Best Friends nd Love with Line part 4
Cakka
senderan di motornya, dia sendiri enggak tahu kenapa, tapi rasa
penasarannya udah nguasain hatinya seharian ini. Ya, ini semua tentang
agni, satu-satunya cewek yang enggak meleleh kena pesonanya cakka.
Parkiran udah hampir kosong, dan cakka masih aja nunggu, dia mengamati
motor besarnya agni yang terparkir tepat di samping motornya, dan
berdecak kagum sendiri.
"Hmm, cewek ini emang beda" kata cakka ngomong sendiri.
"Eh,
ngapain lo ngelihatin motor gue ? mau maling lo ?!" cakka memutar
badannya, dan melihat agni udah berdiri sambil berkacak pinggang.
Penampilannya sama seperti tadi pagi, dia sudah mengganti roknya dengan
celana panjang, rambutnya di kucir asal, tas rangsel warna hitam polos
menggantung di lengan kanannya.
"Gue
? maling ? eh, tampang cakep kaya gini juga, di bilang maling ! lagian
motor gue juga lebih bagus daripada motor lo !" seperti biasa cakka
enggak bisa alus kalo sama agni.
"Terus lo ngapain ngelihatin motor gue mupeng ? banci !"
"Yang banci itu lo ! mana ada cewek kaya lo ! naik motor pake celana, cewek gagal !" agni menghampiri cakka.
"Plakk !" satu tamparan super panas mendarat di pipi cakka.
"WOI SIAPA LO NAMPAR-NAMPAR GUE ?!" emosi cakka tersulut.
"MINGGIR LO GUE MAU BALIK !"
"BALIK ? SELESEIN DULU URUSAN LO SAMA GUE !"
"APA
? LO MAU BALES NAMPAR GUE ? TAMPAR AJA !" agni sama cakka malah adu
bacot dan tanpa sadar mereka udah jadi pusat perhatian anak-anak yang
tersisa di sekolah, termasuk iel sama via yang lagi sibuk ngurusin osis.
"Yel" panggil seorang anak ke iel.
"Apaan ?"
"Si
cakka berantem tuh di tempat parkir" iel melirik ke arah anak itu,
tanpa pikir panjang dia langsung lari menuju parkiran, via yang juga ada
di situ ikut-ikutan lari sama iel.
"Cakka, lo ngapain ?" tanya iel bingung sambil berdiri di antara cakka sama agni, yang kayanya udah ngibarin bendera perang.
"Awas
lo yel ! urusan gue sama dia tuh !" tunjuk cakka ke agni. Iel jadi
bingung, kenapa cakka yang selalu lembut ke cewek jadi gini ke agni,
tapi dia juga enggak bakal biarin cakka berantem sama agni, akhirnya
dengan usaha ekstra, dia berhasil narik cakka dan ngebiarin agni pulang
gitu aja.
"Kok lo malah biarin dia pulang sih ?" tanya cakka kesel.
"Dia cewek sob, lo enggak malu apa ribut sama cewek"
"Mana ada cewek kaya dia ?!" iel cuma diem, dia tahu cakka masih sewot.
"Nih
cak minum dulu, tenangin dulu diri lo" via menyodorkan sebotol aqua
dingin sambil tersenyum. Cakka menerimanya dan langsung menenggak sampai
abis setengah. Sementara iel, dia merasa enggak nyaman dengan keadaan
ini, ada yang beda di hatinya.
"Thanks vi, ya udahlah gue cabut dulu ya" kata cakka sambil beranjak, iel cuma mengangguk.
Cakka
memacu motornya dalam keadaan normal, entah kenapa dia jadi agak males
pulang ke rumah dulu. Dia malah meyusuri jalan-jalan di komplek
rumahnya, dia tertegun ketika melihat sebuah motor yang familiar olehnya
terparkir di sebuah rumah, entah kenapa cakka berhenti sejenak, untuk
memperhatikan rumah itu.
"Jadi ini rumahnya agni" gumam cakka sendiri. Dia baru hendak menyalakan kembali motornya, ketika..
"PRANGG
!! BRAAKK !! " cakka kaget sendiri, dia enggak ngerti apa yang terjadi.
Cakka langsung ngeluarin hpnya dan pura-pura nelpon saat melihat ada
seorang bapak keluar dengan kasar dari rumah itu, dan pergi dengan
mobilnya. Pintu rumah itu terbuka lebar, tapi cakka tahu itu bukan
berarti juga dia bisa masuk seenaknya, apa lagi kalo bener ini rumahnya
agni, bisa abis dia. Tapi hatinya ragu, ada perasaan yang memaksanya
untuk memasuki rumah tersebut.
"masuk..enggak..masuk..enggak..masuk.."
cakka malah tangtingtung pake jarinya. Pelan-pelan tapi pasti, cakka
mutusin buat masuk, dia sempat berhenti waktu tinggal selangkah lagi
dari pintu depan rumah agni. Dia ngambil napas dalam-dalam, siap
nanggung segala resiko, dan dia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam
rumah itu.
Cakka
kaget lihat kondisi rumah itu, berantakan enggak karuan. Ada bekas
pecahan vas bunga, pigura poto, hiasan dinding. Keadaannya mungkin cuma
sebelas duabelas sama kalo abis gempa atau angin puting beliung. Dan,
cakka tambah kaget, ngelihat agni terduduk lemah di lantai, keliatan
enggak berdaya, wajahnya menunduk, dan badannya bergetar hebat.
"Agni.."
cakka memanggil agni pelan, tapi enggak ada respon apapun dari agni,
cakka tahu ini kesempatan terakhirnya buat pulang dan pura-pura enggak
tahu apa-apa, karena dia emang enggak tahu apa-apa. Tapi dia juga bukan
cowok pengecut kaya gitu.
"Agni.." panggil cakka sekali lagi, kali ini dia sambil menepuk pundak agni pelan.
Agni
noleh ke arah dia, tatapannya kosong, matanya basah, enggak ada lagi
tatapan galak atau nyebelin, tapi tatapan yang ini terlihat lebih nyata
dan asli.
"Sori, lo kenapa ?" tanya cakka iba.
"...."
agni diem aja, tapi badannya masih bergetar hebat, dia mendekap kedua
lututnya. Cakka melepaskan jaketnya, dan memakaikannya ke agni. Agni
memandang cakka, tapi tatapannya masih lirih. Cakka ingin memeluk agni,
seperti yang ia biasa lakukan pada cewek lainnya, tapi dia ingat, agni
berbeda.
"Lo
enggak usah sok peduli sama gue" akhirnya agni mengakhiri kebisuannya,
tapi nadanya terlalu menyedihkan, tetap bukan seperti agni yang
biasanya.
"Gue
enggak sok, gue emang peduli" untuk pertama kalinya, cakka juga enggak
pake emosi nanggepin agni. Agni kembali diam, cakka pun ikut terdiam,
tapi matanya tertarik sama secarik poto dari pigura poto yang pecah di
lantai, dalam diam dia memungut itu, dan melihat poto itu.
Di
dalam poto itu, ada dua orang, seorang anak perempuan, di kucir dua
dengan poni depan, sedang memegang lolipop dan tangan lainnya
bergandengan dengan seorang anak laki-laki yang sepertinya lebih tua
beberapa tahun darinya.
"Ini
lo ya ? terus yang ini siapa ?" cakka mencoba mencairkan suasana. Tapi
agni tetap diam. Cakka enggak ada ide lagi, dia malah bersihin semua
barang yang berserakan, sementara agni tetap terduduk di lantai, tidak
bergeming sedikitpun.
"Nih
minum dulu, sori ya gue lancang masuk dapur lo" cakka menyodorkan
segelas teh manis anget. Agni menerimanya walau tetap diam.
"Sahabat gue, ify, selalu bilang kalo aroma teh selalu bisa bikin kita ngerasa tenang" sambung cakka lagi.
"Kok
bisa ya, baru beberapa jam yang lalu kita adu mulut, eh sekarang
diem-dieman gini" cakka masih ngomong sendiri. Agni mulai menatapnya.
"Ya
udahlah, udah lama gue disini, mungkin lo emang lagi butuh sendiri,
tapi beban itu harus di bagi lho, gue balik ya" cakka bangkit dan pamit,
dia baru sampai pintu rumahnya agni, waktu..
"Dia riko, kakak gue" kata agni lirih, cakka berbalik dan duduk lagi di samping agni.
"Yang di poto tadi ?" tanya cakka memastikan, agni cuma mengangguk.
"Terus sekarang dia dimana ?" tanya cakka lagi.
"Udah meninggal dua tahun lalu" cakka merasa tidak enak mendengar jawaban agni.
"Maaf gue enggak.." cakka bingung sendiri mau ngomong apa.
"Enggak apa-apa kok"
"Tapi di poto itu lo cewek banget ya, beda deh sama sekarang" kata cakka yang niatnya mau ngehibur agni.
"Dulu gue emang kaya gitu, sebelum dia pergi" cakka jadi tambah enggak enak, kayanya apa yang dia omongin, selalu salah.
"Pasti
lo bingung ya, pas tadi pertama kali masuk rumah ini, ini semua ulah
bokap gue.." agni menggantung kata-katanya, tapi cakka udah mutusin jadi
pendengar yang baik aja, takut salah ngomong lagi.
"Dulu
keluarga gue bahagia banget, kak riko itu idola gue, dia juga anak
kebanggaan orang tua gue, sampai tiba-tiba suatu hari, kak riko jadi
korban tawuran, cuma korban, dia enggak tahu apa-apa padahal. Semenjak
saat itu, kebahagiaan kaya menjauh dari hidup gue, jauh banget, nyokap
gue jadi sakit-sakitan, dan bokap gue jadi jarang di rumah. Puncaknya,
tiga bulan kak riko enggak ada, nyokap gue juga meninggal.." agni
berhenti lagi, kali ini untuk menghapus air matanya.
"Semenjak
hari itu, bokap gue jadi beda banget. Dan gue, gue tahu enggak bisa
bertahan lagi kalo gue tetep jadi agni yang lemah, gue ikut karate, gue
potong rambut gue, gue bikin semua orang takut sama gue, gue enggak
peduliin orang lain lagi, gue berusaha jaga diri gue sendiri" cakka
langsung mengerti, dia nepuk-nepuk pundaknya agni.
"Motor itu punya kak riko, satu-satunya barang yang tersisa"
"Satu-satunya ?" tanya cakka bingung.
"Gue
baru pindah rumah, waktu itu bokap gue sempet kalap dan dia hampir
ngebunuh gue, untung gue sempet lari, dia minta maaf, dan ngajak gue
buat mulai semuanya dari awal. Kita tinggalin rumah kita yang lama,
dengan semua kenangan tentang kak riko dan mama, semuanya, kecuali motor
itu. Tapi tadi, gue juga enggak tahu kenapa, bokap gue marah-marah
lagi, dia mulai ancurin semuanya lagi.." lagi-lagi agni menangis, tapi
kali ini cakkalah yang menghapus air mata agni.
"Makasih, cuma lo yang tahu tentang ini, gue percaya sama lo" cakka mengangguk.
"Kalo
gue boleh ngomong, dengan lo kaya gini, lo tetep lemah, kuat di luarnya
doang, tapi dalem lo ancur lebur. Lo harus bangkit, jadi diri lo
sendiri, lepas topeng lo ag, lo pasti bisa" agni menatap cakka dan cakka
membalas tatapan agni, dalam hitungan detik ke lima agni sadar dan
mengalihkan matanya ke arah lain.
"Percaya
deh sama gue, lo bisa" cakka menjulurkan kelingkingnya, dan agni
mengaitkan kelingkingnya di kelingking cakka. Lalu mereka tertawa
bersama.
***
Iel menatap langit-langit kamarnya, moodnya masih ancur semenjak menyaksikan senyuman via untuk cakka.
"Kenapa gue jadi kaya gini sih ?!" iel berantakin rambutnya sendiri.
"Dia
selalu senyum ke orang, tapi enggak pernah senyum ke gue ? salah gue
apa coba sama dia ? lagian..aduh..gue kenapa sih !!" iel teriak-teriak
sendiri.
"Kak lo kenapa ?" kepalanya acha nyembul dari balik pintu.
"Ngapain lo disitu ?" tanya iel jutek, acha pun langsung masuk ke dalam kamar iel.
"Tadinya
sih di suruh manggil makan malam, tapi lo lagi ada masalah kak ?" tanya
acha penuh selidik. Iel melirik ke acha, tapi dari pada dia stress
sendiri, mending di bagi-bagi kan.
"Gue
bingung deh cha, gue kan selalu ramah ya sama orang, selalu menebar
senyum ke orang-orang, selalu bikin fans-fans gue tergila-gila...."
"Stop deh kak, kalo lo mau narsis, jangan sama gue, oke" potong acha cepat.
"Gue
serius nih cha, tapi ada satu orang yang enggak pernah nanggepin senyum
gue, senyum gue doang, padahal kalo sama orang lain sih dia baik
banget, sama cakka aja tadi dia ramah, tapi kalo sama gue, tobat deh
juteknya, ampun-ampunan" curhat iel panjang.
"Cewek kak ?"
"Ya iyalah, gue normal cha"
"Lo suka ya sama cewek itu, lo jealous ya ?" iel kaget denger pertanyaan acha, tapi itu ngena banget di hatinya.
"Ye
kok diem sih, enggak asik ah. Udah ya lo usaha bikin dia tertarik sama
lo, lo pasti bisa kok, oke" acha pergi gitu aja ninggalin iel yang masih
diam
'gue suka sama via, apa iya ?' tanya iel dalam hati.
Dalam
kamarnya, nova melihat-lihat tumpukan kertas-kertas yang ia simpan rapi
dalam satu kotak. Dia sendiri enggak tahu kenapa, kenapa dia malah
nyimpenin memo dan surat-surat dari secret admirernya itu. Awalnya dia
nerima ini emang risih, tapi akhir-akhir ini, nova malah suka menunggu
atau kadang menebak, kira-kira apa lagi yang bakal orang itu kasih buat
dia.
selamat ulang tahun ya my little sunshine, semoga little bear ini bisa selalu bikin kamu secerah biasanya
Nova
tersenyum sendiri melihat salah satu memo yang ia dapatkan di hari
ulang tahunnya, percaya atau tidak, selalu ada memo yang datang pukul
dua belas tepat di depan beranda kamarnya bersama dengan sekotak kado.
nilai seratus ! ada coklat nih buat kamu
atau memo-memo lain yang selalu pas dengan keadaanya.
Happy valentine ya, jangan terima date cowok lain oke ?? haha
dan
sampai sekarang dia belum tahu juga siapa orang ini, orang yang selalu
setia menemaninya, lewat tulisan-tulisannya, lewat barang-barang yang
selalu ia berikan, apa benar dugaan acha, kalo orang ini terlalu jelek
sehingga dia tidak mau menampakkan dirinya. Tapi entah kenapa, nova
merasa orang ini telah diam-diam mencuri hatinya.
Tangannya memegang secarik kertas, surat terbaru yang ia terima dari pengagumnya itu.
hai, my girl..
suara kamu kedengeran lho sampe tempat aku..hahaha
tapi aku seneng kok, seneng banget, bikin aku semangat
hmm..
kamu tahu namanya penyesalan ??
menurut kamu apa penyesalan itu sesuatu yang bodoh ?
buat aku penyesalan adalah sebuah penyangkalan tentang kesalahan kita di masa lalu
bingung ya kenapa aku nulis kaya gini ?
bukan, tebakan kamu salah, aku bukan lagi nyesel
aku cuma lagi bingung, apa sesuatu yang aku jalanin sekarang
akan bikin aku menyesal suatu hari nanti..
serius banget ya ?? haha..
abis aku lagi bingung mau ngegombalin kamu apa
ya udahlah, berharap kamu masih mau baca ini ya
jangan bosen dulu, aku masih butuh senyuman kamu
tapi aku seneng kok, seneng banget, bikin aku semangat
hmm..
kamu tahu namanya penyesalan ??
menurut kamu apa penyesalan itu sesuatu yang bodoh ?
buat aku penyesalan adalah sebuah penyangkalan tentang kesalahan kita di masa lalu
bingung ya kenapa aku nulis kaya gini ?
bukan, tebakan kamu salah, aku bukan lagi nyesel
aku cuma lagi bingung, apa sesuatu yang aku jalanin sekarang
akan bikin aku menyesal suatu hari nanti..
serius banget ya ?? haha..
abis aku lagi bingung mau ngegombalin kamu apa
ya udahlah, berharap kamu masih mau baca ini ya
jangan bosen dulu, aku masih butuh senyuman kamu
ps : ada coklat di pot bunga samping kelas kamu
Nova
mendekap surat itu, membiarkan kata-kata itu menari menemaninya menuju
alam mimpi, berharap sedikit saja dapat membayangkan atau mungkin
bertemu dengan penulisnya disana.
Entah
sudah untuk keberapa kalinya ify melirik jam di tangannya. Dia duduk
dengan gelisah, jantungnya berdegup enggak jelas, tangannya berkeringat
dingin, tapi dia udah mantepin hatinya buat ngedepin hari ini, dan harus
hari ini.
Dilihatnya
dari jauh, debo turun dari mobilnya sambil nenteng-nenteng gitar. Ify
emang ngajakkin debo ketemuan, semenjak curhat dan disaranin sama alvin
buat ngobrol berdua sama debo, ify jadi kepikiran, dan akhirnya kemarin
dia mutusin buat nelpon debo dan ngajakkin debo ketemuan di sebuah kafe
tempat langganan mereka dulu.
"Lama
ya fy ?" debo seperti biasa tersenyum ramah dan langsung duduk di
depannya ify, sementara ify yang dari tadi berjuang buat ngumpulin
keberaniannya malah cuma bisa lihatin lantai doang.
"Ada apaan sih fy di lantai ?" tanya debo iseng.
"Ya
fy, lo kenapa kok diem aja ? kan yang ngajakkin ketemuan lo" ify
melirik ke arah debo, mencoba tersenyum, dan ify tahu senyumnya maksa
banget. Debo sih tetep santai-santai aja, dia malah mulai metik-metik
senar gitarnya.
"Nyanyi dong de" kata ify pelan, debo tetap tersenyum, tapi sepertinya dia emang ingin bernyanyi.
"Sudahlah
sayangku jangan pernah sesali yang terjadi, kini kita bertemu hanya tuk
melepaskan rindumu, nikmati detik indah yang mungkin takkan pernah
terulang, semoga bagimu kan menjadi sesuatu yang indah tuk di kenang.."
debo menyanyikan sepotong lagu, ify langsung menengguk minumannya,
terlalu pas lagu yang debo nyanyikan dengan keadaan saat ini.
"Kok lagu itu de ?" ify tahu pertanyaannya konyol, tapi emang cuma itu yang mampir di otaknya dia.
"Emang
mau nyanyi lagi apa fy ? oh ya fy, maaf ya, gue enggak bisa lama-lama,
gue udah ada janji" ify tahu, dia enggak bisa ngulur-ngulur waktu lagi.
"De,
gue masih sayang sama lo" kata ify lirih, dia juga enggak nyangka, kok
mulutnya jujur banget, lancar lagi. Tapi debo cuma tersenyum.
"Gue
tahu fy, gue bisa ngerasain itu, bukan gue gr atau kepedean, tapi emang
itu terasa banget" ify kaget banget denger kata-kata debo.
"Maaf de, kalo ini bikin lo enggak nyaman"
"Bukan
fy, bukan gitu, gue cuma kasian sama lo kalo gini terus. Cerita kita
udah selesai fy, dan itu cuma jadi sebuah masa lalu yang lebih enak buat
di kenang. Gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarang, dan lo juga
harus kaya gitu" kata debo serius kali ini, matanya menatap ify.
"Kasih
tahu gue gimana caranya gue bisa ngelewatin ini kaya lo ngelewatin ini ?
alvin bilang gue cuma terobsesi sama lo" nada ify bener-bener pasrah.
"Mungkin
alvin bener, atau kalopun salah, mereka selalu ada kan fy buat lo,
sementara gue ? gue bahkan enggak peduli sama lo, kita udah jauh berubah
fy, lo harus realistis" ify diem mencoba mencerna kata-kata ify.
"Gue
udah beda fy, lo enggak bakal nemuin gue yang dulu lagi. Dan kita bisa
tetap temenan kan ?" sambung debo kali ini dia mulai tersenyum lagi.
"Hati gue bahkan enggak yakin de, gue enggak tahu" ify mendesah pelan.
"Dengerin
gue ya fy, percuma kalo lo maksain ini, enggak bakal ada ending yang
bahagia mungkin. Lo terlalu baik kalo harus gue sakitin, mending lo
mulai buka hati lo, gue yakin cewek semenarik lo, banyak yang suka kok"
debo memegang bahu ify, dan menghadapkan ify ke arahnya.
"Makasih
ya de, mungkin lo bener, udah saatnya gue buka hati gue buat yang lain"
ify tersenyum, entah kenapa semua reaksi-reaksi aneh yang tadi dia
alami lenyap tanpa sisa.
"Nah
gitu dong, kalo lo sampe enggak senyum gara-gara gue, bisa abis gue
sama bodyguard lo itu, hahaha..." kata debo sambil tertawa, yang diikuti
oleh ify.
"Oik gimana de kabarnya ?" ify merasa masalahnya udah tuntas, jadi dia bisa membahas orang lain sekarang.
"Dia juga terlalu baik, sama kaya lo" ify bingung denger jawaban debo.
"Kenapa ?"
"Waktu
yang di sekolah sama toko buku itu, gue sengaja ngelakuin itu buat lo
lihat, karena gue berharap lo bisa lebih realistis sama gue fy, oke,
jangan salah paham dulu, tapi kesini-sini gue beneran udah tertarik sama
oik, tapi lo tahu enggak sih, kalo sekarang gue terkenal
playboy..haha.." lagi-lagi debo tertawa, tapi ify cuma menatapnya.
"Gue
enggak bakal tega, nyakitin cewek sebaik dia fy, gue juga bingung, gue
ngerasa nyaman sama dia, tapi di sisi lain, gue takut..."
"Debo
yang gue tahu, debo yang selalu bikin orang sekitarnya nyaman dengan
cara apapun, dan gue yakin lo bisa bikin oik selalu nyaman ada di deket
lo" potong ify cepat, dia heran kenapa hatinya biasa aja bilang kaya
gini, enggak ada sakit-sakitnya.
"Makasih
ya fy, haha, kita jadi balik nasehatin gini, eh fy gue kayanya harus
cabut sekarang deh.." kata debo sambil melihat jam tangannya.
"Oh ya udah, enggak apa-apa, duluan aja"
"Iya,
sori ya gue enggak bisa nganter lo, semoga setelah ini lo bisa nemu
orang yang peduli sama lo ya fy, lo tetep first love gue, dan kita
sama-sama ngenang itu dengan indah ya.." debo mengulurkan tangannya dan
ify menjabatnya, lalu mereka sama-sama tersenyum berdua.
***
Rio,
alvin, iel dan cakka duduk di sekeliling ify. Mereka juga enggak tahu
kenapa ify tiba-tiba nelpon dan minta mereka datang ke rumahnya.
"Gue abis ketemu debo" kata ify pelan, karena suasana suka jadi panas kalo nama debo disebut-sebut, dan kekhawatirannya tepat.
"Ngapain
lo ketemu debo ? enggak puas apa dia bikin lo kaya gini !" sahut rio
yang emang jadi darah tinggi kalo ngebahas debo. Iel yang duduk di
samping rio, berusaha nyubit-nyubit paha rio buat ngasih kode.
"Apa
sih yel, sakit tahu enggak ! lo mau sampe kapan fy kaya gini terus ?!
ada orang yang sayang sama lo !" ify bingung, dia ngelihatin iel, cakka
sama alvin.
"Rio bener fy, buat apa lo ketemu debo ?" tanya cakka.
"Buat bilang kalo gue masih sayang sama dia..."
"Ya
ampun fy ! lo itu cewek ! kemana harga diri lo bilang kaya gitu sama
cowok ?! gila ya lo, enggak abis pikir deh gue sama lo !!" rio langsung
ngamuk enggak jelas, motong kata-kata ify.
"Yo gue belum selesai ngomong, gue.."
"Udahlah
fy, capek gue ! selalu debo, cuma debo kan, enggak ada yang lain !" rio
beneran marah, dia langsung berdiri dan pergi gitu aja, enggak bilang
apa-apa, ify juga berdiri mau ngejar rio.
"Lo
disini aja fy, biar gue" kata alvin mencegah, kemudian dia langsung
mengejar rio. Ify cuma bisa diem aja, iel sama cakka juga enggak tahu
mesti gimana lagi.
"Rio, tunggu" panggil alvin ke rio yang udah mau naik ke mobil.
"Apa sih vin ?" tanya rio masih kesel.
"Gue
tahu lo sayang sama ify, tapi bukan gini caranya, lo enggak mikir apa
betapa bingungnya ify ngelihat lo kaya gini" rio cuma diem aja, dia
masih bt.
"Gue bisa ngerasa yo, mungkin iel sama cakka juga, sayang lo beda ke ify, tapi lo bisa pake cara lebih normal kan ?"
"Kalo lo aja sadar, kenapa dia malah enggak vin ?"
"Butuh
waktu yo, lo setiap ketemu dia, diajakin ribut terus sih, kapan dia mau
nyadar perhatian dari lo, selalu ada jalan kok yo, kalo lo mau usaha"
jelas alvin, rio cuma manggut-manggut.
"Thanks bro, tapi gue lagi pengen sendiri.."
"Oke, gue tahu lo bisa" rio lalu masuk ke mobilnya dan segera pergi, sementara alvin kembali masuk ke rumahnya ify.
"Yel,
cak gue salah apa sih ke rio ?" tanya ify setelah daritadi mereka
diem-dieman. Iel sama cakka cuma bisa tatapan, mereka tahu rio kenapa,
tapi kayanya enggak mungkin mereka umbar gitu aja deh.
"Mungkin rio lagi banyak pikiran kali fy, jadi gitu" kata iel mencoba ngeles.
"Tapi
dia selalu kaya gini kalo gue ngomongin debo" iel sama cakka beneran
enggak tahu mau jawab apa, mana si alvin enggak balik-balik.
"Ya
gimana ya fy, kita kan udah nganggep lo kaya adek sendiri, apalagi rio
yang anak tunggal, dia kan dulu sering banget ngabisin waktu berdua sama
lo, dan semenjak lo sama debo, waktu lo berdua agak kurang gitu kan,
mungkin dia agak jealous gitu" kata cakka yang memberi penekan khusus
pada kata 'jealous' berharap sedikit aja ify sadar.
"Hah, emang childish sih tu bocah" jawab ify kemudian, yang bikin cakka sama iel lemas seketika.
"Sori lama.." kata alvin yang baru dateng lagi.
"Gimana rio vin ?" tanya ify, iel dan cakka kompak.
"Dia udah pulang, udah enggak apa-apa kok fy, oh ya lanjutin dong ceritanya" kata alvin lagi.
"Debo
malah nyuruh gue buat ngebuka hati gue buat orang lain, dia ngeyakinin
gue kalo kita emang udah selesai dan enggak akan pernah kembali, dan
entah kenapa gue ngerasa dia benar" ify melanjutkan ceritanya, alvin
cuma tersenyum mendengar cerita ify.
'ya si rio harusnya dia dengerin dulu lanjutannya' batin iel.
'harusnya rio denger yang bagian ini' kata cakka dalam hati.
***
Deva
mengamati aren yang sedang nonton tv, dia lagi nungguin ray yang
mandinya lama banget. Aren emang beda sekarang, enggak ada aren yang
semanja dulu, yang suka ikut-ikutan kalo ray sama deva lagi asik main
berdua. Aren kelihatan lebih dewasa dan tambah cantik.
"Kak deva ngapain bengong, sini sih nonton sama aren" ajak aren yang sebenernya salting dilihatin deva daritadi.
"Eh iya-iya, ray mandi lama amat sih" kata deva sambil duduk di samping aren.
"Haha, emang gitu kak, emang mau pada pergi kemana sih ?"
"Enggak tahu juga sih gue, kenapa ?" deva seneng banget, aren aktif ngajakin dia ngobrol.
"Sepi aja, week end gini aren di tinggal sendirian..hehe.." rasanya deva mau terbang lihat aren ketawa.
"Kak deva sakit ya, daritadi diem aja ngelihatin aren mulu, ada apa sih ?" pertanyaan aren barusan malah bikin deva kicep.
"Deva lagi kena virus cinta tuh ren" tiba-tiba ray nongol, deva langsung ngelempar ray pake bantal.
"Eh, gue udah rapi nih, sembarangan lo lempar bantal ke gue !" teriak ray sewot.
"Lo mandi dimana sih ? lama amat ! mau kemana kita ?" tanya deva yang bingung lihat penampilan ray rapi banget.
"Temenin gue ke rumah keke, oke" kata ray sambil nyengir.
"Buset dah, lo mau pdkt kenapa ajak-ajak gue ? ogah gue jadi kambing congek !"
"Ayolah
dev, kan lo sahabat terbaik gue, lagian masa lo enggak kasian sama gue
yang imut-imut ini" lagi-lagi sebuah bantal melayang ke arah ray, untung
ray sigap menghindar.
"Dev, jaga image dong di depan adek gue" goda ray yang bikin deva jadi diem, tapi kemudian dia jadi kepikiran satu ide.
"Oke deh ray, gue mau nemenin lo, tapi aren harus nemenin gue" kata deva santai sambil melirik aren.
"Kok bawa-bawa aren kak ?"
"Iya dong, tadi katanya sepi di rumah sendiri, mending ikut kan" ujar deva usaha.
"Ya dev, ganggu nanti kalo ada nih bocah" selak ray yang enggak mau di recokin.
"Enggak ada aren gue enggak mau nemenin" kata deva yang merasa menang.
"Ah lo gitu amat. ya udah ren, mau enggak lo ? cepet ganti baju sono"
"Mau dong, bentar ya.." kata aren sambil lari ke dalam kamarnya.
Karena aren ikut, jadilah mereka bertiga naik mobil, walaupun belum punya sim resmi, tapi kemampuan ray bisa di bilang okelah.
"Kok lo bisa tahu rumahnya keke ray ? kapan lo mulainya ?" tanya deva bingung, ray cuma nyengir, dan mulai bercerita.
_Flashback_
Semua
anak-anak ekskul musik udah pulang, kecuali ray dan keke. Ray sengaja
bilang ke rio, biar dia aja yang ngunci ruang musik. Keke seperti biasa
tetap diam sambil dengerin ipodnya, bahkan sepertinya dia enggak sadar
kalo anak-anak udah pada pulang.
"Kok belum pulang ke ?" tanya ray sambil menepuk bahu keke.
"Sori, kenapa ?" tanya keke balik sambil melepas ipodnya.
"Kok belum pulang ?"
"Oh
udah selesai ya, haha, keasyikan sendiri jadi enggak nyadar gue" ray
cuma diam ngelihat keke ketawa, berbeda dengan keke yang ia lihat selama
ini.
"Ehm,
nama lo siapa ya ?" tanya keke sambil menyodorkan tangannya, ray sampai
bingung, kok bisa keke secuek ini, sampai enggak kenal sama dia.
"Eh gue ray" jawab ray sambil membalas tangan keke.
"Maaf ya, gue emang enggak gitu peka sama lingkungan..hehe.." lagi-lagi keke ketawa.
"Haha,
lo jujur banget ya ? eh sambil jalan yuk, mau gue kunci nih" ajak ray,
keke cuma ngikutin. Mereka pun berjalan berdua menuju parkiran.
"Gue baru pindah disini dari semarang, enggak tahu apa-apa, susah adaptasi" kata keke curcol.
"Ya udah kita temenan, nanti gue kenalin juga ke temen-temen gue yang lain" tawar ray, memanfaatkan kesempatan pikirnya.
"Makasih, lo baik deh.." ray rasanya pengen loncat-loncat di puji keke.
"Haha, biasa aja. Pulang naik apa ke ?"
"Naik angkot.."
"Bareng aja yuk sama gue ?"
"Boleh
deh, ayo.." ray tambah seneng aja, seneng karena keke nerima tawarannya
dia, seneng karena keke bukan tipe cewek malu tapi mau.
_Flashbackend_
"Gitulah,
ternyata dia anaknya asik sob" cerita ray semangat, deva sama aren cuma
ngangguk-ngangguk aja. Enggak berapa lama kemudian, sampailah mereka di
rumah keke, ray langsung markirin mobilnya.
"Hai ray.." sapa keke yang lagi nyiram-nyiram bunga di depan rumahnya dia.
"Hai, rajin banget ke. Oh iya kenalin ini deva sahabat gue, yang ini aren adek gue.." kata ray sambil nunjuk deva dan aren.
"Deva.." kata deva singkat, males juga kalo harus ngenalin namanya yang panjang.
"Hai kak keke, aku aren.." kata aren ceria, yang di balas senyum sama keke.
"Mau kemana nih ray ?" tanya keke.
"Ke mall aja gimana ?"
"Iya ke mall aja" celetuk aren.
"Ye yang ditanya siapa, yang jawab siapa"
"Ke mall aja ya kak keke, oke" bujuk aren, keke cuma tersenyum lagi sambil mengangguk.
Mereka
berempat pun pergi ke sebuah mall, dengan alasan enggak boleh ganggu,
ray nyuruh deva nemenin aren ke tempat lain, aren sih oke-oke aja, deva
apa lagi.
"Mau kemana ren ?"
"Kemana ya kak enaknya, jalan-jalan aja deh, lihat-lihat" deva sih setuju-setuju aja, asal sama aren.
"Mau es krim enggak ren ?" tawar deva waktu ngelihat sebuah gerai es krim, yang suasananya romantis.
"Mau, di traktir kan ?"
"Iyalah,
ya udah ayo" reflek deva menggandeng tangan aren masuk ke gerai es krim
tersebut, aren yang kaget, cuma bisa pasrah. Deva yang baru sadar
tangannya gandeng tangan aren pas mau duduk langsung salting.
"Maaf ren.."
"Enggak apa-apa kok kak" potong aren cepat, lagian dia juga ngerasa aman kok.
"Mau
pesen apa ren ?" tanya deva ngalihin topik, setelah sama-sama
menyebutkan pesanannya, mereka malah cuma diem-dieman mikirin kejadian
barusan.
'aduh deva kok lo jadi mati kutu gini sih ?!' rutuk deva ke dirinya sendiri.
'garing nih, kak deva kok diem aja, biasanya semangat juga' batin aren.
"Ren.."
"Kak.." ucap mereka hampir bersamaan, keduanya lalu tertawa menyadari sikap aneh mereka.
"Kenapa ren, ladies first deh"
"Haha, enggak, cuma kok suasananya garing banget ya kak ?"
"Iya ya, ya udah lo cerita apa gitu, biar rame"
"Apaan kak ?"
"Ehm, waktu di paris, gimana ren ?"
"Ya
gitu, biasa aja sih, kerjaannya cuma sekolah sama balet, anak-anaknya
enggak kaya disini, enggak ada yang seru kaya kakak" deva menganggap itu
sebuah pujian terselubung dari aren.
"Disana emang enggak ada yang cakep-cakep ren, apa pada kalah cakep sama gue ?" tanya deva yang udah mulai bisa nyaman.
"Banyak kak yang cakep, tapi enggak tahu deh, aren sukanya yang made in idonesia kali ya..haha.."
"Kaya kakak ya ren ?"
"Haha, kakak tuh sama aja ya sama kak ray, narsis tingkat tinggi.."
"Beda lah ren, mending gue kemana-mana daripada ray.."
"Iya deh iya, es krimnya tambah satu ya kak..haha.."
"Haha,
boleh-boleh aja, asal setelah ini lo mau gue anter jemput" aren diem
dengar kata-katanya deva, deva juga jadi diem, kebawa suasana.
"Kalo enggak mau, enggak.."
"Mau kok kak, mau" potong aren cepat.
Sementara itu, ray sama keke lebih milih ngabisin waktu mereka sambil mainan di timezone.
"Haha, ayo dong ray masukin lagi" kata keke nyemangatin ray yang lagi mainan bola basket.
"Lo juga masukin dong ke" ajak ray sambil narik tangan keke.
"Oke, sini-sini.." keke dan ray ngambil bola basket yang sama, dan mereka cuma bisa tatap-tatapan dalam diam.
"Eh..ehm..ini bolanya" kata ray gelagapan.
"Iya makasih.." tapi keke sama ray tetap diam, sibuk sama jantung mereka yang gedebak-gedebuk enggak karuan.
"Ajarin
gue cara ngeshootnya dong" kata keke pelan sambil menyodorkan bolanya.
Tanpa kata-kata, ray langsung berdiri di belakang keke, tangannya diatas
tangan keke, yang lagi megang bola basket dengan posisi mau ngeshoot.
Dalam diam, mereka sama-sama tahu, kalo cupid telah beraksi dengan
panahnya.
Komentar
Posting Komentar