang,
makasih ya kak, udah jadi bintang paling bersinar buat aren. Yang ada
juga kamu ren yang jadi bintang buat aku" kata alvin sambil
ngacak-ngacak rambutnya aren.
"Makasih ya ren, lucu nih, gue sayang makannya" timpal shila.
"Haha, aren bikin buat di makan kak, bukan buat pajangan"
"Ya
udah ayo ah jalan, keburu sore" ajak riko. Semua temen-temennya
langsung nurut. Alvin-aren naik mobil berdua, riko-shila juga sama,
sementara obiet-oik, cakka-agni, dan rio-via goncengan di motor
masing-masing.
"Kak, di pake dong sabuk pengamannya"
"Aduh ren, ribet nih lagi nyetir"
"Kak.."
"Iya-iya,
bentar.." alvin berusaha meraih sabuk pengaman dengan tangan kananya,
sementara tangan kirinya memegang kendali stir. Tapi karena keseringan
enggak dipakai, sabuk pengamannya jadi susah di tarik, alvin masih terus
usaha narik sambil nengok-nengok ke arah sabuk pengamannya, membagi
konsentrasi menyetirnya.
"Kak
alvin awas !!" semua terjadi dalam hitungan kurang dari satu menit,
gara-gara sebuah kucing yang tidak disadari oleh alvin, alvin langsung
reflek membanting stir mobilnya ke kiri, dan karena kaget, alvin
bukannya nginjak rem, tapi malah nginjak gas. Mobilnya oleng, dan
berputar beberapa kali, terhenti ketika bagian depannya meringsek
tanaman-tanaman pinggir jalan.
Semua
terdiam melihat kejadian itu, mobilnya riko yang tepat berada di
belakang mobilnya alvin, langsung ngerem mendadak, tapi riko sama shila
masih terpaku di tempat duduk mereka menyaksikan kejadian naas yang
menimpa sahabat mereka di depan mata mereka sendiri. Begitupun
cakka-agni, obiet-oik, dan rio-via.
"A..aren..
!" rio langsung turun dari motornya setelah menyadari apa yang terjadi.
Dia berlari menuju mobil alvin yang mengeluarkan asap. Aren memegang
dadanya, dia masih dalam posisi yang sama, terikat di tempat duduknya,
hanya dahinya sedikit berdarah akibat benturan ke dashboard.
"Ren, aren" rio melepas sabuk pengaman aren, aren masih diam terpaku, napasnya satu-satu.
"Kak..hah..kak..hah..alvin.."
aren berusaha ngomong, tapi dunianya langsung gelap seketika. Riko,
cakka dan obiet berlari ke arah alvin, yang terlempar ke jalan, darah
merembes banyak dari belakang kepalanya.
"TOLONG
ANGKAT DIA KE MOBIL GUE !!" teriak riko panik melihat kondisi
sahabatnya. Dibantu oleh obiet, cakka, dan beberapa orang, mereka
bersama-sama mengangkat alvin ke mobilnya riko. Sementara rio masih
menggendong aren.
"Yo, lo bisa bawa mobil kan ?" tanya riko, rio cuma mengangguk lemah.
"Lo
yang bawa oke, gue biar bawa motor lo, via lo ikut rio, pegangin aren"
via yang juga enggak kalah kacau keadaannya nurut aja apa kata riko,
begitupun rio. Mereka langsung menuju rumah sakit terdekat.
Rio
menggenggam tangan aren erat, adeknya emang enggak kenapa-kenapa.
Sebuah mujizat memang, aren baik-baik saja, hanya saja dia shock, dan
penyakit asmanya, membuat kondisi tubuhnya kurang stabil.
"Kak...rio.." panggil aren lirih.
"Iya ren, ini kakak, kakak panggilin dokter ya"
"Kak
alvin mana ?" aren melihat sekeliling, hanya ada rio disitu, padahal ia
ingin melihat alvin. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi dengannya,
berusaha mengingat kejadian sebelum ini.
"Kak,
tadi aren teriak waktu kak alvin mau nabarak kucing, terus..." aren
melihat rio, alvin yang membanting stir, mobil yang berputar, benturan
saat mobil menabrak tanaman, semuanya langsung berputar cepat di mata
aren, bagai film yang di putar ulang.
"Ssstt, aren jangan nangis" rio bingung waktu ngelihat aren nangis.
"Aren
mau kak alvin !" aren melepas selang oksigen yang menempel di hidungnya
dan selang infus di tangannya, rio tahu dia tidak akan bisa mencegah
aren. Rio malah membantu adeknya turun dari ranjang dan menuntunnya ke
ruangan yang dia mau.
Riko,
cakka, obiet, shila, oik, agni, dan via duduk di depan ruang operasi.
Mereka masih menunggu kepastian yang entah kapan datangnya. Ini semua
terasa bagai de javu bagi mereka, hanya saja dulu mereka menunggu iel
dan ada alvin, kini yang di tunggu malah alvin. Dan beberapa jam yang
lalu, mereka bahkan masih tertawa bersama.
"Ren
udah baikan ?" via berjalan menghampiri aren yang di papah sama rio,
aren cuma tersenyum. Rio mendudukannya di sebuah kursi, dan aren
langsung menyandarkan kepalanya ke pundak rio. Via yang mengambil tempat
di sisi lainnya aren, menggenggam erat tangan aren yang terasa begitu
dingin.
"Riko,
gimana alvin ?" shila, oik dan agni langsung menghampiri omanya alvin
yang baru datang dan terlihat begitu shock. sementara riko, cakka dan
obiet berusaha menjelaskan kondisi terakhir alvin yang mereka ketahui
kepada papanya alvin.
Semuanya
diam tenggelam dalam kekalutan masing-masing, berusaha menenangkan satu
sama lain. Pandangan aren masih kosong, belum ada yang berhasil
membujuknya untuk kembali ke kamar perawatannya. Sudah hampir tiga jam
berlalu saat lampu tanda operasi akhirnya mati, dan terlihat seorang
dokter berjalan keluar ruangan. Semua langsung berdiri dan menghampiri
dokter tersebut, tidak terkecuali aren.
"Gimana keadaan anak saya dok ?"
"Sebaiknya bapak ikut ke ruangan saya" papanya alvin melihat ke arah temen-temen anaknya.
"Disini aja dok, mereka juga berhak tahu"
"Baiklah,
kami sudah berusaha mengoperasi dan mengeluarkan gumpalan darah yang
ada di otaknya akibat benturan yang cukup keras, bisa di bilang operasi
tadi cukup berhasil, sekarang tinggal bagaimana pasien bisa bertahan dan
melewati masa kritisnya, itu semua tergantung kondisi pasien dan takdir
Tuhan, kami sudah melakukan yang terbaik"
"Terimakasih
dok" papanya alvin berusaha tegar sambil menjabat tangan dokter
tersebut. Aren langsung memeluk kakaknya, air matanya terasa kering, rio
membelai lembut pundak adeknya. Shila, oik, agni dan via kompak memeluk
omanya alvin yang juga udah kaya oma mereka sendiri. Sementara riko,
cakka, dan obiet hanya memandang lirih, sambil terus melantunkan doa di
hati mereka masing-masing.
Alvin
sudah di pindahkan ke sebuah kamar, dan aren masih setia nungguin. Dia
sama sekali enggak mau beranjak dari sisinya alvin. Rio baru aja pulang,
mau ngambil perlengkapannya aren. Omanya alvin juga udah pulang di
antar riko dan shila. Obiet, oik, cakka, dan agni juga mutusin buat
pulang dulu ganti baju. Cuma ada via di ruangan itu selain aren dan
alvin. Papanya alvin dengan berat hati, harus tugas ke luar kota, dan
berjanji untuk segera kembali.
"Ren
makan dulu nih" via kembali membujuk aren buat makan, sambil
menyodorkan sebuah biskuit yang dari tadi sengaja di beli oleh rio.
"Enggak bisa kak" jawab aren lirih.
"Ren,
kakak tahu banget rasanya, kakak masih inget dengan jelas, saat dulu
kakak nungguin iel, tapi ayolah, alvin pasti enggak pengen lihat lo kaya
gini" aren menoleh ke via yang duduk di sampingnya, dengan ragu-ragu
dia mengambil sepotong biskut dan memakannya dalam diam. Via juga jadi
ikutan diam. Keheningan itu terus tercipta, paling hanya ada suara via
yang sesekali bergumam kecil, sekedar menenangkan aren dan hatinya
sendiri.
"Sori
lama.." kata rio sambil masuk ke dalam kamarnya alvin, via menoleh dan
tersenyum ke rio. Rio menatap aren iba, dia mengambil selimut yang ada
di tas yang dibawanya dari rumah, dan langsung menyelimuti aren. Via
memandang itu dengan tatapan yang cukup susah di artikan.
"Udah
makan vi ? gue bawa nasi sama lauk tuh dari rumah, makan dulu gih"
tawar rio ramah. Via beranjak, memberikan tempat duduknya, untuknya rio.
Rio kembali membelai lembut punggung aren, mencoba memberi sedikit
energi pada adek tercintanya itu.
Via mengeluarkan kotak makanan yang rio bilang, perutnya emang lapar banget. Sebentar-bentar ia mengalihkan matanya ke rio.
'lo kakak yang hebat yo, gue kagum sama lo' batin via sambil terus mengunyah makanannya.
"Gimana alvin ?" tanya riko yang baru datang.
"Masih belum ada perkembangan" jawab rio. Riko menatap sahabatnya sebentar, kemudian duduk di sofa samping via.
"Lo
belum pulang vi ? mau gue anter ? malam ini biar gue, rio sama aren
yang jagain alvin, tadi gue udah sms obiet sama cakka ngasih tahu biar
mereka kesininya besok aja, shila malah nginep di rumah alvin nemenin
oma" jelas riko.
"Bentar
lagi supir gue jemput kok, gue udah telpon tadi, nanti kalo sempet gue
mampir ke rumah alvin" via membereskan barang-barang alvin bawaan riko,
titipan dari omanya alvin.
"Eh,
gue udah di jemput nih, gue balik duluan ya, ren gue balik ya" kata via
setelah membaca sms di hpnya. Rio dan riko mengangguk, dan aren hanya
tersenyum.
Aren
tertidur di samping alvin, kepalanya terkulai di tempat tidur alvin dan
tangannya masih menggenggam erat tangan alvin. Rio dan riko hanya bisa
menatap itu dengan tatapan nanar.
Sudah
tiga hari berlalu dan keadaan alvin masih sama, belum menunjukkan
tanda-tanda kesadaran. Selama itu juga aren enggak berniat pergi
kemanapun, dia enggak sekolah, susah makan, kerjaannya cuma ngelamun,
semua sampai enggak ada yang tega lihat aren yang jadi lebih keliatan
kaya mayat hidup.
"Aren jangan kaya gini terus dong" siang ini, cuma ada shila, via, agni dan oik yang dapat giliran nungguin alvin.
"Terus aren harus gimana kak via ?"
"Dengerin
gue ya, dulu pertama gue lihat iel di rawat di rumah sakit, gue tahu
tentang penyakitnya, gue nangis enggak berhenti-henti, sebelas duabelas
sama keadaan lo sekarang, tapi gue inget, kalo iel lebih butuh gue yang
tegar, bukan air mata gue, dan semenjak saat itu, gue janji buat terus
nunjukkin senyum gue ke iel" via membagi kisahnya, berharap aren akan
mendapat motivasi.
"Setahu
gue, alvin suka banget sama senyum lo, jadi ayo lo harus bangkit,
semangatin alvin, kaya lo yang biasanya, yang bisa ngerubah dia jadi
kaya sekarang" timpal shila sambil tersenyum.
"Alvin
lagi berjuang, lo mau kalo tiba-tiba dia sadar, dia ngedapetin lo udah
kaya mayat hidup gini, lo tega ren sama kita, nanti dia kira kita enggak
jagain lo lagi" sahut agni.
"Mereka
bener ren, aren yang gue kenal, lo yang ceria, selalu senyum, enggak
pernah nyerah, dan selalu di banggain sama alvin" ujar oik sambil
memeluk aren dan diikuti oleh yang lainnya. Aren menghayati semua
kata-kata tadi, perlahan namun pasti dia menghapus air matanya, menarik
napasnya dalam-dalam, dan mulai tersenyum, senyum kesukaan alvin.
"Nah ini baru aren pacarnya alvin" celetuk via melihat aren.
"Aduh mbak-mbak ini rumah sakit bukan tempat arisan ya" semua langsung noleh ke arah asal suara.
"Huu, bilang aja lo mau ikutan yo" kata via.
"Kak,
nanti sore anterin aren pulang ke rumah ya, mulai besok aren mau
sekolah lagi" rio dan semuanya takjub denger kata-kata aren barusan.
"Hah, apaan ren ?"
"Yee, kak rio budek deh, nanti sore anterin aku pulang, aku mau sekolah besok" rio langsung menghampiri aren dan memeluknya.
"Terimakasih Tuhan engkau telah mengembalikan adekku"
"Emang kemarin aren ilang dimana dah kak ?" tanya aren jahil. Rio cuma cengengesan.
"Ehm vi, bisa nemenin gue bentar enggak ?"
"Kemana yo ?"
"Udah iya aja vi" sahut agni nimbrung.
"Iya
vi udah ikut aja yuk sama gue, semuanya gue nitip aren dulu ya, jangan
sampai dia balik lagi kaya tadi" kata rio sambil sok masang muka galak,
tapi jadinya malah lucu, dan bikin semuanya ketawa. Via pasrah mengikuti
rio, rio memacu motornya, tidak memperdulikan pertanyaan via, tapi
rasa-rasanya via tahu jalan ini menuju kemana.
"Yel, ini gue rio, gue bawa via" rio berkata lirih, bukan seperti rio yang biasanya.
"Gue
enggak akan maksa milikin dia kalo emang lo enggak ngerestuin gue dan
anggep gue orang yang tepat buat via" sambung rio, via bingung sama
kata-katanya rio.
"Gue
sayang yel sama via, dan ini pertama kalinya gue ngerasain hal kaya
gini ke cewek, cuma dia. Lo pasti tahu kan rasanya ? Tapi dia terlalu
sayang sama lo yel, gila enggak sih gue, gue kalah sama cinta abadi lo"
rio terus melanjutkan kata-katanya.
"Dan
tentang alvin, tolong jangan ajak dia buat nemenin lo. Temen-temen lo,
masih belum bener-bener rela kehilangan lo, lo tega apa bikin mereka
stres kehilangan alvin juga. Terutama buat aren, aren adek gue yel,
ceweknya alvin. Ya, gue tahu, lo tahu. Gue enggak bisa ngelihat adek gue
kaya gitu yel, walaupun tadi dia udah senyum, tapi tatapan matanya
masih kosong" via tambah bingung, dari soal dirinya, tiba-tiba rio
nyambung ke alvin.
"Yo lo kenapa ?" via mencoba bertanya.
"Gue
bukan banyak minta yel, gue udah ngerencanain dari lama setelah semua
ujian selesai gue bakal kesini ajak via, gue mau minta restu lo, tapi
keadaan berjalan tanpa bisa gue kendaliin yel, sekarang gue cuma mau
minta, tolong bilangin ke alvin kita semua nunggu dia disini, terutama
adek gue. Tolong yel, ini buat kebahagiaan semua orang, bukan cuma gue
doang" rio tidak mempedulikan pertanyaan via, tapi via mulai mengerti
maksud dari omongan rio dari tadi.
'yel,
rio bener, tolong bilang ke alvin. liat deh yel, dia baik banget kan
yel, aku mulai nyaman yel dengan adanya dia disamping aku, aku bingung
pastiin hati aku, apa aku salah kalo aku mulai menyayanginya' giliran
via yang curhat dalam hati ke iel.
'tolong
kasih aku tanda atau bantuan, aku bingung yel, apa kamu setuju kalo aku
pilih rio...' via mengusap nisan iel lembut, matanya nanar. Tiba-tiba
ia menangkap satu sosok, berdiri menghadap ke arahnya, tersenyum seperti
biasa, wajahnya cerah, dan dia mengangguk.
"Iel.."
desah via pelan nyaris tidak terdengar. Tapi sosok itu seperti melarang
via berbicara, dia terus tersenyum, dan mengangguk, via tahu artinya.
Via menatap rio lekat-lekat.
"Lo kenapa vi ?"
"Apa
lo bisa nembak gue sekarang ?" rio diem mikir, mencerna pertanyaan via,
dia takut salah denger atau salah ngartiin kata-kata via.
"Halo mario ? lo masih disini kan ?" tanya via sambil melambai-lambaikan tangannya.
"Hah..oh..iya vi..yang tadi itu serius ?" tanya rio balik gelagapan.
"Bisa
enggak, mumpung gue punya jawaban bagus nih buat lo" rio langsung
menyuruh via berdiri, sementara dirinya berlutut dihadapan via.
"Via,
gue bukan iel, dan enggak bisa jadi iel, gue rio dan akan selalu jadi
rio, gue beda sama dia, persamaan kita cuma satu, mencintai gadis yang
sama, dan berharap dapat memiliki dan menjaga keindahannya selama waktu
yang ada, bersediakah lo untuk jadi milik gue dan gue jaga ?"
"Aku harap kamu bisa milikin dan jagain aku selamanya" jawab via malu-malu. Rio langsung loncat-loncat.
"Yo, ini kuburan.."
"Oh
aku lupa, pantes suasana tegangnya megang banget, Yel, gue bakal jagain
via, gue enggak akan sia-siain dia. Balik ke rumah sakit yuk vi"
'aku pulang ya yel, makasih bantuannya' batin via sekali lagi sambil tersenyum dan mengikuti rio menuju motor.
Komentar
Posting Komentar