Fearless of Love 2 : Destiny in Love part 12

Alvin melihat sekelilingnya, semuanya putih, dan penuh cahaya terang, badannya terlalu ringan. Dia tidak pernah merasa melihat tempat seindah ini. Ragu-ragu ia melangkahkan kakinya, rasa penasaran menguasai hatinya.
'gue dimana, apa gue udah mati ?' tanya alvin dalam hati.
"Hai vin.." alvin takjub sekaligus seneng ngelihat orang yang menyapanya.
"Iel ?"
"Iya bro, ini gue"
"Gue udah mati yel ?"
"Alvin sayang" ketakjuban alvin bertambah melihat orang yang tiba-tiba berdiri di sampingnnya iel.
"Mama.." panggil alvin lirih dan langsung memeluk mamanya, dan ini semua terasa nyata.
"Alvin udah mati ma ?" alvin kembali mengulangi pertanyaan yang sama. Mamanya melepas pelukan alvin, dan tersenyum ke arahnya.
"Kak alvin, aku sayang banget sama kakak, tapi aku enggak mau ngeberatin kakak, aku cuma mau bilang, aku ikhlas, sekarang semuanya terserah kakak, aku cuma mau yang terbaik buat kakak" alvin tahu banget itu suara aren, tapi dia tidak menemukan aren, hanya suaranya saja yang terasa begitu jelas. Alvin memandang mamanya dan iel dengan bingung.
"Salam buat oma sama papa ya, salam juga buat aren, bilangin makasih karena udah bikin jagoan mama jadi lebih baik.."
"Salam buat anak-anak ya bro, dan tolong bilang ke via, gue setuju sama pilihannya, gue tahu dia akan menjaga via buat gue, via dan dia sendiri.."
"Gue belum mati ?" alvin bertanya dengan nada putus asa, tapi mamanya sama iel malah berjalan menjauh dari tempatnya, meninggalkannya sendiri di tengah keadaan yang tidak dapat ia terima dengan akal sehatnya.
Sudah lebih dari dua minggu, dan alvin belum sadar dari komanya, dokter sudah mulai memberikan kemungkinan-kemungkinan terburuk tentang kondisi alvin. Hari ini semua berkumpul lengkap di kamar alvin, mereka berdoa bersama, isi doa mereka bukan lagi untuk mengharapkan kesadaran alvin, tapi lebih kepada jalan terbaik yang Tuhan ingin berikan buat alvin.
"Kata dokter, alvin hanya hidup karena bantuan dari alat yang menempel di tubuhnya" papanya alvin bercerita lirih, mengenai pertemuannya barusan dengan dokter.
"Ja..jadi kalo alat-alat itu di lepas ?" tanya oma, walaupun semua tahu jawabannya.
"Bagaimana menurut kalian semua ?" papanya alvin sangat menghargai pendapat teman-temannya alvin, tidak ada yang berbicara, meski semua tahu apa yang ingin mereka keluarkan, tapi tidak ada yang sanggup untuk mengatakannya.
"Aren cuma pengen yang terbaik untuk kak alvin apapun itu, aren enggak tega kalo terus-terusan lihat kak alvin kaya gini" aren berusaha tegar, akhir-akhir ini keadaan emosinya mulai membaik, ia mulai menyemangati dirinya, alvin dan orang lain.
"Aren cuma mau minta satu, aren mau ngobrol berdua sama kak alvin, berdua aja, setelah itu terserah om sama oma" mereka semua memandang aren lirih, tapi aren tetap berusaha tersenyum. Merekapun menuruti permintaan aren, meninggalkan aren dengan alvin hanya berdua.
Aren duduk di samping alvin, di usapnya lembut tangan alvin, di kecupnya dahi alvin, selang-selang yang menempel di tubuh alvin, tidak ia hiraukan, aren meletakkan kepalanya di dada alvin. Hal yang selalu alvin lakukan, kalo aren lagi sakit. Aren mengeluarkan ipod alvin, memakaikan sebelah headsetnya ke alvin dan sebelah satunya ke dirinya sendiri. Aren memutar semua lagu favorit alvin yang ada di situ. Aren terus tersenyum, senyum yang selalu jadi idola alvin.
"Kak alvin, aku sayang banget sama kakak, tapi aku enggak mau ngeberatin kakak, aku cuma mau bilang, aku ikhlas, sekarang semuanya terserah kakak, aku cuma mau yang terbaik buat kakak" aren membisikkan kata-kata itu lembut di telinga alvin, dia melepas ipodnya. Mengusap pipinya alvin, dan air matanya menetes, jatuh tepat ke tangan alvin. Buru-buru aren menghapus air matanya, dan menghapus air matanya yang jatuh ke tangan alvin, tepat ketika jari-jari alvin mulai bergerak.
"Kak alvin ? kak ? Dokter !!" aren langsung berteriak memanggil dokter. Semua yang dari tadi menunggu di luar, langsung masuk ke dalam, panik denger teriakan aren.
"Ren, kenapa ?"
"Kak alvin, tadi tangan kak alvin gerak, tadi aku lihat tangan kak alvin gerak" jelas aren cepat. Semua langsung ngerubung tempat tidur alvin.
"Permisi, ada apa ya ?"
"Tadi saya lihat tangan kak alvin gerak dok"
"Harap semuanya keluar dulu, biar saya periksa kondisi pasien" semua mematuhi perintah dokter dan menunggu dengan cemas. Papanya alvin enggak berhenti mondar-mandir di depan pintu kamar alvin, begitupun yang lainnya. Dan mereka langsung menghampiri dokter, yang baru keluar dari kamarnya alvin.
"Gimana dok ?" bukannya jawab pertanyaan papanya alvin, dokter tersebut malah menjabat tangan papanya alvin.
"Selamat pak selamat, ini semua mujizat, luar biasa" semua mengerti maksud ucapan dokter, tanpa aba-aba mereka langsung masuk kembali ke ruangan alvin. Dan mendapati alvin sedang tersenyum kepada mereka, tidak lagi terpejam.
"Kak alvin !" aren langsung memeluk alvin, meluapkan semua rasa gembiranya. Shila, via, agni, dan oik juga berpelukan. Riko, rio, obiet dan cakka menatap alvin lega.
"Hai semuanya.." sapa alvin sambil terus ngacak-ngacak rambut aren dengan sebelah tangannya.
"Gila lo ya, lama banget lo sadar" timpal cakka dengan nada jengkel, tapi mukanya seneng.
"Emang gue koma berapa lama ?"
"Dua minggu dua hari" jawab obiet kalem. Alvin melongo, enggak nyangka sendiri. Tapi kemudian dia inget.
"Pa, oma dapat salam dari mama" enggak cuma papa sama mamanya yang gantian melongo natap alvin tapi yang lain juga.
"Mama juga titip salam buat kamu ren, dan iel titip salam buat kalian. Dia bilang, dia setuju sama pilihan lo vi, dia yakin pilihan lo bakal ngejagain lo" alvin mengatakan semuanya, takut keburu lupa.
"Kamu ketemu mama vin ?" tanya papanya yang enggak bisa menutupi muka leganya.
"Iya pa, alvin enggak tahu itu dimana, tapi alvin ketemu mama sama iel. Oh, ya vi emang lo pilih apa ?" alvin mengalihkan pandangannya dari papanya ke via. Via cuma senyum-senyum aja, tapi alvin langsung paham waktu ngelihat rio menggenggam tangan via.
"Ren, aku denger suara kamu, suara kamu yang bilang kalo kamu ikhlas, yang malah nuntun aku buat balik lagi" kata alvin tulus, aren cuma tersenyum lebar.
Sebulan berlalu semenjak kejadian itu. Alvin sudah benar-benar pulih, dan hari ini adalah hari pengumuman kelulusan bagi siswa-siswi kelas dua belas. Semua murid di bariskan di aula, sementara orang tua murid kelas dua belas duduk rapi ikutan degdegan menunggu hasil.
"Baiklah anak-anak semua yang bapak banggakan, serta guru-guru dan para orang tua murid yang saya hormati, setelah melewati berbagi tahap, akhirnya hari ini, bersama-sama kita akan melepas angkatan 37. Kita semua patut berbangga, karena sekolah kita sukses lulus seratus persen.." aula langsung ramai oleh teriakan senang dan histeris dari para siswa, ada yang berpelukan, ada yang tos-tosan, ada yang lempar-lempar topi.
"Mohon ketenangannya.." sambung kepala sekolah, dan sebagai siswa-siswai yang baik mereka pun nurut.
"Selain itu, ada murid dari sekolah kita yang menjadi peringkat satu nasional dengan nilai ujian nasional terbaik, kepada saudara alvin jonathan sindunata, harap naik ke podium" semua orang kembali tepuk tangan riuh, langsung tengok kanan kiri mencari alvin.
"Alvin jonathan harap naik ke atas podium.." ulang kepala sekolah lagi. Semua orang ngelihatin alvin.
"Vin, maju ke depan !" teriak obiet sambil nyenggol alvin, alvin yang dari tadi nunduk ke bawah kaget, dan melepas ipodnya.
"Hah apaan ? lho, kok pada lihatin gue ?" alvin bingung sendiri.
"Aduh alvin, kita garing nih nungguin lo maju ke depan" kata obiet lagi sambil dorong alvin keluar dari barisan, alvin yang masih bingung, pasrah aja, maju ke depan dan naik ke atas podium, tambah bingung lagi waktu kepala sekolahnya menjabat tangannya.
"Pak maaf, saya kenapa ya ?" alvin bertanya sambil berbisik ke kepala sekolahnya, kepala sekolahnya gantian ngelihat alvin bingung.
"Kita persilahkan untuk alvin sebagai peringkat satu nilai terbaik ujian nasional untuk menyampaikan satu dua patah kata" kata kepala sekolahnya setengah jengkel, tapi itu cukup bikin alvin paham.
"Oke, saya cuma mau bilang makasih buat papa, oma sama mama yang saya yakin lagi lihat saya dari atas sana, buat obiet, rio, riko, cakka, via, shila, oik, agni dan iel yang selalu nyuport dan ada saat saya butuh, buat aren yang senyumnya selalu bikin semangat saya nambah berkali-kali lipat, terimakasih juga buat bapak ibu guru yang udah bimbing saya, sekali lagi makasih" semuanya kembali tepuk tangan. Alvin langsung menghampiri teman-temannya, setelah dia sibuk menerima ucapan selamat sana sini.
"Buset dah, pegel deh tangan gue" gerutu alvin sambil menenggak sebotol aqua yang di sodorkan aren.
"Resiko lo vin, tapi gue sih enggak heran. Yang bikin gue shock, kenapa si riko bisa ada di peringkat 7 besar tingkat sekolah" celetuk cakka sambil melirik riko.
"Kenapa lo ? enggak suka" timpal riko.
"Heran aja ko, lo dapet bocoran darimana waktu un ?"
"Najis lo cak, itu hasil gue murni, gurunya kan alvin" kata riko sambil nepuk-nepuk alvin.
"Kan lo udah dapet nilai bagus tuh ko, gue masih penasaran tapi, apa hubungannya sama shila ?" tanya alvin. Riko pun langsung menjelaskan perjanjiannya dengan papanya shila, shila cuma mesem-mesem aja.
"Untung aja ya ko, lo peringkat tujuh, shila lima, coba enggak ? bye bye dah lo berdua" kata oik jahil.
"Jadi sekarang resmi balikan lagi nih ?" tanya via.
"Gue sih ikut aja sama riko, gimana ko ?"
"Ya iyalah, bisa gila setengah sedeng bin sarap gue enggak ada shila"
"Lebai lo !" teriak yang lain kompak sambil nimpuk-nimpukkin riko pake kacang sukro milik agni.
"Via, semuanya selamat ya.." semua noleh ke arah suara yang manggil dan langsung terdiam kecuali rio yang enggak kenal sama tante-tante di depannya ini, dia juga bingung waktu via melepaskan genggaman tangannya.
"Tante, ada perlu apa ?" tanya alvin menyadarkan semuanya.
"Tante cuma mau kasih ini" alvin menerima sebuah amplop dengan tatapan bingung.
"Ini titipan iel, dia udah berhasil paksa tante buat ngasih surat ini, tepat di hari kelulusan kalian, tante enggak bisa lama-lama, tante pulang dulu ya" rio langsung paham, kenapa cuma dia yang enggak tahu itu mamanya iel dan kenapa via langsung melepaskan genggaman tangannya. Alvin menatap teman-temannya, semua mengangguk menyuruh alvin untuk membuka itu. Alvin membukanya dan menemukan secarik kertas dengan tulisan iel yang sangat di kenalnya, pelan-pelan ia membaca surat itu.
Hai semua..
baik-baik kan ? selamat yaa !! udah jadi anak kuliahan nih sekarang..
gue bangga sama kalian, walaupun gue enggak bisa ikut buat ngerayain hari kelulusan ini, tapi gue tetap bakal tersenyum senang kok dari tempat dimanapun gue berada sekarang..
enggak terasa ya, udah lama, gue emang sengaja pengen ngasih surat ini tepat di hari kelulusan, anggep aja ini simbol dari gue biar gue juga bisa ikut ngerayainnya..
Riko, Alvin, Cakka, Obiet, Oik, Shila, Agni dan Via
makasih ya kalo kalian terus ngenang gue dengan indah..
Via, lo udah nemuin pengganti gue belum ?? kalo udah, selamat ya, gue yakin dia yang terbaik, kalo belum, ayo dong vi, life must go on..
Alvin lo udah jadian sama aren ? tebakan gue sih udah, masih langgeng kan ?
Riko-shila, baik-baik aja kan lo berdua ?
Obiet-oik, masih saling melengkapi satu sama lain kan ?
Cakka-agni, enggak pernah berantem lagi kan ?
gue harap kalian baca ini dengan senyum, sampai ada yang nangis, gue gentanyangin lho..hahaha
oke deh, good luck, selamat menempuh jalan baru buat kalian semua..
your brother
Gabriel
setelah alvin selesai membaca surat itu, semua langsung kompak menatap ke atas, mempersembahkan senyum termanis mereka buat sahabat terbaik yang akan selalu ada di hati mereka masing-masing.
Bandara Soekarno-Hatta.
Mereka mau melepas obiet yang harus segera berangkat ke Jepang, oik terus-terusan menghapus air mata yang turun perlahan di pipinya.
"Oik, jangan kaya gini dong, bikin aku berat aja" bujuk obiet.
"Kalo bisa aku berhentiin juga udah aku lakuin dari tadi" kata oik.
"Haha, udah-udah lo berdua kaya sinetron aja" timpal cakka, yang langsung di pelototin sama obiet dan oik.
"Gimana kalo kita makan dulu ?" tawar via ke teman-temannya, yang cuma di bales anggukan dan mereka langsung masuk ke sebuah restaurant cepat saji.
"Enggak terasa ya biet, lo udah mau ke jepang aja" ujar riko.
"Iya, abis ini kita bakal sibuk masing-masing nih, paling gue sama alvin masih bisa bareng, secara kita sama-sama ngambil kedokteran, masih bisa ketemu via juga yang ngambil fak. masak" lanjut shila.
"Gue, cakka sama agni masih bisa ketemu kok, bisa bareng terus malah" sahut rio, karena emang mereka memilih fak.musik di universitas yang sama.
"Oik ngambil broadcast dan gue advertising, masih satu lingkunganlah, gampang ketemunya" sambung riko lagi.
"Aduh aren jadi enggak enak nih, masih sma sendiri" celetuk aren yang dari tadi kaya di kacangin denger orang pada sibuk ngerancang masa depan.
"Haha, tenang ren, aku masih bakal tetap jadi supir pribadi kamu kok setiap hari, ini semua namanya apa ya ?" balas alvin.
"Hah apaan ? ini burger vin" tunjuk cakka ke burger yang emang lagi di makan alvin.
"Yee, gue juga tahu ini burger. Maksud gue, kita ini temenan dari tk, banyak yang kita laluin sama-sama, dari yang sedih pas iel ninggalin kita sampai ada rio yang sekarang ada bareng-bareng sama kita" jelas alvin panjang.
"Oh kirain, ehm..takdir.." jawab cakka.
"Destiny" timpal rio enteng.
"Sama aja tauk" sahut yang lainnya kompak.
"Haha, nanti gue di jepang pasti kangen lihat kalian kaya gini" kata obiet sambil senyum.
"Siapa suruh jauh-jauh amat sekolah" ujar oik, obiet melirik ke oik.
"Haha, bercanda biet, aku rela banget kok, kan ini buat kebaikan kamu.." sambung oik lagi.
"Kalo ini soal takdir, berarti gue harus sangat-sangat berterimakasih karena takdir gue masih ngasih gue satu kesempatan hidup lagi dan lihat senyumnya aren"
"Dan aren masih bisa bareng-bareng kakak" aren menyambung kata-kata alvin.
"Takdir akhirnya bikin via luluh dan minta gue tembak.." kata rio.
"Dan bikin gue bisa terus jalanin hidup yang baru" sahut via.
"Bisa bikin kita berdua balikan lagi" kata riko dan shila kompak.
"Bisa bikin gue sama agni tetap adem ayem aja.."
"Tanpa ada masalah yang berat-berat amat.." giliran cakka sama agni enggak mau kalah.
"Ya walaupun takdir bikin gue pisah sama obiet, tapi gue udah seneng banget bisa jadi orang yang akan selalu nyuport obiet dimanapun dia" ujar oik.
"Gue enggak peduli ini takdir atau nasib, yang penting gue bahagia dan bersyukur punya sahabat kaya kalian dan punya cewek kaya kamu ik" kata obiet tulus.
Obrolan itu terus berlanjut, mereka tahu hidup masih panjang, dan enggak akan ada satupun yang bisa menebak takdir. Semua yang harus terjadi akan terjadi dengan caranya, entah itu bahagia atau kesedihan, tapi takdir akan selalu membawa orang maju ke depan dan membimbing untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
TAMAT

Komentar

Postingan Populer