Kita Tidak Sendiri (cerpen)
Mobil
jazz berwarna merah itu melaju kencang menyusuri jalanan-jalanan utama
ibukota, bergabung bersama hiruk pikuknya kota yang tidak pernah
terlelap meski malam telah datang. Entahlah apa yang ada di dalam
pikiran pengemudi mobil tersebut, yang jelas ia memacu mobilnya dengan
sangat cepat, 160 km/jam. Tidak peduli dengan umpatan-umpatan yang di
layangkan untuknya oleh pengemudi lain, yang di salip dengan sangat
brutal olehnya.
Ia
terus menekan pedal gasnya dengan kuat, seolah-olah jalan ini adalah
milik dan untuknya seorang. Meski pandangannya mulai buram, ia tetap
tidak peduli. Tanpa ia sadari mobilnya mulai liar dan tidak terkendali.
“BRAAKK !!”
“ARGH
! SIAL !” dengan sempoyongan, ia berusaha keluar dari balik kemudinya.
Tangannya ia tumpukan di atas kap mobilnya yang mencium pohon dan
mengeluarkan asap yang mengepul-ngepul.
Untuk
sesaat ia mengamati mobilnya, ia mencoba merogoh hp di kantong
celananya, meski tingkat kesadarannya mulai menurun perlahan. Sambil
memicingkan matanya, ia berusaha menatap layar hpnya yang tampak
berbayang.
“Ha..lo..” ujaranya parau.
“Nomer yang anda tuju berada di luar jang...”
“Shit
!!” rutuknya lagi. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia berjalan sambil
merambat di body mobilnya, menahan badannya agar tidak jatuh karena
semua mulai terasa berat dan berputar.
“Bruk..”
belum jauh berjalan badannya jatuh, tatapannya mulai meredup. Sekali
lagi ia mencoba mengumpulkan tenaganya, tapi semua terasa sia-sia karena
energi-energi positif dalam tubuhnya terlanjur menguap. Ia melihat
sepasang kaki dengan sandal jepit biru yang kumal mendekat ke arahnya
dan semua tiba-tiba gelap.
“Helo..woi..” gadis itu mengguncang-guncangkan sesosok tubuh yang tiba-tiba tergeletak di hadapannya.
“Bau alkohol..” gumamnya sendiri. Ia berdiri, melihat ke kanan kirinya, hanya ada dia dan laki-laki-tidak-jelas itu saat ini.
Gadis
itu tampak berpikir sebentar, kemudian ia menarik tubuh laki-laki itu
lalu melingkarkan tangan laki-laki itu di pundaknya, dan mengambil
dompet yang terselip di saku belakang celana orang tersebut.
Matanya
langsung terbelalak melihat isi dompet tersebut “Gila, banyak banget
nih duitnya”. Ia takjub sendiri dengan lembaran-lembaran 50.000 dan
100.000 yang sepertinya berebut ingin keluar karena penuhnya.
“Taksi..” panggilnya sambil melambai-lambaikan tangannya.
“Mau kemana mbak ?”
“Ini
pak, tolong anterin orang ini” ujarnya sambil mengerling ke arah orang
yang sedang berusaha ia papah dengan susah payah. Supir taksi itu tampak
tidak respect dengan apa yang ia lihat.
“Tenang pak, nih..” dengan cerdik, gadis itu mengeluarkan lebih dari dua lembar uang 100.000 dari dompet yang ia temukan.
“Mau di bawa kemana nih mbak ?” tanya supir taksi tersebut semangat.
“Ini
angkatin dulu dong pak, berat nih” supir taksi itu langsung keluar dan
membantu orang tersebut untuk masuk ke dalam taksinya. Sementara gadis
itu, mulai mencari kartu identitas dalam dompet tersebut.
“Anterin
ke jalan kenanga no.9 komplek vila gading pak” jelasnya, si supir taksi
tadi hanya menganguk-angguk. Ia menyelipkan dompet itu dengan rapi di
celana orang tersebut yang di amati oleh si supir taksi.
“Kurang pak duitnya ? jangan nyolong orang lagi kesusahan pak” sindirnya.
“Oh
enggak kok mbak, ya udah, mbaknya enggak ikut nih ?” gadis itu hanya
menggeleng. Ia mengamati ketika taksi mulai melaju dan akhirnya
menghilang di ujung jalan.
“Alvin jonathan” ujarnya mengingat nama yang tertera pada kartu identitas yang ia temukan tadi.
***
Sambil
duduk di pinggir tempat tidurnya, ia meremas kepalanya yang terasa
berputar. Efek dari aksinya menenggak beberapa kaleng bir semalam. Ia
memperhatikan sekelilingnya, dan baru sadar bahwa ia telah ada di dalam
kamarnya. Padahal ia ingat dengan jelas, semalam ia dan mobilnya
mengalami kecelakaan kecil, lalu mengapa saat ini ia sudah ada di
kamarnya lagi ?
Setelah merasa keadaannya jauh lebih baik, ia memutuskan untuk keluar dari kamarnya menuju ke arah meja makan.
“Den
alvin udah bangun ?” ia hanya mengangguk. Sambil duduk di depan meja
makannya, ia memandangi bermacam-macam lauk yang ada di atasnya dan
nampak belum tersentuh sama sekali.
“Semalem gimana caranya gue sampai rumah ?”
“Semalem den alvin di anterin taksi kesini, kata supir taksinya, ada cewek yang nyetopin taksi buat aden di pinggir jalan”
“Siapa ?”
“Enggak tahu juga den. Aden mau makan ? biar bibi panasin lagi”
“Mama sama papa kemana ?”
“Nyonya
tadi pagi berangkat ke bangkok kalo tuan dari kemarin malam udah ke
singapur” alvin mendengus sebentar. Ia meletakkan kembali sendok dan
garpu yang tadi sempat ia genggam sesaat, lantas ia langsung beranjak
dari duduknya.
“Lho den enggak jadi makan ?”
“Gue
enggak selera” jawab alvin dingin. Ia melangkahkan kakinya kembali ke
kamar. Tidak mungkin untuknya pergi ke sekolah saat ini, mengingat surat
teguran dan skorsing yang kemarin ia terima. Sambil tidur-tiduran di
atas kasurnya, ia meraih handphone dan dengan lincah jari-jarinya
langsung menari di atas keypad hpnya.
To : Cakka, Iel
Entar plg sekolah, kita gocart yok
gue bayarin deh
gue bayarin deh
Ia meletakkan hpnya kembali sembari menunggu sms balasan dari dua sahabat karibya itu.
Drrt..drrt..drrt. Alvin langsung membuka dan membaca sms yang masuk ke hpnya.
From : Iel
Sori sob, tawaran lo menggiurkan, tp
gue udh terlanjur janji sm via ke tko bku
kpn2 aja ya.
gue udh terlanjur janji sm via ke tko bku
kpn2 aja ya.
Belum habis rasa kesalnya, sebuah sms masuk lagi ke hpnya.
From : Cakka
Ya telat lo, gue mau nemenin ify plg skolah
besok aja ya
besok aja ya
Alvin
langsung menghempaskan hpnya ke atas kasur. Mengapa semua orang menjadi
tidak peduli padanya di saat yang bersamaan seperti ini ? Setidak
penting itukah kehadirannya di dunia ini ? Sehingga ia harus terus
menerus tidak di acuhkan oleh orang-orang terdekatnya sendiri.
Dia
tertegun sejenak. Rasanya ia benar-benar ingin melenyapkan dirinya saat
ini. Ia melirik ke arah meja kecil di samping tempat tidurnya, tidak
ada kunci mobil disana seperti biasanya. Tunggu. Bila bibinya mengatakan
bahwa semalam ia pulang naik taksi, lantas dimana mobilnya saat ini.
Mau tidak mau, ia harus mencari mobilnya. Lagipula terus-terusan berada
di rumah, akan membuatnya semakin stres.
Dengan
kecepatan sedang, alvin mengendarai cagivanya. Berusaha mengingat
jalan-jalan yang telah ia lalui semalam, meski itu sulit, karena semalam
jelas-jelas ia menyetir di bawah pengaruh alkohol. Setelah beberapa
kali berputar-putar, alvin mulai merasa familiar dengan daerah yang saat
ini ia lewati, ia merasa yakin bahwa semalam ia juga berada di tempat
ini.
***
Dengan
gitar bekas di tangannya, ia mulai beraksi ketika lampu merah menyala
dengan terang. Petikan gitar yang ia pelajari secara otodidak
mengantarkannya untuk menerima beberapa keping uang receh yang langsung
ia masukkan ke dalam plastik bekas bungkus permen.
Ia
kembali menepi ketika lampu berubah menjadi hijau, dan mobil-mobil
serta motor yang tadi diam mulai bergerak kembali. Sambil duduk di bawah
pohon, yang seluruh batangnya tertutupi oleh selebaran-selebaran tidak
berguna, ia mengibas-ngibaskan topinya, menikmati angin yang mendesis di
sekelilingnya.
“Dapet berapa lo kak ?” seorang laki-laki dengan tubuh lebih kecil darinya menghampiri dan ikut duduk di sampingnya.
“Lumayanlah,
elo dapet berapa ray ?” tanyanya balik. Laki-laki yang di panggil ray
itu, nyengir sambil menunjukkan beberapa lembar ribuan dan segambreng
recehan yang ia miliki.
“Banyak tuh, main tamtam sambil mangkal lagi lo ?”
“Iya dong kak, walaupun cuma pakai tamtam, permainan gue kan keren” ujar ray sambil menarik turunkan alisnya.
“Iya
deh. Eh udah jam segini, balik sana lo siap-siap sekolah” ray
mengangguk. Ia menyerahkan uang-uang tadi pada kakaknya dan segera
berlalu pergi dari situ. Sepeninggal ray, gadis itu tampak asik
mengitung uang yang ada di genggamannya, tidak seberapa tapi cukup untuk
membuat mereka kenyang malam ini.
“Sandal
jepit biru” ia menoleh melihat seseorang yang nampaknya sedang
berbicara padanya. Ia melihat orang itu sekilas dan langsung
mengenalinya.
“Alvin kan ?” tanyanya santai.
“Tahu darimana lo nama gue ? elo yang nolongin gue semalem ?”
“Gue agni. Lo pasti mau cari mobil lo ya ?”
“Dimana mobil gue ?”
“Mobil
lo masih aman kok di deket rumah gue, kuncinya juga udah gue cabut dan
ada di rumah gue. Tapi gue enggak bisa balik sekarang, gue masih harus
ngamen” alvin memperhatikan gadis di depannya itu, rambutnya merah dan
kusam terpapar matahari, begitupun kulitnya. Tapi senyumnya tetap ramah
dan nampak bersahabat.
“Oh
ya udah, gue juga lagi enggak ada kerjaan kok, gue tungguin elo deh
disini. Eh markir motor di taman sebelah sana aman kan ?”
“Aman
kok, eh bentar ya..” agni langsung menghambur ke jalan, ketika lampu
merah menyala lagi. Ia mulai menggenjreng gitarnya. Alvin memperhatikan
itu, dan ada yang menggelitik nuraninya, rasa yang tidak pernah ada di
hatinya selama ini.
***
Alvin
terdiam sejenak, memandangi apa yang ada di depannya. Nampak sebuah
rumah yang terbuat dari triplek-triplek yang di sambungkan secara asal,
dan di tutupi dengan koran. Setelah memastikan kalo mobilnya memang
baik-baik saja, hanya sedikit rusak pada bagian bemper depannya, alvin
mengikuti agni yang mengajak ke rumahnya.
“Enggak
mau masuk vin ?” tanya agni menyadarkannya. Alvin tersenyum tipis, dan
menghampiri agni yang telah berdiri di ambang pintu rumahnya.
“Lo tinggal sendiri disini ?”
“Berdua sama ray, adek gue”
“Orang
tua lo ?” agni diam sesaat, ia memberi kode supaya alvin duduk di atas
dipan yang telah bolong disana-sini. Ia menuangkan segelas air dan
menyodorkannya ke arah alvin.
“Gue enggak tahu bokap gue ada dimana sekarang, dan nyokap gue udah meninggal setahun yang lalu”
“Uhuk..” alvin tersedak sendiri.
“Kenapa lo ? santai aja kali minumnya, enggak biasa minum air putih ya” goda agni sambil tersenyum jahil.
“Lo hidup dari ngamen ? adek lo mana ?”
“Iya, mau dari apalagi emangnya. Adek gue lagi sekolah”
“Terus elo enggak sekolah ?” tanya alvin pelan-pelan.
“Semenjak
nyokap gue meninggal, gue berhenti sekolah, walaupun kadang gue kangen
juga sih sama suasana sekolah..” agni terlihat menerawang, membuat alvin
merasa sedikit bersalah lagi.
“Lo hebat” ujar alvin tiba-tiba, agni hanya tersenyum.
“Siapa kak ?”
“Kenalin ray, ini alvin yang semalem gue ceritain itu, vin ini adek gue, ray” alvin dan ray saling berjabat tangan.
“Udah
jam segini, gue balik deh. Kunci mobil gue ?” agni menyerahkan kunci
mobil alvin. Alvin menerima itu dan hendak mengeluarkan dompetnya.
“Jangan,
jangan bikin gue nyesel mau bantuin lo, kalo ujung-ujungnya lo hargain
ini dengan uang-uang lo” cegah agni yang tahu gelagat alvin. Alvin
menggaruk belakang kepalanya, tapi ia memasukkan kembali dompetnya.
“Gue
cabut ya, thanks ag, ray..” agni dan ray mengangguk berbarengan. Entah
karena apa, tapi alvin merasa ada kesenangan yang liar saat ia bersama
agni dan ray, yang menyambutnya begitu hangat.
Sepanjang
jalan, alvin terus mengingat saat-saat singkatnya mengenal agni tadi.
Di mulai saat ia memutuskan untuk memarkirkan motornya di sebuah taman
dan mencari mobilnya sambil berjalan kaki, hingga ia menemukan agni,
melihatnya berjuang menantang nasib demi beberapa rupiah dan
ketegarannya dalam menghadapi hidup yang jauh dari kata keadilan.
Alvin
membelokkan motornya ke arah sebuah restaurant. Ia tidak begitu tahu
pasti apa yang sedang ia lakukan saat ini, tapi ada suara yang menggema
dalam hatinya dan menuntunnya untuk melakukan ini.
“Tok..tok..tok..”
“Kak alvin ?”
“Alvin ? ada yang ketinggalan ?”
“Enggak
ko ag, ray, gue mau minta ijin buat tinggal disini” kata-kata itu
meluncur begitu saja dari bibirnya. Membuat agni dan ray menatapnya
kompak dengan pandangan yang susah di artikan.
“Lo serius vin ? enggak lucu bercanda lo”
“Seriuslah
ag, tenang aja, gue enggak akan ngerepotin kalian kok. Boleh kan ?
boleh dong. Nah sekarang, gue boleh masuk kan ?” tanpa di persilahkan,
alvin langsung ngeloyor masuk. Agni dan ray mengekorinya dari belakang.
“Udah
pada makan belom ? gue laper nih jadi tadi beli makan, temenin gue yuk”
sambung alvin lagi sambil meletakkan plastik berisi makanan-makanan
yang tadi ia pesan. Ray menatap agni dengan pandangan penuh harap.
“Sini
ray, lagian gue beli kebanyakan nih, enggak boleh buang-buang makanan
kan ?” ray langsung menghampiri alvin dan duduk di sebelahnya, ikut
menikmati ayam goreng yang selama ini hanya bisa di makannya paling
sering sebulan dua kali. Agni masih tertegun menatap alvin, tapi melihat
adeknya begitu lahap, ia pun turut serta dalam pesta sederhana itu.
Selesai makan, mereka bertiga duduk di luar rumah, menatap kerlap-kerlip bintang yang nampak begitu anggun dan mengagumkan.
“Orang tua lo enggak nyariin kalo lo tinggal disini ?” Alvin tersenyum sinis mendengar kata ‘orang tua’ dalam kalimat agni.
“Mereka masih inget punya gue aja, itu udah bagus banget” ujar alvin datar.
“Kenapa gitu kak ?”
“Mereka
enggak pernah peduli sama gue, sibuk sendiri sama kerjaan mereka,
enggak semenit pun mereka gunain buat gue, gue emang enggak pernah
penting kali buat mereka”
“Seenggaknya saat lo kangen sama mereka, elo masih bisa ngelihat mereka kan walau sekilas, coba gue sama ray..”
“Kalian berdua ngadepin ini, gue ? sendiri dan enggak ada yang mau capek-capek peduli sama gue”
“Tapi
kak alvin kan kaya, punya mobil, punya motor, punya duit banyak, bisa
makan apa aja yang kak alvin mau, enggak perlu susah-susah ngamen kaya
kita” timpal ray. Alvin diam menatap anak yang masih duduk di bangku smp
itu.
“Nyatanya gue enggak pernah bener-bener bahagia sama apa yang gue punya”
“Kalo gitu kak alvin kasih aja semua yang kakak punya buat gue sama kak agni. Gue mau kok” sahut ray polos.
“Udah ah lo anak kecil, masuk sana tidur, pr pr lo udah di kerjain semua kan ?”
“Ya udahlah gue tidur duluan ya” pamit ray sambil masuk ke dalam rumah, meninggalkan agni dan alvin berdua.
“Kemarin
malem elo mabuk ya vin ?” tanya agni pelan-pelan. Alvin tersenyum
tipis, sejujurnya ia sedikit malu dengan kelakuannya kemarin.
“Gue cuma minum kalo semuanya udah terlalu penat gue hadapin sendiri ag”
“Dan
apa itu bikin elo lebih baik ? dari yang gue lihat sih enggak, elo
malah kecelakaan kan” Alvin hanya memberikan senyumannya lagi, ia
bingung ingin menjawab apa.
“Emang orang kaya enggak punya sahabat ya ?”
“Gue punya sahabat, tapi semenjak mereka punya cewek masing-masing, susah banget buat gue ketemu mereka”
“Tapi mereka tetep sahabat lo kan ? dan mereka gue rasa akan tetap ada buat lo apapun sibuknya mereka sekarang”
“Entahlah,
gue terlanjur kecewa sama mereka, gue cuma mau punya temen buat
berbagi” ucap alvin sambil terus memperhatikan bintang. Agni tersenyum
tipis. Laki-laki disampingnya ini terlalu sempurna di luar meski
sejujurnya terlalu lemah dan dangkal di dalam.
“Sejauh apa sih rasa kecewa lo ? sesepi apa hidup lo ?”
“Sepi
banget, gue sampai kadang enggak ngerti, buat apa sih gue hidup, buat
siapa sih gue ada, dan itu semua bikin gue terus-terusan kecewa sama
hidup gue”
“Seenggaknya sejauh ini lo masih bisa bertahan kan ? lo baik-baik aja..”
“Enggak
sebaik yang lo kira, udah lebih dari dua kali gue coba goresin kaca
atau silet di tangan gue, tapi entahlah, semua itu cuma ninggalin luka
dan setelah itu hilang gitu aja..” agni sedikit terbelalak dengan
pengakuan alvin.
“Kadang hidup emang enggak adil, tapi seberapa jauh sih kita bisa nuntut kehidupan”
“Maksud lo ?” tanya alvin.
“Dulu
keluarga gue bahagia, mungkin enggak sekaya elo, tapi kita hidup cukup.
Sampai suatu hari, saat itu gue masih sd dan ray masih kecil, gue mulai
suka lihat kedua orang tua gue berantem dan akhirnya mereka cerai.
Bokap gue pergi gitu aja dari rumah, dan gue enggak pernah lagi ngeliat
dia, bahkan ray mungkin udah enggak inget kali sama sosok bokap gue.
Sejak saat itu, nyokap gue usaha segala macem buat kita terus bertahan.
Bokap gue enggak ninggalin apapun buat kita, nyokap gue juga enggak
punya banyak tabungan..” agni jeda sebentar untuk sekedar menghela
napasnya.
“Awalnya
kita enggak tinggal disini, tapi sejak saat itu, gue sama ray diam-diam
udah suka ngamen setiap pulang sekolah. Sampai suatu hari nyokap gue
sakit, dan gue enggak tahu harus ngelakuin apa, kita di usir dari
kontrakan dan gue bawa mereka kesini. Sejak saat itu, gue bener-bener
ngandelin hasil dari ngamen buat biaya hidup dan sekolah” alvin merasa
iba mendengar cerita agni. Ia tetap terlihat tegar saat menceritakannya.
Tidak ada satupun setitik air mata mengiringinya.
“Dan lo benci sama bokap lo ?”
“Enggak” jawab agni singkat, tapi cukup membuat alvin menatapnya bingung.
“Buat
apa gue benci sama bokap gue ? rasa benci itu cuma bakal terus-terusan
nyiksa gue. Gue emang kecewa sama bokap gue, tapi gue masih punya ray,
dan dia alasan gue buat terus bertahan. Sejauh ini kita bisa ngejalanin
berdua, jadi gue juga yakin kalo kita masih terus bisa buat ngelanjutin
hidup” lanjut agni.
Alvin
merasa hatinya tersentil. Ia jadi merasa kecil di samping agni. Ia yang
selama ini, merasa dirinyalah yang paling menyedihkan, ternyata bukan
apa-apa bila di banding agni. Dan bila agni yang seorang perempuan bisa
melaluinya dengan senyuman lantas mengapa dirinya tidak.
“Thanks ya ag..”
“Buat ?”
“Semuanya,
gue dapet banyak dari obrolan ini” agni hanya tersenyum, begitupun
alvin. Senyumnya kali ini tidak tipis, senyumnya kali ini terlihat tulus
dan nyata.
“Ya
udah ayo tidur, udah malem” ajak agni. Alvin mengikuti agni masuk ke
dalam rumah. Ia tidur di samping ray, yang sudah terlelap lebih dulu.
Meski nyamuk mengerubunginya, meski tidak ada kesejukan ac, meski hanya
beralaskan kasur busa tipis, tapi baru kali ini alvin merasakan apa yang
di sebut dengan keluarga.
Sambil
mengerjap-ngerjapkan matanya, akibat sinar matahari pagi yang menembus
celah-celah dinding, alvin menatap sekelilingnya yang nampak kosong,
tidak ada ray ataupun agni. Setelah membasuh mukanya, alvin berjalan
keluar. Dari kejauhan ia melihat agni dan ray yang sudah bertempur
dengan laju-laju jalanan yang nampak keras.
“Kok gue enggak di bangunin ?”
“Tadi gue mau bangunin kak alvin, tapi enggak di bolehin sama kak agni”
“Kenapa ? padahal gue mau ikut ngamen lho”
“Yakin lo ?” alvin menganggukkan kepalanya. Ia meraih gitar dari tangan agni, dan mulai menghampiri mobil-mobil yang ada.
***
Sudah
hampir seminggu, alvin menginap di rumah agni. Selama itu juga ia
selalu menemani agni mengamen, dari satu mobil ke mobil lain, dari satu
metromini ke metromini lain. Alvin juga selalu berusaha untuk
menyesuaikan diri. Ia sangat menikmati nasi bungkus yang ia makan dari
uang hasil keringatnya sendiri, tidak seenak makanan yang sering ia
makan, tapi ada kepuasan hati yang tidak dapat di tukar oleh apapun.
Berhari-hari
selalu bersama agni, membuatnya jadi sering memperhatikan gadis manis
itu. Di balik wajahnya yang tertutupi oleh peluh dan asap kendaraan, ada
ketenangan yang terpancar darinya. Ada sesuatu yang membuatnya berbeda
dengan perempuan lain yang pernah alvin temui sebelumnya. Keikhlasan dan
ketulusan hatinya, juga membuat agni lebih terasa istimewa di mata
alvin. Dan alvin tidak bisa memungkiri bahwa jantungnya selalu berdetak
lebih cepat, ketika senyum agni menyapa matanya.
“Selamat
datang di rumah gue..” ujar alvin. Ray langsung keluar dari mobil dan
menatap rumah alvin yang berpuluh-puluh kali lipat lebih besar dari
rumahnya. Hari ini, alvin sengaja mengajak agni dan ray ke rumahnya,
sebagai ucapan terimakasih.
“Ayo
masuk” ajak alvin sambil membuka pintu rumahnya. Ray masih menatap itu
dengan takjub, ia begitu mengamati setiap detail yang ada.
“Aden darimana aja ? kok baru pulang ?”
“Kenalin ini temen-temen gue, yang ini agni yang ini ray..”
“Kok lo pake lo gue sih ? enggak sopan banget” koreksi agni spontan. Alvin cuma ngengir.
“Siapin
makan siang yang enak ya. Kalian berdua ikut gue yuk, ada yang mau gue
tunjukkin” agni dan ray patuh mengikuti alvin. Dan lagi-lagi, ray di
buat tercengang dengan apa yang dia lihat, sebuah studio musik pribadi
dengan perlatan musik yang lengkap, tanpa malu-malu, ia langsung
berjalan ke arah drum, mengambil stiknya dan mulai memainkannya.
“Wow
keren ray, kayanya lo emang bakat alam deh main drum” puji alvin jujur.
Ray senyum, dan terus memainkan drumnya. Lain halnya dengan agni, dia
begitu terkesima melihat gitar yang ada disitu, dengan hati-hati dia
mengusap-usap gitar itu.
“Mainin aja ag, gue yakin lo bakal terlihat keren dengan itu” agni meraih gitar itu, dan mulai memetik senar-senarnya.
“Lo punya band ?” tanya agni di sela-sela permainannya.
“Enggak, tapi dulu gue suka ngeband sama sahabat-sahabat gue, sebelum mereka sibuk”
“Kan sekarang ada gue sama ray. Oh ya, dapur lo dimana ? gue mau bantuin bibi lo masak dong”
“Ehm, dari sini, lo lurus terus belok ke kanan aja, entar kelihatan kok”
“Oh oke, gue kesana ya..” pamit agni sambil meletakkan gitarnya kembali dan keluar meninggalkan ray dan alvin berdua.
“Baru bentar aja lo main, ritme permainan drum lo udah enak di denger ray”
“Udah lama gue pengen main drum beneran kak, eh sekarang kesampaian, makasih ya kak”
“Sip, kalo lo mau, drum itu boleh kok buat lo”
“Serius kak ?”
“Banget”
ray tersenyum sumringah, ia semakin menikmati permainannya. Sementara
itu alvin, tersenyum juga melihat senyum ray, baru kali ini merasa
membuat orang tersenyum karena apa yang ia perbuat.
Mereka
bertiga duduk di ruang makan alvin. Berbagai macam lauk tersedia di
atasnya. Agni tersenyum ke arah alvin dan ray yang baru keluar dari
studio musik.
“Lo yang masak ag ?”
“Enggak kok, gue cuma bantuin dikit-dikit doang”
“Ya udah ayo makan..” ajak ray semangat.
“Ray” panggil agni sambil menatap ray tajam.
“Eh maaf kak....”
“Santai ray, ayo kota makan” timpal alvin sambil menarik kursinya.
“Vin, bibi juga suruh makan disini aja ya” ujar agni.
“Eh enggak usah, bibi makan di belakang aja” sela bibinya alvin yang baru saja meletakkan buah-buahan di atas meja.
“Kan kursinya banyak yang kosong vin, boleh ya..” bujuk agni lagi.
“Enggak usah....”
“Agni bener bi, bibi duduk disini aja, makan sama kita” sahut alvin. Bibinya menatap alvin dengan senyum yang penuh ketulusan.
“Nah ya udah, berdoa dulu yuk..” ucap agni, alvin mengangguk dan memimpin doa.
***
Seminggu
berada di rumah agni, membuat alvin benar-benar terpisah dari kehidupan
sehari-harinya. Maka saat sekarang ia telah kembali ke rumah. Alvin pun
melampiaskan kerinduannya berselancar di dunia maya.
“Tok..tok..tok..”
“Masuk..”
“Den di tunggu nyonya sama tuan dibawah”
“Mama sama papa pulang ?”
“Iya,
mau ngomong sama den alvin katanya” alvin langsung keluar kamarnya
untuk menemui papa mamanya yang ia sendiri lupa kapan terakhir ia temui.
“Ada apa ?”
“PLAKK !” tanpa sebab yang alvin tidak tahu apa, tangan papanya langsung mendarat di pipinya.
“Apaan sih ?!!”
“Kamu
yang apa-apaan ?!! kenapa kamu enggak bilang kalo kamu di skorsing ?!!
sekolah kamu nelpon papa sama mama, dan bilang kalo mama sama papa
enggak bisa ngurus kamu ! kamu sengaja mau bikin papa sama mama malu
?!!!” alvin menatap papanya tajam, rasa sakit masih berdenyut hebat di
pipinya.
“Enggak bilang ?!! kalian yang kemana aja ?! sadar enggak sih ada aku disini !!”
“Alvin ! jangan kurang ajar ! dengerin kalo papa kamu lagi ngomong !” timpal mamanya dengan suara yang tidak kalah kerasnya.
“Kurang ajar ? maaf deh, tapi enggak ada satu orang pun yang ngajarin aku tentang tata krama di rumah ini !!”
“PLAKK !” sekali lagi sebuah tamparan tepat mengenai wajahnya.
“Tampar aja terus, kalo itu yang bikin papa puas !!”
“Diam ! jangan ngelawan !”
“Siapa
yang ngelawan sih pa ? sadar enggak sih kalian, enggak sekalipun kalian
pernah ada disini buat aku !” alvin tersenyum sinis ke arah mama dan
papanya. Ia berlari ke atas menuju kamarnya, mengambil kunci mobilnya,
dan langsung meninggalkan rumah begitu saja.
“Halo yel lo lagi dimana sekarang ?”
“Eh..ini gue lagi di cookie cafe nih”
“Sama siapa ?”
“Ada cakka juga sih, tapi lo...”
“Oh ya udah gue kesana, tunggu ya”
Klik. Tanpa membiarkan iel berkata-kata lagi, alvin langsung memutuskan sambungannya. Dengan segera ia memacu mobilnya ke sana.
Dan
saat ini, alvin berdiam mematung memandang dua orang sahabatnya itu. Ia
tersenyum tipis meski senyumnya terkesan dingin dan di paksakan.
“Jadi kalian lagi double date ? sori deh ganggu” ujar alvin datar.
“Enggak apa-apa kali vin, gabung aja disini sama kita” ajak via.
“Terus gue ngelihatin kalian mesra-mesraan gitu, makasih deh tawarannya”
“Biasa aja kali vin, via juga ngajak lo baik-baik kan” bela iel yang merasa jawaban alvin terasa sinis.
“Kenapa yel ? gue salah sama cewek lo ini”
“Lo kenapa sih vin ? ada masalah ? oh ya kemarin seminggu lo kemana, kok ngilang ?” tanya cakka mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Peduli kka sama gue ? bukannya sekarang lo udah sibuk sama ify ya” ucap alvin sambil mengerling ke arah ify.
“Alvin lo kenapa sih ? jangan kaya anak kecil gitu deh” timpal iel.
“Anak
kecil ? kalo gitu maaf deh, buat yang udah gede-gede. Dan lo bener yel,
mungkin gue emang anak kecil, anak kecil yang berharap masih bisa terus
main sama sahabat-sahabatnya, have fun deh..” alvin melangkahkan
kakinya cepat keluar dari kafe itu. Ia kembali ke mobilnya, kembali
menyusuri jalan-jalan panjang jakarta, kembali menikmati rasa sakit itu
sendiri.
Di
depan sebuah minimarket kecil, alvin memakirkan mobilnya. Di jok
sampingnya ada seplastik bir kaleng yang siap menemani kesepiannya malam
ini.
“Trek”
alvin membuka katup kaleng tersebut, hendak meminumnya, tapi aroma bir
yang menyengat hidungnya itu malah mengingatkannya akan satu sosok.
“Agni,
kenapa gue enggak kesana aja ?” tanyanya pada dirinya sendiri. Alvin
memandang bir di tangannya yang masih utuh. Dengan yakin, ia membawa
sekaleng bir beserta bir-bir yang lain dalam plastik keluar dari
mobilnya, dan membenamkannya di tempat sampah.
Rumah
agni yang terletak di perkampungan sempit, membuat alvin harus berjalan
kaki dari tempatnya memarkir mobil, tempat yang sama dimana mobilnya
menabak pohon dulu. Gang-gang dengan rumah-rumah kumuh dan padat di kiri
kanannya, menjadi hal yang biasa ketika ia tinggal selama seminggu
disini.
“Eh
elo, rokok dulu baru lewat sini” di ujung gang, alvin terkepung oleh
segerombol orang, yang agni bilang sebagai premannya kampung mereka.
“Gue enggak ada rokok”
“Ya udah jangan lewat sini”
“Permisi, gue mau ke rumah agni”
“Agni
? oh jadi elo yang suka ngamen sama agni ? yang bikin anak buah gue
jadi pada kehilangan pendapatan mereka ?” semenjak alvin menemani agni
mengamen, omzet pendapatan mereka memang melonjak naik, karena
orang-orang tertarik dengan wajah alvin yang ganteng dan suaranya yang
enak di dengar.
“Bukan urusan gue” jawab alvin datar.
“Nyolot banget lo ! cari mati ?!!”
“Gue
cuma mau ke rumah agni” ulang alvin lagi, tanpa sadar bahwa posisinya
mulai terjepit, dan ia sedang berada di tengah-tengah kandang macan.
“Udah
hajar aja bos !!” teriak orang-orang di sekitar mereka. Alvin melirik
ke arah sekitarnya, dan baru paham bahwa ia telah di kepung.
“Serang !!” intruksi dari orang yang di panggil ‘bos’ tadi menjadi semacam tanda untuk mereka mulai menyerang alvin.
Di
awal-awal, alvin masih bisa mengimbangi mereka dengan
tangkisan-tangkisan dan pukulan serta tendangan balasan darinya. Tapi
sepuluh orang lawan satu, jelaslah bukan perkelahian yang seimbang.
Alvin mulai di serang dari segala sisi, ia mulai terjatuh beberapa kali,
meski masih bisa bangkit. Darah sudah mengalir deras dari hidung dan
sudut bibirnya. Ia sudah benar-benar kewalahan saat ini, dirinya tidak
ubahnya sebuah daging yang sudah terkoyak dan di oper kesana kemari oleh
sekawanan macan-macan tanpa ampun itu.
Suara
gaduh dari luar membuat agni terjaga. Ia tahu, gang di dekat rumahnya
itu memang di jadikan markas bila malam hari oleh sekelompok orang tidak
jelas, tapi tidak pernah seramai ini.
“Ray..bangung dong..” ujar agni sambil mengoyang-goyang tubuh ray.
“Ehmm..apaan kak ?” tanya ray dengan mata yang masih terpejam.
“Bangun dulu dong elonya” paksa agni.
“Apaan sih ?”
“Lo denger enggak, ada ribut-ribut di luar ?” ray menegakkan duduknya.
“Iya, paling juga preman-preman enggak jelas itu”
“Temenin gue keluar yuk ray”
“Buat apa kak ?”
“Enggak
tahu nih, firasat gue enggak enak aja” ingin rasanya ray menolak. Tapi
pantang ia lakukan, karena baginya agni adalah, ayah, ibu sekaligus
kakak untuknya.
“Ya
udah ayo” sambil mengendap-ngendap, agni dan ray keluar rumah dan
berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Alangkah terkejutnya mereka
ketika melihat alvinlah korban dari kebiadaban orang-orang itu.
“Tolong
! tolong !..” raung agni sekeras mungkin. Ia dan ray sama sekali tidak
berani mendekat. Mendengar teriakan agni, para kawanan itu malah berniat
menghampiri agni. Untung, tetangga-tetangga agni yang lain, juga ikut
keluar dan mengamankan mereka semua.
Agni
dan ray langsung berlari ke arah alvin yang telah terkapar meringkuk di
tanah. Agni mengangkat kepala alvin ke pangkuannya, darah dan lebam
tersebar dimana-mana.
“Alvin..alvin..”
panggil agni berusaha menyadarkan alvin, begitupun juga ray. Yang
membuat ray sedikit takjub adalah ketika ia melihat sebutir air menetes
dari mata agni, dari mata kakaknya yang setegar batu karang.
***
Di
tengah ruangan yang serba putih dengan bau karbol yang khas itu. Agni
dan ray, saling mendekatkan diri berdua sambil terus berdoa dalam hati.
“Kak agni suka ya sama kak alvin ?” tanya ray pelan. Agni hanya terdiam. Sepertinya hanya raganya yang duduk disini.
“Kak...” panggil ray. Agni masih saja tetap diam.
“Kak agni..” panggil ray sekali lagi.
“Hah..apa ?” tanya agni. Ray tersenyum kecil.
“Kak agni takut kehilangan kak alvin ya ? tenang aja, gue yakin dia enggak bakal kenapa-kenapa kok” hibur ray.
“Gue enggak pantes buat sayang sama dia ray, kita jelas-jelas beda”
“Beda
? kak agni yang selalu ngajarin gue, kalo yang bisa bedain manusia cuma
tingkat amalnya di mata Tuhan. Enggak peduli kita miskin ataupun kaya,
kita semua berhak buat bahagia” agni menatap adeknya itu. Satu-satunya
harta berharga yang akan ia pertahankan untuk apapun. Satu-satunya
alasan bagi agni untuk tidak menyerah pada hidup.
Agni
memeluk ray, dan ray membiarkan kakak sekaligus pahlawannya itu
bersandar di bahunya. Untuk kali ini saja, ia ingin membiarkan kakaknya
membagi beban itu dengannya.
Dari
ujung lorong, terlihat dua orang pemuda yang tampak sebaya dengan alvin
berlari ke arah mereka. Agni langsung melepaskan pelukannya, menghapus
air matanya, dan menghampiri mereka berdua.
“Kalian cakka sama iel ya ?” tanya agni, yang pernah melihat wajah mereka sebelumnya dari foto yang di tunjukkan alvin.
“Iya gue iel, lo siapa ? alvin mana ?”
“Kenalin
gue agni, ini adek gue ray. Alvin masih ada di dalam..” jelas agni
sambil menunjuk ruang ugd. Iel dan cakka memperhatikan agni dan ray dari
ujung atas hingga bawah. Agni paham, penampilannya yang hanya seadanya
dan jauh dari kata mengesankan pastilah membuat dua mahluk ganteng ini
bingung.
“Ceritanya
panjang, alvin kenal gue sejak gue nolongin dia dari kecelakaan.....”
agni mulai menceritakan semuanya. Awal pertemuan mereka, alvin yang
menginap di rumahnya dan membantunya mengamen hingga kejadian malam ini.
“Alvin ngamen ?” tanya cakka shock yang lebih di tunjukkan untuk dirinya sendiri.
“Iya,
dia semangat banget ngamen, setiap dia ngamen, pendapatan kita juga
pasti banyak, tapi gue enggak nyangka, hal itu malah bikin dia dapet
musibah kaya gini” ujar agni.
“Kenapa alvin enggak pernah cerita sama kita ?” tanya iel.
“Gue
enggak tahu pasti, tapi dari cerita alvin ke gue, dia ngerasa kalo
kalian berdua mulai jauh dari dia, mulai enggak ada saat dia butuh sama
kalian” cakka dan iel tampak paham.
“Kita
emang enggak pernah ngumpul bertiga lagi yel sama alvin, kita jauh dari
dia sejak kita sama-sama punya cewek” ucap cakka, iel mengangguk
menyetujui.
“Alvin kehilangan kalian karena kayanya dia kesepian..” tambah agni lagi.
“Orang
tua alvin enggak pernah di rumah dari dulu dari dia kecil. Sering kalo
weekend dia suka ikut keluarga gue atau keluarganya cakka buat pergi
atau sekedar makan malam di luar. Rumahnya yang besar itu emang selalu
sepi. Tapi seiring waktu kita tambah gede, semua juga mulai berubah..”
terang iel.
“Apa
kalian tahu kalo alvin suka mabuk atau ngelakuin hal gila kaya nyoba
ngiris pergelangan tangannya sendiri ?” tanya agni pelan, tapi dari
guratan kekagetan yang tampak nyata di wajah cakka dan iel, agni tahu
bahwa mereka memang tidak tahu.
“Dia suka minum dan dia bilang, dia pernah beberapa kali nyoba buat bunuh diri” sambung agni lagi.
“Semakin kesini dia semakin tertutup, atau emang gue yang enggak perhatian lagi sama dia” sahut cakka.
“Kita emang bukan sahabat yang baik buat dia” timpal iel.
“Tapi
kalian sahabat yang alvin punya dan itu enggak akan pernah berubah”
ujar agni sambil tersenyum. Iel dan cakka ikut tersenyum bersamanya,
seandainya nanti alvin cerita bahwa ia suka pada agni, maka mereka akan
sangat mendukung itu, karena agni layaknya seorang malaikat penolong
untuk alvin. Sementara ray yang sejak tadi memilih diam ikut
mendengarkan, merasa bertambah kagum pada figur kakaknya, yang dalam
hitungan detik bisa menepikan air matanya dan menggantinya dengan
senyuman tulus.
“Orang tuanya lagi dalam perjalanan kesini, sebentar lagi paling mereka sampai” kata cakka.
“Kalo gitu gue sama ray pulang aja ya”
“Kenapa ?” agni hanya tersenyum, ia menunduk dan melihat penampilannya.
“Tenang
aja, entar biar gue sama cakka yang jelasin. Lagipula gue rasa elo yang
paling pantas buat ketemu alvin nanti” ujar iel menenangkan. Agni
tampak ingin menolak.
“Udahlah
kak, kita pulangnya entar aja kalo udah tahu keadaannya kak alvin”
sahut ray, yang cukup membuat agni mengangguk dan mengurungkan niatnya.
***
Sekujur tubuhnya terasa sakit. Seperti adonan yang habis di lumat, atau memang seperti itu keadaannya saat ini.
“Alvin..”
ia mencoba membuka matanya. Perlahan pandangannya yang agak kabur mulai
jelas memperlihatkan sosok orang yang sedang menatap ke arahnya.
“Ma..ma ?”
“Iya
alvin ini mama..” alvin tersenyum tipis, baru kali ini setelah 17 tahun
ia hidup, mamanya ada di sampingnya saat ia terkapar seperti ini,
membuat rasa sakit yang tadi ia rasakan seperti menghilang seketika.
“Maafin mama ya, mama sama papa udah denger semuanya dari cakka, iel dan agni”
“Papa mana ?”
“Papa lagi di bawah nyari sarapan”
“Kalo
agni ?” mamanya tersenyum, ia menunjuk ke arah sofa yang terletak di
sudut kamar, alvin dapat melihat agni dan ray sedang tertidur disana.
“Makasih ma..”
“Buat ?”
“Udah
ada disini dan enggak ngusir agni sama ray” mamanya memeluk alvin
dengan erat. Dan alvin menikmati itu, pelukan hangat yang telah lama di
rindukannya.
“Mama
enggak akan ngusir mereka, karena mereka enggak cuma ngerubah kamu,
tapi juga nyadarin mama” bisik mamanya lembut di telinga alvin.
***
Hanya
butuh beberapa hari bagi alvin untuk memulihkan kondisinya. Kasih
sayang yang datang dari mama papa serta sahabatnya dan tentu saja agni,
membuatnya lebih terlihat ceria dan selalu berpikiran positif.
Ray
dan agni juga di bujuk untuk mau tinggal di rumah alvin. Orang tua
alvin juga tidak keberatan untuk membayar biaya sekolah mereka berdua.
Dan tentu saja ini membuat alvin senang, karena ia tidak akan kesepian
lagi sekarang. Tidak akan ada lagi malam-malam dimana ia menghabiskan
waktunya untuk mabuk dan ngebut di jalanan. Tidak akan ada lagi perasaan
terasingkan dan tersisihkan ketika sahabatnya lebih memilih
mengahbiskan waktu mereka bersama pacar masing-masing. Dan tentu saja,
tidak akan ada lagi cerita tentang dia yang kecewa akan hidupnya.
Atas
inisiatif dan bantuan papanya. Alvin mengadakan acara amal untuk
membantu anak-anak jalanan yang kerasnya pernah sesaat ia rasakan diri.
Yang ketegaran-ketegarannya memberinya pelajaran tentang hidup. Yang
semangat-semangatnya membuatnya malu mengingat hidupnya yang sebenarnya
masih jauh lebih beruntung di banding mereka.
“Lagu
ini tercipta karena sebuah pengalaman hidup yang kami alami sendiri,
dan mungkin juga di alami oleh beberapa yang ada disini. Hidup sebagai
seorang pengamen jalanan memang keras, tapi setidaknya kita masih mau
untuk berjuang demi sesuap nasi, dan untuk segala keberanian itu, lagu
ini tercipta khusus untuk kalian semua..” ujar alvin lantang.
Ia
berdiri di tengah panggung yang sederhana. Di tonton oleh puluhan anak
jalanan yang ada disitu. Sambil tersenyum pada orang tua dan sahabatnya
yang juga ada disana, ia mulai bernyanyi.
Malam ini hujan turun lagi
Bersama kenangan yang ungkit luka di hati
Luka yang harusnya dapat terobati
Yang ku harap tiada pernah terjadi
Bersama kenangan yang ungkit luka di hati
Luka yang harusnya dapat terobati
Yang ku harap tiada pernah terjadi
“Agni
!” dan agni keluar dari balik panggung, nampak berbeda dari biasanya,
terlihat lebih cantik dan beraura dengan gitar di tangannya. Sambil
memainkan gitarnya, agni juga bernyanyi, melantunkan kisahnya dengan
ketegarannya yang khas
Ku ingat saat Ayah pergi, dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki
Ku ingat saat Ayah pergi, dan kami mulai kelaparan
Hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki
Ray yang tiba-tiba muncul dan duduk di balik drum, mulai menggebuk drumnya, dan ikut bernyanyi bersama alvin dan agni.
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Alvin
menyanyikan bagiannya sambil mengerling ke arah orang tuanya. Terbersit
rasa malu dalam hatinya bila mengingat saat-saat itu, saat-saat ia
kalah melawan hidupnya sendiri.
Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan
Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan
Namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan
Dan
mereka kembali bernyanyi tiga. Begitupun dengan yang lainnya yang ikut
larut dalam hentakan drum yang ray mainkan, lengkingan gitar dari
petikan jari jemari agni, serta suara khas milik alvin.
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Selesai
bernyanyi, alvin bersama orang tuanya dan yang lainnya, membagikan
makanan dan snack-snack kepada mereka yang hadir disana. Dan alvin
benar-benar merasa puas dengan semua itu. Ia merasa hidupnya mulai
berarti sekarang.
Setelah hampir seharian, alvin mengajak agni untuk pergi dengannya berdua. Alvin mengajak agni ke atap sebuah gedung.
“Mau ngapain kesini ?” tanya agni bingung.
“Mau lihat matahari sore yang indah sama lo” ujar alvin sambil menarik tangan agni dan menyuruhnya duduk disampingnya.
“Matahari sore memang bagus ya..”
“Ag, makasih ya buat semuanya”
“Harusnya
gue yang bilang makasih, sekarang hidup gue jadi jauh lebih baik karena
elo dan keluarga lo, gue enggak tahu harus balas semua itu pakai apa”
“Hadirnya
elo dan ray di tengah hidup gue dan keluarga gue, ngajarin kita arti
senyuman dan kebersamaan udah cukup setimpal sama semuanya, gue jadi
enggak ngerasa sendiri lagi”
“Enggak
pernah ada yang sendiri disini vin. Enggak pernah cuma ada gue ataupun
elo, yang ada itu kita, dan kita tidak sendiri, selama elo percaya kalo
elo bukan satu-satunya orang yang menyedihkan di dunia ini, gue yakin lo
bakal tahu, kalo kita tidak sendiri dan enggak akan sendiri” jelas agni
sambil tersenyum. Alvin meraih tangan agni, menggenggamnya erat.
“Kalo
gitu, jangan pernah tinggalin gue sendiri, gue sayang sama lo” ujar
alvin mantap. Agni mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia tahu
mukanya pasti memerah sekarang. Alvin tersenyum tipis. Ia merengkuh
kepala agni ke dalam pelukannya.
“Ini artinya gue enggak akan ngelepasin elo buat selamanya” bisik alvin.
“Gue
enggak akan kemana-mana, gue akan terus ada disini buat lo” balas agni.
Dan dalam dekapan alvin, agni terus menatap matahari, menikmati
kebahagiaan sore ini, begitupun dengan alvin, terus menatap agni,
matahari yang bersinar terang untuknya.
Alni... couple yang jarang tapi ini keren nih keren..
BalasHapusnumpang nitipin link gue yaa..kalau mau berkunjung juga boleh..
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal.
thanks before sis..