Another Way to Love Part 13

Hanya ada dia disini seorang diri, karena mungkin memang cuma alvin yang berani cabut dari jam pelajaran, dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di taman sekolah, berdua dengan sketch booknya.
Dengan gambarnya, alvin selalu bisa menuangkan apa yang ia rasakan. Tidak ada yang pernah tahu ia suka menggambar, tidak pernah ia memberi tahu siapapun tentang kemampuannya menggambar. Ia menyimpan kemampuaannya sendiri, menikmatinya sendiri, entah untuk alasan apa, yang jelas alvin hanya ingin ia dan sektch booknya saja yang tahu tentang ini.
Menurut omanya, dulu mamanya juga suka menggambar. Ada beberapa hasil dari gambar mamanya yang alvin miliki dan ia pajang di kamarnya. Setidaknya ia tahu, ada satu benang merah yang menghubungkan ia dengan mamanya, ketrampilan mereka menggores pensil membentuk sebuah keindahan.
“Bro..” alvin langsung menutup sketch booknya ketika ada tangan yang menepuk pundaknya.
“Hmm”
“Sori ganggu, gue mau nanya, itu..ehm..bener elo...”
“Iya cak, gue udah restuin lo sama acha” potong alvin karena gemes sendiri melihat cakka bertele-tele.
“Makasih ya, gue janji, gue bakal ngejagain dia”
“Iya gue tahu”
“Dan elo mesti tahu vin, gue ini sahabat lo, gue sama acha enggak akan pernah lupain elo, kita bakal selalu ada buat lo” cakka tidak berani menatap alvin, ia takut alvin sedikit tersinggung dengan ucapannya.
“Thanks cak..” di luar dugaannya, alvin malah memeluk dan menepuk-nepuk pundak cakka.
“Sori kalo akhir-akhir ini gue jaga jarak sama lo, gue cuma bingung aja, gue harus gimana sama lo”
“Gue yang harusnya minta maaf, gue udah egois, gue udah mau menang sendiri” ujar alvin tulus.
“Rasa egois itu wajar kok, lagipula lo udah terlalu sering ngalah” alvin menatap cakka penuh tanya.
“Iya elo itu terlalu sering ngalah, mungkin semua orang bisa bilang kalo seorang alvin jonathan, orang yang selalu pake kekerasan, orang yang selalu ngelanggar aturan, orang yang selalu enggak peduli sama orang lain. Tapi itu semua karena mereka enggak kenal sama lo, mereka enggak tahu kan apa yang lo rasain, apa yang lo alamin setiap hari, gimana lo harus selalu ngalah sama keadaan, gimana keadaan enggak pernah berpihak sama lo..” cakka sendiri tidak mengerti mengapa ia sampai berani berkata demikian ke alvin, Sementara alvin tetap diam dalam kebisuannya, dia hanya mendengarkan kata-kata cakka.
“Kita satu sekolah dari smp, gue orang yang lo ajarin berantem, gue orang yang selalu ada saat lo berantem dan gue juga orang yang selalu lo belain saat gue kalah. Lo enggak pernah egois, lo jelas-jelas sadar kalo lo pantes dapet lebih dari apa yang harusnya lo dapet, lo enggak pernah maksain hati lo, lo enggak pernah mau orang lain sakit karena perbuatan lo, lo enggak pernah egois alvin..” cakka terus melanjutkan kata-katanya, ia harus mengungkapkan semuanya, ia tidak suka alvin terus bersembunyi di balik kekokohan hatinya.
“Enggak ada yang pantes di banggain dari gue cak, apa sih gue ? bokap gue aja enggak pernah mau sedikit peduli sama gue, guru-guru udah bosen kali ngasih gue detensi, paling cuma dari futsal nama gue sedikit harum, tapi selebihnya gue selalu ngecewain semua orang”
“Gue ! gue bangga sama lo ! lo tahu, kalo gue ada di posisi lo, mungkin gue enggak akan pernah terima sama posisi gue, selalu di nomor duain, selalu di banding-bandingin sama rio, lo hebat vin, tapi lebih hebat lagi kalo lo jujur sama perasaan lo !”
“Gue kadang malah kasian sama rio, dia enggak bisa sebebas gue. Oke, gue bohong banget kalo gue bilang, gue enggak pernah iri sama dia, tapi bukan berarti gue bakal sanggup jalanin hidup gue kaya dia. Rio itu rio dan gue itu gue”
“Gue suka sama hubungan lo berdua, akrab, akur, saling support, tapi gue cuma pengen lo lebih jujur sama perasaan lo, biar enggak cuma gue atau orang di sekitar lo doang yang tahu elo yang sebenernya, biar orang tahu aslinya lo kaya apa”
“Makasih cak buat perhatian lo, tapi gue masih nyaman sama apa yang lagi gue jalanin sekarang” ujar alvin sambil tersenyum, cakka sudah tahu itu artinya ia sudah tidak bisa lagi memberikan argumennya ke alvin.
“Ya gue cuma mau yang terbaik buat elo doang kok” balas cakka sambil tersenyum juga.
“Eh lo cabut juga ?”
“Iyalah, lagian emang gue enggak pernah akur sama math..hehe...” kata cakka sambil cengengesan.
“Mantep bro !” ucap alvin sambil memberikan tosnya ke cakka. Lantas mereka berdua mulai membicarakan hal-hal yang tidak penting, tentang musuh-musuh mereka, tentang  jadwal-jadwal berantem mereka.

Via tidak benar-benar memperhatikan penjelasan gurunya, ia sibuk dengan buku catatannya yang ia coret-coret dari tadi. Tentang kegundahannya, tentang perasaannya yang tidak menentu.
Gue kenapa sih ? masa iya gue jealous sama dia ! emang gue siapanya dia coba ?! cewek itu siapa sih ? kenapa gue udah dua kali ngelihat dia sama cewek itu ! aduh sivia ! jangan gila dong ! lo enggak boleh jealous sama dia ! lo itu udah punya cowok ! kalo lo mau jealous ya jealous sama cowok lo lah ! arghh !!
“Sivia !” via tersentak kaget, ia langsung menutup buku catatannya, dan memberanikan diri menatap gurunya.
“A..apa bu ?”
“Silahkan kamu bacakan puisi bikinan kamu di depan kelas” via tersenyum tipis. Daritadi ia jelas-jelas tidak melaksanakan perintah gurunya untuk membuat puisi. Percuma untuknya melawan, via pun memutuskan untuk maju ke depan kelas.
“Lho, mana teks kamu ?” tanya gurunya lagi.
“Ehm,,enggak pake bu, saya enggak pake teks..”
“Oh ya udah, silahkan..”
Via menelan ludahnya sendiri, dia memejamkan matanya sebentar mencoba mencari inspirasi dadakan.
Harusnya aku menyadari ini sejak awal
Tentang aku, tentang kamu, tentang kita
Perasaan yang telah mengikat kita
Hati yang telah disatukan dalam kenangan
Bukan aku melupakannya
Bukan aku mengingkarinya
Hanya kamu yang tiba-tiba menjauh
Seolah meninggalkan aku
Kini kamu kembali
Dan waktu tak dapat ku putar
Aku telah salah menyusuri jalan
Langkahku telah tertuju bukan padamu
Egokah aku
Bila aku ingin kamu tetap disini
Aku tak bisa melihatmu
Tersenyum bersamanya
Maafkan aku
Tolong jangan pergi
Temani aku disini
Aku hanya ingin kamu
“Prokk...prokk..prokk..” tepuk tangan bergemuruh untuk via, via hanya tersenyum. Kata-kata tadi terlontar begitu saja, tanpa rencana.  Via kembali ke tempat duduknya, tapi sepasang mata menatapnya penuh tanya. Entahlah hanya ia yang sadar atau ia yang terlalu peka, yang jelas orang itu merasa ada yang aneh dengan puisi yang di bawakan via, puisi itu terasa jujur dari dalam hati, bukan hanya sekedar sebuah spontanitas.
***
Tangannya lincah menari di atas keypad laptopnya, tanpa mempedulikan keadaan sekitarnya yang telah sepi. Shilla terus menulis, menumpahkan segala yang ia rasa ke dalam tulisannya.
“Kok belum pulang shil ?”
“Rio ? iya nih, lagi pengen aja disini, di apartement juga sepi”
“Nulis apa shil ?” rio duduk di samping shilla membuat degup jantung shilla bergerak lebih cepat.
“Iseng aja kok...” ujar shilla sambil tersenyum tipis, rio yang penasaran menarik laptop shilla, ia membaca apa yang ada disitu
“Ini cerita ya shil ? lo suka nulis ? kirim aja shil jadiin novel, kayanya bagus deh” lagi-lagi shilla hanya tersenyum tipis.
“Enggaklah yo, gue cuma suka nulis, enggak suka di publikasi. Eh iya kok lo masih disini, enggak balik sama via ?” tanya shilla mengalihkan pembicaraan.
“Via tadi di jemput mamanya, mau langsung pergi gitu. Shil, kok gue enggak tahu apa-apa tentang lo ya, baru sadar kalo selama ini gue sering cerita ke elo tapi elo enggak pernah cerita apa-apa ke gue, tadi lo bilang lo tinggal di apartemen ?”
“Iya gue tinggal di apartement yo biar lebih cepet ke sekolah. Lo tahu sendirilah jakarta macet banget, bisa telat setiap hari gue...hehe..”
“Terus lo tinggal sendiri ?”
“Iyalah, paling gue pulang pas weekend ke rumah, tapi sekarang lagi ada adek gue, dia sekolah di aussie, dan lagi libur panjang” jelas shilla lagi.
“Hmm, enak ya kayanya...” desah rio pelan
“Hah ? apa yo ?”
“Ah enggak kok enggak”
“Apa ? udah tahu gue peka, lo mau bisik-bisik juga gue denger tahu enggak, cerita dong sama gue” bujuk shilla ke rio. Rio menatap shilla, gadis cantik di depannya itu terlihat begitu tulus ingin mendengar ceritanya.
“Semalem gue berantem sama bokap gue” ujar rio lirih, shilla terlihat serius menatap rio.
“Kenapa ?”
“Gue minta ke bokap gue buat ngasih gue kelonggaran, gue pengen bokap gue juga tahu kalo misalnya gue butuh juga waktu untuk kesenangan gue. Enggak selamanya dia bisa ngatur hidup gue shil, gue punya hidup sendiri, gue punya hobby, bokap gue enggak berhak ngelarang gue main basket, enggak berhak..” shilla mendengarkan cerita rio dengan cermat, ia mencelos bagaimana bisa nasibnya dan rio hampir sama.
“Lo enggak boleh gitu juga yo, bokap lo juga pasti pengen yang terbaik buat lo, bokap lo milih elo karena bokap lo percaya kalo lo enggak bakal ngecewain dia. Oke, mungkin caranya salah, mungkin harusnya dia enggak perlu maksain kehendaknya, tapi selalu ada alasan kan di balik semuanya” shilla tersenyum penuh pengertian ke rio, meski diam-diam hatinya teriris pedih mengatakan hal seperti itu.
“Kalo kaya gini terus-terusan, gue mungkin harus ninggalin basket kali shil..”
“Lo mau mundur jadi kapten basket ?”
“Iya, alvin sih enggak setuju, dia ngeyakinin gue kalo gue bisa jalanin semua tanggung jawab gue, tapi gue sendiri enggak yakin, gue enggak tahu apa yang gue jalanin ini emang bener-bener buat kebaikan gue atau buat kebaikan bokap gue”
“Yo, lo itu hebat, enggak ada yang bisa ngalahin lo. Coba deh lo inget, udah bukan sehari dua hari kan lo jalanin ini semua, lo udah jalanin ini semua hampir seluruh kehidupan lo, dan elo berhasil kan, lo enggak pernah kecewain siapapun, jadi buat apa sekarang lo berhenti, lo harus tetep maju, buktiin kalo lo bisa !” dengan menggebu-gebu shilla menyemangati rio, dia tidak ingin melihat orang yang selalu memberinya tambahan semangat ini, kehilangan rasa percaya dirinya.
“Iya shil gue tahu, gue bakal berusaha untuk enggak ngecewain siapapun, makasih ya, lo emang selalu bisa di andelin untuk hal kaya gini, beruntung gue banget bisa kenal dan punya temen kaya lo” entah bagaimana, rio reflek mengacak-acak rambut shilla, yang membuat pipi shilla merah padam.
“Ih rio apa-apaan sih, acak-acakan ini..” shilla manyunin bibirnya meski ia senang.
“Haha, maaf-maaf, lucu deh lo kaya gitu, kaya anak kecil..” goda rio sambil cengengesan, dengan gerakan kilat, rio menarik dasi shilla, membuatnya menjadi tidak berbentuk.
“Rio !”
“Haha...ampun-ampun...sini-sini gue betulin” rio seolah-olah ingin membetulkan dasi shilla, membuat wajahnya dan shilla menjadi hanya berjarak beberapa cm saja.
“Sret..” ternyata bukannya membetulkan dasi shilla, rio malah menarik dasi shilla tersebut, ia memutar-mutarkan dasi shilla dengan tangannya.
“Rio, balikin dasi gue..”
“Tangkep dong kalo bisa..” rio malah berlari, shilla pun mengejarnya, lorong sekolah yang sepi mereka jadikan tempat untuk saling berlarian, tertawa lepas bersama, melupakan masalah mereka masing-masing.
***
Ada begitu banyak bintang malam ini, berkelip-kelip penuh cahaya, menerangi siapa saja yang butuh kilaunya. Rio dan via duduk senderan di kap mobil rio, menatap bintang berdua.
“Ada apa yo ? kok kesini malam-malam ?”
“Kangen aja sama kamu tadi kan enggak pulang bareng, emang kamu enggak kangen sama aku ?”
“Ehm..kangen enggak ya, maunya ?” tanya via jahil.
“Kangen dong harus, aku kangen banget sama kamu soalnya”
“Haha, iya-iya..” rio langsung mengusap lembut rambut via yang malam itu ia gerai.
“Bintangnya bagus ya yo” ujar via.
“Iya dong, kamu tahu enggak vi, bintang itu lambang kesetiaan lho”
“Lambang kesetiaan ?”
“Iya. Bintang itu selalu nemenin bulan, walau bulan sering meninggalkannya, tapi bintang selalu ada, hadir menunggu bulan, padahal bulan itu cuma satu, dan ia harus membagi perhatiaannya ke ribuan bintang, tapi bintang tidak pernah mengeluh, ia tetep aja setia pada satu bulan”
“Masa sih ? sering ah ada malam dimana enggak ada bintang, lagian emang bulan cuma satu kan, mau diapain lagi”
“Bintang selalu ada tahu vi, meski kecil dan kadang enggak terlihat sama mata manusia. Dan masalah bulan yang cuma satu, bintang bisa aja milih untuk enggak nemenin bulan kan, membiarkan bulan sendiri menjaga malam, padahal tanpa bintang bulan enggak mungkin bersinar”
“Hmm, kamu kenapa jadi tiba-tiba puitis gini yo ?”
“Haha, kenapa ya, mungkin karena aku mau jadi bintang buat kamu, aku enggak akan ninggalin kamu, mau kamu terus ada disini sama aku, kamu mau kan jadi bulan buat aku ?” via tersenyum tipis mendengar pertanyaan rio, laki-laki di depannya itu tampak tulus penuh cinta.
“Kalo aku bulan, berarti kamu harus siap dong enggak dapet perhatian penuh dari aku, aku kan harus ngebagi perhatian aku ke bintang lain”
“Khusus kamu, kamu cuma boleh jadi bulannya aku, jadi bulannya mario” bisik rio manis di telinga via. Via tersenyum meski hatinya miris, diam-diam, ia merasa bersalah, begitu bersalah.
“Rio..”
“Ya ?”
“Kamu percaya banget kan sama aku ?”
“Iya dong, aku percaya banget sama kamu, emang kenapa ?”
“Seandainya suatu hari nanti aku ngecewain kamu, apa kamu bakal masih tetep percaya sama aku ?”
“Kamu ngomong apa sih ? kamu enggak akan ngecewain aku kali, aku tahu itu..”
“Kalo kita sampe pisah, kita tetap sahabatan kan ?” rio menatap via, mengapa gadis itu melontarkan pertanyaan yang membuat hatinya bertanya-tanya.
“Hah, apa sih vi, kamu kenapa ? aku enggak peduli entar kaya gimana, aku mau nikmatin waktu kita yang sekarang aja”
“Janji yo ke aku, kita bakal tetap sahabatan..” paksa via lirih.
“Iya-iya aku janji..”
“Makasih..” ujar via sambil tersenyum, entahlah kenapa ia menanyakan hal-hal seperti ini.
“Vi, aku mau nanya sesuatu ke kamu”
“Apa ?”
“Ini tentang kalung kamu” jawab rio mantap. Via menatap rio, hatinya bergetar hebat, apa yang harus ia lakukan sekarang untuk menghadapi pertanyaan rio.

Komentar

Postingan Populer