Last special part "Song.."
Dinginnya
udara yang berdesis perlahan, tidak menyurutkan langkah kaki gadis itu
untuk terus menyusuri jalan-jalan setapak yang masih basah sisa hujan
tadi pagi. Di ujung jalan, ia memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah
kafe kecil yang cukup hangat.
Ia
memilih untuk duduk di sudut ruangan, menikmati sepinya yang sendiri.
Segelas coklat panas yang ia pesan, hanya ia aduk-aduk saja, menimbulkan
buih-buih di atas permukaannya. Dari dalam tasnya, ia keluarkan sebuah
amplop berwarna biru cerah, warna yang sesungguhnya sangat kontras
dengan keadaannya saat ini. Pelan namun pasti, ia mulai membuka amplop,
mengeluarkan secarik kertas yang ada di dalamnya, surat yang baru tadi
pagi ia terima dengan hati bergetar.
Hai Alyssa..
Udah
lama ya gue enggak ngirim surat ke elo. Sebenernya udah lama gue pengen
ngirim surat lagi ke elo, tapi gue takut, surat gue cuma bakalan
keselip di antara tugas-tugas lo yang berjibun dan akhirnya enggak akan
lo baca sama sekali..haha..
Terus
kenapa sekarang akhirnya gue mutusin buat ngirimin lo surat lagi ?
karena dea berhasil yakinin gue kalo elo enggak akan setega itu sama
gue, dia bilang, lo pasti bakal dengan senang hati terima surat dari
gue, baik ya dia..
Ify
diam sejenak, hanya untuk sekedar mengalihkan matanya sesaat dari surat
di tangannya itu, menetralisir rasa perih yang tiba-tiba muncul dalam
hatinya.
Dan
gue harap, emang kaya gitu yang bakal terjadi, lo bakal seneng terima
surat ini. Kaya yang waktu itu lo bilang ke gue, kita tetap sahabat,
apapun yang pernah terjadi sama kita.
Gue
belum nanyain kabar ya daritadi ? haha, maaf deh. Gimana kabar lo ? gue
tebak, pasti lo lagi sibuk ngerjain tugas-tugas lo dan ngejar segala
macem impian lo. Tetap semangat ya, kita semua disini pasti bakal dukung
elo terus kok..
Kabar
gue sendiri baik disini, gue sama dea sekarang lebih deket, dia nerima
gue apa adanya, meski kadang gue masih suka keingetan tentang lo, tapi
dia enggak keberatan, atau malah mungkin elo yang keberatan masih gue
inget ? haha, peace..
Keadaan
emang enggak sama lagi. Gue tahu lo masih suka berhubungan sama shilla
kan ? ya, dia selalu mencoba tegar, walau ada malem-malem dimana gue
nemuin dia dalam keadaan yang rapuh banget. Begitupun iel, dia masih
belum bisa maafin dirinya sendiri, hampir setiap hari dia pergi ke
makamnya via, cuma untuk duduk dan minta maaf berulang-ulang. Perubahan
besar juga terjadi sama cakka, enggak ada lagi cakka yang playboy, dan
keras, dia benar-benar belajar banyak dari kebodohannya dia ngelepasin
agni.
Jujur
gue masih enggak tahu kenapa, waktu itu lo balik ke amrik tanpa pamit
sama gue. Kita ketemu terakhir di rumah shilla selepas pemakaman alvin,
dan tiba-tiba gue tahu lo udah pergi gitu aja. Bukannya kita udah janji
untuk tetap sahabatan ?
Kayanya
gue udah nulis panjang banget ya ? Gue tahu elo sibuk, tapi bisalah lo
sempetin setengah jam aja buat ngebales surat ini, biar gue yakin, kalo
persahabatan kita emang enggak berubah, biar gue yakin, kalo elo
baik-baik aja, dan lagi enggak coba sembunyi di balik topeng cita-cita
lo..
Kita kangen sama lo ify, cepet balik ya kesini. Take care, jangan terlalu sibuk, inget sama badan fy.
Mario.
Ps : terus peluk apa yang udah lo pilih untuk lo peluk Alyssa, cita-cita lo.
Tanpa
terasa, meski tidak ada bagian yang mengharu biru dalam surat tersebut,
tapi rinai-rinai air mata telah membentuk alurnya di pipi ify. Ia
mendekap surat itu di dadanya. Seolah ingin menerkamnya masuk ke dalam
hatinya, hati yang telah memutuskan apa yang kini ia hadapi, satu tahun
yang lalu.
Satu
tahun. Ify mengasingkan dunianya sendiri, meyakinkan hatinya bahwa apa
yang ia pilih, bahwa impian-impian yang ia kejar adalah sesuatu yang
paling benar dan mutlak. Tidak sepenuhnya salah. Nilai-nilai A yang
bertebaran di lembar ujiannya, pujian-pujian yang terlontar untuk
seorang gadis manis dari asia tenggara yang saat pertama kali datang
hanya di pandang sebelah mata, kepopuleran yang tidak main-main yang ia
dapatkan dari hasil kerja otaknya sendiri. Tapi ada yang kosong di balik
semua itu, hampa yang menganga lebar. Sesuatu yang tanpa ia sadari dulu
terisi dengan satu nama, rio.
Bukan
penyesalan. Ini hanya sebuah rasa pedih. Rasa yang ternyata tidak dapat
ia hilangkan dalam sekejap. Rasa yang cara penanganannya tidak ada di
dalam buku manapun. Rasa yang begitu hebat tapi tidak diajarkan dalam
sekolah bertaraf super sekalipun. Rasa manusiawi yang kehadirannya tidak
ia duga sebelumnya, kehilangan.
Tidak
ada lagi satu lembar surat penuh rayuan gombal nan manis untuknya.
Tidak ada lagi kalimat-kalimat yang penuh dengan sisipan kata ‘sayang’
di tiap barisnya. Tidak ada lagi harapan-harapan tinggi yang biasanya
tak pernah absen dalam surat-surat rio.
Rio
benar, keadaan memang tidak pernah sama lagi. Begitupun untuk mereka
berdua. Rio telah bahagia bersama dea, dan dirinya ? bertahan dengan
rasa kehilangan saja, sudah terlalu indah untuknya.
Ia
tahu, satu-satunya jalan adalah ia harus maju. Tidak peduli di depan
nanti ia akan jadi seperti apa. Karena tidak mungkin untuknya, untuk
mundur apalagi berbalik. Setidaknya ia bangga akan dirinya, ia telah
berani memilih, sesuatu yang mungkin tidak akan di lakukan oleh remaja
lain seusianya. Ia telah memilih cita-cita untuk masa depannya, dan
kesejatian untuk hari-harinya ke depan, biarlah ia serahkan pada Tuhan
Yang Maha Mengetahui.
Dengan
ujung jari-jarinya sendiri, ia menghapus air matanya. Ia melirik ke
arah gelas di hadapannya, yang masih penuh tidak berubah sejak tadi.
Tanpa perlu meniup lagi, karena memang sudah berubah dingin, ia meminum
coklat tersebut hingga tandas hampir setengah. Lalu ia masukkan surat
tadi ke dalam tasnya kembali sambil berjanji di dalam hati, sesampainya
dia di asrama akan langsung menulis balasan surat tersebut. Dengan
senyum manisnya, ia berjalan keluar dari dalam kafe, tidak lupa ia
memakai headshetnya untuk sekedar menemani sisa harinya hari ini.
Sebuah
siaran radio dari kbri ify pilih karena rasa rindu yang merasuk akan
negara tercintanya indonesia. Siang-siang begini, adalah jam siaran
pelajar-pelajar indonesia yang magang demi mencari tambahan uang saku,
dan dengan mendengar celotehan mereka, ify merasa ia sedang tidak ada
begitu jauh dari indonesia.
“Halooo..indonesia..siang ini, ada saya
dita yang bakal nemenin kalian-kalian semua satu jam ke depan. Lagu
pertama, di request sama lydia dari bethesda road, katanya dia lagi
inget sama si mantan di indonesia..okee..kita temenin lydia sambil
bermellow-mellow ria..enjoy it..”
hey...
belum juga aku mengerti.
apa yang sedang ku rasakan,
tak seperti biasanya.
belum juga aku mengerti.
apa yang sedang ku rasakan,
tak seperti biasanya.
Ify
tertegun sesaat mendengar lagu yang saat ini mengalun di telinganya.
Apakah sebegitu kentalnya rasa persaudaraan orang indonesia disini,
hingga isi hatipun bisa sama.
hey ye..
mungkin semua karenamu.
sudah tak bisa ku nikmati,
saat kau tak bersamaku.
hey ye..
mungkin semua karenamu.
sudah tak bisa ku nikmati,
saat kau tak bersamaku.
Tapi
ify tidak mau ambil pusing, ia meneruskan langkahnya, ikut bersenandung
kecil sesuai lagu yang sedang ia dengar saat ini. Tidak peduli apakah
lagu ini pas dengannya atau tidak. Ia hanya ingin menjalaninya sekarang,
sesuai seperti apa yang telah ia pilih.
seandainya saja ku bisa katakan
jangan kau tinggalkan.
saat ini ku ragu
bisakah ku nikmati semua tanpamu.
selamanya..
hey..
pernah ku katakan dalam hati,
mencoba untuk menikmati..
semua yang terjadi.
hey ye..
ternyata sangat melelahkan.
harusku hadapi kenyataan,
sendiri tak bersamamu.
berharap ku terbiasa
sendiri menikmatinya.
berharap ku terbiasa
sendiri menikmatinya.
seandainya saja ku bisa katakan
jangan kau tinggalkan.
saat ini ku ragu
bisakah ku nikmati semua tanpamu.
selamanya..
hey..
pernah ku katakan dalam hati,
mencoba untuk menikmati..
semua yang terjadi.
hey ye..
ternyata sangat melelahkan.
harusku hadapi kenyataan,
sendiri tak bersamamu.
berharap ku terbiasa
sendiri menikmatinya.
berharap ku terbiasa
sendiri menikmatinya.
***
Dari
celah-celah pintu, dengan lirih dea memperhatikan rio yang nampak
begitu asik dengan benda di tangannya. Niatnya untuk masuk tadi ia
urungkan seketika. Dari tempatnya berdiri, dea bisa melihat rio dengan
jelas. Laki-laki yang sudah hampir setahun ini dimiliki dan memilikinya.
Dan dea tidak bisa bohong, rasa sayang itu telah berkembang pesat di
hatinya sekarang, menguasai jiwa dan pikirannya.
Hanya
saja, akhir-akhir ini keraguan itu datang mengusik. Dea selalu merasa
takut, takut bahwa ia hanya bisa memliki raganya rio, tapi tidak akan
bisa mengikat hatinya. Masih ada waktu dimana rio sesekali membahas
tentang ify. Meski rio telah meyakinkan dirinya berkali-kali, bahwa rasa
cinta itu juga telah ada dan tumbuh di hatinya untuk dea, tetap saja,
dea merasa rio akan meninggalkannya.
Di
pinggir tempat tidurnya, tanpa rio sadar akan kehadiran dea, ia terus
saja memperhatikan syal biru di tangannya, kenang-kenangan dari ify. Rio
tidak mau memungkiri, kadang rasa kangen akan sosok yang pernah
bertahta di hatinya itu berkelebat dalam hatinya seperti saat ini, rio
tahu ada dea disampingnya sekarang, orang yang akan menemaninya kapanpun
dan orang yang tidak akan rio lukai sedikitpun.
Beberapa
hari yang lalu, rio mengirim surat untuk ify. Setelah berbulan-bulan ia
tidak pernah melakukan itu. Dan ternyata waktu telah membawa perubahan
yang nyata dalam dirinya. Tidak ada lagi lusinan kata-kata gombal untuk
ify dalam suratnya. Ia menulis surat itu atas kesadaran penuh dari
seorang sahabat untuk sahabatnya yang lama tidak ia jumpai.
Ia
merindukan ify, senyumnya, tingkahnya, sosoknya, tapi hanya sebagai
sahabat. Rasa itu telah berubah. Hanya ada dea dalam hatinya sekarang.
Dan rio telah berjanji untuk tidak menyia-nyiakan dea, ia akan mencintai
dea sepenuh hati, mempertahankan gadis itu untuk selalu ada disisinya.
Sadar
telah menghabiskan beberapa menitnya hanya untuk berdiri di depan pintu
kamar rio dengan sejuta pikiran negatif, akhirnya dea memutuskan untuk
turun ke bawah. Ia tidak mau seolah-olah sedang memergoki rio yang
sedang mengingat ify, meski kenyataan yang ia temui demikian adanya. Dea
berusaha untuk menghapus pikiran-pikiran itu, ia tidak ingin semuanya
menjadi beban dan sampah yang lantas akan memenuhi isi otaknya.
“Abis dari kamar rio de ?” di tangga, dea berpapasan dengan cakka.
“Eh..i..iya, ehm..gue ke bawah ya kka, mau bantuin tante dulu” ujar dea cepat, dan langsung melesat meninggalkan cakka.
“Kok
si dea agak aneh ya” gumam cakka sambil terus berjalan ke arah kamar
rio. Pintu kamar rio yang memang tidak tertutup membuat cakka merasa
sah-sah saja bila ia langsung masuk ke dalam tanpa basa-basi dulu
sebelumnya.
“Ceilah yo, masih dilihatin aja, entar cemburu tuh si dea..” celetuk cakka saat mengetahui apa yang sedang di lakukan oleh rio.
“Enggaklah, lagian dea enggak disini”
“Enggak disini apaan. Gue aja tadi papasan sama dia di tangga, dia bilang dia baru dari kamar lo” sahut cakka bingung.
“Daritadi
gue sendirian, atau jangan-jangan dea lihat...” rio tidak melanjutkan
kata-katanya, ia melirik ke arah syal biru yang masih ada dalam
genggaman tangannya. Ia tahu, dea pasti telah melihatnya tadi.
“Samperin sana yo, jelasin sama dia, jangan bikin dia kecewa” ujar cakka yang akhirnya mengerti keadaan ini.
“Jangan
sampai lo nyesel ngelepasin gitu aja orang yang sayang sama lo,
mempertahankan seseorang emang enggak mudah, tapi lebih enggak mudah
lagi buat bikin seseorang balik lagi sama kita” lanjut cakka sambil
menerawang. Rio paham, ia menepuk-nepuk pundak cakka.
“Gue
tahu kka, gue enggak akan ngulangin kesalahan yang sama kaya lo. Ayo
turun..” ajak rio, cakka hanya tersenyum tipis, lalu ikut turun bersama
rio. Mereka berdua menghampiri dea yang sedang menata piring di meja
makan keluarga rio.
“De, aku mau minta maaf, aku tahu kamu pasti tadi lihat ak...”
“Apa
sih yo ? dateng-dateng kok langsung minta maaf gini. Udah ah, aku lagi
bantuin mama kamu siapin makan siang, kamu sana dulu deh sama cakka”
tanpa memandang ke arah rio, dea memotong kata-kata rio begitu saja, dan
terus asik menata piring di hadapannya.
Rio
melirik ke arah cakka yang berdiri di sampingnya, cakka hanya bisa
mengangkat kedua bahunya. Lalu rio kembali melihat ke arah dea. Dia
tahu, dea bukan model pemarah atau pencemburu, tapi tetap saja rio
merasa tidak enak dengan kelakuannya ini. Kemarin dea yang membujuknya
untuk kembali mengirimi ify surat, dan sekarang sikap rio seolah-olah
tidak menghargai toleransi dan kebaikan dea.
“De
sini deh..” tanpa aba-aba, rio langsung menarik tangan dea. Dea tampak
kaget tapi ia pasrah saja di gandeng rio. Rio membawanya ke depan piano.
“Ini buat kamu dea..” ujar rio mulai menekan-nekan tuts-tuts hitam putih tersebut.
Kadang aku berfikir
Dapatkah kita terus coba
Mendayung perahu kita
Menyatukan ingin kita
Dapatkah kita terus coba
Mendayung perahu kita
Menyatukan ingin kita
Rio
tersenyum lembut ke arah dea, sementara dea hanya berdiri mematung di
tempatnya, menikmati permainan piano rio dan alunan suaranya yang merdu.
Sedang selalu saja
Khilaf yang kecil mengusik
Bagai angin berhembus kencang
Goyahkan kaki kita
Sedang selalu saja
Khilaf yang kecil mengusik
Bagai angin berhembus kencang
Goyahkan kaki kita
Di
tengah-tengah lagu, rio berhenti sejenak, ia meraih tangan dea dan
mengajaknya duduk di samping dirinya. Ia memberi kode pada dea agar ikut
memainkan piano bersamanya.
Genggam tanganku jangan bimbang
Tak usahlah lagi dikenang
Naif diri yang pernah datang
Jadikan pelajaran sayang
Dengar bisikanku oh dinda
Coba lapangkan dada kita
T'rima aku apa adanya
Jujur hati yang kita jaga
Mengapa selalu saja
Khilaf yang kecil mengusik
Bagai ombak yang besar
Goyahkan kaki kita
Genggam tanganku jangan bimbang
Tak usahlah lagi dikenang
Naif diri yang pernah datang
Jadikan pelajaran sayang
Dengar bisikanku oh dinda
Coba lapangkan dada kita
T'rima aku apa adanya
Jujur hati yang kita jaga
Mengapa selalu saja
Khilaf yang kecil mengusik
Bagai ombak yang besar
Goyahkan kaki kita
Genggam tanganku jangan bimbang
Tak usahlah lagi dikenang
Naif diri yang pernah datang
Jadikan pelajaran sayang
Dengar bisikanku oh dinda
Coba lapangkan dada kita
T'rima aku apa adanya
Jujur hati yang kita jaga
Bila gundahmu tak menghilang
Hentikan dulu dayung kita
Bila kau ingin lupakan aku
Ku tak tahu apalah daya
Tak usahlah lagi dikenang
Naif diri yang pernah datang
Jadikan pelajaran sayang
Dengar bisikanku oh dinda
Coba lapangkan dada kita
T'rima aku apa adanya
Jujur hati yang kita jaga
Bila gundahmu tak menghilang
Hentikan dulu dayung kita
Bila kau ingin lupakan aku
Ku tak tahu apalah daya
“Maafin
aku ya, aku sayang sama kamu, dan aku enggak mau nyakitin kamu
sedikitpun, aku enggak mau kehilangan kamu” bisik rio tepat di telinga
dea.
“Enggak
ada yang perlu di maafin, kamu enggak salah apa-apa” tanpa berkata-kata
lagi, rio merengkuh dea dalam pelukannya. Ia menyayangi dea sekarang
dan berharap akan terus begitu selamanya. Ia tahu rasanya di paksa
berhenti berharap seperti apa, dan untuk itu semua, ia akan membiarkan
dea terus berharap kepadanya, karena dia akan selalu berusaha untuk
mewujudkan segala harapan dea, segalanya.
Sementara
rio dan dea menikmati waktu-waktu mereka berdua, cakka yang sejak tadi
masih berdiri disana, tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu, ia masih
mengingat jelas rasa hangat ketika ada seseorang yang kita sayang ada
dalam pelukan kita. Tidak ingin mengganggu, cakka memutuskan untuk
pergi, ia tahu, dunia terus berputar sekarang, meski ia masih ada dalam
posisi jalan di tempat.
Dea
menikmati bersandar di tubuh rio, karena rasa aman dan nyaman itu
langsung terasa di sekelilingnya. Ia percaya pada rio, ia tahu rio akan
selalu tulus untuknya, dan dea akan memberi semua yang terbaik untuk
rio.
“De..”
“Hmm..”
“Apa harapan kamu ke depan ?”
“Aku
mau semua berjalan apa adanya, enggak usah muluk-muluk, selama aku
masih bisa lihat senyum orang-orang yang aku sayang, aku udah bersyukur
banget”
“Ciri khas kamu banget, miss.pasrah..hehe..” goda rio sambil mengacak-acak rambut dea.
“Bukan
gitu, aku enggak akan setegar shilla kalo kamu harus pergi kaya alvin,
padahal kenangan yang mereka berdua jalanin, lebih hebat dari kita
berkali-kali lipat kan ? makanya aku cuma mau permintaan sederhana aja,
sesuai sama kapasitas yang aku punya” rio tersenyum tipis. Di balik
pembawaannya yang sederhana dan apa adanya, dea selalu bisa membuatnya
melihat segala sesuatu dari tempat yang tidak terlalu tinggi, tapi masih
bisa untuk di renungkan.
“Kalo
gitu aku bakal selalu senyum sama kamu setiap saat” timpal rio. Dea
mengangguk kecil sambil tersenyum. Mereka berdua kembali terbenam dalam
kisah mereka. Hanya duduk berdua di depan sebuah piano, tapi suatu hari
nanti, saat hari ini telah terlewati dan akan mereka kenang, mereka tahu
pasti, bahwa hari ini adalah kepingan kebahagiaan yang akan ikut
menyusun jalannya hidup mereka.
***
Penyesalan
selalu datang terlambat. Kalimat yang dulu tidak pernah ia gubris, tapi
kini terasa telak menyerangnya tanpa ampun. Dan benar kata orang yang
pernah mengalaminya, penyesalan adalah sebuah rasa paling pahit yang
lebih baik di hindari dari awal.
Ia
tidak pernah tahu, atau lebih tepatnya, ia tidak pernah menduga, bahwa
rasa sakitnya menyesal, tidak akan berlalu begitu saja dengan sendiri.
Tidak ada yang baik-baik saja saat ini, tapi sekali lagi ia mengerti,
ini memang sesuatu yang pantas untuknya, setelah ia begitu saja,
membiarkan orang yang ia sayang terjatuh sendiri hingga akhirnya
menyerah dan menghilang.
Dalam
suasana ramai di tengah-tengah kafe, ia bagaikan menciptakan dunianya
sendiri, yang kosong dan hampa. Salahnya datang ke tempat seperti ini
pada malam minggu, hingga sejauh mata memandang, yang ia lihat hanyalah
pasangan-pasangan yang sedang asik menikmati waktu-waktu mereka.
Dia
pernah menjadi bagian kebahagiaan itu. Saat disampingnya ada sosok
bidadari manis yang setia menemaninya. Bidadari yang rela memberikan
sayapnya untuk ia tawan, sementara ia sendiri, terbang kemanapun ia mau.
Bidadari yang selalu berusaha tersenyum untuknya, meski berkali-kali
sudah, rasa sakit yang dengan sengaja ia torehkan. Bidadari yang
akhirnya, menemukan lagi sayapnya, dan terbang meninggalkannya. Bidadari
yang ia lewati begitu saja, yang makna hadirnya baru terasa sejak
kepergiannya.
Dari
dalam saku celana jeansnya, ia mengeluarkan telepon genggamnya. Seperti
yang sebelum-sebelumnya sering ia lakukan, ketika rasa rindu itu
menyergap jiwanya yang sunyi.
“Kka, lo dimana ? kita jadi basket kan ? gue udah dari sejam yang lalu nunggu disini. Cepat dateng ya, gue tunggu..”
Rekaman
suara agni yang masuk ke pesan suaranya. Seandainya cakka tahu, hari
ini dia akan duduk sendiri disini, maka mungkin saat itu, ia tidak akan
melupakan janjinya untuk agni, mungkin saat itu, ia akan selalu ada
untuk agni, sehingga ia tahu, tahu kapan ia harus menahan agni, tahu
kapan ia bisa mengucapkan kata perpisahan yang lebih layak untuk agni.
Berkali-kali
sudah cakka berusaha untuk menghubungi agni. Tapi posisi agni yang
tinggal di asrama atlet, dengan segudang peraturan yang ada di
sekelilingnya, cakka berusaha maklum dengan agni yang tidak pernah
merespon usahanya.
Cakka
tahu, agni bukan seorang pecundang yang pergi begitu saja dari sebuah
masalah. Dalam masalah ini, secara gentleman, cakka mengakui ialah sang
pengecut yang telah menyia-nyiakan semuanya.
Tidak
ada lagi, saat-saat dimana cakka menebar senyumnya secara cuma-cuma
untuk membuat siapapun jatuh hati melihatnya, meski tetap saja jumlah
fansnya terus saja meningkat. Tidak ada lagi, cakka yang mudah saja
memberi perhatian lebih untuk wanita-wanita di sekelilingnya. Tidak ada
lagi, cakka yang menyebalkan yang bermain petak umpet dengan masalah.
Cakka yang sekarang, adalah cakka yang lebih dewasa, yang bertanggung
jawab, yang berusaha ada untuk sahabatnya, dan cakka yang berharap bisa
mengucapkan ‘maaf’ langsung di hadapan agni.
“Hei
kka, tumben lo nongol lagi disini ..” cakka tersenyum sekilas, memang
belakangan ini, cakka tidak lagi seaktif dulu untuk beredar di
tempat-tempat keramaian semacam ini.
“Haha, bisa aja lo syad..”
“Sendiri lo ? insaf ?”
“Iyalah, belum dapet yang sebaik agni gue syad” ujar cakka jujur.
“Sabar bro, entar ada saatnya lagi lo bahagia..”
“Amin. Eh tumben malem minggu kafe lo enggak ada yang ngeband ?”
“Ada kok, tapi entar malem, jam sepuluhan lah, kenapa ? mau ngisi lo ?”
“Boleh ?”
“Boleh
banget..” setelah mendapat persetujuan dari Irsyad, cakka naik ke atas
panggung. Dari sana, ia bisa melihat sebuah meja yang letaknya ada sudut
kafe, meja favorit agni dan ia dulu.
“Malem semuanya..” sapa cakka pada para pengunjung kafe.
“Malem
ini, gue mau menghibur kalian semua yang ada disini. Lagu ini, khusus
untuk seorang perempuan yang pernah menemani gue dan yang udah gue
sia-siain gitu aja, semoga kalo suatu saat nanti dia balik, gue bisa
minta maaf langsung ke dia, dan buat elo semua, pegang tangan pasangan
lo masing-masing, jangan pernah nyia-nyiain kesempatan yang ada,
penyesalan itu enggak enak rasanya...”
Oh ini kisah sedihku
Ku meninggalkan dia
Betapa bodohnya aku
Dan kini aku menyesal
Melepas keindahan
Dan itu kamu
Tuhan tolonglah aku
Kembalikan dia
Ke dalam pelukku
Karena ku tak bisa
Mengganti dirinya
Ku akui jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Dan t'lah ku jalani semua
Cinta selain kamu
Tapi tak ada yang sama
Beribu cara kutempuh
Tuk melupakan kamu
Tapi tak mampu
Oooo.. Sungguh aku tak bisa
Jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Huuuuu.. Yeeeee
Ku meninggalkan dia
Betapa bodohnya aku
Dan kini aku menyesal
Melepas keindahan
Dan itu kamu
Tuhan tolonglah aku
Kembalikan dia
Ke dalam pelukku
Karena ku tak bisa
Mengganti dirinya
Ku akui jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Dan t'lah ku jalani semua
Cinta selain kamu
Tapi tak ada yang sama
Beribu cara kutempuh
Tuk melupakan kamu
Tapi tak mampu
Oooo.. Sungguh aku tak bisa
Jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Huuuuu.. Yeeeee
***
Dari
balkon yang menghadap ke arah taman kecil. Ia berdiri dalam diamnya
sendiri. Menikmati sepoi-sepoi angin sore yang berputar-putar di
sekitarnya. Rasa lelah karena aktivitasnya yang menumpuk, terasa menguap
begitu saja, saat ketenangan seperti ini menyapanya.
Setelah
merasa cukup, ia kembali masuk ke dalam kamarnya. Hatinya miris melihat
kondisi ruangan yang sepertinya lebih layak di sebut gudang ketimbang
kamar. Majalah-majalah bercampur dengan buku pelajaran serta
pakaian-pakaian yang entah bersih atau tidak saling berbaur menumpuk di
lantai, di atas meja, hingga di atas kasur.
Jadwal
yang padat dari pagi hingga malam, belum lagi setengah harinya yang ia
habiskan di lapangan basket, membuatnya tidak sempat lagi merapikan
kamarnya. Hanya saja, melihat keadaan seperti ini, ia merasa sudah bukan
saatnya lagi untuk menunda pekerjaan membersihkan kamar.
Ia
mengikat rambutnya dan menarik lengan kaosnya, bersiap untuk bertempur
dengan barang-barang yang menyesaki kamarnya ini. Untuk menambah
semangat, ia berniat untuk menyetel pemutar musiknya. Di tariknya laci
meja, dan terlihatlah setumpuk cd baru yang belum sekalipun ia sentuh
sejak ia beli beberapa hari yang lalu.
Agni
meneliti satu persatu cd apa saja yang sudah ia beli. Kebanyakan adalah
cd dari penyanyi indonesia, hal ini memang sengaja agni lakukan untuk
sekedar mengurangi rasa rindunya akan indonesia dan jakarta khususnya.
Matanya tertarik pada sebuah cd kompilasi yang sepertinya berisi
lagu-lagu baru yang belum agni dengar. Dengan semangat, ia langsung
memutuskan untuk memutar cd tersebut.
Di
tengah semngatnya yang sedang menggebu-gebu untuk membersihkan kamar,
agni merasa ganjil dengan intro musik dari lagu yang akan ia dengar. Ia
bisa menebak, lagu ini akan terkesan mellow dan tidak cocok untuk
menemani aktivitasnya.
biar aku sentuhmu berikanku rasa itu
pelukmu yang dulu pernah buatku
pelukmu yang dulu pernah buatku
Tebakannya
tepat, alunan nada-nada sendulah yang mengalir memenuhi sudut-sudut
kamarnya. “Ahh, kayanya gue salah pilih lagu nih..” gumam agni sambil
beranjak untuk mengganti dengan lagu lain.
ku tak bisa paksamu tuk tinggal di sisiku
walau kau yang selalu sakiti aku dengan perbuatanmu
walau kau yang selalu sakiti aku dengan perbuatanmu
Baru
ia ingin menekan tombol ‘stop’ tangannya berhenti. Lirik yang barusan
terdengar oleh telinganya, terasa tepat mengenai hatinya. Bukannya
mengganti lagu tersebut, agni malah duduk bersandar di pinggiran tempat
tidurnya, ingin mendengarkan lanjutan lagu tersebut.
namun sudah kau pergilah jangan kau sesali
karena ku sanggup walau ku tak mau
berdiri sendiri tanpamu
aku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku
kalau memang harus begitu
karena ku sanggup walau ku tak mau
berdiri sendiri tanpamu
aku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku
kalau memang harus begitu
tak yakin ku kan mampu hapus rasa sakitku
ku selalu perjuangkan cinta kita namun apa salahku
hingga ku tak layak dapatkan kesungguhanmu
ku selalu perjuangkan cinta kita namun apa salahku
hingga ku tak layak dapatkan kesungguhanmu
Sudah
lama rasanya ia tidak menjadi seperti ini. Kesibukan telah menyerap
waktunya, dan tidak sedikitpun menyisakan tempat baginya untuk sekedar
mengingat ceritanya yang telah tutup buku. Atau mungkin lebih tepatnya,
agni memang selalu sengaja mencari kesibukan, agar ia tidak perlu
terbenam dalam rasa pedihnya.
karena ku sanggup walau ku tak mau
berdiri sendiri tanpamu
aku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku
kalau memang harus begitu
berdiri sendiri tanpamu
aku mau kau tak usah ragu tinggalkan aku
kalau memang harus begitu
Agni
berdiri untuk mematikan pemutar musiknya lalu kembali duduk dan memeluk
kedua lututnya, membenamkan wajahnya di celah antara tekukan lutut dan
badannya. Lagu ini terasa pas sekali di hatinya, seolah bagai kunci yang
membawanya mengingat sosok itu, sosok yang telah ia tinggalkan dan
serahkan begitu saja kepada takdir di antara mereka berdua.
Ia
memandang berkeliling. Tidak ada satupun barang dikamar ini yang
berhubungan dengan cakka. Di malam sebelum keberangkatannya, dengan
sangat rapi ia telah mengirimkan kembali semua benda yang pernah cakka
berikan untuknya. Untuk sebuah alasan sederhana, agni tidak mau menjadi
lemah dengan terus-terussan menyimpang barang-barang itu. Karena toh
nyatanya tanpa barang-barang itu pun, agni tidak seratus persen
baik-baik saja.
Semangatnya
membersihkan kamar telah meredup seketika. Rasa rindu yang teramat
sangat dan telah ia coba pendam selama ini, sedang berkumpul sekarang,
dan mengepungnya bersama-sama. Ia meraih bola basket dan jaketnya,
lantas ia keluar kamar dan beranjak menuju lapangan kecil di belakang
asramanya.
Hanya
ini, satu-satunya cara, untuk agni bisa merasakan kenangan-kenangan itu
secara nyata, bukan melalui foto ataupun benda istimewa, tapi melalui
basket. Satu hal yang dulu selalu membuatnya dan cakka ada dalam
masa-masa bahagia bersama. Periode-periode dimana mereka tertawa berdua,
saling berkejaran dan bercanda di tengah-tengah lapangan basket.
Dengan
langit yang mulai menggelap, agni mulai mendribel bolanya, pelan namun
penuh makna. Seolah setiap pantulan yang ia lakukan, mencerminkan rasa
rindu sekaligus rasa pedihnya. Agni terus memainkan bolanya sendiri, ia
tahu cakka tidak akan datang tiba-tiba untuk merebut bolanya, dan
memasukkannya ke dalam ring seperti dulu. Tapi basket telah menyimpan
cerita mereka berdua, dan agni sedang ingin mengenangnya kali ini.
Kadang
terbersit dalam pikirannya, tentang hubungan ini. Bisakah mereka
kembali bersama, saat agni pulang nanti. Bukankah saat itu mungkin saja
cakka telah banyak berubah. Mungkin saja, cakka tidak lagi seperti dulu.
Tapi agni sendiri tahu, ia bukanlah model orang yang maju selangkah
untuk mundur tiga langkah. Ia adalah ia, yang sedang menggenggam
cita-citanya, yang telah memutuskan kisahnya, yang telah pasrah
menyerahkan semuanya pada takdir, dan yang tidak akan berhenti atau
malah kembali untuk menyongsong masa lalunya lagi.
Meski
tidak setegar batu karang, nyatanya ia tetap berdiri tegak. Ia tetap
bisa bernafas dan bergerak semaunya tanpa cakka. Hidupnya memang sepi
saat ini, sepi dalam arti tidak ada lagi orang yang pesannya ia tunggu
untuk sekedar mengucapkan ‘selamat malam’. Tapi dunia terus berputar,
dan agni tidak ingin menjadi bagian yang tertinggal. Kalaupun suatu saat
nanti ia bertemu lagi dengan cakka, bukan berarti mereka harus kembali,
karena sadar ataupun tidak, jalan mereka telah jauh berbeda sekarang.
Gerimis
dengan rinai-rinainya yang kecil, perlahan turun. Agni segera menepi ke
pinggiran asramanya. Meski telah satu tahun tinggal disini, waktunya
habis hanya dengan diisi oleh sekolah dan basket. Paling-paling di hari
libur, bila tidak tidur sepanjang hari, ia sempatkan untuk berkumpul
dengan beberapa teman barunya.
Mengingat
kamarnya yang masih berantakan, agni menjadi malas untuk kembali
kesana. Ia lebih memilih untuk masuk ke ruang santai, tempat dimana
hiburan seperti tv dan game-game berada. Disana ia memilih duduk sendiri
ketimbang berbaur dengan teman-temannya yang lain. Dirinya masih ingin
menyepi sesungguhnya, lagu dan suasana malam ini dengan rintik hujannya
yang romantis, membuatnya lagi-lagi entah kenapa, terkenang saat-saat
lalu itu.
Awal
kedatangannya kesini, agni begitu merindukan cakka. Selalu ada
saat-saat dimana, air matanya harus dengan susah payah ia tahan
sedemikian rupa. Apalagi bila mengingat pertemuan terakhir mereka, yang
dilalui dengan begitu indah. Semua tambah tidak mudah ia lalui, ketika
ia mendapat kabar bahwa dua sahabatnya, alvin dan via, telah
meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Ingin rasanya saat itu ia lari
dan pergi dari asrama. Tapi ia tahu, kesempatan emas seperti ini tidak
akan pernah datang dua kali.
Ahh,
ada apa ini. Mengapa tiba-tiba rasa kangen itu memeluknya dengan erat,
membuat dadanya sedikit sesak. Bukankah baru beberapa menit yang lalu ia
meyakinkan hatinya, bahwa apa yang telah berakhir, memang tidak akan
pernah di mulai kembali. Memikirkan hal ini malah membuat kepalanya
sedikit pusing, pusing karena ia sendiri menjadi gamang akan sikapnya.
Apakah memang perasaan ini sedang terlalu kuat, hingga rasanya ia
benar-benar takluk dan harus mengingat rasa bahagia dan kekecewaan itu
bersamaan.
Tidak
menjadi lebih baik dengan duduk disini, agni akhirnya ingin kembali ke
kamar, mungkin tidur akan melenyapkan semua yang sedang memenuhi pikiran
dan hatinya sekarang. Saat akan naik ke lantai dua menuju kamarnya,
matanya tertambat pada ruang telpon di ujung lorong. Entah dapat
dorongan darimana, agni malah melangkahkan kakinya kesana.
Ia
mengangkat gagang telpon berwarna merah itu, jari telunjuknya siap
menekan angka-angka, yang ternyata masih dia hapal. Dengan satu tarikan
napas, ia mulai menarikan jarinya, di atas tombol-tombol tersebut.
Nada
tunggu yang sebenarnya biasa, terasa terlalu menegangkan untuknya,
bagai musik di film horor mungkin. Tangannya yang lain, memainkan
ujung-ujung kaosnya, untuk sekedar mengurangi rasa gugup yang datang.
“Halo..”
“Halo, sia...”
Klik.
Agni langsung menutup telponnya. Suara itu terdengar jelas, masih sama,
tidak ada yang berubah, agni masih mengingat suara itu, suara yang dulu
pernah memanggilnya dengan lembut dan mencampakkannya dengan perlahan
namun pasti, suara yang selama satu tahun ini menghilang dari hidupnya.
Suara cakka.
Ia
tersenyum sekilas, tindakannya ini memang konyol, ia baru saja menelpon
ke jakarta, memotong uang sakunya, hanya untuk mendengar sebuah kata.
Tapi hatinya puas, rasa kangen itu terbayar lunas. Agni benar-benar
kembali ke kamarnya kali ini, hatinya terasa lebih baik sekarang.
Ternyata ia masih sama, masih agni telah berhenti berharap, karena ia
memang tidak ingin kembali, namun masih terus bertahan, karena cinta itu
masih ada di dalam hatinya.
***
Gadis
itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur, hari ini ia baru
menyelesaikan satu hari meski ia tahu mungkin masih ada banyak hari
untuknya yang harus ia lalui. Setelah merasa cukup, ia berpindah ke
depan meja riasnya.
Kaca
di hadapannya menampakkan seorang gadis yang masih dalam balutan
seragamnya dengan rambut panjang tergerai, mata yang sayu, tulang pipi
yang tampak lebih menonjol, senyum tipis tanpa makna, dan gurat wajah
cantik yang tertutupi oleh ketegaran semu.
Ia
sendiri rasanya tidak mengenal pantulan dirinya itu, ada yang berbeda
disana, ada yang bukan sesuatu tentang ia yang menghilang dan entah
kapan kembali. Ia rindu tersenyum penuh makna, ia rindu saat-saat
dirinya menjadi dirinya yang apa adanya.
Shilla
mencoba tersenyum, mencoba dan terus mencoba, ia ingin tersenyum
seperti dulu lagi. Ia ingin benar-benar tersenyum, senyum tulus yang
dulu menjadi miliknya. Ia bergegas masuk ke kamar mandi, malam ini,
dengan caranya sendiri ia akan menjalani pesta kecilnya sendiri.
Setelah
selesai mandi, ia kembali mematut wajahnya di depan cermin. Ia mulai
memulas wajahnya, menyaputkan bedak, menambahkan blush on berwarna pink
di pipinya, melentikkan bulu matanya, memberikan efek menggunakan
eyeshadow di kelopak matanya agar tidak terlihat sayu, dan mengoleskan
lip gloss di bibir merahnya.
Merasa
cukup dengan wajahnya, ia beralih ke depan lemari pakaiannya. Setelah
beberapa kali memilih, akhirnya pilihan jatuh pada sebuah long dress
bunga-bunga yang terkesan feminin dan manis. Tidak berakhir sampai
disana, ia melanjutkan dengan menata rambutnya, setelah ia blow sendiri
menggunakan hairdryer, shilla menyemangatkan sebuah jepit kupu-kupu
untuk mempercantik dirinya malam ini.
Detak
waktu menunjukkan tepat pukul delapan, Shilla menarik organ di
kamarnya, menggesernya tepat di depan tv. Ia meraih remote dvdnya,
sambil berusaha terus tersenyum, ia beranikan diri untuk memutar tombol
‘play’ di remote itu.
Layar
tvnya menampakan potongan-potongan gambar dirinya dan alvin, saat-saat
mereka tertawa berdua. Lalu layar berganti, tampak alvin duduk di balik
pianonya, tersenyum ke arah shilla.
“Hai, ashilla ku yang cantik, enggak kerasa ya, hari ini kita tepat tiga tahun, happy anniv ya my dear..”
“Happy anniv too..” respon shilla, seolah-olah alvin memang sedang ada di hadapannya.
“Aku
sengaja bikin video ini buat hadiah hari jadian kita sejak setahun yang
lalu. Aku cuma mau nunjukkin ke kamu kalo sekeliling kita bisa berubah,
tapi aku enggak akan berubah. Nanti kamu bakal lihat, foto-foto kamu
selama setahun, kenangan-kenangan kita yang udah lewat setahun kemarin.
Tapi sebelum kesana, aku mau nunjukkin dulu rasa sayang aku, buat kamu,
anugerah terindahku..”
Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna - warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Sifatmu nan s'lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Anugrah terindah yang pernah ku miliki
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna - warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Sifatmu nan s'lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Anugrah terindah yang pernah ku miliki
“Suka
kan ? suka dong. Kaya yang lagu itu bilang, kamu itu memang anugerah
buat aku. Aku sayang sama kamu, dan aku janji, aku enggak akan ninggalin
kamu, aku alvinnya shilla, dan tetap akan jadi seperti itu..”
Sekuat
tenaga shilla menahan getar-getar air mata yang ingin menyeruak turun.
Ia tidak ingin menangis malam ini, hari ini semua harus ia lalui dengan
senyuman. Alvin tidak akan suka melihatnya menangis.
Gambar
beralih, kembali menampilkan saat-saat mereka sedang berdua. Tidak
sampai lima menit setelah lagu, video itu berhenti tepat di gambar,
alvin dan shilla sedang berpose berdua saat mereka jalan-jalan ke taman
bunga. Ya, video itu memang belum selesai di buat oleh alvin. Shilla
menemukannya di apartement alvin, dari judulnya, shilla tahu video itu
adalah surprise kado dari alvin, untuk hari jadian mereka di tahun
ketiga.
“Alvin, sekarang gantian aku ya, aku juga punya lagu buat kamu, happy anniv alvin, love you..”
Seperti bintang-bintang
Hilang ditelan malam
Bagai harus melangkah
Tanpa kutahu arah
Lepaskan aku dari
Derita tak bertepi
Saat kau tak disini
Hilang ditelan malam
Bagai harus melangkah
Tanpa kutahu arah
Lepaskan aku dari
Derita tak bertepi
Saat kau tak disini
Hatinya
bergetar hebat, tapi shilla terus memainkan organnya. Ia ingin tampil
sesempurna mungkin untuk alvin malam ini, untuk malam mereka berdua.
Seperti dedaunan
Berjatuhan di taman
Bagaikan debur ombak
Mampu pecahkan karang
Lepaskan aku dari
Derita tak berakhir
Saat kau tak ada disini
Saat kau tak ada
Atau kau tak disini
Terpenjara sepi
Kunikmati sendiri
Tak terhitung waktuTuk melupakanmu
Aku tak pernah bisa
Aku tak pernah bisa
Seperti dedaunan
Berjatuhan di taman
Bagaikan debur ombak
Mampu pecahkan karang
Lepaskan aku dari
Derita tak berakhir
Saat kau tak ada disini
Saat kau tak ada
Atau kau tak disini
Terpenjara sepi
Kunikmati sendiri
Tak terhitung waktuTuk melupakanmu
Aku tak pernah bisa
Aku tak pernah bisa
“Aku
tahu, harusnya aku udah move on sekarang. Tapi enggak segampang itu
buat aku bertahan tanpa kamu alvin. Kamu tahu, saat kamu pergi, semua
orang datang dan bilang, semua akan baik-baik saja, tapi apa ? sampai
saat ini, aku masih belum bisa kembali sepenuhnya alvin..” shilla
mendesah sendiri, nadanya lirih.
“Aku
sayang kamu alvin, selalu sayang kamu..” lanjut shilla lagi, ia
beranjak dari duduknya, berjalan ke arah tvnya, lalu mengecup gambar
alvin yang ada disana.
Lalu
shilla duduk lagi di atas ranjangnya, ia meraih foto alvin. Di tatapnya
dalam-dalam foto itu. Setelah setiap tahun, mereka selalu menghabiskan
waktu bersama, malam ini, shilla harus menjalani hari jadian mereka
sendiri. Menikmati dalam sepi dan sunyi kamarnya. Tanpa makan malam
romantis, tanpa bunga-bunga yang harum, tanpa coklat-coklat mahal,
bahkan tanpa raga alvin di sampingnya.
Shilla
mendekap foto tersebut di dadanya, seolah-olah ia memang sedang memeluk
alvin sekarang. Shilla tahu kelakuannya ini, bisa di sebut sebagai
gangguan kejiwaan, tapi ia hanya ingin melewati malam ini dengan
caranya, ia tidak mau, meski alvin telah tiada, lantas ia melupakan
semuanya. Apapun, alvin akan selalu dan tetap ada di hatinya. Dan bila
nanti, ada pangeran lain yang siap mengisi kisahnya, alvin tetap saja,
akan memliki sebuah ruang khusus di dalam jiwanya. Alvin tidak akan
pernah mati untuk shilla, karena cintanya, terus membantu ia untuk
bertahan hingga sejauh ini.
***
Dalam
senyapnya malam, iel memilih untuk duduk sendiri di ambang jendela
kamarnya, sambil mendekap gitar. Ia masih belum bisa memaafkan dirinya
sendiri, meski semua orang telah meyakinkannya bahwa ini semua takdir,
dan ia tidak bisa mengganggu gugat itu.
Dunianya
berubah menjadi pekat, berjuta-juta rasa bersalah terasa selalu
mengiringi langkahnya. Ia ingin bangkit, ia tahu harus bangkit. Tapi
tidak pernah semudah itu. Rasanya ia bahkan rela menukar nyawanya untuk
menebus segala hal yang telah ia perbuat.
Matanya
beralih ke arah pajangan dinding yang menggantung tepat di atas tempat
tidurnya. Kumpulan foto-foto yang via buat sebagai ucapan maaf untuknya,
kado terakhir yang indah namun menyesakkan.
Terlarut aku
Dalam kesendirian
Saat aku menyadari
Tiada lagi dirimu kini
Dalam kesendirian
Saat aku menyadari
Tiada lagi dirimu kini
Iel mulai memetik senar-senar gitarnya. Ia benar-benar terhanyut dalam perasaan menyesal yang terasa tidak berujung.
Sampai kapankah
Aku mampu bertahan
Tertatih aku jalani
Semua kisah hidupku ini
Sampai kapankah
Aku mampu bertahan
Tertatih aku jalani
Semua kisah hidupku ini
Hidupnya
terasa kaku, untung rio dan cakka selalu berusaha menemaninya. Sempat
ada masa, dimana emosinya menjadi lebih labil tidak menentu, membuatnya
hampir gila.
Tak akan terganti
Setiap kenangan yang telah terukir
Yang terendap indah
Dan melekat di hati
Tak akan terganti
Setiap kenangan yang telah terukir
Yang terendap indah
Dan melekat di hati
Matanya
terus menatap ke arah foto via. Ia merindukan gadis itu, dengan segenap
jiwanya. Caranya tertawa, pipinya yang chubby, senyumnya yang menawan,
semuanya. Semuanya melekat hebat dalam ingatan iel.
Akankah berakhir
Semua rasa yang telah tercipta
Didalam benakku
Dan didalam asa-ku
Akankah berakhir
Semua rasa yang telah tercipta
Didalam benakku
Dan didalam asa-ku
Terbenam
seperti ini, memang tidak baik untuknya. Ia telah berusaha, untuk terus
maju. Setidaknya bila orang normal berjalan dua langkah, dan ia hanya
setengah langkah, ia mencoba untuk terus berjalan. Karena ia tahu, waktu
tidak akan menunggunya untuk kembali. Waku adalah waktu, yang akan
tetap berlari sesuai alurnya, tidak peduli pada masalah-masalah yang
menimpa para pelaku di dalam lintasannya.
Iel
beranjak dan duduk di depan meja belajarnya, ia meraih sebuah cd.
Tangannya bergetar hebat, selama setahun, cd itu hanya abadi menempati
rak di kamarnya, belum sekalipun iel berani untuk mendengarkan cd
tersebut.
Cd
tersebut di temukan di dalam tas via saat kecelakaan itu berlangsung,
dari covernya, ditulis bahwa cd itu untuk iel. Itu sebabnya, iel merasa
ia benar-benar harus mengumpulkan keberanian dan ketegaran, untuk
mengetahui isi cd tersebut.
Ia
mengambil laptop, lalu memasang cd tersebut untuk ia dengarkan. Sambil
terus menguatkan hatinya, ia memberanikan diri untuk mulai mendengarkan
isi cd tersebut.
“Iel, aku minta maaf..”
Entah
untuk alasan apa, iel langsung menekan tombol ‘stop’. Baru mendengar
kalimat pertama saja, rasanya seleuruh tubuhnya telah bergetar. Ia
menghela napasnya berkali-kali, ia harus menghadapinya malam ini. Iel
kembali melanjutkan mendengar cd tersebut.
“Aku
tahu, aku salah, makanya aku minta maaf sama kamu. Aku udah enggak
tahan harus diem-dieman gini sama kamu. Aku mau kita kaya dulu lagi iel,
kamu yang dulu, aku kangen..”
“Kamu mau kan maafin aku ? mau ya, jangan ragu, aku selalu sayang sama kamu, selalu..”
kau tak sepenuhnya sendiri
Aku kan slalu ada di sini
Mengapa oh mengapa dirimu
Penuh dengan rasa bimbang
Aku kan slalu ada di sini
Mengapa oh mengapa dirimu
Penuh dengan rasa bimbang
Tak perlu kau pergi tuk mencari
Mencari arti cinta
Mencari arti cinta
Aku sendiri di sini menunggu
Aku sendiri di sini menanti
Aku tak terbiasa untuk berharap
Berlari untuk mengejar dirimu
Dalam menggapai semua impiku
S'moga kau kan tetap jadi apa yang ku inginkan
Mengapa oh mengapa dirimu
Penuh dengan rasa bimbang
Jangan pernah berubah
Ingat janjimu
Jangan pernah menghilang
Dari hatiku
Aku sendiri di sini menanti
Aku tak terbiasa untuk berharap
Berlari untuk mengejar dirimu
Dalam menggapai semua impiku
S'moga kau kan tetap jadi apa yang ku inginkan
Mengapa oh mengapa dirimu
Penuh dengan rasa bimbang
Jangan pernah berubah
Ingat janjimu
Jangan pernah menghilang
Dari hatiku
“aku
masih pakai kalung dari kamu, enggak pernah aku lepas. Kamu masih inget
janji kamu kan ? kita baikan ya, aku tahu kamu enggak bakal ngecewain
aku, kamu enggak akan pergi dari hidup aku, karena aku bakal sekuat
tenaga untuk pertahanin kamu disini, jangan pernah berubah ya iel, aku
sayang kamu, sekali lagi, maaf..”
Hening.
Iel menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Perasaannya campur aduk
saat ini. Ia menarik keluar kalung berbandul cincin milik via yang dulu
ia berikan dan kini ia kenakan sendiri. Hatinya betul-betul miris saat
ini. Matanya merah, bila ia seorang wanita, mungkin banjir air mata
telah terjadi sejak tadi.
“Maafin
aku vi, maaf..aku juga sayang banget sama kamu..” hanya itu kalimat
yang mampu terlontar dari bibirnya. Ia memejamkan matanya, berusaha
menenangkan hatinya, berusaha meyakinkan, bahwa via telah bahagia saat
ini. Bahwa ini memang jalan yang harus mereka lewati. Bila Tuhan
mengijinkan, hidupnya mungkin masih panjang, dan iel tahu, itu adalah
jalan untuknya, agar menebus semua kesalahannya, ia harus bisa. Ia
memang gagal menjaga via dan senyumnya, tapi bukan berarti ia harus
menyerah, ia harus lebih menciptakan banyak senyum di dunia ini, agar
Tuhan mau memaafkannya dan berkenan menemukannya kembali dengan via
suatu hari nanti.
Komentar
Posting Komentar