Fearless of Love Part 5

Agni menutup mukanya dengan kedua tangannya, berusaha menyembunyikan air matanya yang terus mengalir. Sion duduk di sampingnya sambil nepuk-nepuk punggung agni, berusaha menenangkan.
"Udah ag, tenangin dulu diri lo, gue yakin cakka pasti enggak kenapa-kenapa ?"
"Semua salah gue kak.."jawab agni lirih.
"Agni !"
Agni dan sion langsung menoleh ke arah suara yang memanggilnya ternyata itu suara iel yang datang bersama shila, riko, dan alvin, agni pun langsung beranjak dan memeluk shila.
"Shilla, semua salah gue shil.."
"Ssst, lo enggak boleh bilang gitu.."
"Emang gimana sih kak kejadiannya ?" tanya riko yang udah duduk di samping sion.
"Tadi gue sama agni keluar dari toko gitar mau ke parkiran, karena emang penuh banget, gue parkir di seberang jalan, pas kita mau nyebrang, gue sama agni beneran enggak sadar ada motor yang lagi ngebut ke arah agni, dan tiba-tiba cakka muncul, dorong agni ke tepi jalan, dan jadi dia deh yang keserempet tuh motor" jelas sion panjang lebar.
Riko, iel dan alvin cuma manggut-manggut aja denger penjelasan dari sion. Untung tadi mereka masih belum pulang, jadi bisa langsung kesini, setelah agni nelpon shilla sambil nangis-nangis. Sementara shilla masih berusaha buat ngehibur agni.
"Gu..gue..bikin cakka celaka shil.."
"Enggak agni, ini semua tuh kecelakaan, lo enggak bisa ngejudge diri lo jadi penyebab semuanya"
"Cakka kenapa ?" tanya obiet yang baru datang bersama oik dan via.
Riko pun menjelaskan kembali semua yang udah di jelasin sama sion barusan, sementara oik dan via menghampiri agni yang sedang di peluk shila.
"Ya ampun agni, lo kenapa ?" tanya oik yang bingung.
"Agni cuma shock aja ik, ngelihat cakka keserempet motor di depan matanya" jelas shilla kemudian.
"Agni..udah dong, jangan nangis lagi.."ucap via terbata-bata.
"Yaa via, lo mau ngehibur agni, kok matanya malah udah mulai berkaca-kaca sih" kata oik lagi.
"Maaf. Udah ya ni, udah..masa agni yang paling jagoan jadi nangis gini, gimana via.."kata via polos, yang membuat agni tersenyum.
"Siapa orang tua pasien di dalam ?" tiba-tiba seorang suster keluar dari ugd.
"Orang tuanya masih di jalan sus, sebentar lagi sampai, kita teman-temannya" jelas iel.
"Ya sudah, nanti kalo orang tuanya udah sampai, suruh temui dokter dan mengurus administrasinya ya"
"Iya sus, teman saya udah boleh di jenguk ?" tanya iel lagi.
"Boleh..boleh, tapi jangan langsung semuanya masuk" akhirnya di putuskan, agni, iel, riko dan shila yang masuk duluan ke dalam. Obiet, via dan oik memilih menunggu di luar, karena mereka kan datangnya belakangan, sementara alvin, begitu tahu cakka udah boleh di jenguk, dia cuma tersenyum lega, lalu pergi entah kemana, dia tidak suka berlama-lama di rumah sakit.
"Cak.."sapa agni lembut.
"Mungkin cakka masih di bawah pengaruh obat bius atau pingsan" kata riko melihat cakka yang tertidur.
"Aku minta maaf ya cak, aku enggak sengaja bikin kamu kaya gini" kata agni lagi sambil duduk dan memegang tangan cakka.
'Perasaan gue doang, atau emang tidurnya cakka aneh ya, tuh kan dia kaya nahan ketawa gitu' kata iel dalam hati sambil ngamatin cakka.
"Aku..aku, mau kok jadi cewek kamu cak, aku udah dari dulu suka sama kamu, dari smp malah, kalo enggak percaya tanya aja shilla.."
"Yah ag, percuma aja kalo lo jawabnya sekarang, cakkanya enggak denger, lagian..."
"Gue denger ko" kata cakka pelan memotong kata-kata riko.
"Cakka ?" tanya agni bingung yang lihat cakka cengengesan.
"Aku baik-baik aja agni, cuma lecet doang, enggak kenapa-kenapa, dari tadi aku denger kok, bisa di ulang enggak.."
Agni yang sadar lagi di kerjain sama cakka, langsung memukul-mukul pelan cakka.
"Sakit ni, kamu gimana sih sama pacar sendiri, lagi sakit kok malah diginiin ?"
"Abis kamunya nyebelin gini.."
"Haha, gue udah ngira tuh tadi lo lagi pura-pura, abis tadi lo tidur tapi mulut lo kaya nahan ketawa gitu..haha.."ledek iel sambil ketawa.
"Udah..udah..di luar masih ada obiet, oik sama via yang mau masuk, kita duluan yaa.."kata shilla sambil narik paksa riko dan iel.
"Lho, agni masih di dalem shil ?" tanya oik bingung.
"Lagi pacaran sama cakka dia" kata iel.
"Hah ? Lho, kok udah jadian aja, cepet banget ?" tanya oik lagi.
"Haha, katanya ternyata agni udah suka juga dari dulu"
"Kok malah pada ngobrol, udah ayo kita masuk" kata via.
"Alvin mana ?" tanya riko celingukan.
"Enggak tahu, pergi aja gitu tadi kesana" kata obiet sambil nunjuk ke suatu arah.
"Oh, ya udah gue aja yang susulin si alvin.." kata iel sambil beranjak pergi. Iel pun mulai menjelajah rumah sakit mencari alvin, mulai dari cafetaria sampai parkiran, dan berakhir di taman.
"Woi, di cariin juga" kata iel sambil duduk di samping alvin.
"Kenapa engggak nelpon aja kalo nyari ?" jawab alvin cuek seperti biasa.
"Oh iya ya, haha, lupa gue.." iel tertawa menyadari kebodohannya sendiri.
"Gimana cakka ?"
"Baik-baik aja, malah jadian tuh sama si agni"
"Oh, bagus deh, lo ngapain nyariin gue ?"
"Abisan lo, teman lagi di rawat bukannya jenguk malah ngilang"
"Gue masih aneh kalo ngelihat rumah sakit, apalagi kamarnya"
Iel sadar kemana arah pembicaraan alvin, dia masih inget, dulu waktu mamanya alvin di rawat di rumah sakit, alvin enggak pernah absen buat jenguk, sampai nginep-nginep segala, bahkan waktu mamanya enggak ada aja, cuma alvin yang lagi ada di kamar mamanya.
"Ya, jangan lama-lama bro traumanya, nanti kalo gue yang di rawat, masa lo enggak jenguk juga ?"
"Hah, gue enggak suka kalo lo mulai ngebahas ini, udah ayo pulang" kata alvin sambil berdiri.
Hari-hari kembali berjalan. Iel merasa puas, melihat hampir semua temannya bahagia, riko dan shila yang semakin susah di pisahkan, obiet dan oik yang saling melengkapi, serta cakka dan agni yang selalu kompak walaupun lagi berantem. Sekarang, dia lagi mikirin, apa yang bakal dia lakuin buat bikin via dan alvin biar juga bisa ikut bahagia kaya yang lainnya.
"Via ? siapa ya cowok yang bakal ngejagain dia kalo gue udah enggak ada ?" tanya iel pada hatinya sendiri.
Via memang sahabatnya yang paling lembut, yang paling polos, dan yang paling enggak bisa menjaga dirinya sendiri. Selama ini, karena rumah mereka yang deketan, iel selalu enggak pernah absen buat nganterin via kemanapun, kalo supirnya lagi enggak bisa. Iel sebenernya senang jagain via, tapi perbedaan diantara mereka, perbedaan yang enggak akan bisa mereka lawan, belum lagi kenyataan-kenyataan yang juga harus membuat iel berpikir dua kali untuk membingkai via di dalam hatinya.
Suntuk terus-terusan kepikiran tentang via, iel pun memutuskan untuk main ke rumahnya via.
"Permisi tante" sapa iel ramah sambil mencium tangan mamanya via.
"Lho iel, vianya lagi enggak ada di rumah, lagi les piano"
"Oh iya tante, iel lupa. Ya udah deh, salam aja buat via"
"Kok buru-buru banget, masuk aja dulu. Tante baru masak nih, kamu pasti belum makan kan ? ayo makan sama tante"
"Eh, enggak usah tan, ngerepotin"
"Enggak, tante malah seneng ada yang nemenin, kamu juga udah lama kan enggak makan disini" mamanya via langsung narik iel gitu aja, dan iel hanya mengikuti dengan pasrah.
Dulu sebelum SMA, dan sebelum iel sesibuk sekarang, iel sering banget makan siang di rumah via, ia dapat merasakan kehangatan disana.
"Gimana yel enak enggak ?"
"Enak dong tante, masakan tante sih enak semua" kata iel tulus.
"Kamu ini ya bisa aja. Kamu kok sekarang jarang main lagi kesini sih ?"
"Iya nih tante, sibuk latihan basket. Oh iya, om mana tante ?"
"Om lagi dinas keluar, iya deh tante tahu yang pemain basket hebat. Tapi jangan lupa dong sama tante"
"Haha, enggak mungkinlah tan. Mas Dafa masih di jogja ya tan ?" tanya iel basa-basi nanyain kakaknya via.
"Iya, bentar lagi mau skripsi. Kamu dari tadi, kaya lagi interogasi deh. Mama papa kamu sendiri gimana, sehat kan di london ?"
"Sehat kok tan, sangking sehatnya sampai lupa pulang" jawab iel lirih, mamanya via yang udah tahu, cuma tersenyum lalu menggenggam tangan iel.
"Orang tua enggak ada yang pernah lupa sama anaknya, mereka akan jadi orang yang paling sedih ketika kehilangan anaknya, kalo kamu kangen sama mama kamu, kamu boleh kok main kesini, tante siap dengerin kamu" kata mama via lembut.
"Makasih ya tan.."lirih iel terharu.
"Lho, kok ada iel ?" tanya via bingung.
"Kamu nih, pulang-pulang bukannya salam dulu" tegur mamanya lembut.
"Hehe, assalamualaikum mamaku yang cantik, hai yel" kata via sambil memeluk mamanya dan tersenyum ke iel.
"Lagi numpang makan nih vi, udah jarang kan, kangen masakan mama kamu"
"Ya yel, kok cuma kangen masakan mama, masakan aku gimana ?" tanya via dengan tampang polos, via yang ikut ekskul masak, emang jago banget masak, mulai dari kue kering sampai masakan sehari-hari dia bisa, cita-citanya via kan pengen jadi ibu rumah tangga yang pintar masak dan bisa nyanyi.
"Kangen dong vi, apalagi sama browniesnya, kok enggak pernah ngasih lagi ?"
"Hehe, iya deh nanti kalo gue abis masak lagi, pasti langsung gue kirim ke rumah lo" kata via tersenyum senang.
'beuh, senyumnya selalu aja manis, aduh gue kenapa sih' batin iel sambil garuk-garuk kepala.
"Kenapa yel, ketombean ?" tanya via iseng.
"Hehe, enggak apa-apa. Gue pulang dulu ya, tante aku pulang ya" kata iel sambil mencium tangan mamanya via dan ngeloyor pergi.
Iel bengong duduk di samping kolam renangnya. Selain terbayang-bayang senyumnya via, dia juga teringat kata-kata mamanya via 'mereka akan jadi orang paling sedih ketika kehilangan anaknya'. Tiba-tiba hatinya di penuhi oleh rasa kangen akan kehadiran orang tuanya, berharap mereka ada disini memperhatikannya. Iel mengambil telpon, dan segera menekan nomer yang udah ia apal di luar kepala.
"Halo..."
"Ma, ini iel"
"Kenapa sayang ? Disini masih malem nih" iel menepuk jidatnya, lupa masalah perbedaan waktu.
"Sorry ma, abis iel kangen"
"Kamu ada-ada aja deh, nelpon jam segini cuma bilang kangen"
"Mama kapan pulang ?"
"Belum tahu sayang, mungkin akhir tahun ini. mama sama papa masih harus nyelesein beberapa kerjaan"
"Enggak bisa lebih cepat ma ?"
"Emang kenapa sayang, kamu ada tanding basket yang mama harus nonton ?"
"Enggak ma, iel cuma..."
"Cuma apa ?"
"Enggak apa-apa, ya udah deh, good night ya ma, salam buat papa, miss you"
"Miss you too.."
Klik. Iel mendekap telpon itu, berharap yang ia dekap sekarang adalah mamanya, ia cuma takut, takut semuanya telanjur berakhir dan selesai sebelum ia sempat memberitahu keadaannya.
Tiba-tiba pandangannya kabur, darah mengalir perlahan namun pasti dari hidungnya, iel berusaha buat berdiri, tapi semua langsung memudar dan gelap.
Kepalanya sakit, peluh membasahi badannya, padahal ia yakin suhu di kamar ini, tidak kurang dari 20 derjat.
"Udah sadar lo ?"
"Alvin ?"
"Iya, tadi lo pingsan di rumah, untung mbok yati masih ingat pesan gue, kalo ada apa-apa sama lo, hubungin gue" kata avin sambil menatap iel.
"Thanks ya"
"Gue udah ngobrol sama dokter yang nanganin lo, hasil pemeriksaan terakhir nunjukkin kalo sel kanker udah mulai menyebar, lo harus kemo yel"
"Enggak mau vin.."
"Kenapa sih yel ? Ini buat kebaikan lo"
"Gue udah pasrah, gue cuma pengen ngabisin sisa semua waktu gue sama kalian"
"Gue tahu, gue enggak akan menang debat ini sama lo" kata alvin pasrah menghadapi sahabatnya yang satu ini.
"Sori vin, gue harap lo ngerti"
"Gue enggak ngerti yel, tapi gue berusaha aja buat ngerti. Kata mbok yati, lo abis dari rumah via, ngapain ?"
"Main doang, kenapa ?"
"Jealous gue.." kata alvin bertampang serius.
"Hah ?!"
"Hahaha..peace yel..gue cuma bercanda, muka lo udah pucat jadi tambah pucat tuh..haha..gue cuma mau ngetes doang" kata alvin sambil tertawa puas.
"Sejak kapan lo jadi bisa bercanda gini ? Ngetes ?" iel berusaha menutupi kesaltingannya.
"Ye, lo pikir gue robot gitu. Kan dulu banget lo pernah bilang, kalo lo suka sama via, nah akhir-akhir ini kan via suka ngelihatin lo, jadi gue penasaran aja"
"Kalopun gue masih suka dan dia tertarik sama gue, gue enggak akan biarin dia tahu perasaan gue vin, dan jangan tanya alasannya kenapa !"
"Ya udahlah terserah lo, gue bukan model orang yang suka nyampurin urusan orang"
"Kata dokter kapan gue boleh pulang ?"
"Enggak sekarang yang jelas, keadaan lo masih lemah"
"Lo bantuin gue dong bujuk dokternya, bisa basi gue sendirian disini. Lagian repot juga kan nyembunyiin gue dari anak-anak"
"Enggak tahu deh, nanti gue usahain"
"Oh ya vin, gue mau nanya satu lagi ?"
"Apaan ?"
"Kok lo mau nungguin gue di sini, di kamar rumah sakit"

"Enggak tahu, kepaksa aja, siapa lagi yang mau kalo bukan gue" jawab alvin cuek, tapi iel tersenyum mendengar jawaban alvin, berteman dengan alvin dari tk, mengajarkannya membedakan mana cuek yang asli dan mana cuek yang palsu.
Shilla, oik, dan agni lagi main ke rumah sivia. Dan seperti biasa, kalo ada temen-temennya di rumah, via selalu sibuk buat masak. Mulai dari bikin kue coklat sampai spagheti dia jabanin.
"Ya ampun vi, enggak kurang banyak ini ?" tanya agni bingung ngelihat begitu banyak makanan yang tersedia di atas meja makan via.
"Kurang ya ag, masih banyak kok di dapur" jawab via polos.
"Ini kebanyakan via"kata shilla sambil tersenyum.
"Hehe, enggak kerasa tadi enak aja masak, enggak sadar udah sebanyak ini, nanti pada bungkus aja bawa pulang"
"Iya..iya udah, ayo kita makan, laper nih gue.." lanjut oik tanpa basa-basi.
"Lagian ini juga sebagian mau gue kasih ke iel kok" kata via pelan.
"Ciee..ehem..ehem..lanjut vi lanjut, gue selalu dukung lo, tenang aja.." kata oik semangat.
"Yee, kalian sih enak, shilla sama riko, agni sama cakka, oik juga udah sama obiet, gue ? ielnya aja enggak sadar-sadar gue suka"
"Ya via, gimana ielnya mau tahu kalo lo suka sama dia, lo nya aja enggak ngasih sinyal ke dia, terus cuma kita-kita doang juga yang tahu, susah deh.." kata oik lagi.
"Gue udah ngasih sinyal tahu, hampir tiap hari gue senyum ke dia, ngeliatin dia"
"Kurang kuatlah vi, lo juga bisa aja kan senyum ke yang lainnya tiap saat" kata agni menimpali.
"Tapi perasaan gue doang atau akhir-akhir ini lo enggak sedeket dulu sih vi sama iel ?" tanya shilla.
"Iya shil lo bener, enggak tahu deh kenapa, udah lama banget gue enggak jalan lagi sama dia berdua, enggak main lagi sama dia berdua, dia kaya agak ngehindar gitu dari gue" ratap via sedih.
"Udah ah jangan sedih, kan kita mau seneng-seneng sekarang" kata shilla bijak.
di taman.
"Ngapain nih shil aku di suruh kesini ?" tanya riko bingung sambil menghampiri, shila, agni, oik, cakka, dan obiet yang udah duduk di taman daritadi.
"Bentar..bentar, sini kamu duduk dulu, masih ada satu orang lagi yang belum datang" jawab shila. Riko yang masih bingung mencoba mencari jawaban dengan melihat cakka dan obiet, tapi mereka cuma mengangkat bahu, sama-sama enggak ngerti.
'Ya ampun rame amat itu, mau di interogasi jangan-jangan gue, apa mereka udah tahu ya' batin alvin melihat teman-temannya dari kejauhan.
"Cepetan kenapa vin, lama amat !" teriak agni. Mau enggak mau, alvin pun berlari-lari kecil ke arah mereka.
"Sori. Emang ada apa sih ?"
"Lo tuh ya, rumah cuma di situ doang aja lama amat datangnya" timpal oik. Padahal alvin emang sengaja datang telat, dia sempat bingung waktu shila nelpon dan nyuruh dia ke taman, dia masih belum siap kalo harus bongkar rahasianya iel.
"Oke, jadi gini.."
"Lho kita enggak nunggu iel sama via ?" tanya obiet memotong kata-kata shilla.
"Justru kita mau ngomongin mereka biet. Gue sih enggak ngerti ya perasaan iel gimana ke via, tapi via sayang sama iel" kata shila menyambung kata-katanya.
'oh tentang ini, gue kira' batin alvin lega.
"Nah, iel kan secara enggak langsung udah bantuin kita bertiga buat jadian, jadi enggak ada salahnya dong kalo kita nyomblangin iel sama via" kata oik menyambung kata-kata shilla.
"Tapi gue enggak tahu tuh si iel demen apa enggak sama si via" sahut cakka kemudian.
"Iya gue juga enggak tahu, dia enggak pernah cerita apa-apa tentang cewek sama gue" kata obiet.
"Tapi emang mereka berdua cocok sih kalo dilihat-lihat, lagian dulu juga mereka berdua dekat kan" timpal riko yang di jawab oleh anggukan teman-temannya.
"Terus gue ? iel kan enggak nyomblangin gue sama siapa-siapa ?" tanya alvin cuek.
"Ya vin, enggak setia kawan amat lo" kata riko sambil menatap alvin.
"Tapi gue bener dong, gue enggak ada urusan disini, udah deh gue balik aja, good luck aja buat rencana lo semua" alvin tahu sikapnya nyebelin banget, tapi dia masih inget kata-kata iel yang bilang enggak akan biarin via tahu perasaannya, dan alvin beneran bingung mau dukung siapa sekarang.
"Heh, itu bocah ya, kenapa gue tahan temenan sama dia" kata cakka sambil melihat alvin yang berjalan pulang gitu aja.
"Udahlah, toh dia juga dukung kita kan" kata obiet mencoba bijak seperti biasa.
keesokan harinya, tempat parkir.
Alvin memarkirkan motornya. Dia baru mau beranjak ke kelas, saat melihat aren lagi turun angkot di depan sekolahnya, dan entah ada angin apa alvin menghampiri aren.
"Kok naik angkot ren ?" tanya alvin tanpa basa-basi.
"Emang tiap hari gue naik angkot kak pulang pergi, kakak aja yang baru tahu" jawab aren sambil tersenyum seperti biasa tentunya.
"Oh gitu. Kalo gitu nanti pulang bareng ya, gue tunggu di lapangan futsal" kata alvin sambil tersenyum dan meninggalkan aren yang masih spechless di tempatya.
'ada angin apa nih tuh orang jadi baik gitu ke gue, ngomongnya panjang enggak cuek, ngajakin pulang bareng lagi, belum pake acara senyum segala, eh tapi enggak salah tadi dia, nunggu gue di lap.futsal kenapa enggak di parkiran aja'
"Eh kamu, ngapain bengong disitu, telat nanti !" aren langsung tersadar dari lamunannya dan ngibrit ke kelas, setelah di tegur sama seorang guru yang tidak ia ketahui siapa namanya.
Pulang sekolah, lapangan basket.
"Tumben lo kesini, ada apaan ?" tanya iel yang lagi berusaha ngeshoot bola ke ring.
"Cuma mau ngingetin lo doang, lo baru keluar rumah sakit, jangan langsung kaya gini dong" kata alvin yang malah ngambil bola dan ikutan main.
"Ssstt, jangan keras-keras entar ada yang denger"
"Bagus deh kalo ada yang denger, jadi gue enggak sumpek nyimpen ini sendirian" jawab alvin enteng, iel cuma menatap alvin sekilas.
"Ayolah vin, kita udah bahas ini berkali-kali"
"Lo harus berhenti main basket yel, serahin jabatan kapten lo ke cakka" Iel lagi-lagi menatap alvin, ia memberhentikan permainannya, alvin yang sadar lagi di liatin, ikutan berhenti main.
"Gue sama basket, enggak adanya bedanya sama lo dan futsal, enggak akan ada yang bisa lepasin gue dari basket !" ujar iel sedikit emosi.
"Tapi ini kan buat kebaikan lo juga yel !" kata alvin enggak kalah ngotot.
"Kalian dan basket, adalah dua hal yang enggak akan pernah gue lepasin gitu aja" iel berusaha meyakinkan alvin.
"Tapi yel.."
"Enggak vin, gue tahu lo khawatir sama gue, tapi lo kenal gue kan, gue enggak ngelakuin sesuatu tanpa perhitungan, gue yang tahu kapan kondisi gue bagus dan kuat, dan kapan gue harus sedikit istirahat" alvin cuma bisa pasrah mendengar kata-kata iel.
"Gue mau ke ruang osis vin, disuruh riko, mau ikut ?" tanya iel setelah ia membaca sms dari riko barusan.
'pasti urusan yang kemarin' batin alvin. Tiba-tiba hpnya bergetar.
from : riko
ngumpul di taman, biarin iel sama via berdua.
"Enggak deh yel, gue masih ada urusan" kata alvin sambil berjalan menuju taman. Dan melupakan janjinya pada seseorang.
Ruang OSIS.
"Lho via, ngapain disini, riko mana ?" tanya iel bingung, karena mendapati di ruang osis cuma ada via doang.
"Tadi abis rapat, riko sama shila pergi gitu aja yel, tapi gue disuruh nunggu disini, katanya nanti mereka bakal balik lagi" jawab via polos. Mereka berdua cuma duduk diem, selama bermenit-menit, dengan jantung yang berdegup tanpa aturan.
"Kemarin thanks ya via kue coklatnya, enak.." kata iel memecah keheningan.
"Oh iya sama-sama, kalo iel mau, via bisa kok bikinin setiap hari" jawab via sambil tersipu.
"Haha, muka lo merah vi, lucu.." kata iel spontan sambil tertawa.
"Via serius yel.."
"Tentang apa ?"
"Tentang via yang pengen masak setiap hari buat iel, via sayang sama iel" Via merasakan wajahnya memanas, dia enggak ngerti juga kenapa tiba-tiba dia jadi bisa bilang kaya gini. Iel juga shock sampai enggak kedip-kedip lihat via.
"Enggak bisa vi.." jawab iel lirih.
"Kenapa ?" via sadar kelenjar air matanya sudah mulai berproduksi, tapi dengan sekuat tenaga dia coba tahan itu.
"Gue bilang enggak bisa ya enggak bisa !!" iel tiba-tiba berteriak, emosi yang entah darimana datangnya yang muncul begitu saja, dan enggak butuh satu menit kemudian, ia menyesali itu ketika melihat air mata via turun perlahan.
"Gu..gu..gue..min..minta maaf yel" jawab via terbata-bata diantara tangisnya.
BRAAK. Pintu terbuka, shilla langsung berlari memeluk via, disusul dengan oik dan agni. Riko, cakka, obiet dan alvin cuma berdiri, dan enggak ngerti harus ngelakuin apa. Setelah janjian di taman tadi, mereka emang sengaja nguping pembicaraan via dan iel.
"Gue mau pulang, dan gue mau sendiri" kata via pelan, dan beranjak pergi. Oik ingin mengejar via, tapi di tahan sama shilla dan agni.
"Lo kenapa yel ?" tanya agni heran.
Iel mencoba tertawa, tapi yang terdengar malah nada putus asa, lalu ia mengeluarkan kalungnya, kalung yang tidak pernah ia lepas, kalung yang melekat di tubuhnya semenjak ia berumur satu tahun, kalung yang menandakan keimanannya. Mereka yang ada di situ, sadar apa maksud iel, tapi masih belum mengerti jalan pikiran iel.
"Gue enggak nyangka lo sedangkal ini" kata cakka di antara suasana yang hening.
"Lo tahu enggak yel, obiet selalu bangun lebih pagi daripada gue, buat nelpon gue dan ingetin gue buat solat subuh" kata oik sambil menatap iel.
"Dan oik, enggak akan pernah mau gue ajak pergi di hari sabtu atau minggu, kalo dia tahu gue belum ke gereja" sambung obiet sambil melihat oik.
"Kita sahabatan dari kecil yel, dan hal ini bukan penghalang buat persahabatan kita" kata shilla bijak.
"Ini bukan lo yel, orang yang sengaja enggak mau latihan di hari jumat, karena sebagian anak basket harus jumatan" lagi-lagi kata cakka.
"Dan orang yang ngusulin ke gue, buat ngadain baksos, dalam rangka lebaran dan natalan" kata riko menimpali.
"Gue enggak ngerasa cukup pantes buat ngejaga via" jawab iel lirih.
"Lo pantes, lo jangan takut dulu, lo bisa jagain dia, di belakang lo masih ada kita, yang selalu siap bantuin lo, lo enggak boleh nyerah" kali ini kata alvin, yang sukses bikin teman-temannya nengok ke arah dia semua. Iel kembali tersenyum, cuma alvin yang tahu alasannya dia yang satu lagi, dan secara enggak langsung alvin udah ngasih dia jaminan buat ngeyakinin hatinya sendiri.
"Alvin bener, kita semua bakal selalu saling menjaga satu sama lain, enggak peduli segede apa perbedaan di antara kita, toh kita berhasil kan bikin perbedaan itu jadi sesuatu yang seru selama ini" kata obiet sambil nepuk-nepuk pundak iel.
"Jadi ?" tanya iel yang sebenernya ditunjukan untuk hatinya sendiri yang masih belum yakin akan keputusannya.
"Lo sayang sama via ?" tanya shilla lembut seperti biasa.
"Iya"
"Lo enggak akan nyakitin dia ?" tanya agni menimpali.
"Gue akan selalu berusaha buat ngejaga dia" jawab iel mantap.
"Ya udah, tunggu apa lagi, udah sana susulin dia ke rumahnya, kasian kalo via kebanyakan nangis, gara-gara cowok plin-plan kaya lo gini" kata oik sambil tersenyum.
"Oke, gue kesana, thanks ya semua.." kata iel sambil beranjak pergi.
"Kayanya bakal happy ending nih" kata agni.
"Gue harap sih gitu, eh gerimis nih, kita pulang sekarang atau nunggu hujan reda ?" kata cakka sambil melirik agni.
"Sekarang aja deh, mumpung masih gerimis, duluan ya semuanya.." kata agni yang dikuti oleh lambaian tangan dari cakka, lalu mereka pun pulang bersama.
"Kamu maunya pulang sekarang apa nanti ?" tanya obiet pada oik.
"Nanti aja biet, kalo cakka sama agni sih emang tahan banting"
"Ya udah deh" kata obiet sambil duduk di samping oik.
"Vin, katanya kemarin enggak mau ikutan, tapi tadi ikutan ngeyakinin iel ?" tanya riko kemudian.
"Haha, alvin udah mulai berubah, pasti gara-gara manajer futsal itu, siapa namanya ?" tanya shilla ke oik.
"Aren shil.."
"Ya ampun gue lupa !" alvin menepuk jidatnya, dia beneran lupa sama janjinya buat ngajakin aren pulang bareng.
"Kenapa vin ?" tanya obiet bingung, dan tambah bingung lagi lihat alvin yang langsung lari tanpa jawab pertanyaannya.
Lapangan futsal.
Alvin yang berlari di antara gerimis-gerimis yang mulai menderas, sebenernya udah pasrah aja kalo aren udah enggak nungguin dia lagi, tapi ternyata dugaanya salah, belum sampai lapangan futsal aja, alvin udah bisa ngelihat aren yang lagi duduk senderan di pojokan.
"Sori gue telat" kata alvin sambil jongkok di samping aren.
"Eh kak alvin, ya udah ayo kita pulang.." jawab aren lirih sambil tersenyum, dia berusaha berdiri, tapi kemudian.
"Aren !" untung alvin sigap nangkep badannya aren yang pingsan. Tanpa pikir panjang, alvin langsung gendong aren.
Ruang OSIS.
"Aren kenapa vin ?" tanya oik kaget melihat kehadiran alvin di pintu ruang osis, basah kuyup karena emang udah deres ujannya, dan lagi gendong aren yang pingsan.
"Ko, kunci mobil dong" kata alvin panik.
"Buat apa ?" tanya riko enggak kalah bingung tapi tetap memberikan kuncinya.
"Gue pinjam, nih kunci motor gue.." kata alvin yang langsung menukar kunci motornya dengan kunci mobil riko. Dan pergi dari situ, tanpa menjawab pertanyaan oik.
"Woi, gue sama shila pulangnya gimana ?!" tanya riko berteriak jengkel, yang baru menyadari keadaan setelah kunci motornya alvin ada di tangannya.
"Udahlah ko, mereka lebih perlu, kasian aren. Kita kan bisa nunggu disini" kata shilla bijak menenangkan riko.
"Baru kali ini gue lihat alvin, ngelakuin hal kaya gini buat cewek" kata oik masih belum bisa menghilangkan kebingungannya.
"Ya, kalo tuh cewek bisa bikin alvin jauh lebih baik, kenapa enggak ?" kata obiet sambil tersenyum.
Di kamar via.
Iel terbelalak heran, setelah mendapat ijin dari mamanya via buat masuk ke kamarnya via. Kamar yang di dominasi oleh warna pink itu, sebenernya biasa aja, cuma jauh lebih rapi dari kamar iel. Tapi yang bikin iel kaget adalah, ia menemukan banyak gambar dirinya, di dinding kamar via. Mulai dari gambar iel masih pake seragam putih merah, sampe putih abu-abu ada di situ, mulai dari pose yang malu-malu sampai meringis lebar dengan seyum menawan.
"Sejak kapan vi ?" tanya iel pelan sambil duduk di samping via, yang nyembunyiin wajahnya di bantal.
"Sejak dulu, sejak iel suka main disini nemenin via, sejak iel belum jago main basket, sejak via masih main masak-masakan" kata via lirih.
"Maafin gue tentang yang tadi"
"Enggak apa-apa, gue ngerti kok" kata via mulai menatap iel walau air matanya masih terus mengalir.
"Udah dong vi nangisnya, udah.." kata iel sambil menghapus air mata via dengan tangannya.
"Mending iel keluar dari sini, via pengen sendiri, nanti kalo via udah baikan, via lepas semua poto iel.."
"Jangan vi .." reflek iel cepat.
"Lho kenapa ?" tanya via bingung.
"Iel juga suka sama via, dari dulu dari pertama lihat via datang jadi tetangga baru iel. Iel udah suka sama senyumnya via, via yang lembut, yang jago masak, via mau kan masakin buat iel setiap hari ?" kata iel panjang lebar yang bikin via melongo tapi hatinya berteriak senang.
"Iel yakin ?"
"Yakin banget, iel bakal jagain via, sekuat yeng iel bisa, enggak akan bikin via nangis kaya sekarang.." kata iel lirih, ia tidak benar-benar setuju dengan perkataanya barusan.
"Iel janji ?" tanya via sambil tersenyum.
"Iya, iel janji" kata iel mantap, walaupun hatinya jelas-jelas tahu, kalo berjalannya waktu, ia yang akan mengakhiri janjinya sendiri. Tanpa aba-aba, via langsung memeluk iel, dan iel membalas pelukan itu, mengusap lembut rambut via, berharap wakti berhenti dan membiarkannya bahagia.
Di kamar aren.
Alvin menatap aren dengan tatapan yang susah di artikan. Dia sendiri enggak ngerti, apa yang dia rasain sekarang.
"Harusnya lo enggak nungguin gue ren, udah tahu punya asma, bukannya pulang duluan aja" kata alvin pada aren yang masih pingsan.
"Udah vin kamu pulang aja, biar tante yang jagain aren" kehadiran mamanya aren yang tiba-tiba, bikin alvin jadi gelagapan.
"Eh, ehm..eng..enggak apa-apa tante, saya tunggu sampai aren sadar aja, biar tenang"
"Ya udah. Makasih ya udah bawa aren pulang"
"Sama-sama tante, sekali lagi saya minta maaf, padahal waktu itu tante udah nitipin aren ke saya" kata alvin tulus.
"Alvin, kamu itu udah minta maaf ke tante berkali-kali lho, enggak capek apa. Lagian, emang arennya aja yang bandel, dia itu udah lemah dari kecil karena asmanya, tapi enggak pernah bisa diem di rumah" kata mama aren yang malah curcol.
"Mama.." kata aren lirih.
"Iya sayang, duduk dulu minum airnya" kata mama aren lembut sambil mendudukan aren dan meminumkan air. Alvin menatap itu dengan pandangan nanar, teringat kenangan akan mamanya.
'nah lho kenapa ada kak alvin di kamar gue' tanya aren bingung waktu mendapati alvin berdiri di sisi tempat tidurnya yang lain.
"Udah sadar ren, sori ya tadi bikin lo nunggu sampe keujanan dan pingsan" kata alvin sambil tersenyum, senyum yang paling manis.
"Oh, iya kak enggak apa-apa, kakak yang bawa gue pulang ya ? Makasih ya kak"
'heh, nih anak udah sakit gini aja masih senyum manis gini' batin alvin.
"Ya udah aren, besok kamu enggak usah masuk dulu ya, masa bulan ini kamu udah kambuh sampai dua kali gini. Alvin besok bisa kan ijinin aren ?"
"Bisa kok tan, besok saya ijinin"
"Besok aren harus sekolah ma, lagi banyak ulangan, besok ada ulangan kimia sama b.inggris, aren males susulan" kata aren merajuk.
"Tapi ren.."
"Kan males ya kak kalo harus susulan di ruang guru sendirian ?" tanya aren tiba-tiba ke alvin. Alvin yang jauh di lubuk hatinya yang paling dalem lebih setuju sama mamanya aren, harus takluk sama senyum dan tatapan matanya aren.
"Gini aja tante, mulai besok saya anter jemput aren deh, pokoknya keselamatan aren di sekolah tante serahin aja ke saya" kata alvin, yang langsung di beri anggukan setuju oleh mamanya aren. Sementara aren jadi bengong denger kata-kata alvin barusan, dia bingung kenapa akhir-akhir ini, nih orang jadi enggak irit kata dan baik banget sama dia. Alvin sendiri juga bingung, dapat ide darimana tadi dia bisa bilang kaya gitu.
"Ya udah deh tante, saya pulang dulu. Gue balik ya ren, besok gue jemput, setengah tujuh" kata alvin yang kayanya udah ketularan aren, jadi selalu nambahin senyum di akhir kata-katanya.

Komentar

Postingan Populer