last part 5
Keringat
dingin membasahi tubuhnya, padahal ia telah berlindung di bawah
selimutnya yang tebal. Seperti ada yang terasa mengganjal dalam
tubuhnya, ia memutuskan untuk duduk di pinggir tempat tidurnya. Dengan
sedikit pusing dan tertatih-tatih, ia berjalan ke arah kamar mandi.
Suara
air dari kran wastafelnya langsung menemani kesepian yang dari tadi ada
di sekitarnya. Beberapa kali ia membasahi mukanya, kemudian ia menatap
pantulan dirinya di kaca. Sedikit bingung karena wajah itu terlihat
pucat. Dan tidak sampai beberapa detik kemudian, semua terasa berat,
pantulan di kaca yang semenjak tadi ia lihat menjadi berbayang,
tiba-tiba semua semakin buram, dan gelap.
***
Tangannya
sibuk mengoleskan lem ke berlembar-lembar foto yang ada di hadapannya.
Sebagai seorang anggota mading, tidak terlalu sulit untuknya, berkreasi
seperti ini. Via bahkan tidak mempedulikan waktu yang kian larut. Ia
hanya ingin cepat menyelesaikan semua ini, dan kemudian menunjukkanya
kepada iel.
Sambil
sesekali tersenyum dan bersenandung kecil, via terus melakukan
aktivitas itu. Kadang ia berhenti sejenak, untuk membayangkan, bagaimana
tanggapan iel nanti akan kerja kerasnya beberapa hari ini. Di dalam
hatinya, via juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi kesalahan
konyol ini. Beberapa minggu tanpa senyuman manis iel, ternyata bukanlah
suatu yang mudah untuk di lewati begitu saja.
Via
jadi mengingat kembali, saat-saat yang pernah ia lewati bersama iel.
Iel yang perhatian, iel yang selalu ada untuknya, iel yang selalu
mencoba mengerti apa maunya dan iel yang selalu menyayanginya.
“Semoga kamu bisa maafin aku ya yel..” harap via sambil tersenyum.
Hanya
di temani oleh cahaya lampu dan keheningan, via terus menempelkan foto
itu satu persatu. Menyimpan setiap rasa sayang dan menyisipkan sebuah
rasa maaf di setiap lembar foto yang ia rekatkan. Berharap agar semua
belum terlambat. Berharap ia masih dapat memperbaiki semuanya.
Drrtt..drrtt...drrtt..
From : Ashilla
Lusa, athvilan cafe, jam 7 mlm
WAJIB DATENG ! see yaa J
WAJIB DATENG ! see yaa J
Sedikit
mengernyitkan dahi saat membaca sms dari shilla tersebut, tapi saat
mata via beralih dari layar hpnya ke arah prakarya di hadapannya, ia
langsung mendapat sebuah ide tambahan.
“Ayo
lembur via, semangat !” via berusaha memotivasi dirinya sendiri.
Kemudian ia mulai tenggelam lagi mengerjakan kejutannya untuk iel,
bahkan lebih serius dari sebelumnya.
***
Sebuah
amplop tertutup tergeletak di sampingnya, menunggu untuk di buka sejak
siang tadi. Jari jemari agni mulai meraih amplop tersebut, menerawangnya
di bawah temaram lampu, berusaha menebak apa isi amplop itu, karena
diam-diam, ia telah menyerahkan semua keputusannya pada isi amplop
tersebut.
Perlahan
namun pasti, agni mulai membukanya, mengambil keluar kertas yang ada di
dalamnya, dan membaca kalimat demi kalimat yang tertera di atasnya.
Senyum kegembiraan bercampur senyum getir tergambar di bibirnya. Detik
ini juga, sebuah jalan telah ia pastikan untuk ia lalui dengan segala
macam resikonya.
Matanya
beralih ke arah meja kecil di sudut kamarnya. Terdapat beberapa figura
foto yang berjejer di atasnya. Agni bangkit dari kasurnya, ia berjalan
dan kemudian bersimpuh di depan meja kecilnya, menatap gambar-gambar
yang terabadikan dalam figura-figura itu satu persatu. Tangannya merogoh
ipod yang ada disaku celananya, lalu kemudian dengan asal, agni menekan
tombol play, tanpa direncanakan sebelumnya, sebuah lagu yang terasa
sesuai untuknya, mengalun menemaninya.
Pernahkah kau bicara
Tapi tak di dengar
Tak di anggap
Sama sekali
Pernahkan kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak di beri
Kesempatan
Tapi tak di dengar
Tak di anggap
Sama sekali
Pernahkan kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak di beri
Kesempatan
Dengan
tatapan nanar yang susah di artikan. Agni memandang foto itu satu
persatu. Mengingat semua yang pernah ia dan cakka lewati berdua. Saat
mereka selalu menghabiskan waktu bermain basket berdua. Saat cakka yang
selalu bisa membuatnya tertawa. Saat cakka mengajaknya jalan-jalan di
hari libur.
Kuhidup dengan siapa
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku
Tapi
kini semua itu menguap di telan waktu. Agni terasing sendiri terus
bertahan untuk cakka, sementara cakka meninggalkannya berkali-kali,
menganggapnya hanya sekedar selingan dikala ia butuh. Semuanya berubah,
rasa sayang, segala perhatian, waktu-waktu berdua, hanya satu yang tidak
berubah, maaf agni yang selalu ada untuk cakka.
Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu
Dan
agni masih tidak mengerti hingga saat ini. Hubungan apa yang sedang
mereka jalani sekarang. Ikatan apa yang terjalin di antara mereka. Hanya
tinggal kenangankah semua itu, berlalu begitu saja, meninggalkan agni
dalam kubangan asa ketidakpastian.
Kau tak butuh diriku
Aku patung bagimu
Cinta bukan
Kebutuhan mu
Aku patung bagimu
Cinta bukan
Kebutuhan mu
Hoo.. Hooo
Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau.. kau begitu
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau.. kau begitu
Dua
tetes air jatuh dari matanya, ia tidak suka menjadi lemah, tapi cakka
telah membuatnya seperti itu. Agni meraih satu foto yang letaknya paling
depan, foto cakka dan dirinya, sedang menikmati es krim berdua. Ia
dekap foto itu erat-erat di dadanya. Agni sadar, masa itu akan segera
lewat, mengubahnya hanya menjadi sebuah secuil kisah dalam hidupnya.
Agni
membawa foto itu ke tempat tidurnya, ia pandangi dalam-dalam, sorot
matanya menyiratkan kerinduan, meski hatinya terasa pedih mengingat
dirinya dan cakka saat ini semakin jauh. Cakka selalu menghindarinya di
sekolah, tidak pernah membalas satupun smsnya apalagi mengangkat
telponnya, dan agni tahu, itu semua tanda, kebersamaan mereka bukanlah
lagi sesuatu yang bisa di harapkan.
Tangannya
langsung meraih hp mungil yang ada di atas meja sebelah tempat
tidurnya. Ia ingin menyelesaikan semuanya dengan cakka, secepatnya. Agni
yang memang sengaja, menggunakan profil diam untuk hpnya setiap malam,
baru sadar ada sms masuk untuknya sejak tadi.
From : shillavin
Lusa, athvilan cafe, jam 7 mlm
WAJIB DATENG ! see yaa J
WAJIB DATENG ! see yaa J
Membaca
sms itu, membuat agni mengurungkan niatnya untuk sms cakka, mungkin
memang Tuhan telah berniat campur tangan dalam masalah mereka berdua
saat ini.
To : shillavin
Oke..
Agni
tersenyum tipis, pandangan matanya mengitari seluruh area kamar, dan
agni baru sadar, terlalu banyak hal yang mengingatkannya terhadap sosok
cakka.
***
Duduk
di atas ambang jendelanya sambil membawa gitar, iel mencoba merenungi
semua yang akhir-akhir ini terjadi dalam hidupnya. Di mulai dari
permintaan via untuk tidak over padanya sampai kini dia dan via yang
benar-benar menjauh.
Tidak
mudah untuk iel, harus terus-terusan berpura-pura untuk tidak
mempedulikan via. Dia kangen menghabiskan waktu berdua dengan gadisnya
itu. Tapi iel hanya ingin sedikit saja, membuat via sadar dan paham akan
sikapnya selama ini, dan kalo boleh iel berharap lebih, iel ingin via
merindukan semua perlakuan iel padanya
Namun
sepertinya, jawaban yang iel dapatkan tampak berbeda dengan yang ia
bayangkan selama ini. Masih teringat jelas di pikirannya, saat kemarin
ia memergoki via dan cakka berdua. Entah untuk apa, tapi via tampak
sibuk memaksa cakka untuk berpose. Sedangkal itukah perasaan via
untuknya ? secepat itukah semua berubah dan menghilang ?
Iel
tampak malas bila memikirkan sms dari shilla yang tadi ia baca. Ia
yakin, sms itu pasti juga di kirimkan ke teman-temannya yang lain. Dan
tentunya, via dan cakka juga akan datang ke acara itu. Apa yang harus
iel lakukan bila ia melihat via dan cakka berdua nanti ? selesaikah
semua ceritanya dengan via sampai disini ? di renggut oleh sahabatnya
sendiri.
Seandainya
iel mengenal cakka sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap
perempuan, mungkin ia akan bisa memaksa hatinya untuk merelakan via.
Tapi melihat kondisi agni yang sekuat itu saja, takluk di tangan cakka,
lalu bagaimana dengan via ? Demi apapun, iel tidak akan bisa melihat via
tersakiti.
Salahkah aku
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Dengan
penuh emosional, iel mulai menggenjreng gitarnya. Ingin meluapkan semua
yang ia rasa melalui lagu, melalui nada-nada yang ia mainkan dengan
hati.
Jangan paksakan kita untuk
Slalu bersama
Jangan paksakan kita untuk
Slalu mencinta
Jangan paksakan kita untuk
Slalu bersama
Jangan paksakan kita untuk
Slalu mencinta
Salahkah aku
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Wajah
cantik beserta senyum manis via tergambar indah di depan matanya. Sudah
lama, ia tidak menikmati anugrah Tuhan itu secara langsung.
Bila kita harus berpisah, sudah
Biarkan ini semua berakhir, sudah
Cinta memang tak harus milikki
Biarkan ini semua berakhir, sudah
Cinta memang tak harus milikki
Suara
iel, layaknya seorang yang sedang mengadu, menanyakan tentang cintanya,
yang berawal indah, tapi saat ini, layaknya kapal yang mulai karam.
***
Sejujurnya
ia bukanlah model cowok melankolis, tapi malam ini cakka merasa lelah
dengan semuanya. Setitik demi setitik masalah itu terasa menumpuk dan
mengepungnya. Ia tahu, ia yang salah, tidak menyelesaikannya dari awal,
dan malah terus menghindar.
Bukan
cakka ingin berlari apalagi menjadi seorang pengecut. Ia hanya tidak
mengerti, langkah apa yang harus ia ambil untuk menuntaskan masalahnya
kali ini. Dia tidak suka bila harus di paksa di pikir terlalu serius,
tapi ia pun sadar, masalah ini butuh tindakkan cepat darinya.
Bohong
bila ia bilang, ia tidak merindukan agni. Gadis itu pernah menemani
hari-harinya sekian lama. Tapi cakka juga tidak ingin munafik, bahwa
rasa bosan akan hubungan yang terlalu lurus serta sikap agni yang
terlalu pasrah, telah mempengaruhi hampir seluruh perasaan sayangnya.
Cakka
memejamkan matanya sejenak. Ia ingin tahu, apakah rasa sayang itu masih
ada di dalam relung hatinya, bersembunyi di antara rasa bosan yang
mendominasinya.
“Gue
sayang sama lo, dan sayang ini beda, enggak kaya penggemar-penggemar
lo. Gue sayang sama lo, karena gue sayang sama lo, sesimpel itu, enggak
perlu beribu alasan, cukup gue bilang, gue sayang sama lo”
Suara
agni terdengar jelas terngiang-ngiang di telinganya, ketika itu cakka
menanyakan pada agni, apa alasan agni mau menerima dirinya dan
perasaannya.
“Sayang sama lo memang berat kka, tapi gue enggak akan berhenti, karena gue enggak suka menyerah..”
Bahkan ketika agni mengetahui penyakit playboy cakka mulai kambuh, ia tetap mencoba tegar menerima semuanya.
“Kka, gue kangen main basket sama lo..”
Cakka
menutup mukanya dengan kedua tangannya. Kata-kata agni yang terus
berputar di telinganya, membuatnya merasa bersalah. Dia teringat, sms
shilla yang beberapa saat lalu ia terima, ia merasa saat itu, ia tidak
lagi boleh berlari. Ia harus menghadapinya, membuang semua keegoisannya
dan alasannya yang terlalu kekanak-kanakan, dia harus memperbaiki
semuanya, sebelum semuanya terlambat.
***
“Braak
!” rio membanting pintu kamarnya. Tidak habis pikir dengan jalan
pikiran orang tuanya, yang setiap hari tambah bersemangat membahas
hubungannya dengan dea. Rio tahu, salahnya tidak memperkenalkan ify dari
awal. Seandainya dulu ia mengenalkan ify sebagai orang yang ia cintai,
pasti semuanya tidak akan pernah serumit ini.
“Halo shil..”
“Eh kemana aja lo ? gue telponin juga dari tadi”
“Tadi gue di ruang tv, hp di kamar. Kenapa ?”
“Lusa, cafe athvilan jam tujuh, dateng ya”
“Ada apaan ?”
“Udah dateng ajalah pokoknya, awas aja lo sampai enggak dateng”
“Oh, oke..”
“Eh iya yo..”
“Apaan lagi ?”
“Lo smsin ify dong, gue takut mau sms dia”
“Sama aja shil, kan gue udah bilang dia enggak mau ketemu gue”
“Tapi gue takut dia msaih marah sama gue”
“Enggaklah, masa selama itu sih. Kalo sama gue sih wajar, kalo sama lo, gue rasa ify bisa ngerti”
“Iya deh, bye rio..”
“Hmm..”
Klik.
Rio
melempar hpnya begitu saja ke atas kasurnya, begitupun badannya. Dia
berharap ify akan datang lusa dan mereka dapat berbicara satu sama lain.
***
Sambil
menimang-nimang hpnya di atas telapak tangannya. Shilla mencoba
memantapkan hatinya untuk mengirim sms pada ify, seperti yang telah ia
lakukan kepada semua temannya yang lain. Bukannya apa-apa, shilla cuma
takut, karena dia yang mengirim sms, ify tidak akan repot-repot
membacanya dan malah akan langsung menghapusnya begitu saja.
“Ayo
dong shil, enggak akan juga ify sampai kaya gitu, lo cuma tinggal
ngirim sms doang” gumam shilla pada dirinya sendiri. Setelah merasa
yakin dan berusaha positif think, shilla langsung mengirimkan sms untuk
ify.
“Ini
mana sih alvin, di sms enggak di bales, di telpon enggak di angkat,
tumben banget kalo jam segini dia udah tidur” shilla menatap layar hpnya
yang sepi tanpa sms dari alvin seperti biasanya. Padahal tadi sore,
alvin sendiri yang memberitahunya tentang rencana untuk mempertemukan
teman-teman mereka.
Lelah menunggu tanpa hasil, shilla memutuskan untuk tidur, lagipula matanya sudah terasa berat dan tidak bisa di ajak kompromi.
***
Ify
membaca sms yang baru masuk ke hpnya berkali-kali. Sesungguhnya ia
merasa ragu untuk datang, tapi ia tahu, bersembunyi terus-terusan tidak
akan membuatnya merasa lebih baik. Lagipula menenangkan diri bersama
buku-buku dan kumpulan musik klasiknya, cukup membuat ify merasa tenang.
Meski
masih terlihat terlalu dini, tapi ify merasa ia sudah menemukan
keputusan apa yang akan ia ambil. Sudah ada rencana yang tersusun dalam
angannya. Dan saat ini, ify hanya tinggal menyiapkan batin dan
mentalnya. Ia harus siap menerima segala konsekuensi dari semua ini.
Banyak
waktu ia habiskan untuk intropeksi diri. Ify sadar, apa yang telah rio
berikan untuknya, tidak sebanding dengan apa yang telah ia berikan untuk
rio. Ia mengambil kertas kecil yang ada di meja samping tempat
tidurnya, ada sederet nomer yang berhasil ify dapatkan melalui bantuan
via kemarin.
To : dea
De, besok bisa kan ketemuan ?
kafe tulip jam 5, thx.
Ify.
kafe tulip jam 5, thx.
Ify.
***
Dalam
keheningan yang mencekam, dan rasa sakit yang terasa menusuk di bagian
perutnya. Alvin meringkuk di lantai kamar mandinya. Matanya masih terasa
berkunang-kunang, alvin menggigit bagian bawah bibirnya mencoba menahan
rasa sakit yang kian menjadi-jadi.
Tangannya
berusaha menggapai pinggiran wastafel untuk ia jadikan tumpuan. Alvin
berusaha untuk bangkit. Belum pernah ia merasa seperti ini sebelumnya.
Mau teriak sekuat apapun, tidak akan ada yang bisa mendengarnya.
“Argh...hh..”
alvin meremas perutnya, kondisinya benar-benar payah saat ini. Alvin
menggeser tubuhnya, mendekat ke arah dinding untuk kemudian bersandar.
Tangannya yang sebelah terkepal kuat mencoba menahan rasa yang terus
menyiksa dirinya.
*****
Entah
sudah sejak berapa menit yang lalu rio berdiri disini, di depan
apartemen alvin. Berkali-kali sudah juga, rio menekan bel, tapi alvin
masih belum juga membukakan pintu untuknya. Kalau tidak karena paksaan
shilla, rio juga tidak berniat untuk menghampiri alvin. Tidak betah bila
harus menunggu lagi, rio memutuskan untuk beranjak pergi.
“Klek” rio menoleh, terlihat alvin tersenyum tipis ke arahnya.
“Masuk yo..” ujar alvin menawarkan. Rio memperhatikan alvin dari atas sampai bawah, sahabatnya itu terlihat pucat.
“Lo
sakit ya ? hp lo kenapa enggak aktif ? bikin shilla jadi parno aja,
hari ini dia pergi sama orang tuanya, jadi deh dia maksa gue buat nyari
tahu keadaan lo !” oceh rio kesal.
“Enggak enak badan aja, hp gue lowbatt lagi di charge” jawab alvin terdengar lemah.
Rio terlihat masih ingin menumpahkan emosinya terhadap alvin, pelampiasan karena shilla merusak sabtu paginya.
“Udah ayo masuk dulu..” sela alvin sebelum rio sempat bicara lebih lanjut lagi. Rio langsung ngekorin alvin ke dalam.
“Vin, gue ke kamar mandi ya..”
“Ya..”
ucap alvin yang sedang ada di dapur, bermaksud mengambilkan minum untuk
rio. Alvin menyandarkan tubuhnya ke dinding, ketika rasa sakit itu
kembali menyerang perutnya. Sudah semalaman, ia menahan sakit yang luar
biasa hebat. Baru tadi subuh, alvin berhasil mengumpulkan energinya
untuk sekedar berjalan tertatih-tatih kembali ke kamarnya.
“Vin,
kok di tempat sampah kamar mandi lo ada tisu yang ada darahnya sih !”
teriak rio sambil berjalan ke arahnya. Tanpa pikir panjang, alvin
langsung mengambil handsaplast dari kotak obat yang ada di dalam lemari
atas dapur, dan membalutkannya di ujung jari telunjuknya.
“Hah, apaan ?” tanya alvin pura-pura tidak mendengar, saat rio menyusulnya ke dapur.
“Itu, kok di tempat sampah lo ada tisu yang ada darahnya ?” ulang rio lagi.
“Oh,
ini nih, semalem gue masak mie gitu, terus pas lagi motong daun bawang,
jari gue ke iris” ujar alvin beralasan sambil mengacungkan jari
telunjuknya di depan muka rio. Rio hanya mengangguk-angguk saja, meski
ia merasa ada yang janggal.
‘masak di dapur, kenapa tisunya ada di tempat sampah kamar mandi ?’ tanya rio dalam hatinya.
“Kenapa
lo bengong ? nih minum lo..” alvin menyodorkan sekaleng soft drink
dingin dari dalam kulkasnya, saat mengambil minuman tersebut, tangan rio
tidak sengaja menyentuh tangan alvin.
“Kok badan lo panas ?”
“Enggak kok” sangkal alvin, rio yang merasa tidak puas dengan jawaban alvin, mendaratkan telapak tangannya di atas kening alvin.
“Apaan sih yo !” tampik alvin berusaha menghindar.
“Lo demam vin...”
“Gue enggak apa-apa kok” rio tidak menggubris alvin, ia mengeluarkan hp dari saku celananya.
“Mau ngapain lo ?”
“Nelpon shilla..” jawab rio enteng.
“Jangan ! please jangan telpon shilla” alvin langsung merebut hp milik rio.
“Balikin hp gue”
“Tapi jangan telpon shilla”
“Kenapa ?” tanya rio heran.
“Gue enggak mau aja dia khawatir..”
“Iya-iya,
udah sini balikin” sambil tersenyum jahil, alvin mengembalikan hp rio.
Lalu mereka berdua, pergi keruang tv, dan asik mengobrol santai. Rio
berusaha mengorek informasi dari alvin tentang apa yang ingin dia
lakukan di kafe besok, sementara alvin milih buat ngacangin rio dengan
menonton tv.
***
Cakka menatap pintu putih yang ada di depannya dengan ragu-ragu. Dia berusaha memantapkan hatinya dan meyakini keputusannya.
“Tok..tok..tok...”
“Eh, cakka..” seorang wanita paruh baya yang cakka kenal sebagai mamanya agni, tersenyum saat melihatnya di depan pintu.
“Siang tante..” dengan sopan, cakka mencium tangan mamanya agni.
“Siang. Nyari agni ya ? agninya lagi enggak ada tuh di rumah”
“Kemana ya tan ?” tanya cakka sedikit kecewa.
“Nanti juga agni cerita sama kamu..” meski sedikit bingung dengan jawaban mamanya agni, cakka tetap memperlihatkan senyumannya.
“Oh ya udah, kalo gitu cakka pamit aja deh tante”
“Lho,
enggak mau masuk dulu nih ? udah lama banget kamu enggak kesini” walau
mamanya agni mengatakan kalimat akhir dengan nada biasa, entah kenapa
cakka merasa itu seperti kalimat sindiran untuknya.
“Enggak usah tante, makasih, cakka masih ada urusan” tolak cakka halus.
“Iya,
agni juga sering cerita kalo akhir-akhir ini kamu sibuk, jadi jarang
main ke rumah, agni bilang, kalian lebih sering ngabisin waktu di
lapangan basket” cakka tambah merasa tidak enak, agni sampai berbohong
hanya untuk menutupi hubungan mereka yang sudah kacau balau seperti
sekarang ini.
“Ehm..iya
tante. Ya udah tan, cakka pamit..” mamanya agni hanya tersenyum sambil
mengangguk, cakka langsung kembali ke atas motornya, tersenyum lagi ke
arah mamanya agni yang masih berdiri di depan rumah sebelum memakai
helmnya, dan kemudian langsung melesat. Segumpal kata maaf yang sudah
bersarang mendesak keluar di tenggorokannya, terpaksa tertelan kembali.
***
Dari dalam mobil, via memperhatikan iel yang nampak sedang asik menyuci mobilnya. Dulu via suka membantu iel mencuci mobil yang akan diakhiri dengan acara semprot-semprotan air oleh mereka berdua.
Via
melihat iel lekat-lekat, dan rasa rindu yang semakin hari semakin
menumpuk membuat via ingin menghampiri iel, berdiri di dekatnya, menatap
senyumnya yang selalu menenangkan hati, merasakan tatapan matanya yang
penuh cinta.
Dengan
ujung-ujung tangannya, via meraba bandul kalung yang berbentuk cincin
tersebut. Hadiah ulang tahun ke 17nya dari iel kemarin. Di cincin itu
terukir namanya dan nama iel, khusus di pesan iel hanya untuk dirinya
seorang.
“kita
memang masih muda vi, masih panjang jalan kita ke depan, tapi bukan
berarti kita enggak boleh berharap dari sekarang kan ? aku pengen suatu
hari nanti, akan datang hari bahagia itu, dimana aku akan mengikat kamu
dengan cincin ini. sebelum hari itu terjadi, biarkan cincin ini
melingkar sebagai kalung di leher kamu dulu...”
Kata-kata
iel saat itu, terputar ulang di telinga via. Penyesalan yang
merasukinya, tidak akan berguna apapun, dan via telah berjanji, ia tidak
akan menyerah begitu saja untuk memperbaiki hubungannya dengan iel, ia
tidak akan melepaskan iel semudah ini, ia akan mempertahankan iel,
hingga nafasnya yang terakhir sekalipun.
***
Suasana
canggung begitu kentara di antara mereka berdua. Padahal sudah ada
bermenit-menit yang lalu mereka duduk berhadap-hadapan seperti ini. Dea
dan ify sama-sama lebih memilih untuk menikmati makanan yang mereka
pesan masing-masing.
“Ehm..jujur gue masih kaget waktu dapet sms lo” dea mencoba membuka pembicaraan.
“Kenapa ?”
“Karena
gue tahu, mungkin gue orang yang kehadirannya paling enggak lo harepin,
terutama di antara lo sama rio” jawab dea sambil tersenyum, ify juga
tersenyum. Ify menatap dea sejenak, kemudian ia menghela napasnya, ify
tahu ia harus mulai fokus terhadap rencana yang telah ia pikirkan
kemarin.
“Gue sayang sama rio..” dea mengangguk sambil tersenyum.
“Dan
untuk pertama kalinya gue sadar, kalo gue enggak mau kehilangan dia...”
ify menatap dea lagi, ekspresi gadis itu tetap sama, tersenyum dan
menyimak kata-katanya dengan baik.
“Gue
kenal dia dari shilla, saat pertama kali gue ketemu dia, gue enggak
langsung tertarik sama dia. Tapi seiring berjalannya waktu, kita mulai
suka ngabisin waktu berdua. Dia suka nemenin gue belajar, bahkan dia
enggak keberatan kalo gue ajak ngabisin waktu di perpustakaan, saat itu
gue mulai tertarik sama dia..” ify jeda sebentar, ia menyeruput lemon
teanya.
“Sampai
akhirnya, pengumuman beasiswa gue keluar, dan rio jadi orang pertama
yang gue kasih tahu, gue masih inget, setelah dengar itu, rio nyatain
perasaannya ke gue, dia bilang dia sayang ke gue, dan gue jujur, gue
juga bilang sayang sama dia, tapi gue enggak nerima dia buat jadi cowok
gue, untuk sebuah alasan egois, gue enggak mau konsentrasi beasiswa gue
keganggu sama dia..” sambung ify lagi.
“Dia
menerima itu apa adanya, waktu nganterin gue ke bandara, dia meluk gue
dengan erat, dan gue bisa ngerasain gerak-gerik tubuhnya yang kaya mau
nahan gue, saat itu dia bisikin gue ‘gue akan selalu nunggu lo alyssa’
dan gue cuma bisa bales itu pake senyuman, karena saat itu di otak gue,
gue sibuk mikirin tentang amrik dan sekolah baru gue. Jahat kan gue ?”
“Itu bukan jahat namanya, lo cuma terlalu excited saat itu..hehe...” komen dea, ify tersenyum mendengarnya.
“Selama
gue di amrik, rio enggak pernah absen ngirimin gue surat. Bahkan
pertama kali gue terima surat dari dia, ada kali tiga sampai empat
lembar, dan lo tahu de ? gue selalu ngebalas itu cuma selembar, itupun
gue selalu sibuk cerita dengan semua kegiatan gue, tentang gue, hidup
gue, enggak pernah sekalipun tentang dia..”
“Kemarin
saat gue tahu kalo lo calon tunangannya dia, jujur gue kecewa, gue
marah, gue ngerasa di bohongin selama ini. Tapi saat gue sendiri dan
ngerenungin semuanya, gue baru sadar kalo, selama ini gue yang
nyia-nyiain dia, gue yang ngebiarin dia pergi perlahan demi perlahan
dari hidup gue, gue yang enggak pernah peka sama perasaannya dia ke gue,
gue yang terlalu mentingin apa yang gue suka di banding sama semua hal
tentang kita berdua”
“Masih
ada kesempatan buat balik sama rio fy, gue emang enggak bisa bantu
apa-apa, tapi gue bisa ngomong sama orang tua gue dan rio, kalo
pertunangan ini enggak bisa dilaksanain..” ify menggeleng sambil
tersenyum.
“Kenapa fy ?” tanya dea bingung.
“Cita-cita gue de..”
“Gue
tahu fy lo sayang sama rio, enggak mungkin juga gue jalanin hubungan
sama orang yang hatinya bukan buat gue dan lebih enggak mungkin lagi gue
ngebangun sebuah hubungan di atas runtuhan hubungan orang lain. Gue
cewek dan begitupun elo, gue enggak mau nyakitin lo..”
“Lo baik de, dan rio lebih berhak dapetin elo” dea memandang ify heran.
“Saat
lo mencintai seseorang, sesakit dan seterjal apapun jalan yang harus lo
laluin, harus lo tempuh, karena ketika menyerah di tengah jalan dan
suatu saat nanti kita ketemu sama penyesalan, semuanya enggak akan bisa
di tarik lagi fy..”
“Dan sayangnya gue udah ketemu sama penyesalan itu de..”
***
Malam
yang cukup cerah dengan berjuta bintang yang bertebaran di angkasa,
seolah ingin ikut menyemarakkan acara malam ini. Via adalah orang yang
pertama datang, ia duduk di tempat yang telah di reservasi oleh alvin
dan shilla. Sambil memainkan sedotan dari gelasnya, via berusaha
mengatur degup jantungnya, menyiapkan semua yang nanti rencananya ingin
ia sampaikan kepada iel.Tidak begitu lama kemudian, tampak agni datang
menghampirinya.
“Hai vi, masih sendiri nih ?” sapa agni sambil duduk di samping via.
“Iya nih, padahal gue kira si shilla sama alvin bakal dateng duluan”
“Oh iyaya, mereka kan yang ngundang ? mana nih..” agni nengok ke kanan kirinya, mencoba mencari keberadaan shilla dan agni.
“Eng....”
kata-kata via terpotong, dari kejauhan ia melihat iel sedang berjalan
ke arah meja mereka. Agni yang menyadari itu, menepuk-nepuk pundak via.
“Hai yel..” sapa agni.
“Hai ag..”
“Kok
via enggak ?” via yang semenjak tadi menunduk memberanikan diri untuk
mengangkat wajahnya, ia mencoba tersenyum pada iel, tapi bukannya
membalas senyumnya, iel malah lebih memilih menyembunyikan wajahnya di
balik buku menu.
“Hai semua..” ujar ify yang baru datang.
“Hai
fy..” jawab agni dan via kompak. Sementara iel hanya tersenyum ke arah
ify, tapi cukup untuk membuat hati via terasa pedih mengingat sikap
dingin iel padanya beberapa menit yang lalu.
“Oh
udah pada dateng nih..” kata rio yang datang bersama cakka. Cakka
mencoba menatap agni, agni tersenyum tipis, dan tanpa memberikan
kesempatan pada cakka untuk membalas senyumnya, agni langsung
mengalihkan pandangannya.
“Lho, shilla sama alvinnya mana ?” tanya cakka berusaha santai.
“Enggak
tahu..” jawab via, sementara ify menggeleng, rio mengangkat bahu dan
agni serta iel memilih diam tanpa suara atau gerakan apapun.
Dari
tempatnya shilla tersenyum puas melihat ke enam sahabatnya telah
berkumpul sesuai dengan apa yang ia perintahkan. Kini tinggal
melaksanakan acara selanjutnya, dan shilla cukup dibuat sabar oleh alvin
yang sejak tadi pamit ke kamar mandi tapi hingga sekarang tidak juga
kembali.
“Gue susulin juga nih ke dalam kamar mandi” gerutu shilla sambil mengecek jam tangannya.
“Mau nyusulin siapa ?” bisik alvin yang ternyata telah berdiri di belakangnya.
“Ya kamulah, lama banget sih !”
“Maaf ya..” ujar alvi tulus sambil memberikan tatapan mautnya.
“Maaf diterima. Lihat deh vin, mereka udah kumpul..” tunjuk shilla ke arah teman-temannya.
“Kamu seneng kan lihatnya ?” shilla mengangguk sambil tersenyum.
“Makasih ya..”
“Buat apa shil ?”
“Udah rencanain ini semua”
“Kan aku juga seneng kalo kita kumpul lagi”
“Ya udah ayo, show time..” shilla mau beranjak pergi dari tempatnya, tepat saat tangan alvin menahannya.
“I
love you..” ujar alvin sambil mengecup kening shilla, membuat shilla
kaget sekaligus senang. Alvin langsung menarik tangan shilla menuju
panggung.
“Eh
itu shilla sama alvin bukan sih ?” tanya ify yang sejak tadi memang
matanya jalan-jalan kemana-mana. Yang lain juga langsung mengarahkan
matanya ke arah panggung sama seperti ify.
“Iya itu mereka” jawab agni yang di setujui anggukan oleh yang lainnya.
Shilla
memegang mike dan berdiri di tengah panggung, sementara alvin bersiap
memainkan piano. Sambil tersenyum, shilla menatap lurus ke arah
teman-temannya.
“Malem
semuanya..persahabatan memang indah, tapi untuk mencapai keindahan itu
kadang kita perlu terjatuh beberapa kali, dan sahabat sejati tidak akan
pernah membiarkan kita sendiri, sahabat sejati akan selalu ada berdiri
bersama-sama kita untuk membangun persahabatan yang abadi. Lagu ini dari
kami berdua, untuk rio, ify, agni, cakka, iel dan via, senang bisa
menemukan kalian sebagai sahabat sejati...” shilla memejamkan matanya
sejenak untuk menghayati lagu yang akan ia bawakan, tepat saat intro
musik dari piano alvin mengalir, shilla membuka matanya, memandang ke
arah sahabat-sahabatnya.
And I never thought I'd feel this way
And as far as I'm concerned
I'm glad I got the chance to say
That I do believe I love you
And as far as I'm concerned
I'm glad I got the chance to say
That I do believe I love you
Sahabat-sahabatnya
diam mendengarkan nyanyian shilla yang terasa tulus dari hati,
begitupun dengan permainan piano alvin yang memukau.
And if I should ever go away
Well then close your eyes and try
To feel the way we do today
And then if you can remember ...
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
And if I should ever go away
Well then close your eyes and try
To feel the way we do today
And then if you can remember ...
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Shilla
tersenyum ke arah sahabat-sahabatnya, ia begitu menghayati lagu ini,
dan berharap sahabat-sahabatnya juga dapat merasakan dan menangkap arti
di balik lagu ini.
Well you came and opened me
And now there's so much more I see
And so by the way I thank you
And then for the times when we're apart
Well then close your eyes and know
These words are coming from my heart
And then if you can remember ...
Well you came and opened me
And now there's so much more I see
And so by the way I thank you
And then for the times when we're apart
Well then close your eyes and know
These words are coming from my heart
And then if you can remember ...
Ify,
via dan agni saling berpegangan tangan, dan mulai ikut bernyanyi
bersama. Mereka bahkan tidak segan-segan untuk berdiri dan jadi tontonan
pengunjung lain di sekitar mereka. Sementara rio, iel dan cakka meski
tetap memasang tampang cool ala mereka masing-masing, diam-diam ikut
bernyanyi dalam hati.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
In good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
In good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Alvin
dan shilla merasa puas melihat respon dari sahabat-sahabat mereka,
setidaknya untuk beberapa menit ini, mereka bisa merengkuh kembali
momen-momen yang telah menghilang di telan waktu dan ego masing-masing.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Alvin
mencoba terus berkonsentrasi pada permainan pianonya, dan sialnya rasa
sakit itu datang lagi, meski keringat dingin mulai membasahi tubuhnya,
alvin terus berusaha untuk menyelesaikan lagu ini, tinggal satu bagian
lagi.
Telinganya
yang peka pada musik, membuat shilla sadar bahwa tempo permainan alvin
perlahan menurun. Tapi shilla yang memang sering bernyanyi bersama
alvin, mencoba tetap enjoy dan mengikuti permainan alvin.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
(*Thats what friends are for*)
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
(*Thats what friends are for*)
Selesai
memainkan pianonnya, alvin berdiri dan berjalan menghampiri shilla yang
letaknya bahkan bisa di tempuh hanya dengan dua atau tiga langkah
kakinya saja, tapi langkah alvin jadi sedikit terseok-seok karena harus
menahan rasa sakitnya.
Sedikit
terkejut ketika shilla meraih tangan alvin, karena tangan itu terasa
begitu dingin, shilla menatap alvin, dan alvin yang tahu arti tatapan
shilla hanya tersenyum sambil menggeleng sambil memberi kode agar shilla
segera menyampaikan kata penutup.
“Itu
tadi persembahan dari kami, semoga bisa dinikmati, terutama untuk semua
sahabat-sahabat kami..” ujar shilla yang di lanjutkan dengan memberikan
hormat sambil membungkuk ke arah penonton.
“Prok..prok...prok...”
tepuk tangan meriah menyambut mereka, karena pertunjukan kecil yang
mereka lakukan tadi memang cukup memukau bagi semua pengunjung. Alvin
mengangkat kepalanya yang tiba-tiba terasa berat, ia menatap orang-orang
yang ada di depannya, semua terasa berputar dan berbayang, perlahan
suara tepukan tangan yang ramai itu serasa menghilang.
“ALVIN !” tiba-tiba semua menjadi gelap dan diam.
Komentar
Posting Komentar