Fearless of Love Part 7

Via terus-terusan menangis sepanjang jalan, dari parkit ke rumah sakit. Badannya bergetar, air matanya tidak lagi sederas tadi, yang tersisa hanyalah isakan, isakan yang begitu menyayat hati. Shila dan oik juga menangis tertahan, bersama-sama dengan agni mereka mencoba menenangkan via, walaupun hati mereka sendiri butuh di tenangin. Alvin sudah menjelaskan semuanya, ia tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri dalam hati.
"Ikut gue !" kata cakka kasar sambil menarik tangan alvin. Riko dan obiet yang merasakan kejanggalan memutuskan untuk mengikuti cakka dan alvin.
"Kalian mau kemana, diluar hujan" kata obiet di sela-sela perjalanan, tapi sepertinya sia-sia, cakka terus menarik alvin dan membawanya ke taman.
BUG ! bogeman cakka telak mengenai wajah alvin, darah segar langsung mengalir pelan.
"Lo kenapa cak !" teriak riko sambil megangin cakka. Sementara alvin hanya terdiam pasrah.
"Lepasin gue !" ronta cakka kuat, tanah yang becek karena hujan, bikin riko enggak bisa jaga keseimbangan buat jagain cakka, dan..
BUG ! sekali lagi cakka memukul alvin, hingga alvin jatuh terjerembab ke tanah. Obiet, langsung berdiri di antara cakka dan alvin.
"Woi ini rumah sakit, bukan tempat berantem !" teriak obiet.
"Lo egois vin ! Lo egois ! Lo tahu, dan enggak mau bilang sama siapapun ! Lo enggak peduli sama iel sama kita !!" teriak cakka lantang, sambil berusaha buat nyamperin alvin lagi, tapi untung riko dan obiet sigap buat nahan cakka. Alvin hanya terdiam, memandang cakka dalam-dalam.
"Lo terserah mau bilang gue egois atau apa, lo terserah mau mukulin gue kaya apa, tapi apa lo lupa, gue satu-satunya orang disini yang tahu rasanya kehilangan.." kata alvin lirih, hampir tidak terdengar. Cakka tersentak oleh kata-kata alvin.
"Dan gue juga akan jadi orang yang pertama, yang bakal berusaha sekuat apapun untuk enggak ngerasain kehilangan lagi, berusaha sekuat apapun biar teman-teman gue enggak ngerasain apa yang gue rasain" sambung alvin sambil tersenyum hampa.
Riko mengendurkan pegangannya terhadap cakka saat merasa hpnya bergetar di saku celananya. 'heh, enggak tepat banget sih yang nelpon gue'
"Halo shila, kenapa ?" semua langsung noleh waktu denger riko nyebut nama shila.
"Oh, iya..iya, ini aku baru mau kesana" kata riko pada shila di ujung telpon.
"Iel udah sadar, dia mau ketemu sama lo vin" jelas riko sambil memasukkan kembali hpnya kesaku celananya. Alvin berjalan gontai, perasaannya campur aduk. Dibelakangnya obiet, riko dan cakka ngikutin. Cakka melihat punggung alvin yang kotor kena tanah waktu dia tonjok sampai jatuh tadi.'maaf vin, gue enggak maksud' bisik cakka dalam hati.
Shila, oik, agni dan via bingung ngelihat alvin, obiet, riko dan cakka yang datang dalam keadaan basah kuyup. Apalagi alvin, bajunya kotor, mukanya lebam dengan darah yang masih mengalir. Sadar dilihatin, alvin langsung ngelap darahnya asal dengan ujung jaketnya dan tersenyum.
"Udah ayo masuk.." ajak alvin.
"Di..dia..cu..cuma pengen ketemu lo" kata via dalam isakannya.
"Udah ayo semua masuk, lo yang paling berhak ketemu dia vi" ajak alvin lagi sambil menggandeng via, teman-temannya yang lain pun mengikuti.
"Vin lo kena..mereka ?" tanya iel kaget waktu melihat alvin yang babak belur masuk diikuti oleh teman-temannya yang lain.
"Mereka udah tahu yel, percuma juga kalo lo nyuruh gue nutup-nutupin ini lagi" kata alvin cepat, dan membuat semuanya terhenyak.
"Gue juga udah nelpon orang tua lo, gue cuma bilang lo sakit dan butuh mereka, masalah ini biar nanti dokter yang jelasin, mereka lagi usaha buat cari tiket kesini. Via nangis terus tuh, jadi jangan sekali-kali lo minta dia atau yang lainnya pergi dari sini, kita cuma pengen ngejagain lo" sambung alvin panjang, teman-temannya cuma bisa ngelihatin doang, sangking paniknya enggak ada satupun dari mereka ingat buat nelpon orang tuanya iel, dan ternyata alvin udah ngelakuin itu. Cakka tambah merasa bersalah mendengar perkataan alvin, agni yang masih belum tahu apa-apa, dapat merasakan ada sesuatu yang aneh di cakka, dia menggenggam erat tangan cakka, berharap sedikit meringankan pikiran cakka.
"Makasih vin.." kata iel lirih, dia bingung juga mau bilang apa lagi. Lalu dia melirik via yang masih menangis.
"Sini vi, maafin aku ya udah bikin kamu khawatir.." kata iel sambil menyuruh via buat duduk di samping ranjangnya, via menuruti itu, dan langsung menggenggam lembut tangan iel, dan menyenderkan kepalanya di dada iel.
"Gue mau pulang, mau ganti baju, nanti kalo sempet gue balik lagi kesini" kata alvin sambil beranjak pergi.
"Lo yakin bisa bawa mobil, perlu gue anter ?" tawar riko yang khawatir sama keadaanya alvin yang agak labil.
"Gue bisa sendiri kok" jawab alvin sambil tersenyum dan langsung pergi gitu aja.
"Jadi ada yang bisa jelasin ke gue apa yang terjadi sama alvin ?" tanya iel setelah alvin pergi.
"Bisa, kalo lo juga bisa jelasin alasan lo tentang ini semua" jawab obiet kalem tapi tegas, yang cuma di tanggepin anggukan sama iel. Lalu obiet pun mulai bercerita, dan cakka cuma bisa menyesali emosinya terduduk lemas di sebuah sofa.
Kelas, pulang sekolah.
Hari ini semua terasa berjalan lambat bagi riko, obiet, cakka, agni, oik dan shila. Via belum mau pulang, dan minta ijin buat nungguin iel, dan enggak ada yang tahu kenapa juga alvin enggak masuk. Mereka sedang terburu-buru membereskan beberapa buku, dan ingin segera nengokin iel ke rumah sakit. Waktu oik ngelihat aren celingukan di depan kelas mereka.
"Aren, kenapa masuk aja ?" ajak oik dari dalam kelas, aren yang merasa namanya di panggil pun masuk.
"Nyariin alvin ya ?" tanya oik lagi.
"Iya kak, dari semalem sms aku enggak di bales, di telpon hpnya malah di matiin, padahal aku cuma mau bilang pagi ini enggak berangkat bareng. Tadi pas istirahat aku cari di kantin enggak ada, di lapangan futsal juga enggak ada padahal hari ini ada latihan.." jelas aren.
"Alvin memang enggak masuk ren" timpal shila yang udah duduk di deket oik dan aren.
"Kenapa ? sakit kak ?"
"Kita juga enggak tahu tuh, dari semalem juga di telponin enggak bisa, kata omanya dia enggak mau keluar kamar" sambung agni.
"Aren boleh minta alamatnya kak alvin enggak ?" shila tersenyum sekilas, lalu menyobek kertas kecil dari memonya dan segera menuliskan alamat rumah alvin lalu memberikannnya ke aren.
"Makasih ya kak"
"Bisa sendiri ? perlu di anter enggak ?" tawar oik ramah.
"Enggak kak enggak usah, sekali lagi makasih ya.." ujar aren sambil meninggalkan kelas tersebut.
"Nanti sore temenin aku ke rumah alvin ya, aku mau minta maaf" bisik cakka ke agni, agni hanya menatap pacarnya itu sambil tersenyum lalu mengangguk.
"Eh, lo berdua malah bisik-bisik, ayo kita ke rumah sakit" ajak riko kemudian.
Rumah alvin.
Tok..tok..tok..
"Permisi, rumahnya kak alvin kan ?" tanya aren ramah.
"Iya, siapa ya ?" tanya omanya alvin enggak kalah ramah.
"Saya aren oma temennya kak alvin" oma pun langsung paham, beberapa kali sudah alvin cerita sekilas tentang aren, orang yang selalu di anter jemput sama alvin.
"Oh iya-iya, ayo masuk dulu" kata oma sambil nyuruh aren masuk.
"Kak alvin sakit ya oma ?" tanya aren setelah duduk di ruang tamu rumah alvin.
"Oma juga enggak tahu, semalem pulang basah kuyup enggak mau makan, langsung masuk kamar dan enggak keluar-keluar sampai sekarang" cerita oma khawatir.
"Aku boleh nunggu disini enggak oma, kali aja nanti kak alvin mau keluar"
"Boleh kok boleh. Oma malah seneng, soalnya oma mau pergi dulu, kebetulan pembantu oma lagi pulang kampung, kalo ada kamu oma jadi tenang"
"Makasih ya oma, nanti aren paksa deh kak alvin keluar buat makan"
"Oma udah siapin bubur di dapur, tinggal ambil aja, kamu juga kalo mau makan enggak usah malu-malu ya, oma percaya kok sama kamu. Ya udah oma pergi dulu ya" aren mencium tangan oma, dan langsung mengunci pintu ketika mobilnya oma udah pergi. Aren langsung ke dapur ngambil bubur yang di bilang oma, setelah bingung nyari kamarnya alvin yang mana, aren langsung merasa yakin setelah melihat sebuah pintu dengan hiasan bola tergantung di depannya.
"Kak alvin..aren ni.." kata aren di depan kamar.
"Kak, bukain dong, tega banget. Makan dulu nih" kata aren enggak patah semangat. Karena enggak ada jawaban apapun. Aren pun duduk senderan di tembok samping pintu.
Alvin ngucek-ngucek matanya, kepalanya sedikit pusing. Semalem dia langsung tidur gitu aja, masih pake seragamnya yang basah, dan dia masih dapat merasa air mata yang menetes dalam tidurnya. Alvin merasa ada yang manggil-manggil namanya barusan, suara yang dia kenal, tapi bukan suara omanya. Penasaran serta di dorong rasa lapar alvin pun memutuskan keluar kamar. Dan alangkah terkejutnya dia, mendapati aren tertidur senderan di depan kamarnya, di sampingnya ada baki berisi semangkuk bubur dan segelas air.
"Ren..aren.." panggil alvin pelan.
"Hmm..eh kak alvin..di buka juga akhirnya" kata aren sambil mengucek matanya
"Dari jam berapa disini ?"
"Jam..Ya ampun kak, mukanya kenapa ? di gebukin siapa ? kok masih pake seragam ?" tanya aren heboh yang baru sadar begitu ngelihat muka alvin lebam dan darah yang mengering.
"Enggak apa-apa kok" kata alvin sambil tersenyum padahal seneng banget waktu ngelihat ekspresi panik aren.
"Enggak apa-apa gimana, sampai kering gitu enggak di obatin, nanti infeksi"
"Itu buat gue ?" kata alvin sambil nunjuk baki di sebelah aren.
"Iya, udah dingin tapi. Gue panasin lagi ya, oh iya oma pergi ada urusan" jelas aren sambil berdiri tapi tangannya di cegah sama alvin.
"Enggak usah, sini gue makan aja. Ayo masuk ke kamar gue" kata alvin sambil ngambil baki di sebelah aren.
Aren mengamati kamarnya alvin, enggak seberantakan yang dia pikir, cukup rapi malah. Ada beberapa poster pemain bola yang menempel di tembok. Lalu pengamatan aren beralih ke alvin yang lagi kalap makan bubur, padahal apa enaknya bubur dingin pikir aren.
"Kak, udah berapa tahun enggak makan ?" tanya aren iseng. Alvin cuma nyengir lalu ngelanjutin makan bubur dan enggak sampe beberapa detik kemudian, bubur itupun habis tak bersisa.
"Mau nambah kak ?" aren enggak tega lihat alvin yang kayanya masih kelaperan.
"Enggak kok. Lo disini aja, temenin gue" aren bingung lihat tatapan mata alvin, ada kesedihan disitu, kesedihan yang sudah lam tertutupi oleh sorot mata cueknya.
"Kenapa kak ? cerita aja, kali aja gue bisa bantu" tawar aren sambil tersenyum. Dan langsung kaget, waktu tahu-tahu tanpa aba-aba dan pemberitahuan sebelumnya, alvin nyenderin kepalanya di pundak aren.
"Lo pernah takut di tinggal orang yang lo sayang enggak ren ?" tanya alvin pelan, aren baru mau menjawab ketika alvin menyambung lagi kata-katanya.
"Gue takut banget, waktu nerima kenyataan nyokap gue pergi ninggalin gue buat selamanya, gue takut banget pulang ke rumah, dan enggak ngedapetin nyokap gue nyambut gue seperti biasa, gue takut banget tidur, karena nyokap selalu datang ke mimpi gue. Gue nyoba jalanin hari-hari gue, ngikutin hidup mau bawa gue kemana, tapi hidup sekali lagi, bikin gue ngerasa takut" sambung alvin. Aren hanya mendengarkannya, dia rasa alvin lagi butuh di dengerin sekarang, bukan di ceramahin.
"Gue harus gimana sekarang ? gue enggak pengen kehilangan siapa-siapa lagi, cukup nyokap gue ren, cukup.." aren enggak ngerti kemana arah pembicaraan alvin, tapi dia dapat merasa pundaknya basah, basah oleh lelehan air mata alvin. Alvin hening, aren pun begitu. Rasanya dia juga pengen ikutan nangis, tapi berusaha sekuat tenaga dia tahan.
"Kak.." panggil aren pelan, karena alvin diam aja dan enggak ngelanjutin kata-katanya lagi. Aren menggeser duduknya, untuk menoleh melihat alvin. Tapi badanya alvin malah jatuh, untung buru-buru aren tangkap.
"Kak..kak alvin.." panggil aren panik sambil nepuk-nepuk pipi alvin, aren baru sadar kalo alvin pingsan. Dengan susah payah, aren berhasil nidurin alvin di kasur, aren memeriksa kening alvin, dan dia baru ngeh kalo alvin demam. Aren nyari-nyari kompresan dan segera ngompres alvin sekalian bersihin darah yang udah kering di wajah alvin dengan hati-hati.
Tok..tok..tok..ting..tong..
Aren beranjak ke luar buat lihat siapa yang datang, baru sadar kalo cuma ada dia dan alvin di rumah alvin.
"Eh, kak agni, kak cakka.." sapa aren.
"Lho ren, belum pulang dari tadi ? Alvin mana ?" tanya agni bingung.
"Kak alvin di kamarnya sakit, tadi pingsan. Oh ya masuk kak"
"Pingsan ?" tanya cakka dan agni bareng.
"Iya, kak alvin masih pake seragam, mukanya juga babak belur, baru aja aren bersihin darah keringnya" jelas aren sambil ngajak agni dan cakka ke kamar alvin.
"Ren gue haus nih, kita ke dapur yuk" ajak agni sambil menarik tangan aren sesampainya mereka di depan kamar alvin.
"Oh iya kak, kak cakka gantiin bajunya kak alvin ya, biar enggak tambah demam" kata aren yang di balas jempol oleh cakka.
"Kak agni, kalo boleh tahu ada apa sih ? tadi kak alvin curhat sampai nangis" kata aren di dapur.
"Nangis ?" agni bingung.
"Iya, dia bilang dia enggak mau kehilangan lagi, dia enggak ngerti harus gimana" kata aren mengutip kata-kata alvin. Agni pun memutuskan menceritakan semuanya, mulai dari penyakitnya iel sampai insiden pemukulan oleh cakka semalam. Aren cuma bisa dengerin dalam diam, dan berjanji bakal nemenin alvin yang ternyata rapuh dalamnya.
Di kamar alvin.
"Vin, gue mau minta maaf" kata cakka lirih.
"Lo tahu sendiri kan, gue agak susah ngontrol emosi. Gue enggak ngerti aja semalem, kenapa cuma lo satu-satunya yang tahu, dan kesannya lo enggak peduli, gue enggak terima aja. Tapi gue beneran lupa, lo satu-satunya orang yang pernah ngalamin ini, gue beneran tulus minta maaf. Harusnya semalam lo ngelawan gue, bukan pasrah kaya gini. Nanti kalo lo udah sadar, gue bakal minta maaf lagi, gue balik dulu ya.." kata cakka panjang lebar. Dia menatap alvin sekilas, dan segera keluar dari kamarnya alvin nyusulin agni sama aren ke dapur.
"Agni ayo kita pulang.." ajak cakka.
"Kak alvin udah sadar kak ?" tanya aren.
"Belum, nanti biar gue balik lagi kesini. Gue nitip alvin ya ren"
"Gue juga ya ren, kalo ada apa-apa telpon gue, atau yang lain..oke.." sambung agni, yang udah ngasih aren semua nomer temen-temennya.
"Iya kak.." jawab aren sambil mengangguk-ngangguk dan tersenyum tentunya.
Aren tersenyum sendiri melihat poto-poto dari album yang di temukannya di kamar alvin. Dia masih setia nungguin alvin, yang pingsannya bersambung ke tidur. Sekilas aren ngebandingin mukanya alvin dari bayi sampai sekarang.
"Hmm, emang udah cakep dari bayi nih orang" kata aren pelan takut membangunkan alvin. Aren kembali menekuni album tersebut sambil sesekali tersenyum sendiri.
"Aren.." panggil alvin pelan waktu ngelihat aren duduk di depan meja belajarnya.
"Udah bangun kak, nyenyak ya tidurnya ? Masih pusing ? Terakhir gue periksa sih demam kakak udah turun, lapar enggak kak ? masih ada tuh buburnya" kata aren panjang yang cuma di balas senyuman sama alvin.
"Kok malah senyum-senyum kak, di tanyain juga"
"Lo kok belum pulang ? udah jam segini juga" tanya alvin sambil melirik jam dindingnya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.
"Yee, gue kan enggak setega itu kak, masa iya gue biarin kakak sendirian. Oma sama papa kakak juga enggak pulang-pulang"
"Makasih ya.., oma paling lagi ngurusin butiknya, biasanya baru balik jam lapanan, kalo bokap gue lagi dinas ke luar negri" jelas alvin.
"Oh pantes. Tenang aja kak, gue udah ijin ke mama kok, terus malah mama yang nyuruh gue stay disini nungguin kakak"
"Wah perhatian ya nyokap lo ke gue. Eh, lo yang gantiin baju gue ?" tanya alvin kaget ketika sadar dia udah enggak pakai seragam lagi.
"Bukan lah kak, gue enggak senafsu itu, hehe, tadi kak cakka kesini, mau minta maaf sama kakak, tapi kan kakaknya pingsan, terus sekalian aja gue minta tolong buat gantiin baju kakak" terang aren sambil tertawa melihat muka alvin yang kaget.
"Kirain. Eh, lo udah makan belum ? dari tadi nungguin gue"
"Udah, tadi ada brownies di dapur gue makan, enggak apa-apa kan ya ?" tanya aren polos.
"Bolehlah. Ehm ren, makasih banget ya, lo udah nungguin gue, ngerawat gue, dengerin curhat gue juga" kata alvin tulus.
"Sama-sama kak. Pesen gue sih cuma, jangan pernah di pendem-pendem lagi apa yang kakak rasain, kan orang ngartiinnya jadi salah" kata aren bijak.
"Susah ren, gue udah kebiasaan diam kaya gini, kalo ngomong yang keluar malah nadanya jutek"
"Kakak itu udah menuhin hampir seluruh kriteria cowok idaman, kakak ganteng, pintar, jago olahraga, dan sebenernya kakak baik, perhatian juga, kurangnya cuma kakak enggak pernah speak up sama apa yang kakak rasain, jadi orang lain termasuk sahabat kakak sendiri, salah tanggep" nasihat aren sambil duduk di samping alvin.
"Gue kadang iri deh sama lo, lo itu ekspresif banget lewat kata-kata, ceplas-ceplos kesannya enggak ada beban"
"Semua orang hidup ada beban kak, caranya doang yang beda-beda buat ngadepinnya, contohnya gue, gue ngadepin semua pake senyum gue yang manis ini, dan ngeluarin semua apa yang gue rasain, semakin pahit yang kita rasain, semakin harus kita keluarin" kata aren narsis.
"Lo mau ngajarin gue buat ngelakuin itu ?"
"Iya dong kak.." ekspresi ceria dari aren itulah yang akhir-akhir ini selalu bisa bikin alvin ketawa.
"Ya udah ayo pulang" kata alvin sambil ngambil jaketnya dan kunci mobil.
"Udah sembuh kak ? gue bisa pulang sendiri kok"
"Kan tadi lo sendiri yang bilang demam gue udah turun, gimana sih ? lagian gue enggak mau kehilangan kepercayaan nyokap lo" aren cuma ngangguk-ngangguk aja dengerin penjelasan alvin, enggak bakal menang juga kalo di panjangin pikir aren.
Rumah sakit, keesokan hari.
"Vi, kamu lama-lama bisa di usir deh dari rumah sakit ini, kalo terus-terusan nyelundupin makanan buat aku" goda iel yang lagi di suapin puding coklat sama via.
"Kalo kamunya mau makan makanan rumah sakit, aku juga enggak bakal nyelundupin ini iel"
"Abis, makanannya enggak ada yang seenak bikinan kamu. Lagian kamu kan janji mau terus masakin buat aku, kalo enggak sekarang, kapan lagi ?" kata iel sambil tersenyum.
"Aku enggak suka kalo kamu ngomongnya mepet-mepet ke situ, aku yakin bisa masakin buat kamu sampai kita tua nanti" jawab via tegas. Iel menatap via, matanya masih bengkak karena enggak berenti-berenti nangis dari kemarin, bener-bener bikin iel ngerasa bersalah.
"Kamu harus realistis vi, oh ya ini hari terakhir kamu bolos, besok kamu harus masuk sekolah"
"Kenapa yel ? aku kan mau nemein kamu"
"Soalnya besok, aku juga udah mau sekolah, bosen vi disini, kata dokter juga kan keadaan aku udah stabil"
"Ta..tapi yel..."
"Sstt.." iel menempelkan telunjuknya di bibir via, dia cuma enggak pengen ngabisin waktunya di ruangan sempit dengan bau aneh ini, dia cuma pengen ada di tengah semua orang yang dia sayang, itu aja.
"Iel.." tiba-tiba pintu kamar iel terbuka, via yang kaget melihat siapa yang datang sampai hampir menjatuhkan sendok yang di pegangnya.
"Mama.." ucap iel lirih. Wanita yang di panggil mama oleh iel itu langsung memeluk iel erat, di belakangnya seorang laki-laki bertubuh besar yang senyumnya mirip iel, yang tentu saja papanya iel juga langsung melakukan hal yang sama. Via yang sadar bahwa keluarga ini, butuh waktu privat langsung keluar dari kamar iel.
"Ka..kamu kenapa enggak pernah cerita sama mama ?" tanya mamanya iel sambil menangis, membuat iel sekali lagi merasa bersalah.
"Maaf ma, iel cuma enggak tahu gimana cara nyampeinnya, iel pengen ngasih tahu mama sama papa, tapi iel enggak ngerti gimana"
"Maafin kita ya yel, yang udah ninggalin kamu sendirian disini, papa bakal atur semuanya buat mindahin kamu ke london, dan kita bakal cari dokter yang bagus disana"
DEG ! iel menelan air liurnya, bukan ini yang dia mau.
"Enggak pa, iel enggak akan pindah kemanapun, iel mau tetap disini !" teriak iel lantang.
"Tapi yel.."
"Enggak pa, iel bahagia disini, iel lahir tumbuh dan dewasa disini, iel cuma pengen disini sama sahabat-sahabat iel sampai akhir, iel pengen mama sama papa yang pindah kesini, untuk sementara" iel merasa lega, kata-kata yang selama ini ia ingin ucapkan untuk kedua orang tuanya telah berhasil dia ucapkan dengan jelas.
"Iya yel, kita bakal disini, buat kamu, nemenin kamu. Mama bakal tebus semua waktu yang mama sia-siain gitu aja, semua buat kamu" kata mama iel sambil kembali memeluk iel, iel melirik papanya sekilas, dan tersenyum lega ketika papanya juga tersenyum dan mengangguk.
Sore hari, teras rumah aren.
Alvin memandang sekilas aren, dia enggak ngerti apa jadinya dia kalo akhir-akhir ini aren enggak ada dalam hidupnya, aren emang dewi penolongnya, dari awal pertemuan mereka.
"Kak, jangan bengong kenapa ? masih sakit ya ? kalo mau pulang, pulang aja, gue bisa di rumah sendiri kok" kata aren yang bingung lihat alvin yang terus-terusan ngelihatin dia.
"Gue enggak akan pulang, kalo nyokap lo belum pulang" jawab alvin santai.
"Biasanya juga kakak cuek-cuek aja kalo gue cerita di rumah enggak ada orang"
"Anggep aja gue bales budi, nemenin lo disini" kata alvin lagi sambil ngacak-ngacak rambut aren, kayanya ini emang udah jadi hobi alvin akhir-akhir ini.
"Iya deh. Kak, tadi ngobrol apa sama kak cakka ?" tanya aren penasaran sambil ngerapiin rambutnya, percuma juga dia protes, lagian dia nganggep itu cara alvin ngasih perhatian ke dia.
"Biasa aja di cuma minta maaf sama gue"
"Oh.." respon aren singkat. Tapi pertanyaan aren malah bikin dia ingat kata-katanya cakka, tadi pagi.
_Flashback_
Alvin dan aren baru turun dari mobil, waktu ngelihat cakka dan agni berjalan ke arah mereka. Aren yang udah tahu, langsung pergi sama agni ngasih waktu ke cakka sama alvin yang butuh waktu buat ngobrol berdua.
"Kenapa cak ?" tanya alvin memulai, setelah bermenit-menit mereka habiskan dengan diam.
"Gue mau minta maaf" kata cakka tegas.
"Buat apa ? enggak ada yang perlu di maafin" balas alvin sambil tersenyum.
"Tapi gue ngerasa salah, gue lebih mentingin emosi ketimbang perasaan sahabat gue sendiri, lo boleh pukul gue kalo lo mau" kata cakka lagi sambil menghadapkan mukanya ke alvin.
"Kita jangan tatap-tatapan gini dong cak, lo sih enak udah laku, gue masih jomblo nih" celetuk alvin.
"Gue serius vin"
"Gue juga cak, gue enggak marah sama lo, dan lo enggak salah sama gue, jadi enggak ada yang perlu di maafin" kata alvin sambil menepuk-nepuk pundak cakka.
"Gue salut sama lo vin, lo jadi sedewasa ini"
"Yee gue emang udah gede cak, kemana aja sih lo"
"Hehe, aren kan vin yang bikin lo jadi kaya gini ?" tanya cakka yang mulai bisa ketawa.
"Mungkin cak, gue nyaman banget sama dia, di deket dia, tapi gue belum bisa mastiin perasaan gue sama dia" kali ini gantian alvin yang serius.
"Lo cowok bro, lo harus ngambil keputusan apapun itu, gue bakal selalu dukung lo"
"Thanks ya.."
"Jangan lama-lama tapi mikirnya, lo suruh ngerjain soal sebanyak dan sesusah apapun aja cepet, masa cuma masalah cewek selama ini sih" kata cakka cengengesan.
"Karena enggak ada rumus yang pasti soal cinta cak" jawab alvin diplomatis.
"Cinta enggak butuh rumus vin, cinta butuh kejujuran. Kapan lagi sih lo bisa dapatin cewek yang bener-bener ada di saat lo butuh, jangan kelamaan vin, entar lo sendiri yang nyesel" alvin hanya menatap cakka dengan tersenyum, ya cakka emang jauh lebih jago kalo soal cinta ketimbang dia.
_Flashbackend_
"Kak, akhir-akhir ini sering banget sih senyum-senyum sendiri ?" aren lagi-lagi bingung mendapati alvin senyum-senyum sendiri.
"Kan lo sendiri yang bilang hadapin hidup dengan senyuman"
"Tapi kalo kebanyakan kaya kakak, dikira sakit jiwa yang ada. Kak, kemarin fans-fans kakak heboh tuh, tahu kakak enggak masuk, tadi juga waktu lihat muka kakak kaya gitu, sampai susah deh gue keluar kelas, di interogasi terus" curhat aren dengan muka bt.
"Haha maaf deh maaf. Ren, lo punya apaan gitu yang bisa gue mainin ?"
"Gitar ?" tawar aren yang di balas anggukan oleh alvin, aren pun bergegas masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil gitar.
"Nih kak.." kata aren sambil menyorongkan gitarnya.
"Bisa main gitar ren ?" aren cuma menggeleng sambil tersenyum.
"Enggak bisa kok punya ?"
"Yee sejak kapan ada aturan yang boleh punya gitar cuma yang bisa main gitar" kata aren sambil manyunin bibirnya.
"Ya jangan ngambek dong, ya udah request deh lo mau nyanyi lagu apa ?" tawar alvin.
"Bisanya kakak lagu apa ?" alvin memberikan ipodnya.
"Yang ada di situ bisa gue mainin semua" aren pun sibuk melihat-lihat daftar playlist di ipodnya alvin.
Merindukanmu, rindu setengah mati, jujur aku tak sanggup, aku bertahan, hidupmu hidupku 'nah lho, kenapa mellow gini semua lagunya' batin aren bingung, tapi dia terus nyari dan..
"Yang ini aja kak" kata aren sambil menunjukkan sebuah judul lagu.
'yah ren, dari sekian banyak lagu kok malah milih lagu yang itu, harusnya tadi gue aja yang milih, udah gue nyanyiin kasih putih dah' jawab alvin dalam hati begitu melihat pilihan lagu aren.
Memang kau yang takkan bisa
Memeluk diriku seterusnya
Harus ku sadari itu
Harus ku sadari itu
Memang tak bahagia dirimu
Saat kau tak ada disisiku
Harus ku sadari itu
Harus ku sadari itu

Kau tak kan bisa
Buatku menjauh
Dan kau hancurkan aku
Jika kau pergi dariku membuang hidupku

Ku tak akan bisa
Ku tak akan bisa
Menjauh dari hidupmu
Sepanjang hidupku
Ku tak akan bisa
Ku tak akan bisa
Melihat dirimu
Bersama dirinya
Kau ku dambakan
Tapi tak mungkin ku dapatkan
Harus ku sadari itu
Harus ku sadari itu
Ku tak akan bisa
Dan Ooo.. ku tak kan bisa
Melihat dirimu
Bersama dirinya
Ku tak akan bisa
Dan aku tak akan bisa
Melihat dirimu
Bersama dirinya
Alvin menggenjreng gitarnya dan menyanyikan lagu itu dengan setengah hati, tapi melihat aren yang sepertinya bahagia mendengar lagu itu, bikin alvin jadi semangat juga akhirnya.
'walaupun bukan lagu ini yang pengen gue nyanyiin buat lo, tapi apa sih yang enggak buat bikin lo bahagia' batin alvin.
'hah, gue udah enggak bisa jauh dari lo kak, tapi gue rela kalo lo cuma nganggep gue adek atau sekedar temen curhat' kata aren dalam hati.
"Prok..prok..bagus kak bagus, kakak bagus nyanyi lagu ngebeat, gue suka" kata aren semangat.
"Makasih ya, baru kali ini nih gue show di depan orang lain" kata alvin jujur.
"Wah, jadi tersanjung gue. Kakak nanti ngisi acara di pensi ?"
"Enggak" jawab alvin datar.
"Kenapa kak, padahal gue pengen lihat kakak nyanyi di atas panggung, kakak ikut ya ? sekalian nunjukin ke orang-orang kalo kakak tuh bisa" kata aren sambil memberikan tatapan mautnya ke alvin.
"Nanti deh gue pikir-pikir lagi" kata alvin sambil mengacak-acak rambut aren sekali lagi.

Komentar

Postingan Populer