Karena GUE SAYANG SAMA LOE !

Karena Gue Sayang sama Lo
Rintik hujan mulai turun. Tetapi, cewek berlesung pipi ini belum saja mau beranjak dari kursi taman. Hujan pun turun dengan lebatnya. Hujan itu menutupi air mata sang cewek. Air mata itu tidak kalah derasnya membasahi pipi sang cewek. Hari ini tepat tiga tahun setelah kematian Raynald. Cowok yang sangat berarti buatnya.


FLASHBACK ON>>>

Sivia -nama sang cewek berlesung pipi itu- berlari di hamparan luas taman yang masih asri dan hijau. Danaunya pun masih terlihat bening dan ikan-ikan masih bisa terlihat dengan jelas berenang di dalam danau.

"Aku nggak nyangka kamu bawa aku ke tempat yang seindah ini..." ujarnya begitu ia melihat pemandangan yang ada di taman ini.

"Raynald!" ucapnya, sambil membenarkan kerah kemejanya dan tersenyum puas. Sudah lama ia ingin mengajak gadis kecil berumur 13 tahun itu untuk kesini.

Tanpa pamit, Raynald meninggalkan Sivia yang sedang menikmati pemandangan di taman itu sendirian. Ia sengaja ingin mengambil mawar putih kesukaan Sivia yang ada disebrang taman dan ingin memberinya kepada Sivia. Dengan antusias dan sangat riang, Raynald melangkah menyebrang taman tanpa melihat kanan dan kirinya.

Tiba-tiba saja mobil sedan berwarna biru pekat lepas kendali dan brukkk... mobil itu sukses menabrak tubuh Raynald. Sivia mendengar suara kecelakaan itu. Dengan sigap, ia menoleh kearah sumber suara. Matanya melotot, mulutnya ternganga. Sivia segera berlari kearah kecelakaan itu.

"RAAAAAAYY!!!!!!!!!" teriaknya histeris. Ia memeluk erat tubuh sang cowok yang sudah berlumuran darah. Ray masih sadar. Ia masih bernafas. Sivia memegang pergelangan tangan Ray dan merasakan nadinya.

"Kamu masih hidup..." kata Sivia sedikit lega. Ray membuka matanya. Ia membuka mulut perlahan.

"Tolong.....am...bil...ma...war....pu....tih....i....tuuuu.." ucap Ray dengan terbata-bata. Sivia menoleh ke segala arah. Seorang bapak tua yang sedari tadi ikut mengerubungi Ray dan Sivia segera mengambil mawar putih itu. Diberikannya mawar puth itu kepada Ray.

"Ini buat kamu...." lirih Ray. Sivia hanya menangis dan menerima mawar putih itu dari Ray. "Jangan nangis, Via. Karena aku nggak sanggup liat kamu nangis," kata Ray sedikit lancar. Sivia hanya tersenyum dan menghapus air matanya. Tapi, tetap saja air matanya keluar begitu saja dari matanya.

"Kalau aku pergi, aku harap kamu jangan tangisi aku. Aku benar-benar nggak mau lihat kamu nangis." kata Ray.

"Kamu ngomong apa sih, Ray!" maki Sivia. Air matanya tak berhenti untuk membasahi pipinya.

"Aku sayang sama kamu, Via." ucapan terakhir Ray. Ray segera menutup matanya dan ia tak akan kembali lagi. Ia tak akan hidup kembali. Ray tidak akan bersama Via lagi. Ray tidak akan mengantar Via untuk ke taman yang indah ini lagi. Hari pertama Sivia untuk melihat taman ini dan hari terakhir Sivia untuk melihat Raynald.

FLASHBACK OFF>>


Sivia membuka sebuah kotak berwarna hitam dengan dihiasi polkadot berwarna putih. Dibukanya kotak itu dengan perlahan dan sangat hati-hati. Didalamnya cuma ada satu benda yang memiliki sejuta kenangan yang tersimpan didalamnya. Mawar putih (yang layu) itu.

Mawar putih itu bertambah layu ketika mawar itu diguyuri air hujan yang lebat. Dengan segera Sivia menutup kotak itu dan segera meninggalkan taman yang memiliki sejuta kenangan itu. Dengan basah kuyup, ia segera kembali ke rumah untuk beristirahat.


Kini, Sivia sudah berumur 16 tahun. Sejak kematian Ray, ia memilih untuk homeschooling ketimbang harus masuk ke sekolah dan bergaul dengan teman-teman. Sivia menjadi pasif dalam berkomunikasi. Orang tuanya pun sangat khawatir dengan keadaan Sivia. Akhirnya, orang tua Sivia memutuskan untuk menyekolahkan Sivia di Semarang bersama Om dan Tantenya. Om Dave dan Tante Winda.

Hari ini, Sivia sudah berada di stasiun Gambir, Jakarta. Ditemani oleh sang ayah dan bunda. Kebetulan Sivia anak tunggal. Ia tidak punya saudara. Sivia akan menaiki kereta Argo Muria jurusan Semarang. Sendirian.

"Bunda nggak apa-apa kalo Ayah kerja Bunda sendirian nggak ada Via?" tanya Sivia untuk ketiga kalinya. Sejak pagi ia sudah bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti itu kepada sang Bunda.

"Bunda nggak apa-apa, Via. Agni kan mau tinggal dirumah selama kamu di Semarang." jawab Bunda sambil mengelus puncak kepala Sivia.

"Tapi Kak Agni kan kuliah, pasti juga bakal jarang dirumah." kata Sivia lagi.

"Kampusnya kan dekat, Sivia. Sudahlah, nggak usah khawatirin Bunda. Bunda nggak akan kenapa-kenapa." kata Bunda, tersenyum.

"Iya, Via. Kamu baik-baik disana. Jangan nakal sama Om Dave dan Tante Winda ya," pesan Ayah. Tiba-tiba suara informasi pun terdengar dan suara kereta juga mulai terdengar. Argo Muria pun datang tepat didepan Sivia. Sivia pun pamit kepada kedua orang tuanya.

"Hati-hati, Nak!" Sivia tersenyum dan masuk kedalam kereta. Tak lama, kereta itu perlahan-lahan mulai berjalan


Pukul 14.00.

Sivia sudah sampai di stasiun Tawang, Semarang. Ia segera turun dari kereta. Ditariknya kopernya yang cukup besar dan mencari Om dan Tantenya.

"Sivia!!!!!" teriak seseorang yang sangat Sivia kenal. Sivia segera menoleh dan tersenyum. Tante Winda memeluk keponakannya itu.

"Syukurlah, kamu sudah sampai." kata Tante Winda. Sivia hanya tersenyum manis.

"Yuk, pulang!" ajak Om Dave. Mereka bertiga pun akhirnya pulang.

---

Sivia bersama Om dan Tante nya sudah sampai dirumah. Ia terpukau dengan kemegahan rumah milik Om dan Tante nya itu. Selama ini, ia belum pernah ke Semarang. Hanya Om dan Tante nya saja yang datang ke Jakarta. Dibukanya pintu rumah oleh Om Dave.

"Welcome, Via!" ucap Tante Winda dan Om Dave. Sivia hanya tersenyum senang.

"Rumah sepi nih kalo jam segini. Shilla sekolah. Ify sekolah di Magelang. Alvin nya les piano. Tapi Shilla juga bentar lagi pulang kok." kata Tante Winda sambil menunjukkan kamar untuk Sivia. "Kamar mu disini, Vi. Disitu kamarnya Shilla. Sampingnya kamar Alvin. Sebenarnya ini kamar Ify, tapi dia lagi sekolah di Magelang. Ya, jadi kamu aja yang nempatin ya." kata Tante Winda.

"Makasih Tante..." kata Sivia. Tante Wnda segera turun kebawah untuk menyiapkan makanan.

Sivia menutup pintu kamar dan melihat-lihat kamar barunya. Ia melihat foto keluarga milik Ify. Difoto itu, Om Dave, Tante Wnda, Ify, Shilla dan Alvin tersenyum senang. Dilihatnya lagi foto tiga bersaudara itu dan ada tulisannya. Alyssa - Ashilla - Alvin.

Tok.. Tok.. Tok.. Sivia segera membuka pintu kamarnya.

"Sivia!!!!!!!!!" teriak Shilla sambil memeluk sepupunya itu.

"Shilla!!!" balas Sivia. "Makin cantik aja lo, Shill." puji Sivia.

"Aih! Lo jugaaa" kata Shilla.

"Kak Ify kemana sih?" tanya Sivia.

"Kak Ify sekolah di Taruna Nusantara. Ya, dia mau nya sekolah asrama gitu. Gue sih nggak mau. Oh iya, besok lo mulai sekolah bareng gue. Di SMA Citra. SMA paling elit di Semarang. Hahaha.." tawa Shilla. Sivia hanya tertawa. Akhirnya, mereka pun mulai bercerita-cerita tentang pengalaman mereka masing-masing.


SMA Citra Semarang

Sivia segera melangkahkan kakinya bersama Shilla dan Alvin. Shilla seumur dengan Sivia yaitu kelas XI. Sedangkan Alvin masih kelas X.

"Gue duluan kekelas, Kak!" kata Alvin lalu segera berlari kearah kelasnya.

"Nah, Vi. Kita ke ruang administrasi dulu yuk. Ada titipin dari Mama sama kita cari kelas buat lo." kata Shilla. Sivia hanya mengangguk.

Setelah dari ruang administrasi, Sivia segera melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Ternyata, kelasnya bersebelahan dengan kelas Shilla. Ia mengetuk pintu. Seorang guru mempersilakan untuk masuk dan memberi kesempatan kepada Sivia untuk memperkenalkan dirinya.

"Nama saya Sivia Azizah, saya pindahan dari Jakarta. Dimohon bantuannya teman-teman!" katanya, sambil tersenyum.

Banyak pertanyaan yang nggak penting dari teman-teman barunya Sivia. Seperti...

"Lo pindahan darimana?"

"Rumah lo dimana?"

"Udah punya pacar belom?"

"Bagi nomor handphone nya dong!"


Di sekolah, Sivia hanya mengenal Shilla dan Alvin. Ia masih belum bisa untuk berbaur dengan teman-temannya. Tetapi, Alvin lebih memilih untuk menjauh dari Shilla dan Sivia. Dia lebih akrab bersama teman-temannya dan sangat cuek dengan kedatangan Sivia.

"Alvin tuh kenapa ya Shill sinis banget sama gue?" tanya Sivia, sebelum mereka berdua memasuki kantin.

"Alvin emang gitu. Dirumah dia tuh paling jarang ngomong. Udah kayak dibatesin ngomong aja sama nyokap." jawab Shilla. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrak tubuh Sivia. Sialnya, seragam baru Sivia terkena minuman dan makanan yang dibawa si penubruk itu.

"Aduh!!" keluh Sivia.

"Eh sorry-sorry.." katanya, minta maaf.

"Aduh lo jalan pake mata dong! Baju gue baru nih udah kotor lagi deh," keluh Sivia.

"Iya, maaf-maaf. Buru-buru nih. Bye!" kata si penubruk itu.

"Siapa sih itu Shill?" tanya Sivia. Shilla terlihat diam. Ia tak menjawab perkataan Sivia. "Shill..." panggi Sivia.

"Ehm, dia Gabriel." jawab Shilla, singkat.

'Aneh' respon Sivia dalam hati. Kemudian, ia dan Shilla melanjutkan kembali bercandanya dan segera menuju kekelas.



'Tu cewek cantik banget. Tapi judes banget, buset dah...' ucap seorang cowok dalam hati. Dia adalah Gabriel.

"Woyy!!!!!!!! Bengong aja lo!" teriak sahabat Gabriel, Cakka.

"Somplak!!!" kata Gabriel sambil menoyor kepala Cakka.

"Mikirin siapa lo? Mikirin gue ya?" tanya Cakka, genit.

"Gue masih normal, Cakkkkk!"

"So?" yang ditanya diam saja.

"Ehem, Yel, lo kan jomblo." kata Cakka.

"Gue bukan jomblo. Gue single!" tegas Gabriel. Cakka hanya nyengir.

"Whatever lah darling. Cewek gue punya sepupu. Cantik banget!!! Sumpah deh gue tadi liat. Rencananya, kita mau ke cafe, siang ini abis pulang sekolah. Lo mau ikut?" tanya Gabriel.

"Ehem, boleh deh. Jadi penasaran." kata Gabriel.




@ Cafe

Cakka dan Gabriel sudah sampai disebuah cafe ternama di Semarang. Mereka berdua memesan cappucino dan hot chocolate sambil menunggu yang mereka 'tunggu'.

"Mana cewek lo, Cak?" tanya Gabriel. Cakka hanya sibuk dengan BBnya.

"Bentar lagi sampe. Cerewet banget sih lo kayak cewek," balas Cakka.

"Lagian tadi kenapa nggak bareng aja sih?" tanya Gabriel. Cakka meletakkan BBnya di meja.

"Gabriel sayang, cewek gue tadi ada rapat osis, jadi kita disuruh duluan." kata Cakka. Lalu memainkan BBnya lagi. Tiba-tiba BB Cakka berdering.

"Cak, ringtonenya suara lo nih? Asli rombeng banget" sahut Gabriel. Cakka hanya menoyor kepala Gabriel dan segera menekan tombol warna hijau.

"Iya cintaaaaa? .... Hm aku dihatimu .... Hehe maaf aku liat kamu nih .... Oke bye!" Cakka menutup telefonnya. Gabriel mengaduk-aduk sedotan hot chocolate nya.

"Shillaaaaaaaaaa!!!" sapa Cakka tersenyum senang. Ya, pacarnya Cakka, Shilla. Yang pasti Shilla datang bersama Sivia.

"Kka, kenalin ini Sivia." kata Shilla.

"Gue Cakka. Eh, ini temen gue namanya Gabriel." Gabriel menatap Sivia dan Sivia pun menatap Gabriel.

"LO?!"Gabriel hanya cengengesan ketika melihat Sivia dan Shilla yang kini ada dihadapannya. Ia melihat seragam Sivia yang masih agak kotor.

"Eh, seragam lo masih kotor ya? Aduh sorry tadi gue nggak sengaja," kata Gabriel, nyengir.

"HEH GARA-GARA LO NIH SERAGAM BARU GUE.....KOTOR!!!!!!" teriak Sivia yang membuat semua pengunjung menoleh kearahnya.

"Via..."

"Ye, namanya juga nggak sengaja!" balas Gabriel. Lalu ia duduk kembali.

"Sok atuh duduk," ajak Cakka. Cakka, Shilla dan Sivia pun duduk. Sivia masih melotot kearah Gabriel.

'Sumpah nggak sopan abis ni cowok. Amit-amit kalo gue punya cowok kayak dia. Tetep Ray yang paling baik deh!' batin Sivia.

'Ah nih cewek mah kagak ada bedanya sama cewek-cewek lainnya. Awas aja lo, gue bikin lo naksir sama gue!' kutuk Gabriel dalam hati.

Akhirnya, Gabriel dan Sivia sama-sama main plotot-plototan. Shilla dan Cakka yang tadinya mau memesan makanan merubah jadwal acara menjadi pulang kerumah masing-masing. Pertemuan singkat itu masih berlanjut di keesokan harinya dan seterusnya.



Sudah beberapa hari ini, Alvin merubah sikapnya menjadi cowok yang friendly walaupun jatuhnya jadi garing. Biasanya, Alvin suka banget kekelas Sivia terus suka ke kantin bareng kakak dan sepupunya ini. Kadang, ngajak Sivia keruang musik cuma untuk minta ditemani bermain piano. Padahal mah, dulu biasanya sendiri.

Sivia, Shilla dan Alvin kini mau memasuki kantin. Tiba-tiba ada Cakka dan Gabriel yang lagi bawa hotdog sambil lari-larian dan bruk.... Untuk kedua kalinya, Gabriel nabrak Sivia lagi.

"ADUH! Lo tuh seneng banget nabrak gue dengan numpahin makanan-makanan lo itu ke baju gue sih?!" seru Sivia.

"Yah sorry-sorry. Siapa suruh lo didepan kantin?" kata Gabriel, enteng.

"Gue tuh mau masuk ke kantin bego!" toyor Sivia. "Cuciin baju gue!" perintah Sivia.

"Sini gue cuciin. Buka dulu baju lo!" tantang Gabriel. Sivia hanya diam. "Mau gue cuciin nggak? Sini, bajunya." kata Gabriel lagi.

"Heh, dasar cowok mata keranjang! Masa iya sepupu gue disuruh buka baju ditempat umum kayak gini?!" kata Alvin.

"Loh kok jadi gue yang dibilang 'cowok mata keranjang' sih? Tadi ini cewek minta gue buat nyuciin bajunya. Ya, sini gue cuciin. Nah kalo tu baju masih dibadan Sivia gimana mau gue cuciin? Atau lo mau masuk mesin cucinya juga, Vi?" ucap Gabriel.

PLAKKK!!! Sebuah tamparan keras mendarat dipipi Gabriel.

"Alvin!!! Lo apa-apaan sih?!" bentak Shilla.

"Kok jadi temen gue yang ditampar sih?! Masih anak kelas satu juga lo!" bela Cakka. Alvin benar-benar bingung kenapa dia harus menampar Gabriel. Menurutnya, perkataan Gabriel benar-benar kurang ajar.

Gabriel hanya diam setelah tamparan itu. Sivia pun tak membuka mulutnya. Gabriel melepas seragamnya dan memakaikan seragamnya di badan Sivia yang masih dibaluti oleh seragam Sivia yang kotor itu. Untung saja, Gabriel masih mengenakan kaos putih. Setelah itu, Gabriel pergi meninggalkan Cakka, Alvin, Shilla, dan Sivia pastinya.

"Nanti kita BBM-an aja ya, darling!" bisik Cakka kepada Shilla. Lalu Cakka segera pergi mengejar Gabriel.



Alvin masih sibuk sama pianonya. Dia jago banget loh main pianonya, sudah bisa baca not yang ribet-ribet gitu deh. Alvin kalau merasa sendiri, ia suka main piano kadang-kadang sampai lupa waktu. Biasanya, dia suka ngesearch tentang piano lewat youtube atau di internet.

"Alvin!!!!!!!!!!"

"Kalo masuk ketok pintu dulu dong!" tegas Alvin tanpa menoleh sekalipun kearah sumber suara.

"Yah, maaf deh." Alvin pun menengok.

"Eh, lo, Vi. Dikirain Shilla. Soalnya tu anak cempreng banget sih suaranya," sahut Alvin. Alvin pun memberi isyarat kepada Sivia agar ia duduk disebelahnya. Sivia menurut.

"Jadi, suara gue cempreng, gitu?" tanya Sivia.

"Ya nggak gitu juga kali..." jawab Alvin sambil tersenyum. Tiba-tiba Alvin menekan tuts pianonya.

Mungkin inilah rasanya
Suka pada pandangan pertama
Sejak pertama aku bertanya
Facebookmu apa nomormu berapa

Sivia terpukau. Dengan refleks, ia memberikan tepuk tangan atas perform Alvin. Ia sedikit tertawa kecil.

"Liriknya lucu," komentarnya. Shilla yang daritadi melihat Sivia dan Alvin dikamar Alvin didekat pintu pun langsung masuk tanpa mengetuk pintu dan tiduran ditempat tidur Alvin.

"Aduh, lo jangan tiduran ditempat tidur gue dong, Shill. Udah rapih nih lo berantakin lagi" keluh Alvin.

"Yailah sensitif amat sih sama gue," balas Shilla. Sivia hanya tersenyum kecil. "Eh, lo bisa nggak sih manggil gue 'Mbak' ? Songong banget sih lo jadi adek. Ke Mbak Ify bisa, masa ke gue nggak?!"

"Enje, Mbak Shilla..."

"Ehem, gue kekamar dulu ya. Ngantuk, karo turu. Hehehe. Bye! Selamat malam daaaaan selamat tidur!" kata Sivia sambil memperlihatkan senyum manisnya. Ia pun segera pergi meninggalkan kamar Alvin.

"Eh, Vin, lo naksir Sivia ya?" tanya Shilla, to-the-point.

"Menurut lo???"



Gabriel masih dengan tekadnya yang lama. Buat-Sivia-naksir-sama-seorang-Gabriel. Dia sengaja buat deketin Sivia. Cari tau tentang Sivia lewat Shilla atau bisa dari Cakka. Untuk urusan baju, akhirnya, Sivia memberi seragamnya yang kotor kepada Gabriel. Dan Gabriel rela-relain seragamnya buat Sivia. Untung saja dia punya dua seragam. Dan seragam Sivia sampai sekarang belum ia kembalikan.

Suatu hari, Gabriel ingin mengajak Sivia ke sebuah taman didekat Pandanaran. Gabriel tiba di sekolah dengan membawa delman. Delman itu berhenti dihadapan Sivia yang sedang bersama Shilla dan Cakka.

"Hai!!!!!" sapa Gabriel.

"Gab!!!! Wih, keren banget ini kudanya." kata Cakka sambil meraba-raba sang kuda dan berkeliling delman.

"Yoi, coy! Gue bawa langsung dari kampung khusus buat Via. Hehehe...." cengir Gabriel.

"Serius lo?" tanya Sivia. Gabriel mengangguk.

"Lo liat dong nih," kata Gabriel sambil menunjuk kebelakang delman dan ada karton bertuliskan:

DELMAN CINTA BUAT NENG SIVIA
Dari MAS GABRIEL

Cakka, Shilla dan Sivia hanya tersenyum geli melihat tulisan itu. Gabriel mengisyaratkan kepada Sivia agar segera naik ke delmannya. Sivia pun segera naik. Ketika Shilla dan Cakka ingin naik...
"Ora!!! Ora!!! Ora!!!" kata Gabriel, histeris. Cakka dan Shilla saling berpandangan. "Delman ini khusus buat Neng Sivia!" tegasnya. Cakka dan Shilla hanya mencibir.

"Ready, sweetheart?!" tanya Gabriel. Sivia hanya menyerngitkan dahi. "Siap nggak?" tanya Gabriel lagi. Sivia mengangguk. "CAOOOOOOOO!!!!!!!"

"Huuu dasar Iel!!!" ketus Shilla.

Entah apa yang dirasakan Alvin ketika melihat sepupunya dan lelaki lain pergi berdua saja. Ia rasa, ia mencintai sepupunya itu....



Sivia dan Gabriel sampai ditaman yang Gabriel tuju. Taman yang menurut Gabriel paling keren. Setelah Sivia menginjakkan kakinya ditaman itu, ia jadi ingat tentang masa lalunya.

"Ray..." begitu kata pertama kali yang ia ucap ketika melihat taman itu.

"Vi, gue bukan Ray. Tapi Gabriel." balas Gabriel. Tiba-tiba saja, air mata Sivia mengalir. Ia ingat semuanya. Gabriel benar-benar panik ketika melihat Sivia menangis.

Jangan nangis, Via. Karena aku nggak sanggup liat kamu nangis

"Itukah suara kamu, Ray?" ucap Sivia. Gabriel benar-benar bingung harus gimana. Ia hanya terpaku. Padahal ia nggak denger suara apapun. Tapi kenapa Sivia ngomong seperti itu?

Kalau aku pergi, aku harap kamu jangan tangisi aku. Aku benar-benar nggak mau lihat kamu nangis

Sivia menangis lagi. Kali ini lebih deras. Ia rindu terhadap Ray. Ia ingat apa yang Ray ucapkan sebelum Ray pergi meninggalkannya. Dengan reflek, Gabriel memeluk cewek itu. Ia merasa lemah melihat cewek yang -kini- ia sayangi itu menangis. Dengan lembut, ia membelai rambut Sivia.

"Aku sayang sama kamu, Via." bisik Gabriel. Sekitika, cewek itu terbujur kaku melihat pengakuan Gabriel. Kalimat terakhir Ray yang diucapkan oleh Gabriel.

"Kalo lo ada masalah, cerita sama gue, Vi. Jangan lo bebanin sendiri. Gue nggak sanggup liat lo nangis," lirih Gabriel. Gabriel melepas pelukan Sivia. Sivia hanya diam. Gabriel menghela nafas. Ingin rasanya ia menghibur Sivia agar Sivia tersenyum lagi.

Gabriel melangkah ke taman yang tak jauh dari taman yang ia kunjungi. Tetapi, harus menyebrang dulu. Ia ingin mengambil setangkai mawar putih untuk Sivia. Sivia melihat kejadian itu. Dari arah kanan, ada sebuah mobil yang tak jauh dari Gabriel dan hampir menabrak Gabriel. Sivia segera berlari dan mendorong Gabriel. Mobil itu melaju dengan cepat.

"Via.."

"Kenapa kejadian ini mirip sama kematian Ray?! Ya Tuhan..." Sivia hanya menggeleng kepalanya. Air matanya jatuh kembali.

"Ray siapa?" tanya Gabriel.

"Cowok yang paling berarti buat gue..." jawab Sivia. "Hari ini tanggal berapa, Yel?" tanya Sivia.

"2 Agustus 2011," jawab Gabriel. Sivia melotot.

"Tiga tahun yang lalu..." ucap Sivia lagi. Gabriel masih bingung. Siapa Ray? 2 Agustus 2011? Tabrakan? Taman? Dan.... Tiga tahun yang lalu?


Shilla, Sivia dan Alvin sedang mendengarkan radio dikamar Shilla. Kebetulan hari ini hari minggu.

"Oke 123.4 Radio Icil FM Semarang, kembali lagi bersama saya Zevana. Hehehe mungkin baru pada tau saya ya. Sedikit curcol sedikit icilovers, saya ini adiknya Kak Zahra yang biasanya ON Air di Radio ini. Tapi, berhubung Kak Zahra lagi sakit dan nggak ada yang bisa gantiin, dan kebetulan saya bercita-cita ingin menjadi penyiar radio. Hehehe... makanya saya bersedia menggantikan Kak Zahra."

"Icilovers, sekarang kita kedatangan seorang cowok nih. Dia bela-belain ON Air disini. Wow! Nah, cowok ini pengen banget cerita tentang kisah cintanya. Ehem, dan tragis nih ya tadi Zeva udah diceritain sama cowok ini. Dia bilang, dia udah nggak ketemu sama ceweknya selama tiga tahun. Oke, Icilovers, daripada denger cuap-cuap Zeva hahaha kita denger yuk cerita dari Prasetya! Selama siang, Prasetya..."

Sivia kaget mendengar nama 'Prasetya'. Dengan cepat, ia langsung memperbesar volume radionya.

"Hai, Zeva. Aku langsung cerita aja ya. Dulu aku punya sahabat kita deket banget lah. Namanya Azizah..."

INI RAYNALD? Muhammad Raynald...........Prasetya?! Dia kembali?

"Dia manis, cantik, baik hati, ramah, t-o-p-b-g-t deh. Suatu hari, kami main di taman dan ada sedikit kecelakaan kecil. Yang membuat kami harus pisah dan sekarang cewek itu ada di Semarang..."

Sivia terpaku mendengar cerita itu. 'Lo bilang kecelakaan kecil, Ray?!' batin Sivia.

"Vi, ini kok mirip cerita lo ya? Nama ceweknya kayak nama panjang lo lagi," komentar Shilla. Tapi tak diindahkan oleh Sivia.

"Aku cuma pengen dia tau, kalo dia denger ini, hubungi aku segera di nomor 08567******. Aku sangat rindu dengannya. Makasih Zeva..."

Sivia segera mengambil handphone nya dan menekan nomor-nomor itu. Alvin dan Shilla bingung. Sivia segera menempelkan handphonenya ditelinganya.

"Halo.."

"Ray..." Sivia menangis mendengar suara itu.

"Udah ah jangan nangis. Aku cuma mau bilang. Ada yang lebih pantes gantiin aku dihatimu, Vi. Dia udah dideket kamu. Dia naksir sama kamu."

"Ray tapi..."

"Vi, kasih handphone mu ke cowok disebelahmu dong!" Sivia segera memberikan handphonenya kepada Alvin. Alvin hanya menyerngitkan dahinya dan menerima handphone itu.

"Udah jauhin Via, dia kan sepupu lo. Nggak mungkin lo pacarin kan. Masih ada cewek yang lain. Oke? Relain Via buat cowok lain ya!" tiba-tiba telfon itu mati. Alvin hanya melotot. Ia menekan kembali nomor itu.

Nomor yang anda tuju belum terpasang...


Gabriel mengajak Sivia, Shilla, Cakka, dan Alvin untuk berlibur ke kampungnya. Mereka sih mau-mau aja toh buat have fun juga. Karena lelah dalam perjalanan, mereka pun beristirahat sebentar. Sebelum kerumah kakek-nenek Gabriel yang ada di Semarang juga tapi di kampungnya, Gabriel mengajak teman-temannya itu ke sebuah tempat wisata di daerah Boja.

"Ke air terjun curug Sewu yuk!" ajak Gabriel.

"Ha? Ngapain?" tanya Cakka.

"Ya main-main aja, Cak!" jawab Gabriel.

"Boleh tuh, gue denger-denger sih disitu enak buat foto-foto. Lagian, kita kan orang Semarang masa kita nggak pernah ketempat wisata di Semarang." kata Alvin.
"Kita kan orang Jakarta, Vin. Gara-gara Papa aja tuh yang dinas di Semarang terus Mbak Ify sekolah di Tarnus jadi kita menetap disini.." balas Shilla.

"What ever lo mau orang mana kek. Mau orang Semarang kek, mau orang Jakarta, mau orang utan kek, terserah. Yang jelas kita bakal seneng-seneng disana!!!" kata Gabriel, girang sendiri.

"Enak aja lo bilang pacar gue orang utan!" toyor Cakka. Gabriel hanya nyengir.

"Udah, yuk!! Ke curug-curug itu.." ajak Sivia. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka dengan mobil Cakka.

Shilla mengambil gitar Cakka yang ada dibangku belakang. Cakka memang selalu bawa gitar kemana-mana, pernah ia membawa gitarnya ke kamar mandi. Emang cinta banget ni anak sama gitar. Shilla memetik gitar itu sambil bernyanyi.

Seems like everybody's got a price,
I wonder how they sleep at night.
When the tale comes first,
And the truth comes second,
Just stop, for a minute and
Smile

Sivia kagum dengan suara Shilla yang keren banget. Ia pun mengikuti Shilla untuk bernyanyi dan melanjutkan lagu itu.

Why is everybody so serious!
Acting so damn mysterious
You got your shades on your eyes
And your heels so high
That you can't even have a good time.

"Suara lo keren juga, Vi.." puji Shilla. Sivia hanya tersenyum.

"Lanjut dong, gue jadi semangat nyetir nih!" kata Cakka.


Everybody look to their left (yeah)
Everybody look to their right (ha)
Can you feel that (yeah)
Well pay them with love tonight...

It's not about the money, money, money
We don't need your money, money, money
We just wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag

Ain't about the (ha) Cha-Ching Cha-Ching.
Aint about the (yeah) Ba-Bling Ba-Bling
Wanna make the world dance,
Forget about the Price Tag.

Suara tepuk tangan dari Gabriel, Cakka dan Alvin bikin Sivia dan Shilla tersenyum malu. Mereka berdua pun bertos ria. Tiba-tiba Gabriel girang karena tak terasa mereka sudah sampai di Air Terjun Curug Sewu. Untuk sampai disana harus berjalan lagi. Ya, jadi mereka parkir dulu. Mereka pun turun dari mobil.

"Vin, bawa kamera kan? Foto dulu yuk!!!" ajak Shilla. Alvin mengangguk dan mengeluarkan SLRnya. Shilla, Cakka, Gabriel dan Sivia pun berfoto dulu.

Sivia memeluk erat tubuhnya. Ia menggigil. Udaranya disini memang dingin banget karena deket gunung. Gabriel melihat Sivia yang kedinginan. Ia melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Sivia.

"Lain kali kalo ke Boja bawa jaket. Soalnya disini dingin banget," kata Gabriel.

"Terus lo..." kata Sivia yang kaget dan menerima jaket dari Gabriel.

"Gue kan cowok, lagian gue udah biasa disini. Ya, ngalah lah sama cewek. Hehehe..." kata Gabriel, nyengir. Alvin yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecut. Ia benar-benar bingung apa yang ia rasakan dan apa yang 'Prasetya' ucapkan waktu itu.

Mereka pun melanjutkan perjalanan ke Curug Sewu dengan berjalan kaki. Dan sampailah mereka di air terjun Curug Sewu yang ketinggiannya 45 meter.

"Kereeeeeeeeen!!!!!" teriak Sivia ketika melihat objek wisata ini. Alvin segera mengeluarkan SLRnya dan memotret objek-objek bagus.

"Wow!! Gila, di desa kayak gini aja ada tempat seindah ini!!!!" kata Shilla.

"Disini ada tiga air terjun. Yang kita tempatin ini tingginya 45 meter. Yang lain ada 20 meter dan 15 meter kalo nggak salah. Kita ke yang 15 meter aja, yuk!" ajak Gabriel. Mereka pun mengangguk. Saat mereka di air terjun yang ketinggiannya 15 meter, Gabriel mengajak Sivia ketempat yang agak jauh dari teman-temannya. Nggak terlalu jauh juga sih. Gabriel pun berdiri di batu yang agak licin.

"Ehem, Vi.. gue mau kasih ini," kata Gabriel yang mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. Tiba-tiba Gabriel terpeleset dan kotak itu pun hampir jatuh. Dengan sigap, ia menyelamatka kotak itu tapi tubuhnya jatuh ke air terjun yang tingginya lumayan banget.

"GABRIEEEEEEEEL!!!!!!!!!" teriak Sivia. Alvin, Cakka, dan Shilla yang kaget mendengar teriakan Sivia itu segera menghampiri Sivia. Mereka bertanya ada apa sebenarnya. Alvin melihat Gabriel jatuh dan hanyut, ia segera melompat ke air terjun itu dan segera menyelamatkan Gabriel.

"Alvin...!" Mereka segera turun dan menghampiri Gabriel dan Alvin.

"Gabriell... Lo bego banget sih!!! Kenapa malah nyelametin kotak nya bukan lo nya??!!!" kata Sivia setengah menangis.

"Karena gue sayang sama lo, Vi." kata Gabriel yang agak pucat. Kata-kata itu membuat wajah Sivia memerah. Alvin hanya bisa membuang muka. Benar-benar merasa ditusuk-tusuk jarum jahit. Cekit cekit cekit cekit...

"Udah jangan nangis dong, Vi. Gue nggak papa." kata Gabriel lagi.

"Nggak apa-apa gimana?! Elo tuh udah kayak masuk jurang tau nggak. Untung ada Alvin," kata Sivia. "Thanks ya, Vin."

"Sama-sama, Vi." jawab Alvin.

"Thanks, Vin. Kalo nggak ada lo, udah mati kali gue." kata Gabriel yang kemudian tersenyum paksa. Alvin mengangguk.

"Via..." kata Gabriel. Sivia mengangguk. Ia masih shock dan menangis. "Buka kotaknya deh," kata Gabriel. Sivia membuka kotak dari Gabriel.
"Gabriel.....ini kan seragam gue," kata Sivia.

"Maaf ya baru gue balikin. Sebenernya Vi, gue punya misi." kata Gabriel. Mereka berempat -Sivia, Shilla, Cakka dan Alvin- hanya menyerngitkan dahi. "Misi, bikin lo naksir sama gue. Ternyata selama ini, malah gue yang naksir sama lo.." lanjutnya.

"Gue rasa....misi lo berhasil," kata Sivia, tersenyum. Alvin melotot.

"Jadi......?" tanya Shilla dan Cakka.

"Jadi kalian.....jadian?" lanjut Alvin.

"Gabriel kan belom nembak gue," kata Sivia.

"Cie kalo belom berarti mau tuh!" sahut Cakka.

"Emang lo mau jadi pacar gue, Vi?" tanya Gabriel. Sivia menunduk, ingin sekali menyembunyikan wajahnya yang merah. Ada sedikit anggukan dari Sivia. Semuanya kaget. Shilla, Cakka dan Gabriel bertos ria. Alvin hanya menunduk. Campur aduk hatinya kayak nano-nano.

"Ya udah kita jadian ya. Gue janji nggak bakal ngecewain elo.." kata Gabriel memeluk erat pacar barunya itu...

Komentar

Postingan Populer