Best Friends nd Love with Line part 10

Iel cuma bisa masang muka melas, menyaksikan cakka yang berduaan mulu sama agni dan rio yang masih anget-angetnya sama ify. Dia udah berusaha nghubungin via dari semalem buat ngajakin via nonton pertandingannya alvin hari ini, tapi boro-boro di tanggepin, yang ada via malah enggak aktifin nomernya.
Gor udah penuh sama suporter dari kedua kubu, baik dari anak-anak Tunas perdana ataupun Citra jaya. Sebagai ketua osis yang baik, iel mengomandoi temen-temennya buat neriakin yel yel sekenceng mungkin. Anak-anak dari citra jaya juga enggak kalah heboh, apalagi debo ketua osis mereka juga bertindak sebagai kapten di pertandingan ini.
"Ify.." ify menengok ke kanan kiri mencari siapa yang memanggilnya. Banyaknya orang, membuat dirinya perlu usaha ekstra keras buat menemukan suara tadi.
"Hei, gue disini" oik menghampiri ify, dia tahu ify daritadi kebingungan nyari dia.
"Hai ik, cie yang mau nonton debo" goda ify yang langsung bikin oik blushing.
"Kan ini semua juga gara-gara lo fy"
"Tapi seneng kan lo"
"Ehem..ehem.." rio gondok di kacangin.
"Eh iya ik, kenalin ini rio cowok gue" rio langsung nyodorin tangannya.
"Oik. Cie ify.." kata oik sambil membalas tangan rio.
"Dia ceweknya debo lho yo, yang waktu itu aku ceritain ke kamu"
"Ih ify apaan sih. Tapi kalo enggak gara-gara lo waktu itu, enggak bakal deh gue jadi sama debo"
"Emang lo ngapain aja sih fy ?" tanya rio nyamber, males di kacangin lagi.
"Jadi gini yo.."
_Flashback_
Kalo enggak gara-gara udah terlanjur janji sama debo mau bantuin dia sama oik, enggak bakal deh ify siang-siang panas gini udah nunggu di depan sekolahnya debo, yang entah kenapa belum bubaran juga. Apalagi ify juga ngerasa enggak enak banget sama debo, gara-gara insiden pemukulan oleh rio kemarin.
"Fy, maaf lama" dengan sedikit tergesa-gesa debo menghampirinya.
"No problem de, mana oiknya ?" tanya ify sambil celingukan.
"Belum keluar kali, ayo lo ikut gue ke dalem" ify ngikutin debo, di sertai tatapan sinis dari beberapa murid cewek yang melihatnya. Tapi ify enggak mau ambil pusing sama urusan gituan. Debo berhenti di depan sebuah ruangan kelas.
"Lo masuk deh fy, gue udah minta tolong temen gue buat nyuruh oik nunggu disini"
"Oke.." ify pun masuk ke kelas tersebut, terlihat oik sedang mengutak-atik handphonenya.
"Hai ik.." sapa ify ramah, terlihat gurat kaget di wajah oik.
"Jangan kaget dong ik, gue kan bukan hantu"
"Hehe, ngapain lo fy disini, cari debo ya ? kelasnya bukan disini"
"Bukan, gue cari lo kok"
"Gue ?"
"Iya elo, mau ada yang gue obrolin sama lo" ify duduk di samping oik.
"Apaan ?"
"Tentang debo" ify dapat melihat ekspresi wajah oik yang menjadi tidak semangat.
"Kenapa ?"
"Lo suka sama debo ?" tanya ify to the point.
"Biasa aja ah.." jawab oik pelan.
"Enggak pinter bohong lo ik, jelas-jelas kelihatan di mata lo"
"Tapi gue enggak boleh suka sama dia fy" ujar oik lirih.
"Kenapa ? temen-temen lo ? lo tahu ik, temen yang baik adalah temen yang nyuport keputusan lo" oik menatap ify takjub, darimana ify bisa menebak semuanya dengan tepat.
"Mereka bilang, mereka peduli sama gue, mereka enggak mau gue disakitin debo kaya yang mereka alamin sendiri"
"Peduli sama ngelarang kebahagiaan seseorang tuh beda jauh artinya ik, mereka boleh bilang mereka peduli, tapi mereka peduli enggak sama perasaan lo, sama perasaannya debo"
"Perasaannya debo ?"
"Gue bukan orang yang pinter baca pikiran orang ik, gue tahu semua ini dari debo, dia sayang sama lo, dia bingung harus ngelakuin apa biar lo yakin sama dia, dia minta tolong gue buat ngeyakinin lo, kalo dia beneran serius sama lo" jelas ify panjang lebar yang bikin oik terdiam.
"Jujur ya ik, gue sama debo itu mantan, kita jadian kelas dua smp, dan dia yang gue kenal, dia yang selalu baik dan berusaha jadi baik buat orang yang dia sayang. Oke, mungkin sekarang dia agak berubah, tapi gue yakin banget, kalo sifat aslinya dia enggak pernah berubah, gue yakin ik, dan lo bisa percaya sama gue" lanjut ify lagi.
"Kenapa debo enggak ngomong sendiri sama gue ?"
"Gimana gue bisa ngomong kalo lo aja selalu ngehindar dari gue ?" debo masuk ke kelas tersebut.
"Yang di bilang ify..."
"Bener semua" potong debo cepat sambil tersenyum.
"Maaf" kata oik lirih.
"Buat apa ? gue janji ik, gue bakal selalu ada buat lo, gue enggak akan nyakitin lo. Mungkin lo karma Tuhan buat gue, dan serius ini udah cukup nyiksa gue. Gue sayang sama lo ik, sayang banget, sakit banget disini saat lo terus-terusan ngehindarin gue" kata debo sambil meraih tangan oik dan meletakkan di dadanya.
"Gue..juga sayang..sama lo.." ucap oik terbata-bata, air mata mengalir perlahan di pipinya, dengan cepat debo menghapuskan itu. Ify hanya tersenyum melihatnya, dia tahu debo dan oik butuh waktu, dan tanpa perlu terus melihatnya, ify juga udah bisa nebak sendiri ending bahagia buat mereka berdua. Pelan-pelan ify meninggalkan mereka.
_Flashbackend_
"Haha, cewek gue hebat juga euy nyomblangin orang" kata rio bangga sambil ngacak-ngacak rambut orang.
"Eh aku udah sisiran tahu" balas ify sebel.
"Fy, kayanya pertandingannya udah mau mulai ya, gue pindah ke area sekolah gue dulu ya"
"Iyalah ik, kalo lo disini, bisa abis di keroyok lo" canda rio.
"Haha, iya deh iya, sukses ya buat lo berdua"
"Sama-sama.." jawab ify. Setelah itu, mereka berdua juga balik ke tempat mereka, duduk di deket iel yang mukanya kelihatan suntuk.
"Ceilah, ngapa muka lo" goda rio sambil coel-coel mukanya iel.
"Garing nih gue disini, mupeng tengok kanan kiri, pada pasang-pasangan semua"
"Haha, sabar ya yel, emang via engga kesini ?" tanya ify.
"Enggak tahu, enggak bisa gue hubungin nomernya" kata iel pasrah.
"Hayo, ngomongin gue ya ?"
"Iya, iel kangen tuh sama lo" timpal rio yang langsung di geplak sama iel.
"Gue kira lo enggak dateng vi ?"
"Kalo gue enggak dateng, lo sama siapa dong ?"
"Maksudnya ?" tanya iel lola.
"Gue sama rio, cakka sama agni, lo sama via" celetuk ify gemes sendiri.
"Vi lo..."
"Sstt, pertandingannya mau mulai" potong via sambil tersenyum dan duduk di samping iel. Iel cuma cengengesan sendiri setelah ia beneran paham maksudnya via. Cakka sama agni yang baru aja keluar buat beli cemilan, langsung di serbu. Mereka berdua cuma bisa pasrah, untung mereka inget kalo temen-temennya jadi kaum barbar kalo masalah makanan gratis, jadi mereka udah beli stock banyak.
Alvin berdiri di tengah-tengah lapangan, di melihat sekelilingnya. Semua sahabatnya ada disana, adek-adeknya, temen-temen adeknya, juga penyemangat hidupnya, nova. Hari ini, apapun yang terjadi, alvin udah berjanji untuk ngasih yang terbaik. Usaha dari seluruh kemampuannya mungkin. Dia enggak mau ngecewain siapapun hari ini.
Setelah bersalaman dengan debo dan peluit tanda di mulainya pertandingan di bunyikan, alvin mulai berlari menggiring bola. Mengoper dan menerima operan. Berusaha mencari celah untuk menciptakan peluang. Begitupun dengan tim lawan. Pertandingan berlangsung seru, skill mereka sama-sama hebat, apalagi alvin dan debo. Tidak jarang mereka harus berhadap-hadapan untuk berebut bola.
Teriakan semangat terdengar disana-sini, meneriakkan yel yel sekolah mereka masing-masing. Mengibar-ngibarkan bendera juga membentangkan poster sebagai bukti kepedulian mereka. Menyuntikkan semangat bagi tim kebanggaan mereka.
Babak pertama berakhir imbang 1-1. Tapi bola itu bulat, dan semuanya kembali bergulir ketika wasit meniupkan peluitnya kembali untuk mengawali babak kedua yang kian sengit.
'Tolong Tuhan sebentar lagi' batin alvin sambil menggiring bola yang kini ada di bawah penguasaannya. Nafasnya menderu cepat, keringat sudah membasahi seluruh badannya. Rasa sakit itu datang lagi, menyerang hampir setiap sendi tulangnya, aliran darah di tubuhnya.
Alvin memperhitungkan gawang lawan yang masih cukup jauh, tapi mungkin ini kesempatan satu-satunya. Alvin menengok ke arah nova yang sedang melihat ke arahnya juga, dalam beberapa detik mata mereka bertatap-tatapan, dan senyum manis nova meyakinkan alvin.
'Lo bisa vin, lo udah latihan, lo bisa !' alvin menyemangati dirinya sendiri. Dia mengambil ancang-ancang sambil memperhatikan gerakan lawan-lawannya. Dan kakinya langsung menendang kulit bundar tersebut, sambil menahan rasa sakitnya, di sertai tatapan was-was dari seluruh penonton, alvin paham jarak dari tengah lapangan menuju gawang lawan bukanlah jarak yang pendek.
"GOL !!" pendukung tunas perdana bersorai-sorai. Tatkala bola yang di tendang alvin dengan matang dan keras itu, meluncur ke arah pojok gawang lawan dengan sempurna tanpa bisa di sentuh sedikitpun oleh kiper citra jaya. Alvin hanya bisa tersenyum sambil berucap syukur dalam hati.
"Alvin hebat !" ujar cakka semangat.
"Gila" timpal iel yang masih takjub.
"Keren banget sumpah" celetuk rio sambil ikutan loncat-loncat.
"BRUUK" semua langsung terdiam.
"ALVIN !" iel langsung berlari ke arah alvin. Diikuti oleh yang lainnya. Alvin terjatuh begitu saja, pingsan tiba-tiba. Teman-teman timnya, yang tadi berlari ke arahnya untuk merayakan golnya, langsung mengerubungi alvin.
"Misi-misi" kata iel yang tentu aja sampe duluan ke tengah lapangan. Didapatinya tubuh alvin tergeletak lemah dengan darah segar mengalir dari hidungnya.
"Yel, rumah sakit, ayo kita bawa ke rumah sakit" sahut rio yang tadi berlari di belakangnya. Di bantu oleh beberapa orang, mereka langsung membawa alvin ke rumah sakit terdekat.
Rio, iel, cakka, ify, via, agni, ray, aren dan deva menunggu dan terus menunggu tanpa kepastian. Aren terus saja menangis di pelukan ify, deva berusaha menenangkan ray, iel, cakka dan rio berkali-kali berusaha nanya ke tentang kondisi alvin ke siapapun yang bisa mereka tanyai, sementara via dan agni yang kenal meski tidak dekat dengan alvin berusaha membantu dengan doa sebisa mereka.
"Ray, aren..." aren langsung berlari ke mamahnya yang dateng sambil berlari-lari kecil.
"Ma..kak alvin..ma.."
"Iya sayang iya, mama tahu"
"Pa, kok bisa ada disini ?" meski senang, ray heran juga, paris jakarta bukanlah jarak yang dekat.
"Hari ini, memang papa sama mama mau pulang, alvin maksa kita buat nonton pertandingan dia hari ini, tapi karena badai, pesawat kita sempat di tunda dulu" ujar papanya menjelaskan.
"Keluarganya alv...ah anda sudah datang rupanya, apa kabar pak teo" dokter itu langsung menghampiri papanya alvin.
"Bagaimana keadaan alvin dok ?" dokter bayu melihat ke arah semua orang yang juga menunggu dengan gelisah dari tadi.
"Biarin mereka tahu dok, udah saatnya.." ujar mamanya alvin yang tambah bikin semua bertanya-tanya.
"Kita semua sama-sama tahu kan kondisi alvin akhir-akhir ini, seperti yang sudah saya bilang berkali-kali, sel-sel itu telah menyebar, leukimia alvin sudah memasuki stadium akhir"
Ify langsung memeluk rio, air mata yang dari tadi coba ia bendung keluar semua. Rio, cakka dan iel hanya dapat berdiri mematung di tempatnya, ingin rasanya mereka dapat menangis seperti ify. Via langsung menggenggam tangan iel yang terasa dingin, dan agni membiarkan cakka menyenderkan kepalanya di bahunya.
"Leukimia ?" tanya ray yang enggak kalah shock sama yang lainnya. Dia memandang papanya dan dokter bayu secara bergantian, berharap menemukan kebohongan di situ.
"Dokter bayu benar ray, alvin mengidap leukimia" papanya seolah bisa membaca gelagat ray. Tangis aren tambah kencang di pelukan mamanya, dia bahkan enggak bisa berkata-kata lagi.
"Papa tahu ini ? kenapa papa ngerahasiain ini dari aku ?! dari aren !" ray mulai kehilangan kontrol emosinya.
"Ini semua permintaan alvin ray..."
"Kasih tahu kita semuanya sekarang pa" kata ray lirih.
"Papa sama mama minta maaf. Tapi ini semuanya memang permintaannya alvin, kalian tahu kan dia seperti apa. Selalu berusaha menjalani semuanya sendiri. Empat tahun lalu, hasil check up alvin menunjukkan bahwa ada sel kanker yang bersarang di darahnya, dia tahu itu, dan memohon buat enggak ngasih tahu siapa-siapa. Itu sebabnya, papa sama mama, mindahin kamu sama aren ke paris, tapi beberapa bulan lalu..." pak teo menghela nafas sebentar.
"Alvin tahu keadaannya semakin buruk, dia bilang dia pengen ada kamu dan aren di deketnya. Om sama tante juga minta maaf sama kalian, tapi ini semua bener-bener keinginannya alvin" sambung pak teo sambil melihat ke arah ify, rio, cakka dan iel yang menyimak dari tadi.
"Jadi alvin yang suka hilang dan bilang kalo dia lagi di singapur itu ?" tanya iel.
"Bohong, itu artinya dia lagi drop dan di rawat di rumah sakit" jawab pak teo.
"Gimana kondisi kak alvin sekarang dok ?"
"Dia itu kaya mujizat, empat tahun bertahan dari kanker, hanya dengan bermodalkan obat dan obat. Dia pasien saya yang paling lama, yang mampu bertahan hidup. Dia sangat mengerti kondisinya, tahu apa yang paling baik buat dia. Sebenernya saya sudah melarang dia untuk melakukan pertandingan kali ini, karena daya tahan tubuhnya yang berkali-kali turun dalam beberapa bulan terakhir. Tapi dia terus membujuk saya, dan selalu bilang, kalo dia siap menanggung semua resikonya, dia sadar ini mungkin pertandingannya yang terakhir..."
"Apa enggak ada yang bisa di lakuin lagi dok ?" tanya cakka.
"Sudah terlalu terlambat untuk kemo, tapi saya juga bukan Tuhan yang bisa menentukan umur seseorang. Empat tahun, tidaklah singkat untuk seorang penderita kanker"
"Terus apa yang bisa kita lakuin sekarang ?" kali ini giliran rio yang bertanya, sementara ify masih terus terisak di pelukannya.
"Semangati dia, sekarang dia lagi ada di masa kritis, bimbinglah dia untuk terus berjuang. Alvin sering cerita tentang kalian, dia sangat bangga sama kalian"
"Saya pernah baca, leukimia bisa di sembuhkan dengan cangkok sumsum tulang belakang, dan cangkok sumsum tulang belakang yang paling mirip biasanya terdapat di saudara si penderita" tiba-tiba via bersuara, beberapa pasang mata langsung menoleh ke arahnya.
"Ray pa, ray bisa jadi donor buat kak alvin, aren juga bisa pa, iya kan dok ?" tanya ray semangat.
"Enggak bisa sayang, alvin bukan kakak kamu" sekali lagi, perkataan mamanya yang singkat, membuat mereka kembali di penuhi oleh tanda tanya.
Cakka, iel, rio dan ify duduk di sekitar tempat tidur alvin. Mereka berhasil memaksa orang tua alvin, untuk mengijinkan mereka menjaga alvin malam ini. Mereka hanya terdiam, sibuk memandangi alvin. Yang di tubuhnya, terpasang berbagai alat. Ify sudah berhenti menangis, kini tangannya menggenggam tangan alvin. Rio terus mengusap-ngusap bahu ify, untuk menenangkan ify, dan dirinya sendiri.
"Lo udah kaya kakak buat gue vin" kata cakka lirih, semua mata menatap cakka dan tersenyum tipis.
"Gue masih inget, lo orang yang selalu ada saat gue butuh tanpa gue minta, lo yang selalu bisa ngasih gue rasa tenang saat emosi ngendaliin hati gue" lanjut cakka lagi. Cakka meraba tangan alvin yang terasa dingin.
"Ini balas budi gue vin, walaupun mungkin enggak sebanding" semua kembali menatap cakka dengan tatapan bingung.
_Flashback_
Alvin menghampiri cakka yang lagi sibuk sama psnya. Cakka menoleh ke arah alvin, yang masuk tanpa ketuk-ketuk dulu ke dalam kamarnya.
"Idih, enggak sopan lo vin"
"Lo juga suka gini kalo masuk kamar gue"
"Cuma gue yang boleh, elo mah enggak" kata cakka sambil ngejulurin lidahnya.
"Kok lo belum siap-siap ?" tanya alvin ganti topik.
"Emang ke pengadilan harus rapi ya vin ? lo sendiri ngapain disini ?"
"Iyalah, cepet sana lo ganti baju, kan gue mau nemenin lo"
"Nemenin gue ? asik..hehe..bentar ya vin" cakka langsung beranjak buat ganti baju. Alvin hanya tersenyum melihat kelakuan temannya. Setengah jam kemudian, alvin sama cakka udah duduk di dalem mobil mamanya cakka.
"Ma, mama belum jawab, cerai itu apa ?"
"Aduh sayang, mama lagi nyetir nih, jangan di ganggu dulu, oke.."
"Ya mama, vin lo kan pinter, tahu enggak cerai itu apa ?"

"Entar lo juga tahu sendiri cak.." cakka cuma bisa diem lihat alvin diem. Sesampainya di tempat, yang cuma cakka tahu namanya pengadilan itu, cakka sama alvin enggak langsung di bolehin masuk. Mereka di suruh nunggu di sebuah ruangan.
"Gue bt banget vin" sungut cakka sebal.
"Sabar cak.."
"Ngapain coba mama nyuruh gue ikut, kalo ujung-ujungnya gue di tinggal kaya gini"
"Bentar lagi cak.."
"Ayo kalian boleh masuk ke dalam" seorang ibu-ibu berseragam coklat menghampiri mereka. Cakka sama alvin cuma nurut aja.
"Dengan ini, saya putuskan perwalian anak jatuh kepada saudari dessy !!" cakka melihat seorang laki-laki tua berjubah hitam, menggetok-getokan palunya, dan menyebut namanya serta nama mamanya. Mamanya menoleh ke arahnya, dan langsung memeluknya. Tapi pandangan cakka tertuju pada papanya yang sudah dua minggu ini tidak dia temui.
"Pa, cakka kangen, ayo kita pulang" ajak cakka, saat papanya juga menghampirinya.
"Cakka, dengerin papa ya, mulai sekarang, papa enggak tinggal sama cakka. Tapi kalo nanti cakka mau ketemu papa, papa tetep selalu ada buat cakka. Sekarang cakka, harus jadi lebih dewasa ya, cakka harus jaga mama" papanya berlutut didepan cakka, dan berkata dengan sangat bijak.
"Kenapa pa ? papa pindah rumah ?"
"Iya. udah sana pulang sama mama, besok kita jalan-jalan ya" cakka cuma mengangguk, lalu ia mengikuti mamanya yang berjalan ke luar. Tanpa di duga-duga, alvin memegang erat tangan cakka.
"Vin.."
"Apa ?"
"Gue masih enggak ngerti apa itu cerai, tapi kok disini sakit ya ?" cakka menunjuk dadanya, alvin menepuk-nepuk pundak cakka.
"Lo kan pinter, suka baca buku. Di buku lo ada cara buat bikin papa gue tinggal di rumah gue lagi enggak ?" tanya cakka lagi. Alvin menghentikan langkahnya dan menatap cakka.
"Kita kan cowok cak, cowok itu enggak boleh lemah. Papa lo tetep bakal selalu ada buat lo, gue juga sama anak-anak yang lain, tenang aja" kata alvin sambil tersenyum, cakka juga ikutan senyum, meski ia tidak begitu mengerti. Tapi kata-kata alvin, cukup menenangkannya.
_Flashbackend_
"Kejadian itu, pas kita kelas tiga sd, enggak akan pernah gue lupa" temen-temennya yang lain cuma diam menyimak cerita cakka.

"Alvin juga udah kaya kakak buat gue" timpal ify pelan.
"Dia selalu ngelindungin gue dengan caranya, selalu tahu apa yang gue rasain. Dan gue enggak tahu apa-apa yang dia rasain" air mata kembali hadir di pelupuk matanya, tapi ify buru-buru mengahapusnya.
"Udah cukup tadi gue nangis vin, gue enggak akan nangis lagi, gue janji. Tapi lo juga harus janji, lo harus bangun ya, lo lihat kita disini semua nungguin lo. Inget, bentar lagi world cup udah mau mulai, gue janji kali ini seriusan gue nemenin lo begadang deh, oke, bangun ya.."
"Kamu pernah begadang sama alvin fy ?" tanya rio bingung.
"Waktu itu, gue abis putus sama debo yo. Tengah malem gue nelpon alvin, dan ternyata dia lagi nonton bola. Lo tahu kan, gimana alvin kalo udah nonton bola ?"
"Enggak mau di ganggu" jawab iel memotong kata-kata ify.
"Iya, tapi dia tetep ngangkat telpon gue, dengerin gue ngelantur sana-sini ngomongin debo, padahal gue jelas-jelas tahu dia lagi konsen nonton bola. Terus, ujung-ujungnya gue malah maksa dia buat nyanyi, gue bilang kalo dia nyanyi gue bakal nemenin dia begadang sampai pagi, tapi yang ada gue malah ke tiduran" ify tersenyum sendiri.
"Dia emang selalu peduli sama orang, kelewat peduli malah" komen cakka sama cerita ify.
"Masih inget enggak, waktu kita ke puncak, terus neriakin mimpi-mimpi kita di kebun teh. Kalo hitungan gue enggak salah, berarti saat itu, alvin udah tahu kalo dia sakit" ujar iel sambil menerawang.
_Flashback_
Mereka berempat liburan di vilanya rio di daerah puncak. Setelah cukup stress menghadapi ujian semester satu kemarin. Mereka semua begitu menikmati pemandangan hijau yang membentang di depan mereka, sebuah mahakarya yang jauh lebih indah ketimbang gedung-gedung buatan arsitek ternama yang sering mereka lihat di Jakarta.
"Gue betah banget deh disini" kata ify sumringah sambil melihat keempat temannya yang lain.
"Gue juga, enggak ada asap polusi" timpal iel.
"Enggak ada banjir" celetuk cakka.
"Dan enggak ada macet" ucap rio.
"Ada tahu, puncak kan macet, kemarin aja kita dari jakarta, tiga jam lebih" sahut ify.
"Tapi disini kan enggak macet fy" balas rio sambil menunjuk kebun teh di depannya.
"Kalo lo lihat jakarta di daerah yang sepi juga enggak macet yo" sahut ify lagi.
"Mana ada ? di jakarta sih, kuburan aja rame" kata rio masih enggak mau kalah.
"Gue enggak jadi betah disini, kalo ujung-ujungnya lihat lo berdua adu bacot juga" ujar cakka.
"Setuju gue cak ! vin, lo doang yang belum bilang pendapat lo tentang puncak" iel mengalihkan pembicaraan.
"Dimanapun gue, selama ada lo berempat gue betah" simpel, sederhana, tapi terasa begitu berarti. Alvin duduk di bawah pohon, lalu diikuti teman-temannya yang lain.
"Lo semua pengen jadi apa ?" ify melontarkan pertanyaan, setelah beberapa menit hanya mereka habiskan dalam lamunan masing-masing.
"Gue sih udah jelas, pengen jadi musisi yang multitalend, yang bisa nyiptain lagu sendiri, yang bisa mainin semua alat musik, yang bisa konser di luar negri.." ucap rio yakin.
"Kalo gue, pengen punya perusahaan rekaman, sama kaya promotor gitu. Gue pengen bisa datengin artis-artis luar negri, sama nerusin mimpi orang yang suka musik" kata iel enggak kalah yakinnya.
"Gue mau jadi pemain basket internasional yang bisa main di nba terus di gemarin cewek-cewek di seluruh dunia..haha.." cakka tertawa sendiri, sementara teman-temannya memandangnya dengan tatapan yang seolah berkata ngarep-banget-lo !.
"Gue sih enggak muluk-muluk, cuma pengen jadi pianis nomer satu di indonesia, kalo bisa di dunia" ify menjawab pertanyaannya sendiri.
"Lo apaan vin ? pemain bola ya pasti" tebak rio sok yakin.
"Kalo lo mau jadi pemain bola, kenapa tawaran buat masuk klub junior lo tolak ?" cakka nyamber.
"Ih lo berdua diem dong, alvinnya aja belum jawab" bela ify gemas.
"Gue cuma mau jadi orang baik doang"
"Ah enggak seru banget cita-cita lo, semua orang juga mau jadi orang baik vin" timpal iel.
"Tapi enggak semua orang bisa kan ?"
"Maksudnya ?" tanya ify enggak ngerti.
"Iya, baik itu kan relatif, bisa aja si ini bilang gue baik, dan si itu bilang gue jahat. Jadi enggak gampang jadi orang baik" jelas alvin.
"Terus orang baik yang lo mau kaya apa ?" tanya rio.
"Gue pengen jadi orang yang duduk di baris paling depan buat nonton konser lo sama ify, gue mau jadi orang yang teriak paling kenceng buat nyemangatin cakka, gue juga pengen jadi orang yang siap sibuk buat bantuin iel. Mau jadi anak yang baik buat orang tua gue, kakak yang hebat buat ray sama aren, dan sahabat yang selalu ada buat kalian"
"Kata-kata lo ketinggian ah, tapi makasih ya, entar lo gue kasih tiket gratis di setiap pertandingan gue" celetuk cakka, yang membuat semuanya tertawa.
_Flashbackend_
"Dan sekarang gue baru tahu, kalo itu beneran impiannya alvin yang tulus dari hatinya dia" iel berkata lirih, kenangan itu seolah menari di depan matanya.
"Lo belum ngeraih mimpi lo vin, lo emang udah berhasil jadi orang baik, tapi lo baru nonton pertandingan gue disini, belum di amrik sono, gue tahu lo enggak bakal nyerah, lo enggak boleh nyerah" cakka memberi semangat ke alvin, tapi sebenernya itu lebih terdengar untuk menghibur dirinya sendiri.
"Lo juga belum lihat konser gue vin, argghh !! lo kenapa sih vin, kenapa lo enggak cerita sama kita ?!" rio mencak-mencak sendiri.
"Gue tahu lo sukanya main rahasia-rahasiaan, tapi enggak gini caranya ! lo pikir lo hebat bisa nyembunyiin ini dari kita !! gila lo vin !!"
"Rio lo apaan sih ?!" iel megangin rio yang kaya orang kesetanan.
"Kita semua sedih yo, enggak kamu doang, alvin enggak suka lihat emosi kamu yang kaya gitu" ify merangkul rio, dia tahu rio sama seperti lainnya, enggak mudah menerima ini.
"Kemarin gue baru ketemu dia, dia masih senyum-senyum aja, masih mikirin cara gimana gue bisa nembak ify, masih ngingetin gue biar dateng ke pertandingannya, masih mau gue suruh jemputin ify, kemarin dia..arghh !!" ify merekatkan rangkulannya ke tubuh rio.
"Enggak ada yang tahu yo ! kalo gue tahu keadaan alvin, gue bakal jadi orang pertama yang ngelarang dia main bola !!" sahut cakka ke rio.
"Dia berkali-kali bilang, pengen lihat gue jadian sama ify, dan gue berkali-kali bilang ke dia, buat ngaku ke nova. Sekarang dia malah kaya gini.." nada rio melemah.
"Mending sekarang kita berdoa buat alvin, berdoa dimulai.." iel memimpin mereka semua, dan dalam kekhusyukkan masing-masing, mereka mulai melantunkan permohonan-permohonan yang isinya tentang kesembuhan alvin.
Ray dan aren tidur-tiduran di kamarnya alvin, mereka benar-benar terpukul atas kejadian ini. Mata aren sampai bengkak, dan ray, tatapan matanya kosong, enggak ada pancaran penuh semangat seperti biasanya.
"Kak alvin tetep kakak kita kan" kalimat yang lebih mengarah ke pernyataan ketimbang pertanyaan yang keluar dari bibir aren.
"Iya.." jawab ray lirih.
"Aren enggak peduli, kalopun kak alvin bukan anak kandung mama sama papa, kak alvin tetep kakaknya aren yang paling hebat"
"Kak alvin kakak yang paling sayang sama adek-adeknya" tambah ray. Lalu mereka berdua kembali terdiam.
"Tidur ren, udah malem banget, besok kita ke rumah sakit" ray membujuk adeknya yang terlihat sangat menyedihkan.
"Kita tidur disini ya kak, aren suka bau khasnya kak alvin" ray hanya mengangguk. Aren memejamkan matanya, dan enggak berapa lama kemudian, tertidur. Ray menyelimuti aren dengan selimutnya alvin, dia sendiri, tidur-tiduran di sofa kamarnya alvin.
'gue belum siap jagain aren sendiri kak' batin ray pedih.
Keesokan paginya. Ray dan aren ke rumah sakit, sekalian ngebawain sarapan titipan mama mereka buat ify, rio, cakka dan iel.
"Enggak pada tidur kak ?" sapa ray setelah mengecek keadaan kakaknya terlebih dahulu.
"Pada enggak bisa nyenyak tidurnya ray.." ifylah yang menjawab.
"Makasih ya kak, udah jagain kak alvin. Kalo mau pada pulang, pulang aja. Entar siang mama sama papa mau jaga disini" ucap aren tulus.
"Kita lebih lega kalo jagain alvin disini ren" kata iel.
"Kak alvin enggak nunjukkin tanda apa-apa kak ?" tanya ray berharap.
"Enggak ray, dia terlalu tenang tidurnya" ujar rio.
"Gue biasa lihat alvin diem, tapi kali ini, gue beneran berharap ada respon dari dia" timpal cakka.
"Kak nova, mungkin kalo ada kak nova disini, kak alvin bisa semangat !" usul aren.
"Iya, alvin kan selalu bilang kalo nova tuh pemberi semangat buat dia" celetuk ify.
"Ya udah ayo kita ke rumahnya nova" ajak rio.
"Gue aja sama siapa gitu ke rumah nova, ada yang tinggal disini buat jagain kak alvin" kata ray. Setelah berunding, di putuskan ray, rio sama iel yang ke rumah nova, ify mau ikut, tapi dia enggak tega lihat aren yang kayanya labil banget.
Entah kenapa, nova sangat gelisah pagi ini. Dari kemarin dia kepikiran tentang kak alvin, yang tiba-tiba pingsan di tengah-tengah pertandingan. Padahal nova yakin banget, kak alvin menatap matanya sebelum ia mencetak gol. Dari kemarin ia berusaha mencari informasi dari acha, tapi acha bilang kak iel belum pulang dari rumah sakit, jadi dia enggak tahu kondisinya kak alvin.
"Gue kenapa sih ? kenapa gue ngerasa kak alvin itu...aduh..nova lo mikirin apa sih, ngaco banget.." nova memukul-mukul pelan kepalanya sendiri. Dia mengambil hpnya, mencari nama ray dalam kontaknya, dan mau menekan tombol calling...
"Non, ada temennya di depan" bi ina memberitahunya dari balik pintu kamarnya. Nova pun mengurungkan niatnya untuk menelpon ray, dan segera melihat siapa yang datang ke rumahnya.
"Ray ? kak iel ? kak rio ?" tanya nova heran.
"Gimana keadaannya kak alvin ?" tanya nova lagi.
"Bisa ikut gue bentar enggak nov ?"
"Kemana ray ?"
"Please, entar gue jelasin. sekarang lo ganti baju ya.." ray memaksa dengan nada memelas yang bikin nova enggak tega.
"Tunggu bentar, di minum dulu gih.." tawar nova sambil beranjak masuk ke kamarnya buat ganti baju. Nova di liputi kebingungan dan tanda tanya besar, ketika ketiga cowok itu membawanya ke rumah sakit. Dia emang nebak kalo bakal di ajak nengok kak alvin, tapi caranya yang agak pemaksaan ini, bikin dia jadi mikir, emang dia siapanya alvin.
Nova masuk setelah ray ke kamar alvin, dia langsung menghampiri tempat tidur alvin. Tangannya reflek menyentuh tangan alvin. Kakak kelas yang biasanya terlihat setegar batu karang itu kini tergolek tanpa daya. Bagai aliran sungai kecil di pipinya, air mata nova turun perlahan.
"Kak..alvin.." panggil nova terbata-bata. Dia sendiri tidak mengerti mengapa air mata itu harus menetes, tapi dadanya begitu sesak, melihat keadaan alvin. Seperti ada ikatan batin tak terlihat dia antara mereka berdua.

Komentar

Postingan Populer