Makalah Bimbingan dan Konseling Belajar
Kata Pengantar
Puji
syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada
kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tema
makalah kami kali ini adalah “Bimbingan dan Konseling belajar” dimana di
dalamnya terdapat berbagai halyang berhubungan erat dengan Bimbingan Konseling
diantaranya, pengertian belajar, kesulitan belajar, diagnosis dan identifikasi
masalah belajar, bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar dan
sebagainya.
Harapan
kami makalah ini dapat memberikan informasi untuk semua pihak, dan melalui kata
pengantar ini kami lebih dulu mohon maaf apabila dalam makalah ini ada yang
salah atau kurang tepat di hati pembaca. Kami sadar makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan.
Akhir
kata, kami sampaikan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberkahi usaha
kita semua dan memberikan manfaat. Amin…
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul
Kata Pengantar……………………………………………………………01
Daftar Isi………………………………………………………………….02
A.Pendahuluan……………………………………………………..03
B.Pembahasan……………………………………………………...04
Bagian I…………………………………………………………………...04
Bagian II………………………………………………………………….07
Bagian III………………………………………………………………...10
Bagian IV………………………………………………………………...12
Bagian V………………………………………………………………….17
Bagian VI………………………………………………………………....20
Bagian VII………………………………………………………………..27
Bagian VIII……………………………………………………………….31
C.Penutup…………………………………………………………35
A.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia
adalah makhluk individu dan sosial yang memiliki kelemahan dan kelebihan. Selain itu, manusia tidak dapat
hidup dan tidak berdaya tanpa bantuan oang lain. Bantuan yang
diberikan oleh manusia lain itu sebagai perwujudan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bermacam-macam cara yang dilakukan oleh
masing-masing individu dalam membantu individu lainnya. Misalnya para guru
membantu para orang tua dalam mendidik anaknya. Anak berperan sebagai peserta didik sehingga setiap guru harus mempunyai tanggung jawab untuk ikut berperan
dalam membentuk kepribadian yang lebih baik dan mengajarkan ilmu agar kelak
dapat menjadi insan yang berintelektual dan berguna bagi keluarga dan
lingkungan sekitarnya. Meskipun peran guru ini sebenarnya bukan komponen utama
dalam menentukan kepribadian peserta didiknya.
Buchori
(1982:92) mengungkapkan “kepribadian berarti integrasi dari seluruh sifat
seseorang baik sifat-sifat yang dipelajarinya maupun sifat-sifat yang
diwarisinya, yang menyebakan kesan yang khas, unik pada orang lain”.
Oleh
karena itu dalam belajar dan bimbingan konseling ini di butuhkan berbagai
faktor yang harus di mengerti oleh pendidik. Dan untuk itu juga disini kami
ingin memberikan sedikit informasi mengenai berbagai hal yang ada dalam proses
“Bimbingan dan Konseling belajar”
B. PEMBAHASAN
Bagian I
A.
Pengertian belajar, hakikat bimbingan
dan belajar
Belajar adalah sebuah proses yang
menjadikan perubahan kepribadian manusia, dimana perubahan tersebut dapat
dilihat dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku. Misalnya,
dalam ilmu pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya fikir,
dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Sementara
itu, ada juga yang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah
mencari ilmu, ada juga yang mengartikan belajar dengan istilah menyerap
pengetahuan, dalam hal ini perlu dipertanyakan, Apakah pola belajar yangseperti
itu bisa membuat seseorang menjadi tumbuh dn berkembang ? Atau hanya mampu
menyerap dan merafalkannya saja tanpa tahu arti dari hal yang dipelajarinya
secara jelas ?
Tidak sedikit juga yang
memformulasikan dengan arti yang berbeda-beda karena adanya kenyataan bahwa
perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Sebagaimana
definisi baelajar menurut para ahli di bawah ini :
* Winkel : Belajar
adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap.
*Nasution : Belajar
adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan.
*Ernest H. Hilgard
: Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau
bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi
daripada sebelum itu.
*Ahmadi A.
: Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia.
*Oemar H. :
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
* Cronbanc : Belajar
sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan
panca indranya.
*Noehi Nasution : Belajar
adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah
laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan
atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau
adanya perubahan sementara karena suatu hal.
*Snelbecker : Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
*Snelbecker : Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal.
*Witerington
: Belajar adalah suatu proses perubahan dalam
kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola
respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan,
kesanggupan, dan sikap.
Berdasarkan definisi-definisi belajar
diatas, maka dapat di simpulkan bahwa secara umum belajar dapat di pahami sebagai tahapan perubahan
tingkah laku yang relative menetap dan terjadi sebagai hasil pengalaman dan
interaksi yang disebabkan adanya latihan.
Sedangkan hakikat bimbingan dan belajar
itu sendiri adalah bagian dari
proses pembelajaran yang teratur dan sistematik guna membantu pertumbuhan pemikiran
atas kekuatannya dalam menentukan dan mengarahkan kehidupannya, yang pada
akhirnya dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat memberikan sumbangan
yang berarti dalam masyarakat.
Sama halnya dengan belajar, bimbinagn juga mempunyai
banyak definisi menurut para ahli antara lain :
* Crow&Crow, 1960 : Bimbingan adalah bantuan yang
diberikan oleh seseorang, baik laki-laki atau perempuan, yang memiliki
kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu
setiap manusia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan
menanggung bebannya sendiri.
* Shrtzen dan Stone, 1981, : “Guidance is the process of helping individuals to understan
themselves and their world.” Menurut definisi tersebut,
bimbingan diartikan sebagai proses membantu perorangan untuk memahami dirinya
sendiri dan lingkungan hidupnya.
*
Frank Parson,1951 : Merumuskan
pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada
individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan.
Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
*
Bernad & Fullmer,1969 : Bimbingan
dilakukan untuk meningkatkan perwujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa
bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengen lingkungannya.
*
Mathewson,1969 : Bimbingan
sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang
sistematik dan sebagai
pendidikan dan pengembangan yang menekankan sebagai bentuk pendidikan dan
pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Dari
beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat
diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, adalah Suatu
proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis,
yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu,
dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat
mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat
mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan
kesejahteraan masyarakat.
Bagian II
B.
Masalah-masalah belajar dan kesulitan belajar.
Dalam melakukan sebuah
proses pembelajaran tentu saja tidak hjarang kita mengalami kesulitan dalam
belajar, pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan
belajar rendah, tapi juga siswa yang berkemampuan tinggi dan rata-rata
(normal). Hal itu disebabkan oleh factor-faktor tertentu dalam mencapai hasil
yang sesuai dengan harapan, dalam referensi lain jugan dijelaskan kesulitan
belajar adalah suatu kondisi dimana dalam proses belajar itu di tandai
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
yang sesuai dengan target masing-masing individu.
Masalah
kesulitan belajar ini tentunya
disebabkan berbagai faktor diantaranya :
A. Faktor
Intern yaitu faktor yang ada di dalam diri siswa yang meliputi :
a. Faktor
fisiologi yaitu factor fisik dari siswa itu sendiri misalnya sakit atau cacat
tubuh.
b. Faktor
psikologis yaitu berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang di
butuhkan dalam belajar misalnya kesiapan, ketenangan, rasa aman, selain itu
yang juga termasuk dalam factor psikologis adalah IQ yang dimiliki oleh siswa.
Siswa yang memiliki IQ cerdas (110 – 140 ) atau genius (diatas 140) memiliki
potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan siswa yang tergolong
IQ sedang (90 – 110) tidak terlalu
memiliki masalah walaupun pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sementara siswa
yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar, untuk
itu maka orang tua serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki siswa
didiknya.
B. Faktor
Ekstern yaitu dari luar diri siswa yang meliputi :
a. Faktor-faktor
sosial yaitu cara mendidik orang tua ketika berada dirumah. Anak-anak yang
tidak mendapatkann perhatian cukup tentu akan berbeda dengan anak-anak yang
mendapatkan perhatian cukup atau bahkan lebih dari lingkungan keluarganya. Hal
itu juga mempengaruhi potensi belajar anak.
b. Faktor
Non sosial misalnya faktor guru di sekolah, alat-alat pembelajaran, kondisi
kelas serta kurikulum pembelajaran dan beberapa faktor lain yang terdapat pada
literature dan hasil riset ( harwell 2001) yaitu :
1. Faktor
keturunan/bawaan.
2. Gangguan semasa
kehamilan, saat melahirkan atau premature.
3. Kondisi janin
yang tidak menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa
kehamilan.
4. Trauma pasca
kelahiran, seperti demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5. infeksi telinga
yang berulang pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya
mempunyai sistem imun yang lemah.
6. Awal masa
kanak-kanak yang sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin
lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi selama tahun-tahun
awal kelahiran sampai umur 4 tahun adalah masa-masa kritis yang penting
terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan kondisi budaya
juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran samapi usia 3
tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar lagu, berbicara
kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi, interaksi ini
kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan
fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah kondisi dimana
anak dengan kemampuan IQ rata-rata / diatas rata-rata namun memiliki
ketidakmampuan / kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam
proses presepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian,
penguasaan diri dan fungsi IQ sensori motorik.
Hal
ini merupakan masalah yang cukup kompleks yang sering membuat para orang tua
binggung mencari jalan keluarnya, untuk itu di perlukan kesiagaaan dalam
mengatasi berbagai hal yang bisa saja terjadi pada siswa.
Masalah disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak seharusnya
sejak kecil sudah harus di tanamkan jiwa disiplin. Jika tidak, sangat
menentukan perkembangan karakter anak tersebut. Dalam kebudayaan Bugis -
Makassar ada istilah macangga-cangga atau memandang enteng persoalan. Sering
menunda-nunda jadwal belajar. Dalam menghadapi perilaku anak seperti ini,
hendaknya tidak mudah iba / kasihan sehingga mengambil alih tugas anak, akan
tetapi sebagai orang tua kita harus mengajarkan kedisiplinan kepada anak
semacam itu, agar dia tidak memudahkan hal-hal yang seharusnya dia lakukan
sendiri.
Bagian III
C.
Latar
belakang masalah atau kesulitan belajar.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
nenurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan denga
munculnya kelainan perilaku (Misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di
dalam kelas, megusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering
keluar saat jam pelajaran berlansung.
Dalam kegiatan pembelajaran, kita juga seringkali di
hadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam, antara lain :
·
Menurut
Eysenck 1964 (dalam Buchori 1982) menyatakan tipe kepribadian dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Kepribadian Ekstrovert: dicirikan
dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan,
ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas social.
b. Kepribadian Introvert: dicirikan
dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
c. Neurosis: dicirikan dengan pencemas,
pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti
keringat, pucat, dan gugup.
·
Menurut
Mahmud 1990 (dalam Suadianto 2009) menyatakan kepribadian terbagi menjadi dua
belas kepribadian, yang meliputi kepribadian sebagai berikut:
a. Mudah menyesuaikan diri, baik hati,
ramah, hangat VS dingin.
b. Bebas, cerdas, dapat dipercaya VS
bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
c. Emosi stabil, realistis, gigih VS
emosi mudah berubah, suka menghindar (evasive), neurotik.
d. Dominat, menonjolkan diri VS suka
mengalah, menyerah.
e. Riang, tenang, mudah bergaul, banyak
bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri
f.
Sensitif,
simpatik, lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
g. Berbudaya, estetik VS kasar, tidak
berbudaya.
h. Berhati-hati, tahan menderita,
bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
i.
Petualang,
bebas, baik hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
j.
Penuh
energi, tekun, cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
k. Tenang, toleran VS tidak tenang,
mudah tersinggung.
l.
Ramah,
dapat dipercaya VS curiga, bermusuhan.
Tetapi, umumnya manusia mempunyai
tipe campuran atau kombinasi antara ekstrovert dan introvert yang disebut
ambivert.
Pada periode anak sekolah,
kepribadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa. Kepribadian
mereka masih dalam proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan “karakteristik anak secara sederhana
dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok
anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak
yang biasa-biasa saja.
3. Anak
yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khususnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran di dekolah”..
Melalui
beberapa teori diatas, kita dapat mencari tahu bagimana dan seperti apa
karakteristik anak didik kita sehingga kita bisa dengan mudah mengambil
tindakan dan metode apa yang kita gunakan dalam melakukan pembelajaran.
Bagian IV
D.
Diagnosis
& identifikasi siswa yang mengalami masalah belajar / kesulitan belajar.
Pada dasarnya
belajar adalah usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga
terbentuk perilaku baru menuju arah yag lebih baik. Tapi kenyataannya para
pelajar sering kali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya sehingga membuatnya
merasa gagal dan frustasi atas potensi diri yang dimilikinya, dan pada akhirnya
menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Sementara itu dalam
menghadapi masalah adakalanya siswa cenderung tidak bisa menyelesaikannya
sendiri, atau bahkan tidak tahu pasti dimana pokok masalah yang sebenarnya ia
hadapi. Adapula yang tampak seolah-olah tidak mempunyai masalah, tapi
sebenarnya dia mampunyai masalah yang cukup berat. Biasanya hal ini terjadi
pada siswa yang cenderung menutup diri dari lingkungan sekitarnya. Disinilah
sekolah berperan penting untuk membantu menyelesaikan masalah anak dididknya.
Sesuai yang diketahui sekolah sebagai lembaga pendididkan formal
sekurang-kurangnya harus memiliki 3 fungsi utama yaitu :
a. Fungsi
pengajaran yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan di bidang
pengetahuan dan ketrampilan.
b. Fungsi
administrasi yaitu segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala
sesuatu, baik personal, spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan
pencapaian tujuan pendidikan disekolah seperti pelaksanaan pengelolaan pendidikan di sekolah sehingga kita
mengenal adanya administrasi Sekolah Dasar, Lanjutan, Perguruan Tinggi dan
sebagainya, diantaranya kepemimpinan Kepala Sekolah, Supervisi dan sebagainya.
c. Fungsi
pelayanan siswa yakni memberikan bantuan khusus untuk memperoleh pemahaman
diri, pengarahan, dan integrasi social yang lebih baik untuk menyesuaikan diri
dengan pribadi maupun lingkungannya. Dan setiap fungsi pendididkan itu pada
dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendididkan pada umumnya.
Diagnosis merupakan istilah teknis
yang diambil dari bidang medis.
Menurut Thorndike dan Hagen (Abin
Syamsudin, 2000: 307), diagnosis diartikan sebagai:
- Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symptons).
- Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kelemahan-kelemahan dan sebagainya yang esensial.
- Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.
Dari
pengertian di atas, terlihat bahwa dalam pekerjaan mendiagnosis bukan hanya
mengidentifikasi jenis, karakteristiknya dan latar belakang dari suatu
kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya
untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Sedangkan kesulitan belajar siswa
sendiri mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning
disorder;
(b) learning disfunction;
(c) underachiever;
(d) slow learner,
(e) learning diasbilities.
Di bawah
ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.
- Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
- Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
- Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
- Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
- Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Bila
diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok
yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang
diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan
belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai
dengan karakteristik murid yang bersangkutan. Jenis dan tingkat kesulitan yang
dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami
bahan yang dipelajari secara menyeluruh.
Perbedaan
tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah,
konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak
dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dukuasai dengan
baik.
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik
aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang
merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
- Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
- Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
- Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
- Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
- Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
- Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara
itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam
mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam
belajar apabila :
- Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
- Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
- Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk
dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan,
sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat
diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Bagian V
E. Bimbingan
/ Bantuan Terhadap Siswa Yang Mengalami Masalah Belajar / Kesulitan Belajar.
Siswa yang hadir di sekolah untuk memperoleh
layanan pembelajaran terdiri dari beragan jenis keunggulan dan permasalahan.
Setiap siswa ini, memiliki kemampuan atau kelebiahan yang berbeda beda begitu
pula dengan kekurangan atau ketidakmampuannya. Dari berbagai kekurangan atau
ketidakmampuan yang menjadi masalah bagisiswa salah satunya adalah kesulitan
untuk belajar, jangankan anak berbakat atau berpotensi, anak bodohpun
membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang data memahami serta
menghargai kekurangan atau ketidakmampuannya, atau orang yang mampu memecahkan
masalahnya itu. Hal ini dikarenakan karena sifat dasar anak berbeda beda, baik
tempramennya, gesca, sikap, maupun emosinya. Begitu juga dengan siswa yang
kesulitan belajar, akan berbeda dengan anak yang normal lainnya dan begitu
jelas.
Bimbingan belajar merupakan bagian
yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar dengan tujuan agar siswa
dapat memahami diri sendiri, mampu mengatasi masalah/ kesulitan yang dialami
siswa tersebut, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat
menyalurkan potensi yang dimilikinya. Alasan pemberian bimbingan belajar karena
kesulitan dalam belajar itu termasuk dalam masalah pribadi yang dapat
menghambat tujuan pembelajaran.
Pemberian bimbingan belajar siswa, guru perlu memperhatikan hal-hal yang melatar belakangi siswa mengalami kesulitan belajar. Namun dalam praktiknya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa hanya mengulangi materai yang pernah diajarkan, belum dikuasai siswa dan tidak melihat penyebab utama siswa tidak menguasai materi pelajaran itu. Kondisi ini berakibat pada pemecahan kesulitan belajar anak tidak dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu langkah awal dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut adalah dengan mencari penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa mencari solusi pemecahan yang tepat dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut.
Pemberian bimbingan belajar siswa, guru perlu memperhatikan hal-hal yang melatar belakangi siswa mengalami kesulitan belajar. Namun dalam praktiknya guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswa hanya mengulangi materai yang pernah diajarkan, belum dikuasai siswa dan tidak melihat penyebab utama siswa tidak menguasai materi pelajaran itu. Kondisi ini berakibat pada pemecahan kesulitan belajar anak tidak dapat terselesaikan dengan baik. Salah satu langkah awal dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut adalah dengan mencari penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa mencari solusi pemecahan yang tepat dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa tersebut.
Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu
kegiatan yang prosesnya rumit, karena tidak sekedar menyerap informasi dari
guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan
terutama bila 2diinginkan hasil belajar yang lebih baik. Salah satu cara
meningkatkan hasil belajar adalah mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa.
Mengatasi
kesulitan belajar yang dihadapi siswa melalui pemberian bimbingan belajar
merupakan bagian tugas guru sebagai pendidik. Hal ini sejalan dengan Fetty
Kartikawati (1977) mengemukakan bimbingan adalah suatu proses pemberitahuan
yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar
tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, Penerimaan diri, pengarahan diri dan
perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungan, secara umum, anak/siswa yang kesukitan belajar
atau siswa yang mengarah kepada siswa bodoh dapat diartikan sebagai anak yang
mempunyai masalah kelemahan atau kekurangan dalam hal berpikir atau
intelegensinya kurang.
Betapapun pentingnya bimbingan harus diberikan kepada siswa tertentu,
karena tugas utama seorang guru harus berpase pada terselenggaranya Proses
Belajar Mengajar (PBM). Oleh karena itu sejumlah kemungkinan layanan bimbingan
hanya beberapa saja yang benar-benar berkaitan secara langsung dengan PBM,
tugas lainnya merupakan kompetnsi dari layanan khusus bimbingan dan pelayanan
di sekolah. Kegiatan bimbingan itu berjalan paralel dan berdampingan serta
berurutan logis dengan kegiatan Evaluasi dan Pengajaran dalam kerangka suatu
pola PBM yang lengkap.
Adapun beberapa Metode yang digunakan dalam bimbingan ini, antara lain:
a.Observasi (pengamatan)
Adapun beberapa Metode yang digunakan dalam bimbingan ini, antara lain:
a.Observasi (pengamatan)
Observasi yakni teknik atau cara mengamati suatu
keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku) anak di kelas. Karena sikapnya
mengamati, maka alat yang cocok untuk teknik ini adalah Panca Indra penglihatan
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
2. Direncanakan secara sistematis.
3. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4. perlu diperiksa ketelitiannya.
2. Direncanakan secara sistematis.
3. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4. perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam
beberapa jenis, yaitu:
1.Observasi Sehari-hari, saat kita melakukan Proses Belajar Mengajar.
2.Observasi Sistematis
3.Observasi Partisipatif
4.Observasi Nonpartisipatif
1.Observasi Sehari-hari, saat kita melakukan Proses Belajar Mengajar.
2.Observasi Sistematis
3.Observasi Partisipatif
4.Observasi Nonpartisipatif
b. Dokumentasi
Dokumentasi ini meliputi Lapor dan Buku Leger
karena kita bisa tahu perkembangan anak dari hasil catatan guru selama Proses
Belajar Mengajar di nilai anak yang mengalami kelemahan atau ketidak mampuan
(anak bodoh) akan menunjukan tingkat prestasi yang jauh tertinggal dari
anak-anak normal lainnya. Tapi disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
c. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan sesponden (orang yang diminta informasi) atau orang yang bersangkutan dengan bimbingan.
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi langsung dengan sesponden (orang yang diminta informasi) atau orang yang bersangkutan dengan bimbingan.
Bagian VI
F.
Keterampilan
dalam memecahkan kasus / kesulitan belajar.
Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh
kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun
di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami
berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Dan
untuk itu kita sebagai pendidik harus mempunyai keterampilan dalam memecahkan
masalah kesulitan belajar anak didik kita, agar masalah tersebut tidak
semata-mata menjadi beban bagi anak didik dan juga kita sebagai pengajar. Hal ini dapat
ditempuh melalui berbagai cara antara lain :
a.
Menerapkan Model Pembelajaran yang
menyenangkan.
Dalam
mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003)
mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan
Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual
Teaching Learning)
(2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative
Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan
(5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
Di bawah ini akan
diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut
(1)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching
Learning)
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL
merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi
pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu
menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam pembelajaran
kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta
didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru
bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi
mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
belajar.
Dengan mengutip
pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh peserta didik
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global)
menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman,
dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk
memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan
mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya
mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran
dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
(2) . Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran
merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan
masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal
relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar
yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan
menginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain peran, peserta didik
mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan
dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat
mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai
strategi pemecahan masalah.
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif
(Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran
dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003)
menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan
emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk
memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar
terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan
pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta
didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar
siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan
menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan
belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola
pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan
belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri
terhadap proses dan hasil belajar.
(4) Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas
berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar
dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang
dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal,
pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan
tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam
mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan
bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk
memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi
satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua
tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses
belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah
para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan
dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah
memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh
peserta didik.
Hasil evaluasi
digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu
memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat
mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi
belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal
berikut : (1)
pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang
diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test);
(2)
peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia
benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang
ditentukan; (3) pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh,
melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Di samping
implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak
diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai
hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun
software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses
belajar.
(5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu
proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara
sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik,
disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Pembelajaran dengan
sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap modul harus memberikan informasi dan
petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta
didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2. Modul meripakan pembelajaran individual,
sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta
didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami
kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik
mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta
didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan
untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan
seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan
pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari
itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi
dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan
sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan
mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang
harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur
pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik
bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya
pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya
: (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja;
(4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut
dikemas dalam format modul, sebagai berikut :
1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus
dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula
tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui
kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan
apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan
pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi
peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat
ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan
pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Tugas utama guru
dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses
belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2)
membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau
pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik.
Sementara
itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi Pembelajaran Inkuiri.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara
sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005)
mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya
kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : a.
aspek sosial di dalam kelas dan suasana
bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; b. berfokus pada hipotesis yang perlu diuji
kebenarannya; c. penggunaan fakta sebagai evidensi dan di
dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta,
sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri
dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a)
kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan
masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh;
(b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit
peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan,
mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari :
mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c)
analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan
perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari
pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam
mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor,
konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan
merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering
ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan
terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui
berbagai media diantaranya media pembelajaran dan pembelajaran lain,.
Metode
dan media pembelajaran ini juga berfungsi sebagai wadah bagi guru untuk melakukan
serangkaian upaya untuk anak didiknya seperti kegiatan refleksi, penemuan
masalah, pemecahan masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola pembelajaran.
Bagian VII
G.
Peran
Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kesulitan belajar.
Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bimbingan dan konseling
merupakan suatu program yang terintegrasi dalam keseluruhan proses
pembelajaran. Kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah
usaha sadar yang
dilakukan oleh guru
pembimbing bersama siswanya
untuk mencapai kemandirian dalam keseluruhan proses kehidupan, baik sebagai
individu, anggota kelompok,keluarga atau masyarakat pada umumnya. Banyaknya terjadi
kasus-kasus menyimpang dari aturan
sekolah yang berlaku, yang disebabkan oleh factor-faktor dari dalam maupun dari
luar. Artinya baik masalah yang datang atau timbul dari sokolah itu sendiri
maupun dari luar sekolah , seperti keluarga
masyarakat , maupun lingkungannya itu
sendiri. Jadi kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru pembimbing serta staf staf yang ada disekolah tidak
mampu mengatasi itu
semua.
Jadi disini di butuhkan atau dihadirkan
seorang guru yang bisa mengatasi itu semua. Dimana guru tersebut telah memenuhi
kriteria, dan keahlian dalam bidang tersebut yaitu mengatasi masalah siswa nya.
Dalam
hal ini Bimbingan dan Konseling dapat memberikan layanan dalam :
(a)
bimbingan belajar, (b) bimbingan sosial, (c) bimbingan dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi.
a. Bimbingan belajar
Bimbingan
ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan
kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bimbingan ini antara
lain meliputi:
- Cara belajar, baik secara kelompok ataupun individual
- Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar
- Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran
- Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu
- Cara, proses dan prosedur tentang mengikuti pelajaran
Di samping itu Winkel (1978) mengatakan
bahwa layanan bimbingan dan konseling mempunyai peranan penting untuk membantu
siswa, antara lain dalam hal:
- Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka lagi mereka, baik sekarang maupun yang akan datang
- Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajarnya. Misalnya masalah hubungan muda-mudi, masalah ekonomi, masalah hubungan dengan orang tua/keluarga dan sebagainya.
b. Bimbingan sosial
Dalam
proses belajar dikelas siswa juga harus mampu menyesuaikan diri dengan
kehidupan kelompok. Bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam
memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan masalah
sosial, sehingga terciptalah suasana belajar mengajar yang kondusif. Menurut
Abu Ahmadi (1977) bimbingan sosial ini dimaksudkan untuk :
- Memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai.
- Membantu memperoleh persahabatan yang sesuai.
- Membantu mendapatkan kelompok sosial untuk memecahkan masalah tertentu.
c. Bimbingan dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi
Bimbingan
dimaksudkan untuk membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadinya,
yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Siswa yang mempunyai masalah dan
belum dapat diatasi/ dipecahkannya, akan cenderung mengganggu konsentrasinya
dalam belajar, akibatnya prestasi belajar yang dicapai rendah. Dalam kurikulum
SMA tahun 1975 buku III C tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan. Menurut Ibu
St. Raf’ah ada beberapa masalah pribadi yang memerlukan bantuan konseling yaitu
masalah akibat konflik antara lain :
- Perkembangan intelektual dengan emosionalnya
- Bakat dengan aspirasi lingkungannya
- Kehendak siswa dengan orang tua atau lingkungannya
- Kepentingan siswa dengan orang tua atau lingkungannya
- Situasi sekolah dengan situasi lingkungan
- Bakat pendidikan yang kurang bermutu dengan kelemahan/keengganan mengambil pilihan.
Peran bimbingan dan konseling dalam mengatasi kesulitan belajar.
Tujuan
pendidikan nasional berlaku bagi semua jenis sekolah dan dilaksanakan dengan
ciri-ciri khas dari setiap jenjang pendidikan sekolah. Dengan kata lain, tujuan
institusional harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional dan
merupakan suatu konsentrasi yang harus membawa tercapainya tujuan pendidikan
nasional.
Untuk mencapai tujuan pendidikan siswa perlu dapat bimbingan agar mereka dapat membina sebanyak mungkin dari pengalaman disekolah. Akan tetapi kemampuan guru dalam membimbing anak didiknya terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi anak didik semakin hari semakin kompleks. Dari semacam kondisi inilah peranan bimbingan dan penyuluhan diperlukan, dalam rangka memanimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa.
Untuk mencapai tujuan pendidikan siswa perlu dapat bimbingan agar mereka dapat membina sebanyak mungkin dari pengalaman disekolah. Akan tetapi kemampuan guru dalam membimbing anak didiknya terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi anak didik semakin hari semakin kompleks. Dari semacam kondisi inilah peranan bimbingan dan penyuluhan diperlukan, dalam rangka memanimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa.
Tujuan
akhir pelayanan bimbingan ini sama dengan tujuan pendidikan di sekolah, tetapi
cara untuk sampai pada tujuan itu lain yang digunakan dalam bidang-bidang
pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S. Winkel :
Bimbingan disekolah menengah merupakan bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan sekolah yaitu memberikan pelayanan yang ditangani oleh ahli-ahli yang telah disiapkan untuk itu.
Bimbingan disekolah menengah merupakan bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan sekolah yaitu memberikan pelayanan yang ditangani oleh ahli-ahli yang telah disiapkan untuk itu.
Ciri
khas dari pelayanan ini terletak dalam hal memberikan bantuan mental atau
psikologis kepada murid dalam membulatkan perkembangannya. Tujuan dari
pemberian bimbingan ialah supaya setiap murid berkembang sejauh mungkin untuk
mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya disekolah, mengingat
ciri-ciri pribadinya dan tuntunan kehidupan dalam masyarakat sekarang. (Winkel,
1991:28)
Dengan
adanya peranan dan bimbingan terserbut diharapkan semua persoalan yang dihadapi
anak didik dapat diantisipasi sedini mungkin. Menurut Bimo Walgito bimbingan
dan penyuluhan di sekolah dapat dilaksanakan dengan bermacam sifat :
1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)
1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)
Dari
uraian diatas dapat ditarik benang merah bahwa peranan dari pada bimbingan dan
penyuluhan sangat diperlukan oleh siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan dari
pada pendidik dan pengajaran.
Bagian VIII
H.
Belajar
Efektif dan Efisien.
Belajar adalah proses perubahan
tingkah laku yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan perubahan yang
lebih baik, misalnya : dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil
menjadi terampil, dari belum dapat melakukan sesuatu menjadi dapat melakukan
sesuatu dan lain sebagainya. Perubahan tersebut merupakan perubahan yang timbul karena adanya
pengalaman dan latihan. Jadi belajar bukanlah suatu hasil, akan tetapi
merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dalam rangka memenuhi
kebutuhan menuntut ilmu. -
Proses
belajar adalah mengalami, berereaksi dan melampaui ( under going ). -- Disengaja, bahwa proses
belajar timbul karena ada suatu niatan
Landasan utama dalam mencapai keberhasilan
belajar adalah kesiapan mental. Tanpa kesiapan mental, maka tidak akan dapat
bertahan terhadap berbagai kesukaran (kesulitan) yang dihadapi selama belajar.
Setiap peserta didik hendaknya
mempunyai minat yang besar terhadap semua mata diklat yang diterima di sekolah.
Suka atau tidak suka semua mata diklat harus ditempuh. Sikap membenci mata
diklat tidak ada manfaatnya, yang terbaik adalah mengambil sikap positif dengan
berusaha menyukai semua mata diklat yang diajarkan. Karena suka tidak suka mata
diklat tersebut harus ditempuh pada jenjang pendidikan yang mereka ikuti.
Belajar Efektif dan Efisien bukan
hanya tentang mengatur waktu dan kesiapan belajar, tapi juga tentang bagaimana
memilih gaya belajar yang tepat. Agar mendapatkan hasil belajar yang optimal,
proses belajar mesti kita sesuaikan denga gaya belajar yang sesuai dengan diri
kita, misalnya :
* Gaya Belajar Visual yaitu belajar dengan cara melihat, membayangkan dan memperhatikan secara langsung objek yang dipelajari. *Gaya Belajar Audio yaitu belajar dengan cara mendengarkan dari sumber ajar (diterangkan, radio/kaset, nada, irama, suasana heboh, suasana gaduh dll) * Gaya Belajar Kinesthetic yaitu belajar dengan cara bergerak, merasa, menyentuh, menggengam, menangkap, menekan (dingin, kasar, tebal, tipis dll)
* Gaya Belajar Visual yaitu belajar dengan cara melihat, membayangkan dan memperhatikan secara langsung objek yang dipelajari. *Gaya Belajar Audio yaitu belajar dengan cara mendengarkan dari sumber ajar (diterangkan, radio/kaset, nada, irama, suasana heboh, suasana gaduh dll) * Gaya Belajar Kinesthetic yaitu belajar dengan cara bergerak, merasa, menyentuh, menggengam, menangkap, menekan (dingin, kasar, tebal, tipis dll)
Ada juga yang menggunakan metode-metode belajar yang lain, antara lain :
1.
Belajar
Bersama.
Metode ini seringkali di katakan metode yang paling
efektif karena dalam suasana belajar berkelompok yang cukup santai otak menjadi
lebih rileks menerima ilmu - ilmu yang akan di serap. Selain itu hal - hal yang
belum di ketahui akan lebih mudah di selesaikan dengan bekerja sama.
2. Membuat Intisari Dari Setiap Pelajaran.
2. Membuat Intisari Dari Setiap Pelajaran.
Membuat rangkuman atau ringkasan dari setiap
pelajaran yang anda dapatkan baik di sekolah maupun di tempat lain atau lewat
belajar bersama diatas. hal ini akan lebih efisien mengingat intisari atau
kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang ini akan menjadi
Kata-kata kunci yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.
3. Disiplin Dalam Belajar.
3. Disiplin Dalam Belajar.
Kedisiplinan
memang perlu diterapkan dalam belajar, seperti disiplin waktu dan disiplin
dalam berkonsentrasi pada pelajaran. Dengan adaya sifat disiplin dalam diri
Anda, dapat dipastikan pelajaran yang Anda lakukan dapat efektif dan efisien.
4. Aktif Bertanya dan Ditanya.
4. Aktif Bertanya dan Ditanya.
Jika ada hal
yang belum jelas, kita harus berani menayakan hal itu baik kepada guru, teman
atau orang tua. Dari situ juga kita bisa manjadi pelajar yang aktif dan
berpengetahuan, biasanya kalau kita menanyakan sesuatu, kita pasti akan ingat
jawabannya. Dan itu sangat membantu dari pada siswa-siswa yang pasif dalam
pembelajaran.
Dan berikut ini beberapa Tips belajar
efektif dan efisien.
1. Menciptakan suasana yang kondusif dalam belajar.
Tak kalah pentingnya dan harus diingat
dalam menciptakan suasana yang kondusif untuk
merangsang dorongan berprestasi belajar perlu diperhitungkan
unsur perasaan. Karena unsur
perasaan lebih dominan dan melatarbelakangi segala aktivitas seseorang. Dengan kata lain
produktif atau tidaknya aktivitas seseorang sangat tergantung pada unsur
perasaan dalam melaksanakan aktivitas tersebut.
Oleh karena itu, kita juga harus
memperhitungkan dan memperhatikan unsur perasaan untuk mewujudkan harapan.Tentunya
kita semua mengetahui bahwa kegembiraan bersifat menggerakkan. Segala
sesuatu yang dilakukan dengan gembira (senang hati), tentunya
akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Sedangkan
kekecewaan atau unsur tertekan bersifat melembekkan atau melemahkan. Suatu aktivitas
yang dilaksanakan karena ada tekanan atau kekecewaan, tentunya akan
menghasilkan sesuatu yang mengecewakan atau ketidakpuasan atau mutu yang
rendah. Oleh karena itu, suasana gembira harus senantiasa terpelihara dapat
belajar dengan baik dan memunculkan gagasan-gagasan yang brilian. Begitu juga
terangsang mengaktualisasikan dirinya sepenuhnya dalam mencapai harapan-harapan
kita.
2.
Mengembangkan jiwa kompetitif
Untuk memacu dorongan
berprestasi yang baik perlu dikembangkan suasana kompetetif yang sehat dan
konstruktif diarahkan menjadi dirinya sendiri. Disadarkan dirinya punya potensi
yang siap untuk dikembangkan. Kemauan atau hasrat harus dibangkitkan, agar
dirinya senantiasa merasa tertantang untuk ingin tahu segala-galanya dan ingin
selalu menonjol lebih dari yang lainnya.
Tentunya kita menyadari orang
yang tetap bertahan hidup, memiliki tempat dan memegang peranan penting di tengah-tengah masyarakat,
hanyalah orang-orang yang memiliki kecakapan yang brilliant dan
tahu mempergunakan, menempatkan kelebihannya tersebut. Bagi mereka yang tidak
dapat mendayagunakan kemampuan secara optimal akan tersisih atau terpinggirkan
dan hanya menjadi kelompok marginal.
Hidup ini merupakan kompetisi, hanya
orang-orang yang mampu memanfaatkan peluang secara optimal yang berhasil
mendapatkan tempat utama.
Hal yang perlu kita ingat, bahwa
setiap orang memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk berkembang
mengaktualisasikan diri dan yang berhasil adalah yang benar-benar menyadari
potensi yang dimilikinya dan mampu menggunakan kemampuannya tersebut pada
proses kemajuan dirinya.
“Kita jangan terpaku hanya dengan slogan IQ
harus jenius baru bisa jadi orang. IQ itu hanya satu persen saja yang mendorong
seseorang berhasil dengan baik dan yang 99 persen adalah kemauan dan kerja
keras untuk mewujudkan impian dan mengetahui cara yang efektif untuk
merealisasikan impian tersebut. Banyak yang memiliki IQ tinggi, namun pada
akhirnya mubazir, karena tidak
mendapatkan pengarahan yang
tepat untuk mendayagunakan kelebihan kemampuannya tersebut.
Banyak orang yang berhasil malah dengan IQ
pas-pasan, namun mendapat bimbingan dan pengarahan
kemampuannya dengan tepat”
Untuk
memperoleh keunggulan dalam suasana kompetetif adalah tugas kita memberi
bekal pola berpikir, pola berbuat yang terencana, sistematis dan cara-cara yang
efektif. Dengan ini kita diharapkan mampu mengarahkan perujukan dalam
pengembangan bakat-bakat khusus.
3. Mengembangkan rasa
percaya diri
Sumber energi
yang membangkitkan dorongan berprestasi dari dalam diri adalah rasa percaya
diri. Oleh karena itu, sangat perlu ditumbuhkan atau dibangkitkan keyakinan
terhadap kemampuan dirinya untuk dapat mempelajari berbuat atau melakukan
sesuatu. Keyakinan dalam hati akan membuat diri berusaha keras dan mencari cara
untuk mewujudkan keyakinannya itu dengan banyak membaca sehingga wawasan
pengetahuannya luas.
C. PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling ditujukan untuk membimbing dan mengarahkan individu melalui usahanya sendiri untuk menentukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi serta bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal / sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Bimbingan konseling juga perlu diaplikasikan dalam sekolah karena dengan itu pula kesulitan-kesulitan praktisi pendidikan terutama yang terjadi pada siswa dapat teratasi dengan penanganan yang tepat. Selain itu juga dapat mengimprovisasikan potensi siswa sehingga siswa mampu mengenal pribadinya dan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki secara tepat.
B.Saran
Suatu kemampuan dapat berkembang secara optimal apabila mendapat bimbingan dan konseling yang terarah.
Suatu kemampuan dapat berkembang secara optimal apabila mendapat bimbingan dan konseling yang terarah.
Demikianlah
makalah ini kami paparkan, saran dan kritik yang membangun bagi
pembaca sangat diperlukan guna kesempurnaan makalah ini, terima kasih.
Komentar
Posting Komentar