last part 3

Semilir angin yang berhembus perlahan tapi dinginnya menyerang hingga ke tulang serta bau khas dari tanah yang basah sehabis hujan, menemani agni yang sedang duduk sendiri di lapangan basket yang tidak begitu jauh dari rumahnya.
Tidak ada aktifitas lain yang ia lakukan selain bernafas dan berdiam diri. Bola basket yang ia bawa, malah ia acuhkan begitu saja di sampingnya, padahal sejak tadi sudah menggoda dirinya untuk segera bermain.
Basket. Sesuatu yang tidak pernah bisa di lepaskan dalam kehidupannya. Sesuatu yang membuatnya selalu terlihat gagah dan berbeda dengan teman perempuannya yang lain. Sesuatu yang tidak pernah bisa ia tinggalkan dalam kesehariaannya. Sesuatu yang membawanya terkenal dan berprestasi. Dan tentu saja, sesuatu yang mempertemukannya dengan cakka.
Cakka. Satu-satunya laki-laki yang pernah dan masih merebut hatinya. Satu-satunya laki-laki yang ia ijinkan untuk mengecup keningnya selain ayahnya. Satu-satunya laki-laki yang selalu bisa membuatnya bahagia. Dan satu-satunya laki-laki, yang bisa melemahkan dirinya seperti saat ini.
Dia sendiri tidak mengerti, bagaimana bisa akhir-akhir ini terlalu banyak air mata yang jatuh karenanya ? seistimewa itukah cakka bagi dirinya ? sedalam inikah perasaan yang telah terlanjur mengendap di hatinya ?
Lalu seperti apa ia di mata cakka sekarang ? apakah dirinya masih yang paling utama ? atau memang tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya ? apakah ini akhir kisah mereka ? menepi sendiri, menjauh dalam ketidakjelasan yang pasti.
“Gue kangen elo cak..” gumam agni pelan, tidak peduli meski hanya angin yang mendengarnya. Dia menengadahkan  wajahnya, melihat awan yang gelap tanpa satupun bintang apalagi bulan. Hatinya berdesir, segala pertanyaan memenuhi pikirannya.
“Selalu ada disini..”
“Iel ?”
“Gue duduk ya..” agni hanya mengangguk, kemudian iel duduk di sampingnya, persis sama seperti kejadian kemarin.
“Ada apa ? gue udah tahu, gue enggak mau ada yang salah paham lagi” ujar agni.
“Gue minta maaf ya, gara-gara itu hubungan lo sama cakka jadi....” iel diam, ia bingung menemukan kata yang tepat, ia tidak ingin kata-kata itu semakin melukai agni.
“Hancur” timpal agni, iel tersenyum tipis.
“Bukan gara-gara lo kali, mungkin emang hubungan gue sama dia, udah cukup sampai disini aja..”
“Lo mau putusin dia ?” tanya iel langsung. Agni hanya mengangkat kedua bahunya.
“Jadi ?” iel menatap agni penasaran.
“Dia yang dulu minta gue jadi ceweknya, jadi biar dia juga yang ngambil keputusan soal hubungan ini” iel tertegun sesaat, mengapa sahabatnya ini terlihat begitu memasrahkan hatinya.
“Kenapa gitu ? kenapa elo terkesan pasrah, padahal kan lo kuat ?” agni terkekeh mendengar pertanyaan iel.
“Gue juga enggak ngerti, kenapa ya gue jadi kaya gini sekarang ? gue tahu, gue kehilangan diri gue yang dulu yang kuat dan enggak kenal cowok, tapi cakka dateng dan naklukin gue, gue dia buat enggak berkutik, gue sendiri juga bingung..” iel hanya diam mendengar penjelasan agni.
“Saat gue nerima dia, gue udah tahu gue nerima siapa, gue udah tahu gue jalan sama seorang cakka yang di gemarin banyak cewek, dan saat gue sadar gue udah sayang sama dia, gue tahu gue harus siap nerima semua resikonya” sambung agni lagi.
“Termasuk di sakitin berkali-kali kaya gini ?” lagi-lagi agni hanya terkekeh mendengar pertanyaan iel.
“Lo sendiri gimana sama via ?” agni malah melontarkan pertanyaan lain, dan iel paham, agni tidak mengijinkannya tahu lebih banyak dari ini.
“Pusing gue mikirnya, gue enggak tahu mau dia apa dan gimana, gue enggak ngerti, cewek terlalu susah buat diikuti dan ditebak jalan pikirannya. Gue cuma mau dia jadi milik gue seutuhnya, gue cuma mau jadi orang yang selalu ada di samping dia, jadi orang pertama yang diingat saat dia butuh, gue cuma mau dia tahu, kalo perhatian gue ke dia karena gue enggak akan sanggup kehilangan dia” curhat iel panjang lebar.
“Kalo cuma sekedar dengerin curhatan lo doang sih gue bisa yel, tapi kalo lo minta nasihat dari gue, lo salah orang, karena lo lihat kan, cerita gue sendiri aja berantakan..hehe..” ujar agni sambil menepuk-nepuk pundak iel, yang membuat iel mau tidak mau juga ikut tersenyum.
“Main basket aja yuk” ajak agni sambil menunjukkan bolanya yang dari tadi ia diamkan.
“Sip” sahut iel sambil berdiri. Lalu keduanya langsung asik bermain bola basket berdua.
Hujan telah reda sejak tadi, dan kini yang tersisa hanyalah kesepian dan kesunyian yang perlahan namun pasti mengepungnya. Via mengalihkan matanya ke handphonenya, sepi. Tidak ada satupun sms apalagi telpon yang masuk.   
Via menghela napasnya, mungkin sedikit udara segar akan membuat pikirannya sedikit merasa tenang. Ia meraih cardigan pinknya yang ia gantung di belakang pintu kamar, setelah pamit pada mamanya, via langsung berjalan-jalan keluar rumah.
“Kemana ya ? ehm, lapangan basket, agni pasti lagi main disana” via mengarahkan langkah kakinya menuju lapangan basket. Letaknya tidak begitu jauh dari rumahnya, dan seperti yang ia yakini, agni pasti sedang ada disana. Tubuhnya otomatis terdiam, matanya menatap lurus ke depan, melihat agni dan iel tampak akrab berdua.
Hatinya bertanya-tanya, ada apa ini ? pikirannya kacau, tanpa basa-basi, via langsung mempercepat langkahnya, mendekati mereka yang tampak asik berebut bola.
“Kalian tega !!” raung via cukup membuat iel dan agni berhenti bermain dan menatapnya.
“Vi, lo jangan salah paham, ini enggak kaya yang lo lihat” ujar agni sambil menghampiri via, tapi selangkah agni maju, selangkah juga via mundur.
“Stop ag, gue enggak butuh penjelasan. Berarti bener kata cakka !”
“Vi, dengerin dulu dong..” kali ini gantian iel yang berusaha menghampirinya.
“Jadi ini ? oke, makasih buat semuanya !!” tanpa sempat memberi iel ataupun agni kesempatan, via langsung berbalik dan berlari meninggalkan mereka.
“Kejar yel..”
“Ag..”
“Kejar via, dan gue rasa, kita enggak usah deket-deket dulu” agni mengambil bola basketnya dan membiarkan iel sendiri.
“Arghh ! sial !” umpat iel, sambil menendang batu-batu yang ada di sekitarnya. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan sekarang.
***
Rio memacu mobilnya dengan kecepatan yang jauh di atas rata-rata, pikirannya agak kacau saat ini. Kata-kata mamanya tadi, terasa bagai kaset rusak yang terus saja berputar di otaknya. Tidak butuh waktu lama, rio telah sampai ke tempat yang ia tuju.
Sambil melipat kedua tangannya di dada, rio menunggu dengan tidak sabar di depan pintu apartemen alvin. Untungnya sebelum kesabaran rio habis, alvin telah berdiri di ambang pintu apartemennya, dengan mata yang hampir tidak terbuka sama sekali, rambut acak-acakan dan hidung yang memerah. Tanpa menunggu di persilahkan, rio langsung ngeloyor masuk ke dalam, alvin cuma bisa geleng-geleng kepala maklum melihat tingkah sahabatnya tersebut.  
Layaknya di rumah sendiri, rio langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa alvin “Lo lagi sakit ya ?” rio menunjuk ke arah hidung alvin yang memerah.
“Flu..” jawab alvin singkat sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya. Rio yang niat awalnya kesini mau cerita sekaligus numpang tidur memutuskan buat ngekorin alvin ke kamarnya, meski ada kamar tamu yang biasa ia gunakan juga.
“Vin..” panggil rio sambil duduk di kursi kamar alvin.
“Hmm..” alvin sudah sembunyi di balik selimutnya yang nyaman.
“Gue mau cerita”
“Ya udah cerita..”
“Tadi gue ke rumah ify, rencananya sih mau ngajakin dia jalan, tapi malah hujan deres kan tadi, ya udah deh dengan terpaksa gue batalin acara jalan-jalannya. Terus gue akhirnya sama dia cuma duduk-duduk berdua di ruang tamunya, ngobrol-ngobrol gitu. Dan ya kaya biasa, dia selalu asik cerita soal aktifitasnya, enggak sekalipun dia ngarahin obrolan kita tentang perasaan. Belum lama gue ngobrol, eh nyokap gue sms, nyuruh gue ke rumah secepetnya, dengan berat hati gue tinggalin tuh ify, padahal gue masih kangen banget sob sama dia, dan lo tahu sampe rumah, gue...” rio diam, dia bingung kenapa alvin seolah enggak ngerespon dia sama sekali. Dia menoleh ke arah alvin, dan rasa gondok langsung menguasainya ketika dia menyadari alvin sudah terlelap dalam alam mimpinya.
“Capek-capek gue cerita sepanjang tadi dan elo asik tidur, baik banget lo jadi temen !!” sungut rio kesal sambil menghampiri alvin.
“Vin..eh panas banget..” rio yang tadinya mau maksa bangunin alvin, kaget sendiri waktu tangannya menyentuh badan alvin yang panas. Rio meraba kening alvin, dan dia yakin kalo alvin emang demam. Dia melihat jam tangannya, udah jam sebelas malem, enggak mungkin juga mau ngasih tahu shilla sekarang.
“Hmm, mau numpang tidur, gue malah jadi harus ngurusin elo..” gerutu rio sambil keluar kamar alvin, berusaha mencari termometer dan kompresan.
***
 Setelah kemarin meja mereka kehilangan dua personilnya, saat ini malah hanya tinggal dua personilnya saja yang duduk disana, rio dan shilla.
“Lo udah bilang semua yang gue pesenin ke alvin kan yo ?”
“Aduh shil, sekali lagi lo bahas soal alvin, gue tinggal nih” ancem rio yang mulai bosan.
“Sori, tapi gue kan khawatir..”
“Dia cuma demam shilla, jangan lebai oke ?” shilla hanya bisa mengangguk.
“Gimana agni sama via ?” tanya rio mengganti topik pembicaraan.
“Diem-dieman, enggak saling sapa, gue juga bingung deh”
“Sama aja berarti, cakka sama iel juga gitu” rio dan shilla menghela napas kompak. Terbiasa kumpul bareng-bareng dan kini hanya berdua, membuat mereka benar-benar merasa aneh.
“Oh iya, semalem ify sms gue dia bilang lo abis dari rumahnya dia, cie..” goda shilla.
“Enggak lama shil, tadinya gue mau ngajakkin dia jalan, tapi lo tahu sendiri kan kemarin itu hujannya deres banget. Jadi gue cuma ngobrol sama dia doang deh..”
“Ngobrol apa ?”
“Enggak banyak, kaya biasa..” shilla tahu apa yang dimaksud ‘kaya biasa’ sama rio.
“Ya, dia emang kaya gitu kan yo. Oh ya, lo kapan mau usaha lagi ke dia ?”
“Gue selalu usaha, tapi dianya enggak pernah ngerespon gitu”
“Dia itu sayang tahu sama lo, percaya deh sama gue” ujar shilla meyakinkan.
“Iya bukan gue enggak percaya, tapi gue enggak pernah ngelihat dia dikit aja, nunjukkin itu ke gue, gue harus gimana ?” shilla memandang rio prihatin, apa yang rio bilang memang benar, dan shilla juga tidak bisa berbuat jauh daripada itu.
“Terus dea ?” rio membelalakan matanya, ia jadi ingat tentang dea.
“Soal dea, gue mau cerita ke elo nih..”
“Apa ?”
Teng..teng..teng..
“Yah, udah masuk yo..” rio menghela napas kecewa, tapi kemudian ia tersenyum tipis.
“Ya udahlah kapan-kapan aja, ayo balik ke kelas” shilla hanya mengangguk lalu mengikuti rio berjalan menuju kelas mereka masing-masing.
***
Dengan sedikit terburu-buru, cakka menjejalkan secara asal buku-bukunya ke dalam tas. Gara-gara jam pelajaran terakhir yang membosankan, membuat cakka tertidur dengan sukses tanpa di ketahui gurunya, tapi sialnya ia baru bangun saat kelasnya sudah hampir kosong.
“Cak..” tanpa memandang siapa yang menepuk pundaknya, cakka langsung menampik tangan itu.
“Jangan kaya anak kecil dong cak, gue mau ngomong sama lo !”
“Ngomong apaan sih ?!” tanya cakka sewot. Iel menatap cakka tajam.
“Kita enggak bisa kaya gini terus cak, masa persahabatan kita yang udah bertahun-tahun jadi kaya gini cuma gara-gara salah paham” iel masih berusaha mengendalikan emosinya, rio sudah siap sedia untuk mencegah kemungkinan terburuk.
“Gue lagi enggak mood yel buat ngomongin ini”
“Terus kapan lo moodnya ? mau nunggu sampai kita jauh dulu ? sampai semuanya ancur ?”
“Udahlah, gue mau balik”
“Cak ! lo mikir dong, ini bukan cuma tentang lo ! ada gue, via sama agni juga di masalah ini” cakka mendengus kesal.
“Apa sih peduli lo sama hubungan gue sama agni ?! sepenting itu dia buat elo !”
“Ya ampun cak, agni temen gue, salah kalo gue peduli sama dia ?”
“Terserah lo deh, minggir gue mau pulang !” cakka memaksa iel buat memberinya jalan, iel ingin menahan cakka, tapi rio menariknya, memaksanya tetap diam.
“Dia tuh ya bener-bener deh !!” iel mengeluarkan semua emosi yang sudah di pendamnya sejak tadi.
“Biar entar gue yang ngomong sama dia” ujar rio menenangkan sambil menepuk-nepuk pundak iel.
***
Sambil berkali-kali melirik ke arah jam tangannya, shilla mencoba mengalihkan perhatiannya pada novel yang ada di tangannya dari tadi.
“Shilla ?” merasa namanya di panggil, shilla mengangkat wajahnya.
“Hai de..”
“Gue duduk ya” ujar dea sambil menunjuk kursi kosong di samping shilla.
“Duduk aja kali, ngapain disini de ? ada yang sakit ?”
“Enggak, nyokap gue dokter disini, gue lagi nungguin dia. Lo sendiri ?”
“Gue abis kontrol” ucap shilla sambil menunjukkan map yang dari tadi ada di pangkuannya, dea mengamati itu sesaat, lalu tersenyum.
“Oh elo pasien nyokap gue. Lagi nunggu hasil ya ?” shilla hanya menganggukan kepalanya. Lalu mereka berdua sama-sama hening, bingung mau membicarakan apa.
“De menurut lo, rio itu orangnya kaya apa ?”
“Kaya apa ya ? di mata gue dia baik, asik buat dijadiin temen, dewasa dan bijak”
“Kalo tentang hubungan lo sama dia ?” tanya shilla lagi.
“Ya biasa-biasa aja, kaya yang gue bilang, kemanapun hubungan ini bakal berujung, ya udah bakal gue ikutin. Gue enggak mau neko-neko atau terlalu banyak nuntut, tapi gue juga enggak mau pasrah gitu aja” shilla hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan dea.
“Lo punya pacar ? ehm..maksud gue, kaya rio sama ify ?”
“Pacar sih enggak, kalo temen ada. Sebenernya gue termasuk tipe cewek yang tertutup dan diem, kecuali sama temen-temen deket gue kali ya. Hidup gue cuma sekolah, rumah dan di tengah temen-temen gue. Gue enggak pernah mau maksa jalanin hidup..” shilla tersenyum, dia telah menemukan sesuatu yang unik dalam diri dea.
“Terus lo bakal pasrah aja di jodohin sama orang tua lo ? emang lo enggak mau nemuin pasangan sejati lo sendiri ?” layaknya seorang wartawan, shilla terus saja bertanya.
“Hidup kan harus realistis, bukan karena kita terbiasa denger tentang negeri dongeng dengan pangeran kuda putihnya membuat kita jadi banyak berkhayal. Kalo gue sih percaya, Tuhan udah nentuin jalan buat masing-masing umatnya, dan dalam masalah ini, gue bukan pasrah, gue cuma nerima apa yang ada di depan gue”
“Kata-kata lo dewasa banget ya..hehe..” dea ikut tersenyum bersama shilla. Dan dari pembicaraan ini, shilla merasa nyaman bertukar pikiran dengan dea, orang yang apa adanya, tidak begitu terlihat ambisius tapi juga bukan termasuk kumpulan orang pesimis.
“Oh ya shil, apa rio udah cerita tentang gue sama dia ?”
“Cerita yang mana nih ?”
“Ehm, kayanya belom ya ? ya udahlah biar dia aja yang cerita ke elo, itu bukan kapasitas gue”
“Lo malah bikin gue penasaran tahu enggak”
“Haha, entar juga lo bisa tanya ke rionya kan. Eh iya, tumben enggak sama alvin ?” shilla tertawa kecil, bahkan dea yang baru ditemuinya sekali saja, merasa aneh tidak melihat alvin di sampingnya.
“Dia lagi sakit..hehe..biasanya sih dia yang nganter. Abis ini gue mau ke tempatnya dia kok”
“Oh, salam ya buat dia..”
“Ashilla zahrantiara..” shilla menoleh ke arah suster yang memanggil namanya dari dalam loket pembayaran.
“Gue kesana ya de, seneng ngobrol sama lo..”
“Sama-sama, kapan-kapan lagi ya shil” shilla hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu meninggalkan dea.     
Sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja, rio berkali-kali menoleh ke arah pintu cafe, berharap orang yang ia tunggu akan segera muncul. Dia melirik jam tangannya, sudah setengah jam dia menunggu disini, menghabiskan secangkir vanilla lattenya. Dan akhirnya matanya menangkap satu sosok yang ia tunggu, berjalan masuk dengan wajah seolah tanpa dosa menghampirinya.
“Sori bro, macet..” rio hanya bisa mendengus mendengar alasan klise tersebut.
“Emang abis jalan sama cewek mana lagi lo cak ?” cakka hanya terkekeh mendengar pertanyaan rio. Bukannya menjawab, dia malah memanggil pelayan dan memesan minumannya.
“Kalo lo udah enggak sayang sama agni, putusin dia” ujar rio to the point. Cakka tersenyum tipis.
“Jadi lo juga ngarepin gue sama dia putus ?”
“Gue ngarepin lo berdua bisa sama-sama bahagia jalanin hidup, jangan jadi pengecut cak, cowok sejati enggak akan ngebiarin cewek yang dia sayang terus-terusan sakit kaya gitu”
“Cowok sejati enggak akan terus-terusan nunggu tanpa kepastian dari cewek yang dia sayang” sindir cakka balik.
“Kita mau ngomongin masalah lo, bukan gue”
“Gimana kalo gue maunya ngomongin masalah lo ?” rio menatap cakka sesaat.
“Oke, kalo lo enggak ngijinin gue buat masuk lebih jauh ke masalah lo, gue hargain itu. Tapi gue harap, lo bisa cepet ambil keputusan, dan saran gue, lo, agni, iel sama via mending ketemu buat ngelurusin semuanya, dan buat masalah lo sama agni, kalo lo ngerasa mampu, silahkan selesaiin sendiri” cakka diam mendengar kata-kata rio, dalam hatinya, ia tahu ia telah melampaui batas kesabaran sahabat-sahabatnya dalam soal ini, ia tahu sikapnya terlalu egois.
“Gue bukannya enggak mau ada yang ikut campur, sebenernya gue cuma pengen sendiri aja bentar, pengen ngerenungin apa yang udah terjadi, apa yang gue mau, apa yang harus gue jalanin”
“Kalo gitu, jangan lama-lama, waktu enggak bisa di tarik mundur sob, dan penyesalan akan selalu terlambat datangnya..” ujar rio sambil menepuk-nepuk pundak cakka.
“Thanks..” jawab cakka singkat sambil tersenyum.
“Ya udahlah, gue mau ke apartemen alvin, mau ikut ?” tawar rio.
“Pengen sih, tapi gue udah ada janji mau basket, next time aja”
“Padahal gue berharap lo mau ikut, gue males di kacangin entar sama mereka” ucap rio sambil berdiri.
“Mereka ?”
“Shilla alvin”
“Gue ikut berduka yo..hehe..get well soon deh buat alvin” rio hanya tersenyum, lalu bergegas meninggalkan cakka keluar kafe.
***
Sedikit kesulitan dengan tentengan belanjaan di kedua tangannya, shilla berusaha untuk menekan tombol bel pintu apartemen alvin. Ketika kakinya tidak sengaja menendang pintu apartemen alvin, dan terbuka.
“Eh, enggak di kunci” gumam shilla bingung sambil masuk ke dalam dan langsung meletakkan barang-barang bawaannya.
“Alvin..”
“Hoek..hoek..” shilla berjalan mendekat ke arah kamar mandi alvin.
“Ya ampun alvin kamu kenapa ?” tanya shilla panik, sambil langsung mengurut-urut tengkuk alvin.
“Enggak apa-apa kok” jawab alvin lirih sambil tersenyum, kemudian ia membasuh mukanya dengan air.
“Nih..” shilla mengulurkan tisu.
“Thanks” alvin memberi kode supaya mereka ngobrol di ruang tv.
“Masih anget vin, kamu emang enggak minum obatnya ?” tanya shilla sambil meletakkan tangannya di atas kening alvin.
“Diminum dong, lagian menurut aku ini udah lumayan kok di banding tadi pagi”
“Iya tapi masih anget badan kamu. Kamu udah makan kan ? tadi muntah kenapa ?”
“Enek, namanya juga masuk angin shil. Kamu sendiri tadi udah kan check upnya ?” alvin berniat mengalihkan pembicaraan.
“Udah kok, tadi aku malah ketemu dea di rumah sakit, ternyata dia anaknya dokter aku”
“Oh, kamu bawaan apaaan tuh ?” tunjuk ke alvin, ke beberapa plastik yang tergeletak begitu saja di atas meja makannya.
“Banyak. Ada buah-buahan, ada susu, roti, terus makanan dari rumah aku juga ada” terang shilla sambil berjalan ke dapur untuk membereskan belanjaan yang dia bawa.
“Makanan yang kamu bawa kemarin aja belum abis semua shil, lagian kalo susu, ada di kulkas”
“Hehe, biarin, abis kamu susah sih di suruh makan, coba aja disodorin burger, lahap banget” alvin hanya terkekeh mendengar cibiran shilla. Tapi siapa juga sih yang enggak ketagihan junk food di dunia ini, pikir alvin.
“Mau aku bantuin enggak ?” tawar alvin.
“Enggak usah duduk aja disitu. Eh iya, kok pintu kamu enggak di kunci, enggak ketutup rapat juga ?”
“Masa ? enggak nyadar” jawab alvin enteng, sambil merebahkan dirinya di atas sofa, kepalanya memang masih sedikit pening, dan rasa enek sisa muntah tadi masih terasa.
Ting..tong..ting..tong..
“Udah aku aja yang bukain, kamu istirahat aja disitu” perintah shilla sambil berjalan menuju pintu depan.
“Masuk yo..” rio hanya tersenyum sudah menemukan sepupunya itu di dalam apartemen alvin.
“Hoek..” shilla langsung berjalan cepat ke arah kamar mandi alvin, rio mengikutinya dari belakang.
“Kok muntah lagi sih ?” alvin hanya menggeleng, dia lagi-lagi membasahi mukanya dengan air. Dan hanya melempar cengiran saat melihat rio udah ada disitu.
“Ngobrolnya di depan tv aja, enggak enak kalo disini” ujar alvin. Shilla dan rio mengangguk.
“Udah berapa kali kamu muntah ?” sergap shilla langsung.
“Baru dua kali kok sama tadi, kan udah di bilang namanya juga masuk angin, enggak enak badan, iya enggak yo ?” alvin mengerling ke arah rio.
“Iya shil, jangan parno dong, kaya enggak pernah masuk angin aja” bela rio.
“Tuh shil bener kata rio..” shilla merengut sebal ke arah rio, rio hanya membalasnya dengan senyum.
“Besok kamu check ya ke rumah sakit” bujuk shilla.
“Hah, ngapain ?”
“Ya check aja, emang kalo check ke rumah sakit, sakitnya harus parah apa ?”
“Kan aku cuma masuk angin shilla, besok juga aku udah bisa ke sekolah kok, iya enggak yo ?” sebelum rio ingin membuka mulutnya untuk membela alvin lagi, tatapan shilla yang menusuk telah menyentuhnya lebih dulu.
“Check up penting kan yo ?” tanya shilla dengan nada semanis mungkin.
“Penting banget vin, udah enggak apa-apa, cuma check up doang kok, gue setuju” kali ini gantian alvin yang memandang tajam ke arahnya, malas terlibat lagi, rio langsung meraih majalah nganggur di sampingnya, dan pura-pura sibuk membacanya.
“Udah, kamu nurut aja deh sama aku, besok pulang sekolah kita ke rumah sakit ya, oke” alvin hanya bisa mengangguk sambil tersenyum, percuma aja melawan lagi, dia enggak akan menang sama shilla kalo soal ginian.
“Oh ya gimana kabarnya cakka sama iel ?” tanya alvin ke siapaun yang mau jawab.
“Sekarang bukan mereka aja vin, via sama agni juga ikutan diem-dieman” sahut shilla.
“Lho, kenapa ?”
“Ya gitu deh, jadi via mergokin iel sama agni lagi main basket berdua gitu malem-malem, padahal ya  cuma main basket doang, tapi bisa lo bayangin sendirilah gimana kejadiannya setelah itu” timpal rio yang langsung mengacuhkan majalahnya setelah topik berganti.
“Gimana kalo kita atur aja, bikin mereka jadi ngobrol berempat gitu, intinya ini cuma tentang salah paham kan ?” usul alvin.
“Pengennya aku sih juga gitu, enggak tahu nih akhir-akhir ini, kayanya lagi banyak banget ya masalah yang muncul, untung kita adem ayem aja” ucap shilla.
“Iya elo berdua adem ayem, gue ?”
“Eh ya, kemarin gue ketemu dea yo. Terus dia nanya ke gue, lo udah nyeritain perkembangan hubungan mereka apa belom, emang ada apa sih ?” rio menghela napasnya sejenak, sudah dua kali kemarin dia gagal mau menceritakan ini.   
“Gue sama dea mau tunangan dalam waktu deket ini”
“Serius ?” tanya shilla dan alvin kompak, tanpa bisa menyembunyikan gurat keterkagetan di wajah mereka berdua. Rio hanya mengangguk pasrah.
“Kan elo sendiri yang bilang dikasih waktu tiga bulan buat pendekatan ?” tanya alvin bingung.
“Enggak tahulah. Gue sama dea aja sama-sama kaget, jadi menurut orang tua gue sama orang tuanya dea, tanpa waktu tiga bulan itu, kita udah kelihatan cocok, udah gitu, sebentar lagi, orang tuanya dea mau pindah ke luar negeri, dan menurut kesepakatan yang di ambil tanpa ngelibatin gue sama dea, orang tua kita pengen kita tunangan dulu, sebelum keberangkatan itu, biar semua lebih jelas katanya”
“Terus pendapat lo berdua ?” tanya alvin lagi.
“Gue sih langsung ngamuk dan pergi kesini, enggak tahu deh si dea” alvin menganggukan-anggukan kepalanya.
“Tipikal dea sih, gue rasa dia enggak akan ngebantah kata-kata orang tuanya. Yang gue mau tanya sama lo sekarang, sebenernya hati lo buat siapa ? ify atau dea ?” rio tersenyum tipis mendengar pertanyaan shilla.
“Gue sayang sama ify, lo tahu kan pasti segede apa perasaan gue buat dia. Enggak ada masalah buat gue, kalo harus usaha sekeras mungkin buat pertahanin dia, meskipun mungkin gue harus ngelawan orang tua gue sendiri. Tapi pertanyaannya sekarang, apa ify mau gue pertahanin ?” kali ini gantian alvin dan shilla yang tersenyum tipis mendengar kata-kata rio.
“Nanti gue coba bantu ya sama alvin, nanti gue coba bujuk ify” hibur shilla.
“Jangan shil, sesuatu yang dilakuin karena bujukan seseorang, berarti bukan sesuatu yang dateng dari dalam hati”
“Rio bener shil, kita tuh cowok, model yang pasti bakal mau ngelakuin apa aja buat cewek yang kita sayang, tapi cowok juga mahluk berego tinggi yang pengen perhatiaannya di akuin dikit aja, karena usahanya sendiri” shilla mengangguk maklum mendengar kata-kata alvin.
“Terus gue harus apa yo ? gue enggak mau lo jadi stres mikirin ini sendiri”
“Coba deh shil, lo tolongin gue ngomong ke nyokap gue. Masalah ify sama dea, biar gue coba selesein sendiri”
“Oke, entar gue ke rumah lo deh, gue coba” rio melempar senyum ke shilla dan alvin, yang juga di balas oleh senyuman hangat dari mereka berdua.
***
Telunjuknya menyusuri lembar demi lembar album foto yang ada di pangkuannya. Kadang ia tersenyum sendiri, kadang malah tertawa, atau kadang berhenti sebentar untuk memandangi foto yang ada di hadapannya lebih lama.
Matanya menatap selembar foto di halaman terakhir albumnya, lekat-lekat ia amati foto tersebut. Senyum miris tergambar di bibir merahnya, hatinya sedikit bergetar. Setitik air mata jatuh tepat di atas foto tersebut, yang langsung buru-buru ia usap.
“Aku kangen kamu yel..” desah via pelan. Ia tidak bisa bohong bahwa alpanya iel dalam kehidupan dia akhir-akhir ini, sedikit banyak mempengaruhi hidupnya, yang telah terbiasa akan sosok iel di sampingnya.
“Aku jealous karena aku sayang sama kamu, kenapa sekarang kamu malah ngehindarin aku ? kenapa kamu enggak usaha sedikit aja buat ngeyakinin aku ?”
Via meletakkan album foto yang semenjak tadi ia genggam, sambil memeluk bantalnya dan menyenderkan kepalanya di kepala tempat tidurnya, ia mulai mengenang, saat-saat indahnya bersama iel.
_Flashback_
Kesibukan terjadi di mana-mana, sekolah sedang mengadakan acara pentas seni dan via serta yang lain terlibat sebagai panitia. Via sendiri tidak begitu memperdulikan yang lain, karena tugasnya sebagai koordinator acara cukup membuatnya sibuk setengah mati.
“Vi sini dulu deh” tiba-tiba agni menariknya.
“Apaan ag ?”
“Shilla sama alvin enggak bisa tampil nanti” via langsung melotot ke arah agni, dia langsung memeriksa susunan acara di tangannya.
“Kok bisa ? mereka harus tampil setelah ini”
“Iya shilla ngedrop, jadi barusan di anter alvin pulang”
“Terus gimana dong ? mereka kan harusnya nyanyi buat pembuka acara puncak”
“Gini aja deh, gimana kalo, lo sama iel yang gantiin”
“Gue sama iel ?”
“Iya, tadi gue udah nanya kok sama iel, di mau. udahlah vi, kan ini tanggung jawab lo juga, masa iya acara jadi berantakan cuma gara-gara ginian doang” via memandang agni ragu-ragu, kemudian dengan terpaksa ia mengangguk. Senyum puas langsung terpeta di wajah agni.
“Ya udah ayo lo ikut gue ke backstage” agni menarik tangan via ke backstage, sedikit aneh karena disana iel telah menunggunya.
“Habis ini kan vi ?” tanya iel yang telah nampak siap.
“Hah ? ah..oh..iya..” jawab via gelagapan sambil memeriksa daftar acaranya sekali lagi.
“Nyanyi apa yel ?” iel mendekatinya, dan membisikkan sebaris judul lagu ke, via hanya bisa mengangguk.
“Nah udah vi lo naik sana berdua, sini biar walkie talkie lo gue yang pegang” ujar agni sambil memberi kode ke iel dan via agar naik ke atas panggung. Tanpa persiapan apapun, via dan iel naik ke atas panggung.
Tangan via gemetar melihat begitu banyaknya orang-orang yang menyaksikan di depan panggung. Ia tidak berlatih sama sekali, lagipula sebelum ini ia tidak pernah sekalipun mempertontonkan suaranya di depan umum. Iel yang mengetahui gerak-gerik via, mendekati dirinya.
“Jangan nervous, bawa santai aja” bisik iel tepat saat intro lagu mulai mengalun.
I can show you the world
Shining, shimmering, splendid
Tell me, princess, now when did
You last let your heart decide?

I can open your eyes
Take you wonder by wonder
Over, sideways and under
On a magic carpet ride

A whole new world
A new fantastic point of view
No one to tell us no
Or where to go
Or say we’re only dreaming
Tanpa butuh waktu lama, chemistry kuat diantara mereka langsung terasa. Via sendiri mulai enjoy di atas panggung, apalagi dengan iel di sampingnya, entah mengapa semua rasa gugup dan cemas tadi langsung hilang begitu saja.

A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I’m way up here
It’s crystal clear
That now I’m in a whole new world with you
Now I’m in a whole new world with you

Unbelievable sights
Indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling
Through an endless diamond sky

A whole new world
Don’t you dare close your eyes
A hundred thousand things to see
Hold your breath – it gets better
I’m like a shooting star
I’ve come so far
I can’t go back to where I used to be

A whole new world
Every turn a surprise
With new horizons to pursue
Every moment red-letter
I’ll chase them anywhere
There’s time to spare
Let me share this whole new world with you
Iel meraih tangan via, dan via menyambut itu. Mereka saling mendekat satu sama lain, membuang jarak di antara mereka.

A whole new world
That’s where we’ll be
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me
Selesai bernyanyi, mereka berdua kompak membungkukan badan ke arah penonton sambil tersenyum, dan langsung di sambut meriah oleh semua yang ada disitu. Saat ia via ingin berbalik dan berjalan ke arah belakang panggung, tangan iel menahannya.
“Kenapa yel ?”
“Klik” iel menjentikkan jempol dan jari tengahnya. Tiba-tiba cahaya di sekeliling mereka langsung padam.
“Yel..” iel hanya tersenyum, ia berlutut di hadapan via.
“Via, would you be my girlfriend ?” tanya iel mantap dan membuat via spechless. Telah lama mereka menghabiskan waktu berdua, dalam ikatan persahabatan, dan via tahu, sejak lama sudah perasaan di hatinya itu berubah bentuk. Via ingin menjawab, tapi suaranya hilang entah kemana, tercekat dalam rasa senang sekaligus kaget yang bercampur padu, via hanya dapat menganggukan kepalanya. Sontak iel langsung tersenyum lebar dan memeluk via.
“Thanks vi, ada hadiah lagi buat lo” via mengangkat wajahnya, memberi tatapan penuh tanya ke arah iel.
“Lihat itu..” iel menunjuk ke arah tempat penonton, dan sekali lagi via dibuat spechless olehnya, ketika pendar-pendar cahaya lilin yang di pegang oleh teman-temannya, membentuk namanya di tengah lapangan.
“Indah banget yel, makasih..”
“Cieeeeeeeeeeeeee !!!” koor langsung membahana dan panggung kembali terang. Semua temannya ada disitu alvin, shilla, agni, cakka, rio dan masih ada ify.
“Selamat ya via” ify, shilla dan agni langsung menghampiri via.
“Katanya pulang shil” sindir via yang baru sadar kalo itu semua adalah kerjaan temen-temennya.
“Haha, maaf ya vi, permintaaannya iel nih” via hanya tersenyum sambil mengerling ke arah iel. Iel hanya tertawa sambil mengacak-acak lembut rambutnya.
_Flashbackend_
Tanpa terasa air matanya mengalir setetes demi setetes. Momen indah satu setengah tahun lalu itu kini terancam hanya tinggal kenangan.
“Ayo vi, lo harus pertahanin hubungan ini, lo enggak boleh gengsi, lo harus minta maaf sama iel, harus !” via berusaha memotivasi dirinya sendiri. Dia tertegun sesaat, dia ingin ini bukan hanya menjadi sekedar minta maaf biasa, ia ingin memberi sesuatu yang berkesan, seperti apa yang telah iel sering lakukan untuknya. Matanya berhenti menatap album yang tadi ia letakkan masih adalam posisi terbuka, dan sebuah ide langsung menyala terang di pikirannya. Tidak perlu berlama-lama lagi, via langsung memulai langkah awalnya, untuk meminta maaf pada iel.
***
Sambil tidur-tiduran di kasurnya, ify dan shilla hanya saling berdiam diri. Awalnya mereka berempat berencana untuk menginap di rumah ify, menghabiskan waktu bersama ify, tapi masalah antara agni dan via hanya menyisakan mereka berdua yang tenggelam dalam kebengongan masing-masing.
“Gimana dong shil, kita harus bikin via sama agni akur” celetuk ify.
“Kalo gue tahu caranya juga udah gue lakuin dari kemarin-kemarin fy. Via selalu milih nunduk dan agni selalu ngelihat ke arah lain kalo mereka papasan, gimana mau nemuinnya” ujar shilla.
“Ya kita temuin aja, kita ajakin ngobrol. Masalah mereka sama cowok masing-masing sih, urusan mereka, yang penting persahabatan kita nih”
“Iya ify, gue tahu, lo enggak tahu sih, enggak enaknya jadi gue kalo di kelas, ngobrol sama via enggak enak sama agni, ngobrol sama agni enggak enak sama via, serba salah kan gue” curhat shilla, ify hanya tersenyum mendengarnya.
“Itu sih derita lo shil. Eh iya gimana alvin, udah baikkan ?”
“Tadi sih pas gue pulang, badannya masih agak anget, tapi suhunya udah turun”
“Oh..gue kadang heran deh shil sama lo, lo itu kelihatannya care banget sama ya alvin”
“Hah ? ya iyalah fy, kan gue ceweknya” ucap shilla tidak mengerti.
“Iya gue tahu, tapi menurut gue, bukannya kalo kaya gitu, cowok malah bisa jadi ngelunjak ya”
“Ngelunjak gimana ?”
“Gini lho, lo itu kan selalu ngasih apapun yang dibutuhin sama alvin, dengan kaya gitu, alvin sadar dong kalo lo enggak akan sanggup hidup tanpa dia, nah dengan kaya gitu, bukannya alvin jadi tahu kelemahan lo dan bisa bikin lo tunduk di bawah perintah dia ya” shilla mulai paham kemana arah pembicaraan ify. Dia mengubah posisinya dari tidur menjadi duduk.
“Buat gue fy, namanya kita menjalin hubungan itu ya karena kita sama-sama nemuin rasa kecocokan dan saling sayang. Terus kalo setiap kita mau ngelakuin sesuatu dihitung pake untung rugi atau imbal balik, yang ada kita malah enggak akan ngelakuin apapun”
“Tapi lo enggak takut gitu shil, kalo suatu hari nanti alvin ninggalin lo buat cewek lain”
“Gue percaya sama dia, karena gue sayang sama dia, dan gue yakin, dia enggak akan ngelakuin itu ke gue”
“Kadang gue enggak ngerti, kenapa seorang cewek rela disakitin kaya apapun sama cowok, padahal cowok kan enggak cuma satu, agni contohnya. Dia hebat, jagoan basket, gue rasa dia cantik, tapi apa, dia takluk sama cakka” shilla tersenyum tipis mendengar kata-kata ify.
“Karena elo enggak pernah tahu rasanya, lo cuma ngelihat apa yang kelihatan, tapi lo enggak tahu apa yang ada di dalamnya. Dan gimana lo bisa tahu rasanya, kalo lo selalu ngacuhin sepupu gue dan lebih milih buat semua itu” pancing shilla sambil menunjuk berderet piala dan piagam yang terpajang di kamar ify.
“Bukannya di umur kaya kita gini saatnya kita berprestasi ya ?”
“Lo bener, tapi masa remaja kan cuma sekali fy, dan karena cuma sekali itu juga, enggak ada salahnya buat nyoba hal-hal kaya gini”
“Entahlah shil, masih banyak cita-cita gue yang belom tercapai, sekolah di amrik buat gue cuma sebuah langkah kecil buat nyusurin jalan yang masih panjang banget di depan. Gue masih pengen jadi pianis terkenal, masih pengen jadi wanita karir yang sukses...”
“Dan ibu rumah tangga yang hebat fy, jangan lupa sama kodrat lo” potong shilla sambil tersenyum, ify hanya tersenyum bersamanya.
“Kalo daftar cita-cita lo masih panjang, masih gantung juga dong nasib sepupu gue ?” goda shilla.
“Mungkin..hehe..” jawab ify sambil tergelak, shilla ikut tertawa, tapi diam-diam hatinya miris, seandainya ify tahu lebih baik untuknya memastikan rio jadi miliknya saat ini.   

Komentar

Postingan Populer