last part 4

Mereka berdua saling melempar pandang, berharap apa yang sedang mereka lakukan saat ini, akan berjalan sesuai kemauan mereka. Shilla memilih untuk membuka-buka buku menu yang ada di hadapannya, sementara ify memlih untuk bersenandung kecil.
“Sori telat..” ify dan shilla kompak tersenyum ke arah agni, yang masih tampak lelah dalam seragam basketnya.
“Abis basket ag ? rajin bener” ujar ify.
“Iya ..hehe..ada yang mau gue tunjukkin sama kalian”
“Apa ?” tanya shilla antusias.
“Eh, entar dulu aja, nunggu via sekalian” sela ify.
“Via juga mau kesini ?” tanya agni langsung, shilla dan ify hanya mengangguk.
“Enggak apa-apa kan ag kalo gue kesini juga ?” tiba-tiba saja, via sudah berdiri di belakang mereka.
“Nah dateng juga lo vi, ayo-ayo duduk..” tawar shilla sambil menarik kursi kosong di sebelahnya. Via tersenyum sekilas sambil duduk, tapi matanya terus memandang ke arah agni.
“Ag..” “Vi..” secara bersamaan, via dan agni saling memanggil masing-masing.
“Lo dulu aja” ujar agni cepat, sebelum kebetulan itu berlanjut, via mengangguk. Ify dan shilla hanya memposisikan diri sebagai pendengar dan penonton yang baik.
“Gue mau minta maaf, gue tahu gue egois, lo mau maafin gue kan ?” agni tertegun sesaat melihat via.
“Iya dong vi, gue juga mau minta maaf, harusnya gue bukan ngehindarin lo, tapi berusaha jelasin ini ke elo”
“Makasih ag..”
“Gitu dong, kalo kaya gini kan enak dilihatnya” sahut ify.
“Setuju” timpal shilla.
“Tadi lo mau nunjukkin kita apaan ag ?” tanya ify. Agni menatap semua teman-temannya satu persatu sambil tersenyum, kemudian ia membuka ranselnya, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“Gue ditawarin ikut seleksi ini” jelas agni semangat sambil menunjukkan selembar poster berukuran sedang. Shilla yang duduk di depan agni, langsung mengambilnya, dan membacanya sendiri. Membuat ify dan via jengkel karena harus menunggu.
“Singapur ?” agni hanya mengangguk mendengar pertanyaan shilla.
“Apaan sih ?” tanya ify dan via kompak. Shilla tersenyum kemudian meletakkan poster itu di tengah-tengah meja.
“Wow ! ini kan klub basket yang hebat itu ag, salah satu temen gue di us, kakaknya masuk disini juga, ini great banget tahu enggak !” ujar ify heboh, dia emang selalu suka kalo ngelihat orang bisa berprestasi.
“Masih seleksi juga sih fy” ucap agni merendah.
“Tapi gue yakin kok ag, lo pasti bisa masuk, yakin banget !” timpal via sambil masih membaca apa yang tertera di poster itu.
“Gue juga yakin kok lo bisa, lagian enggak mungkin kan seorang agni ngebuang kesempatan emas kaya gini” tambah shilla.
“Doain aja ya..” shilla, ify dan via langsung mengangguk bersamaan, membuat agni terkekeh.
“Terus cakka ?” tanya shilla hati-hati.
“Gue akan buat keputusan kalo hasil seleksi ini udah ada di tangan gue”
“Kapan ?” tanya ify kali ini.
“Bulan depan”
“Semoga gue masih ada disini ya, belum balik ke us, jadi entar gue juga dapet traktiran deh” celetuk ify lagi.
“Ya shil, kita kapan ya, bisa pergi ke luar negeri gratis kaya mereka berdua ?”
“Gampang vi, entar kalo agni sama ify udah sukses, kita tinggal dibayarin deh sama mereka” jawab shilla asal, yang sukses membuatnya dapat hadiah klitikan dari agni dan ify.
“Oh ya vi, hubungan lo sama iel gimana ?”
“Gimana ya ag, gue juga enggak tahu, dia ngehindarin gue sekarang, tapi gue tahu kok, gue yang salah”
“Sabar ya vi, gue yakin kok iel cuma lagi butuh waktu buat sendiri” hibur shilla, via hanya membalasnya dengan senyuman.
“Udahlah, jatuhnya pasti bakal mellow deh kalo lagi ngobrolin cowok” timpal ify.
“Tapi jatuhnya bakal bt fy kalo lo mau maksa kita ngobrolin pelajaran” sahut agni, yang membuat via dan shilla mengangguk setuju.
“Yee, gue kan jomblo sendiri disini”
“Siapa suruh nolak sepupu gue” goda shilla.
“Hmm, mulai deh lo shil, di bayar berapa sih lo, seneng banget ngomongin rio” cibir ify.
“Namanya juga sepupu sendiri fy, di bela terus-terusan lah pasti” ujar via yang dihadiahi jempol sama shilla.
“Haha, eh fy, syal yang waktu itu lo tunjukkin ke kita, udah dikasih belom ke rio ?” tanya agni penasaran.
“Gimana mau ngasih, dia aja  sibuk banget, sms gue aja jarang banget”
“Ciee, kangen nih” sahut via sambil menoel-noel dagu ify.
“Iya kali, emang dia kemana sih shil ?” shilla terdiam sejenak, dia tahu pasti kalo akhir-akhir ini, rio dan dea tambah sering jalan berdua, karena kedua orang tua mereka yang ngatur.
“Hah, mana gue tahu, emang gue sekertaris pribadinya apa tahu jadwalnya dia” jawab shilla asal sambil nyengir.
“Sebenernya perasaan lo sama rio itu gimana sih fy ?” tanya agni bingung.
“Enggak semua hubungan perlu diikat dalam status yang jelas kan ?” tanya ify balik. Ketiga sahabatnya hanya mengangguk pasrah, percuma mereka mau ngomong sampai berbusa juga, enggak bakal ada khasiatnya buat ify.
“Eh gue boleh minta tolong enggak ?” tanya via tiba-tiba.
“Bolehlah” jawab shilla, diikuti oleh anggukan ify dan agni. Via tersenyum, kemudian ia langsung mengeluarkan kamera digitalnya dari dalam tas.
“Lo mau minta foto kita ?” tebak ify kaget sekaligus bingung.
“Iya, buat iel” jawab via mantap. Ify, shilla dan agni saling bertatap-tatapan bingung, tapi pasrah aja saat via menyuruh mereka bergaya.
***
Untuk menjaga perasaan sahabat-sahabatnya, shilla memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahatnya bersama agni dan via saja, dan begitu juga dengan alvin. Lagipula alvin dan rio juga belum bisa mendamaikan iel dan cakka, yang semakin hari malah semakin menjauh. Seperti hari ini, cakka memilih langsung melesat keluar kelas begitu bel istirahat berbunyi, entah kemana. Dan iel tampak acuh tak acuh dengan itu. Rio dan alvin, yang sudah berniat tidak akan memihak siapapun, dengan terpaksa mengikuti iel juga ke kantin.
Di persambungan koridor, secara tidak sengaja iel, rio dan alvin berpapasan dengan via, agni dan shilla. Rio dan alvin serta shilla dan agni, sama-sama diam sesaat, mengamati gerak-gerik iel dan via. Via berhenti sejenak, ia memberanikan dirinya menatap iel dan tersenyum, tapi iel berlagak seolah ia tidak melihatnya dan memlih untuk langsung berjalan begitu saja.
“Eh sabar ya vi, kita susul iel dulu” ujar alvin, via hanya mengangguk. Alvin dan rio langsung mengejar iel yang meninggalkan mereka jauh di depan.
“Parah lo yel, kok sekarang malah lo yang cuek sama dia sih ?” tanya rio langsung saat ia bisa mensejajarkan langkahnya dengan iel.
“Kan dia yang minta gue enggak usah terlalu perhatiin dia” jawab iel enteng. Rio mengalihkan tatapannya ke alvin, tapi alvin hanya bisa mengangkat bahu.
“Basket aja yuk, gue males ke kantin” sambung iel, dan lagi-lagi rio dan alvin hanya pasrah mengikutinya. Bila sedang berempat, biasanya mereka akan bermain two on two, tapi kali ini karena jumlahnya ganjil hanya bertiga, jadilah mereka hanya saling memperebutkan bola satu sama lain.
“Gue istirahat..hh..” ujar alvin di tengah-tengah permainan sambil berjalan ke pinggir lapangan.
“Masih sakit lo ?” tanya iel dari tengah lapangan.
“Enggak, cuma capek badan gue masih enggak enak” sahut alvin, sambil bersandar di dinding.
“Jangan di paksa vin, gue males kalo harus ikutan di amuk shilla..hehe..” timpal rio yang masih sibuk mendribel bola, alvin hanya tersenyum mendengarnya. Dia jadi ingat tentang check up yang kemarin ia lakukan.
_Flashback_
Sesungguhnya alvin sangat malas harus melakukan prosedur check up yang menurutnya ribet, tapi paksaan shilla memang selalu membuatnya luluh. Setelah melakukan serangkaian tes dengan berbagai macam alat, alvin menemui shilla yang sedang menunggunya di ruang praktek dokter.
“Saya sehat kan ya dok ?” tanya alvin langsung sambil melirik ke arah shilla.
“Over all, kondisi kamu sehat kok, tapi hasil lab ini secara keseluruhan baru bisa di ambil dua minggu lagi”
“Tuh kan shil, aku sehat..” ujar alvin.
“Check up kan enggak harus nunggu sakit ya dok ?” shilla mencari pembelaan. Dokter terkekeh melihat pasangan ini.
“Iya, lebih bagus kalo kita tahu apa yang terjadi dalam tubuh kita kan. Kamu punya maag ya ?”
“Saya dok ? mungkin kali ya, soalnya akhir-akhir ini saya suka ngerasa kembung gitu”
“Kasih tahu nih dok, dia tuh paling ngeyel banget kalo soal makanan, susah banget kalo disuruh makan, tapi kalo udah ketemu junk food, berporsi-porsi juga dilahap” terang shilla.
“Makan-makanan kaya gitu boleh, asal enggak sering-sering dan diimbangin sama makanan bergizi lainnya”
“Yah dok, orang mana coba di dunia ini yang enggak akan ketagihan sama junk food ? kecuali yang vegetarian ya” sahut alvin.
“Tapi kan enggak harus jadi makanan utama ya dok” timpal shilla enggak mau kalah.
“Kamu kayanya daritadi minta di belain banget sih sama dokternya” celetuk alvin sambil mengerling ke arah shilla.
“Haha, udah-udah, saya seneng ketemu pasien yang masih muda tapi udah mau peduli sama kesehatannya. Kamu juga harusnya bangga punya pacar kaya dia, yang perhatian kaya gini, cantik lagi” puji dokter yang membuat shilla tersenyum menang ke arah alvin.
“Makasih dok, jadi dua minggu lagi nih ?” tanya shilla memastikan.
“Iya, dua minggu lagi” ulang dokter itu, sambil mengulurkan tangannya ke arah shilla dan alvin, yang dijabat bergantian oleh keduanya.
_Flashbackend_
“Ngelamun mulu” tegur rio sambil menepuk pundak alvin, entah sejak kapan, tapi iel dan rio kini telah duduk di sampinya.
“Eh, udahan mainnya ?” tanya alvin lola.
“Ye, mikirin apaan sih lo ?” tanya iel penasaran.
“Enggak, cuma itu keinget sama check up gue yang kemarin”
“Gimana hasilnya ?” tanya rio.
“Masih dua minggu lagi sih, tapi secara kesuluruhan gue sehat kok, enggak usah ke rumah sakit juga gue udah tahu gue sehat, kelihatan gini” ujar alvin sambil sok menunjukkan otot tangannya, rio dan iel hanya tersenyum melihat tingkah sahabat mereka ini.
***
Pagi yang cerah, secerah hati ify, karena hari ini rio mengajaknya untuk jogging bersama. Sambil mengikat tali sepatunya, ify menunggu rio di teras depan rumahnya. Ify bisa melihat rio masuk ke dalam halaman rumahnya sambil tersenyum.
“Udah siap kan ?” tanya rio, ify hanya mengaggukkan kepalanya.
“Ya udah ayo berangkat, eh ya mana nyokap lo ?”
“Lagi di dalem yo, tapi gue udah ijin kok, udah ayo berangkat” sambil berlari-lari kecil, ify dan rio mulai menyusuri jalan-jalan di sekitaran komplek mereka. Kadang mereka saling melemparkan canda dan tawa di sela-sela berlari, atau kadang malah saling mengejar satu sama lain.
“Duduk dulu yo, capek..” ujar ify sambil duduk di trotoar jalan. Rio hanya tersenyum sambil mengikutinya.
“Payah lo, baru segini masa udah capek” cibir rio jahil, ify hanya merengut. Rio tertawa melihatnya, tanpa sadar ia mengacak-acak rambut ify.
“Rio ! berantakan nih !” teriak ify sebal, tawa rio semakin keras saja, melihat rambut ify jadi enggak beraturan.
“Abis gue kangen sih giniin elo” sahut rio reflek. Ify diam sejenak, meski seulas seyum tipis tergambar di bibirnya. Rio menggaruk belakang kepalanya, dia menatap ify ragu-ragu.
“Fy, boleh gue nanya ?”
“Bolehlah, apa ?”
“Menurut lo ada enggak sesuatu di dunia ini yang bisa madamin cita-cita seseorang ?” ify mengernyitkan dahinya, sedikit bingung dengan pertanyaan rio.
“Ehm..kalo menurut gue sih enggak ada, buat gue cita-cita itu satu-satunya hal yang harus di milikin sama semua orang, tanpa cita-cita kita cuma bakal jadi orang yang pesimis sama hidup, dan kalo gue pribadi saat gue udah punya cita-cita gue bakal coba ngelakuin segala cara untuk ngedapetin itu, dengan cara yang positif tapi”
“Gimana kalo cita-cita lo harus kebentur sama masalah hati. Maksud gue gini, misalnya ada orang yang dapat kesempatan buat ikut suatu lomba yang udah lama dia mau, tapi di waktu yang sama, orang di sekitarnya lagi butuh dia, menurut lo apa yang bakal lo lakuin ?”
“Mungkin jawaban gue ini terkesan egois, tapi gue bakal milih buat ngelanjutin lomba itu, atau kalo bisa gue bakal usahain semua puas, gue ikut lomba, orang di sekitar gue juga kebutuhannya bisa gue penuhin. Intinya buat gue, saat gue udah bercita-cita, gue akan selalu berusaha ngasih yang terbaik buat cita-cita gue”
“Emang lo enggak takut di benci sama orang-orang di sekitar lo itu ?”
“Kalo mereka emang orang yang deket sama gue, harusnya mereka tahu gue tipe kaya apa. Lagian gue akan sangat menghargai orang yang mensupport gue untuk segala macam cita-cita yang gue punya”
“Gue ! gue bakal jadi orang yang akan selalu support elo fy..hehe..”
“Haha..”
“Fy..”
“Yap ?”
“Sebanyak apa lagi cita-cita lo ?”
“Sebanyak bintang di langit”
“Serius” ujar rio sambil melihat ke arah ify.
“Siapa juga yang bercanda ? cita-cita gue masih banyak kok. Gue pengen jadi pianis, pengen bisa lulus ujian masuk kedokteran harvard, pengen bisa jadi specialis anak, pengen punya rumah sakit sendiri, pengen bisa jadi peraih nobel suatu hari nanti, pengen bisa ngadain konser tunggal di dalem ataupun di luar negeri, banyak banget deh..” rio hanya bisa menghela napasnya mendengar setiap cita-cita dan harapan yang ify lontarkan.
“Terus gue ?” sela rio sebelum ify semakin banyak menyebutkan cita-citanya.
“Hah, elo apa ? eh..ada tukang es tuh, beli yuk, haus nih..” bukannya menjawab, ify malah langsung ngacir meninggalkan rio.
‘selalu kaya gini, sebenernya gue ada enggak sih di hati lo ?’ batin rio sambil ngekorin ify yang udah sibuk memesan es buahnya.
***
Setelah beberapa hari disibukkan dengan kegiatan sekolah, akhirnya baru hari ini shilla bisa memenuhi janjinya ke rio untuk menemui mamanya rio yang tidak lain adalah tantenya sendiri. Seperti layaknya di rumah sendiri, shilla langsung masuk begitu saja ke dalam rumah rio.
“Tante !” panggil shilla sedikit keras.
“Di dapur shil !” jawab tantenya yang sudah hapal dengan suara shilla.
“Masak apa tan ? nih aku bawain pai buah buat tante, bikinan aku sama mama lho” shilla meletakkan bawaannya di atas meja dan langsung melihat apa yang sedang dilakukan tantenya.
“Wah makasih ya, tante juga lagi bikin cake nih”
“Shilla bantu ya” tawar shilla antusias, tantenya hanya tersenyum sambil mengangguk. Kemudian shilla mulai asik berbaur dengan berbagai bahan dan peralatan yang ada di sekitarnya.
“Emang mau ada acara ya tan ?” tanya shilla sambil mengaduk adonan.
“Iya entar malem keluarganya dea mau dateng, kamu udah kenal kan sama dea ?”
“Tante, maaf ya, tapi kok kesannya tante sama om tega banget sih jodohin rio, kaya dia enggak laku aja, gitu-gitu dia punya banyak penggemar lho di sekolah”
“Bukannya tega shil, tapi tante sama om ngelakuin ini karena kita pengen rio enggak salah pilih, kan kamu tahu sendiri, rio anak tunggal, otomatis om sama tante jadi lebih ekstra dong buat milih apa yang paling baik buat dia”
“Termasuk jodohnya ? aku juga anak tunggal, tapi mama sama papa enggak jodohin aku”
“Kan kamu udah sama alvin, dia juga udah deket kan sama keluarga kamu, pasti orang tua kamu juga udah enggak khawatir lagi, lha rio ? enggak sekalipun sampai sekarang tante di kenalin ceweknya” shilla mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Lagian menurut tante, dea baik kok, anaknya sopan, manis, cantik. Kalo menurut kamu gimana shil ?” tanya tantenya balik.
“Menurut aku ? iya, dea baik, enak diajak ngobrol, dewasa, baru segitu aja sih tan yang aku tahu soal dea, abis baru ketemu beberapa kali”
“Nah makanya itu, lagian tante juga enggak mungkin lah jodohin rio sama cewek yang aneh kaya di sinetron-sinetron gitu”
“Iya sih tan, tapi kalo misalnya dea atau rio punya pilihan sendiri gimana ?”
“Ya enggak gimana-gimana, sebenernya sih tante apa yang bikin rio seneng, tante ikut aja, asal rio atau dea bisa tanggung jawab sama keputusannya” shilla hanya meng-o-kan mulutnya, kemudian kembali konsen dengan adonannya. Menurutnya, enggak ada satu celahpun yang bisa buat shilla untuk mempengaruhi jalan pikiran tantenya tentang hubungan ini.
“Kamu sendiri gimana sama alvin ?”
“Baik-baik aja kok tan, entar dia juga mau kesini, lagi ngebasket sama rio sama cakka”
“Tante tuh kadang lucu deh lihat hubungan kalian, masih sma, masih muda, tapi kayanya kalian udah saling ngelengkapin banget ya” shilla hanya terkekeh mendengar kata-kata tantenya, toh ini bukan pertama kalinya ia mendengar hal seperti ini.
“Tante..eh hai shil..” sapa dea sambil tersenyum saat melihat mereka berdua di dapur.
“Hai de..” balas shilla.
“Lho de, kok udah dateng ?” tanya mamanya rio bingung.
“Iya tan, tadi dea abis dari rumah temen di deket sini, terus kepikiran aja buat kesini, kali aja ada yang dea bisa bantu buat entar malem”
“Yah de, udah keduluan gue nih kayaknya” celetuk shilla.
“Haha, udah kok de, itu juga cakenya tinggal masuk ke oven. Udah sana kalian berdua ngobrol aja di depan, entar tante nyusul”
“Mau bantuin kok malah suruh ngobrol sih tan..” sahut dea.
“Udah enggak apa-apa, udah sana shil kamu temenin dea..” perintah mamanya rio sambil mengambil alih adonan cake shilla.
“Siap bos, ayo de..” ajak shilla sambil menarik dea keluar dari dapur menuju ruang tengah. Tidak butuh waktu lama, shilla dan dea langsung tenggelam dalam obrolan mereka yang begitu seru.
Ting..tong..ting..tong..
“Udah de biar gue aja yang buka..” ujar shilla sambil beranjak pergi.
“Berdua aja shill..” timpal dea sambil mengikuti shilla. Shilla hanya tersenyum, ia berjalan menuju ruang tamu, membuka pintu dan alangkah kagetnya dia melihat siapa yang datang.
“I..ify..”
“Hai shil, kok lagi disini ? ada acara ya ?” shilla hanya menggeleng sambil tersenyum.
“Ini siapa ?” tanya ify sambil menunjuk dea.
“Kenalin gue dea..” dea inisiatif memperkenalkan dirinya sendiri.
“Siapa shil ?”
“Ini tan, ify, temen shilla sama rio” jawab shilla ke arah mamanya rio yang udah berdiri di belakangnya.
“Oh ify yang dapet besiswa di us itu ya ? udah pulang ?”
“Lagi liburan tan, rionya enggak ada ya ?”
“Rio masih main basket fy” sahut shilla.
“Ada urusan ya ? tunggu aja disini. Kalo enggak kamu ikut makan malem aja sekalian disini” tawar mamanya rio.
“Makan malem tan ?”
“Iya, kamu udah kenal kan sama dea ini, calon tunangannya rio” shilla langsung menelan ludahnya sendiri, ia bisa merasakan tubuh ify yang membeku di tempatnya. Shilla berusaha mengalihkan matanya ke arah lain, meski ia merasa mata ify terus menatapnya tajam.
“Enggak usah tan, aku pulang aja, makasih” ify tersenyum sambil beranjak pergi.
“Tan, aku nyusul ify ya..” ujar shilla buru-buru langsung menyusul ify, hal yang sama juga di lakukan dea.
“Fy..ify tunggu..” shilla berusaha menarik tangan ify.
“Lepas shil !” tampik ify kuat.
“Gue bisa jelasin fy !”
“Jelasin apa ?!” ify berbalik, dan shilla mencelos melihat air mata yang telah menggenang di pelupuk mata ify.
“Gue minta maaf fy..”
“Minta maaf buat apa ?!! gue kira lo selama ini dukung gue sama rio, ternyata ?!!” ify menatap shilla tajam, shilla hanya bisa menunduk. Dea yang berdiri di samping shilla tidak bisa berbuat banyak, ia tidak mau menambah runyam masalah.
“Gue..gue..” ucap shilla terbata-bata, ia sudah mulai menangis juga sekarang, tangannya tetap menggennggam tangan ify kuat.
“Gue apa ?!! udah lah, gue emang bukan siapa-siapanya rio kok !!” sekali lagi ify berusaha menampik tangan shilla.
“Ify..tolong kasih gue kesempatan dulu fy..”
“Kesempatan apa ? kenapa lo enggak cerita sama gue ?! kalo kaya gini lo sama aja kaya nusuk gue dari belakang tahu enggak !!” air mata shilla tambah mengalir deras, kata-kata ify terasa sangat menusuk hatinya.
“Lepasin gue !!” dengan kuat, ify mencoba melepaskan tangannya, membuat tubuh shilla agak terdorong ke belakang.
“IFY !! lo mau ngapain shilla ?!” alvin yang baru datang bersama rio dan cakka, langsung menarik tangan ify.
“Bukan urusan lo !”
“Urusan gue kalo sampe shilla kenapa-napa ?!!” bentak alvin tanpa melepaskan cengkramannya.
“Lo jangan kasar dong vin !!” rio yang tidak begitu mengerti, mencoba melepaskan tangan alvin dari tangan ify.
“Hh..udah..vin..hh..udah..hh..” shilla memegang dadanya dengan tubuh yang mulai sempoyongan, dea langsung sigap menangkapnya.
“Shil..shilla lo kenapa ?”
“Shilla !” teriak alvin panik langsung melepaskan cengkraman tangannya dan berlari ke arah shilla.
“Bawa ke dalem aja vin..” usul dea. Alvin langsung menggendong tubuh shilla dan membawanya ke dalam rumah rio, diikuti oleh dea.
“Ini ada apa sih ?” tanya cakka yang daritadi cuma bisa diem, enggak tahu apa-apa.
“Lo bisa tanya sama temen lo ini kka. Ini buat lo yo, makasih !!” ify melemparkan sebuah bungkusan coklat ke arah rio dan langsung berlari pergi. Rio mengambil bungkusan yang jatuh di kakinya itu, dan langsung membukannya.
“Lo enggak ngejar ify yo ?” tanya cakka lagi, yang tambah tidak mengerti. Rio tidak menggubris cakka, matanya menatap lurus ke arah syal biru yang ada di dalam genggaman tangannya.

Dalam keheningan suasana yang tercipta di antara mereka berdua. Rio dan dea sama-sama hanya saling berdiam diri satu sama lain. Mereka berdua duduk di tengah taman. Menikmati indahnya malam yang penuh bintang berdua.
Rio melirik ke arah dea, gadis manis di sampingnya itu nampak asik memandangi ribuan bintang yang memayungi mereka. Entahlah apa yang ada di dalam hatinya, tidak ada getaran sekencang saat dirinya bersama ify, tidak ada degup jantung yang berdetak cepat saat dirinya ada di samping dea. Tapi ia tidak dapat memungkiri satu hal, rasa nyaman akan sikap dea yang dewasa itu perlahan-lahan membuatnya betah ada di sisi dea.
“De..”
“Ya ?”
“Gue enggak tahu apa yang harus gue lakuin sekarang ke ify” dea melihat rio lantas tersenyum.
“Lo sayang kan sama ify ?”
“Sayang tapi..”
“Kalo sayang bilang sayang yo, enggak usah pakai tapi” potong dea cepat. Rio hanya tersenyum.
“Dari awal gue ngelihat dia, gue udah tertarik sama dia, gue ngerasa dia orang yang paling tepat buat gue sayang. Gue suka dia yang pintar, dia yang penuh prestasi. Tapi sekian lama gue sayang sama dia dan berusaha menunjukkan rasa sayang itu, gue malah ngerasa dia semakin jauh”
“Kan lo sendiri yang pernah cerita ke gue, kalo kalian berdua saling sayang”
“Dulu emang sebelum dia pergi, dia bilang ke gue kalo dia juga sayang sama gue, tapi udah de, selesai sampai disitu, enggak ada kelanjutannya lagi, enggak ada satupun sikapnya dia yang menunjukkan kalo dia emang sayang sama gue, sampai tadi dia ngasih ini buat gue” rio menunjukkan syal biru miliknya dari ify.
“Kalo gitu lo tanyain lah yo ke ify, apa yang dia mau, apa yang dia maksud. Kalian enggak bisa berdiri cuma di atas kata-kata sayang tanpa ada ikatan apapun yang ada di antara kalian”
“Pengennya gue juga kaya gitu de, tapi dia selalu aja ngehindarin gue kalo gue mau ngebahas itu. Gue enggak tahu lagi apa yang harus gue lakuin”
“Perjuangin dia kalo emang lo mau perjuangin dia, kalo lo emang sayang sama dia, lakuin apa yang menurut lo bener”
“Terus kita ? orang tua gue ? orang tua lo ?” tanya rio bertubi-tubi, dea hanya tersenyum.
“Gue itu bukan model orang yang penuh mimpi yo, buat gue selama gue bisa ngejalanin hidup sama orang-orang yang gue sayang dengan nyaman, gue udah puas, udah cukup buat gue” rio terpaku sesaat, rasanya baru kemarin ia mendengar ify dan cita-citanya yang penuh semangat, dan kali ini, ia mendengar cita-cita dea yang sederhana dan jauh dari kata ambisius.
“Apa lo enggak punya cita-cita ?” tanya rio polos, membuat dea terkekeh.
“Punyalah yo, gue kan normal. Gue juga pengen jadi dokter kaya kedua orang tua gue, tapi gue juga pengen kaya nyokap gue, seorang dokter yang sukses tapi juga jadi ibu yang hebat buat gue, gue pengen kaya gitu” terang dea sambil tersenyum, rio ikut tersenyum bersamanya.
“Gue tetep aja masih bingung sama apa yang harus gue lakuin ke ify” desah rio.
“Lakuin apa yang hati lo bilang, jangan pikirin tentang kita yo, kalo lo mau jalanin berdua sama ify biar entar gue yang ngomong sama orang tua kita”
“Thanks de..” dea hanya mengangguk sambil tersenyum, senyum yang tulus, senyum yang entah mengapa langsung tersimpan di memori otak rio.
***
Di dalam kamar yang di dominasi warna pink itu, alvin memandangi shilla yang masih tertidur. Alvin menggenggam jari jemari shilla. Dengan sebelah tangannya yang lain, alvin mengusap lembut pipi putih shilla dan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah shilla.
Alvin dan shilla sudah saling mengenal sejak lama, alvin telah lebih dulu mengenal rio, dan akhirnya rio mengenalkannya dengan shilla. Sejak saat itu, mereka bertiga sering bermain bersama, bahkan di awal alvin merasa lebih nyaman untuk menjadi kakak bagi shilla. Saat mereka masuk di sma yang sama, saat itulah alvin merasa ia melihat shilla bukan lagi sebagai seorang adek, melainkan sebagai seorang gadis cantik yang mampu mengikat hatinya.
Di mata alvin, shilla adalah sosok yang penuh perhatian. Alvin yang terbiasa hidup sendiri, jadi mulai tergantung dengan campur tangan shilla dalam kehidupannya. Banyak yang bingung atau malah bertanya-tanya, bagaimana bisa hubungan itu berjalan selama dua tahun tanpa satu masalah berarti. Padahal menurut alvin dan shilla, tidak ada rahasia khusus dalam hubungan mereka, hanya cukup bermodalkan rasa saling mengerti dan percaya satu sama lain.
“Vin..” panggil shilla pelan.
“Hei..udah bangun..” alvin tersenyum sambil mengusap-usap pipi shilla.
“Kok aku udah ada di rumah ?”
“Iya tadi aku bawa kamu aja pulang ke rumah. Kamu mau minum ?” shilla menggeleng, sambil berusaha menyenderkan kepalanya di kepala tempat tidur.
“Ify gimana ?”
“Udahlah shil..” alvin terlihat malas membahas hal tersebut, shilla hanya tersenyum melihatnya.
“Ify akhirnya tahu tentang rencana pertunangan dea sama rio vin, dan mungkin ify bener, aku enggak pantes ngaku sebagai sahabatnya, kaya gini sama aja aku nusuk dia dari belakang” shilla menggigit ujung bibir bawahnya sambil menunduk.
“Kamu enggak salah shil, kan rio sendiri yang minta kita enggak ngasih tahuin itu ke ify, kamu enggak salah shilla sayang..” hibur alvin.
“Tapi aku enggak mau nambahin masalah vin, baru kemarin via sama agni baikan, masa sekarang aku malah berantem sama ify”
“Lihat aku deh” dengan tangannya alvin menyentuh dagu shilla membuat shilla menatap matanya “Kamu enggak salah, masalah itu, masalah rio, ify sama dea, kita cuma orang yang luar yang enggak sengaja keseret dalam masalah ini”
“Aku pengen kita akur lagi vin, kaya dulu, ngumpul berdelapan, kita main lagi bareng, aku kangen kita yang dulu, aku kangen..” desah shilla pelan.
“Entar aku cari cara biar kita bisa ngumpul bareng lagi ya, sekarang mending kamu enggak usah banyak pikiran dulu, oke ?”
“Aku enggak apa-apa kok”
“Iya, aku juga tahu shilla..” ujar alvin sambil mengelus-elus rambut shilla.
“Udah malem vin, kamu pulang aja deh”
“Kamu ngusir nih ?”
“Haha, enggaklah, aku cuma enggak mau kamu kecapekan, akhir-akhir ini aku ngerasa kamu lebih kurusan deh. Makasih ya udah nungguin aku..”
“Ya udah deh aku pulang dulu ya..” alvin mengecup kening shilla singkat, shilla hanya tersenyum sambil mengangguk. Kemudian alvin langsung bergegas meninggalkan kamar shilla.
***
Panas matahari cukup terik siang ini, tapi tidak menghalangi alvin dan rio untuk terus bermain basket. Alvin memang sengaja mengajak rio bermain basket berdua dengannya, dia ingin meluruskan semua yang terjadi kemarin, dia enggak mau masalah ini jadi berlarut-larut dan akan berujung seperti iel dengan cakka.
“Istirahat bentar yo !” teriak alvin sambil berjalan menuju pinggir lapangan. Rio hanya mengikuti saja. Mereka berdua memilih duduk di bawah pohon yang teduh.
“Gue harap elo enggak salah paham sama perlakuan gue ke ify kemarin, gue cuma reflek ngelihat ify kaya gitu sama shilla” ujar alvin.
“Iya gue tahu kok, enggak ada masalah. Shilla baik-baik aja kan ?”
“Baik kok, cuma emang hari ini dia enggak sekolah dulu aja. Lo sendiri gimana sama ify ?” rio hanya tersenyum tipis sambil mengangkat kedua bahunya.
“Mau sampai kapan lo mau kaya gini yo ?”
“Kalo gue tahu apa yang harus gue lakuin, udah gue lakuin dari dulu kali vin”
“Lo tinggal ngomong sob ke ify, apa yang dia mau, apa yang lo mau, apa yang kalian mau. Lo tahu sendiri kan ify kaya gitu, dan udah enggak ada waktu juga kalo mau terus-terusan pasrah sama keadaan kaya gini. Ambil keputusan dong yo” rio hanya diam mendengar ceramah alvin.
“Jangan sampai hubungan gantung lo berdua ini bawa korban yo. Waktu lo cerita tentang pertunangan lo sama dea, gue diem aja, karena gue pikir, toh itu masalah lo, kapasitas gue cuma ngebantu lo saat lo minta tolong sama gue. Tapi kemarin, persahabatan shilla sama ify udah terancam gara-gara ini semua, dan gue enggak mau ngelihat itu semua tambah lebar yo” lanjut alvin lagi.
“Sori vin, gue enggak ada niat sama sekali buat bikin semua tambah runyam” ujar rio, alvin hanya tersenyum sambil menepuk pundak rio.
“Iya yo gue tahu, lo enggak ada maksud sama sekali. Tapi ini artinya tanda kalo lo harus mastiin status hubungan lo sama ify. Di masalah ini, gue enggak dukung siapa-siapa, lo mau terus sama ify ataupun dea, tapi tolong lo ambil keputusan, lo sendiri yang bilang waktu itu bakal nyelesein masalah ini sendiri”
“Sejujurnya sekarang gue mulai ragu sama ify vin, dan dea, yaa..she is a good listener”
“Jangan pernah jalanin hubungan untuk sebuah pelampiasan yo. Putusin pakai hati..”
“Dan hati gue enggak jelas sekarang vin” sahut rio, alvin terkekeh mendengarnya.
“Gimana perasaan lo sekarang sama ify ?”
“Ify, kaya yang selama ini lo tahu, gue sayang sama dia, mungkin gue orang yang paling ngarepin dia balik kesini, orang yang paling rajin ngirimin dia surat, gue orang yang...”
“Perasaan lo yo, gue tanya perasaan lo ke dia” sela alvin.
“Iya itu perasaan gue ke ify vin” ujar rio bingung.
“Itu namanya bukan perasaan yo, itu sesuatu yang lo lakuin buat mempertahankan dia, buat milikin dia. Lo masih sayang sama ify ?”
“Ma..sih kok” alvin tersenyum tipis mendengar keraguan yang ada di nada suara rio.
“Lo sanggup milikin dia ?” rio tertegun sesaat mendengar pertanyaan alvin. Sebenernya itu adalah pertanyaan yang mudah untuk rio yang selalu mengaku menyayangi ify. Tapi mengapa sekarang rio malah sulit menemukan jawaban yang tepat. Sanggupkah ia, terus mencintai ify yang cuek, yang penuh cita-cita, yang ambisius, yang tidak pernah mau menunjukkan rasa sayangnya secara langsung.
“Enggak usah dipaksain yo, jawaban itu ada di dalem hati lo kok” ucap alvin sambil tersenyum mengerti ke arah rio.
“Sekarang gimana dengan dea, sejauh apa lo nyaman sama dia ?” tanya alvin lagi.
“Dea, dia itu sebenernya menarik, sederhana, simpel, kadang terlihat terlalu pasrah tapi sebenernya dia cuma model orang yang, pelan-pelan asal semuanya bisa terlaksana, pendengar yang baik, teman yang menyenangkan”
“Rasa nyaman yo, senyaman apa lo sama dia ?”
“Senyaman gue ada di deket orang yang udah lama gue kenal” jawab rio terlihat yakin.
“Cuma satu yang gue bisa bilang ke elo, jangan sekalipun entar lo nyesel dengan pilihan lo” rio mengangguk mendengar kata-kata alvin, entahlah tapi ia merasa ada sesuatu yang bisa ia tangkap dari pembicaraan ini.
“Gue cariin daritadi ternyata kalian disini”
“Kenapa vi ?” tanya rio bingung, melihat via tiba-tiba menghampiri mereka berdua.
“Gue mau minta tolong sama lo berdua, eh cakka mana ?”
“Cakka ada di rumahnya kali, minta tolong apa ?” sahut alvin.
“Ya udah deh, kalian aja dulu..” via mengeluarkan kamera digitalnya.
“Lo mau foto kita vi ?” tanya rio lagi, via hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum.
“Lagi jelek nih kita vi, keringetan abis basket, lagian buat apa sih ?”
“Udahlah, entar juga tahu buat apa. Sini-sini ayo..” via menarik-narik alvin dan rio, mengatur gaya mereka berdua.
“Via ini mau apa ?” rio mengulang pertanyaan yang sama.
“Nurut aja deh ! alvin sini dong, eh lo kurusan ya ?” alvin hanya mengangkat bahunya, pasrah via menarik-narik dan mengatur dirinya dan rio.
***
Menikmati tiupan angin yang berhembus sepoi-sepoi, iel duduk di atas kap mobilnya. Memandangi pemandangan indah di depannya, hamparan padang ilalang. Biasanya ia tidak sendiri menikmati ini, biasanya ada via disampingnya menemaninya, biasanya ia dan via akan menghabiskan waktu mereka berdua disini.
Bukan inginnya beberapa hari ini, iel menjadi antipati terhadap via. Dia hanya ingin sedikit saja, via dapat mengerti apa yang ia rasakan, sedikit saja via bisa memahami apa yang selama ini ia lakukan untuk via. Iel tahu pasti, rasa sayang itu masih tersimpan utuh hanya untuk via seorang, cepat atau lambat dia akan memperbaiki semuanya dengan via.
Ia juga mulai merasa jengah dengan masalahnya bersama cakka yang tak kunjung usai. Diam-diam ia juga merindukan saatnya ia bisa bermain bersama lagi dengan cakka, formasi lengkap berempat. Lagipula mereka bukan lagi anak kecil yang harus selalu kucing-kucingan hanya untuk sebuah masalah salah paham seperti ini.
Iel mendesah napasnya perlahan “gue harus ketemu sama cakka sekarang”.
Dengan kecepatan normal, iel mulai memacu mobilnya, dan sekitar tiga puluh menit kemudian, ia sudah sampai di depan rumah cakka. Iel langsung turun dari mobilnya, ia sudah siap apapun yang akan cakka lakukan padanya. Tapi tubuhnya langsung terasa terpaku, terdiam membisu di tempatnya, ia berusaha meyakinkan penglihatannya, dan itu semua memang nyata. Tanpa basa-basi, iel langsung berbalik dan kembali ke mobilnya.
“Ayo dong kka, senyum dong. Gayanya jangan kaya gitu terus” samar-samar suara via masih terdengar jelas olehnya.
***
Setelah meyakinkan hatinya, rio memantapkan dirinya untuk menemui ify. Malam ini, dia harus meluruskan semuanya, memastikan apa yang akan dia dan ify ambil, menjelaskan semua yang telah terlanjur terjadi.
Berkali-kali rio mengetuk pintu rumah ify, tapi tidak ada satupun sahutan untuknya. Rio juga berusaha untuk terus menghubungi ify, tapi ify selalu mereject telponnya, malah yang terakhir, hp ify tidak lagi aktif. Namun bukan berarti rio menyerah, malam ini dia sudah bertekad, untuk menyelesaikan semuanya.
“Maaf mas, mbak ifynya enggak ada di rumah” tiba-tiba pembantu ify keluar.
“Pergi kemana ya ?”
“Kurang tahu mas”
“Oh ya udah, saya bolehkan nunggu disini ?”
“Eh..mas tapi..”
“Enggak apa-apa, saya nunggu disini aja” rio merasa yakin bahwa ify ada didalam rumahnya. Dia memutuskan untuk menunggu di depan teras rumah ify.
To : alyssa’ify’
Fy, gue tahu lo ada di rumah
gue enggak mau maksa, tp gue hrp lo mau keluar fy
kita hrs obrolin smua ini, lo ga bs terus hndarin gue
Rio terus menunggu ify, meski malam terus beranjak menuju malam. Tangannya menggenggam syal biru yang kemarin ify lemparkan untuknya. Satu-satunya benda yang ify berikan untuknya. Sesuatu yang sesungguhnya, bukan gambaran seorang ify. Sesuatu yang malah membuat rio bingung dan merasa tambah tidak mengerti akan kepribadian gadis itu.
“Mas ini..” pembantu ify yang tadi keluar lagi, dan memberi rio sebuah kertas yang telah dilipat.
“Ini apa ?”
“Enggak tahu mas, tapi katanya mas pulang aja” kemudian rio kembali ditinggalkan sendirian. Rio memandangi secarik kertas di tangannya itu, hanya ada sepotong kalimat di atasnya, rangkaian kata tulisan tangan ify yang sangat di kenalnya.
Gue masih pengen sendiri, sorry.
Dalam kesunyian malam, rio sadar penantiannya kali ini belum berhasil, tapi bukan berarti ia akan berhenti. Ia telah berniat untuk membuat semuanya jelas. Rio berjalan ke arah depan rumah ify, ia menengadahkan kepalanya, melihat ke arah jendela kamar ify yang terletak di lantai dua. Lampunya telah padam, tapi sekali lagi rio yakin, ify masih terjaga dan sedang mengamati dirinya. Rio tersenyum sekilas, dengan langkah gontai ia kembali ke dalam mobilnya.
Dari pinggir ambang jendelanya, ify memperhatikan rio, yang sedang memandang tepat ke arah dirinya sedang berdiri. Ia dapat melihat rio yang tersenyum dan kemudian berlalu ke arah mobilnya. Entah untuk apa, tapi setetes air mata turun membasahi pipinya. Ify beranjak duduk di atas ranjangnya.
Belum pernah seumur hidupnya hingga saat ini, hatinya terasa perih dan sakit. Rasanya berbeda dengan kekalahannya dalam suatu lomba. Rasa sakit itu lebih menusuk, terasa mengiris ulu hatinya, membuat air matanya meleleh, membuat dirinya merasa lemah, membuat semua kekuatannya serasa menghilang. Inikah yang dinamakan patah hati ?
Dalam diam, ify memperhatikan foto rio yang ia selipkan di dalam bukunya. Ia menyukai rio, ia tidak akan mengingkari hal itu. Dari awal shilla mengenalkan rio padanya, ify sudah tertarik, pada senyum manis rio, suara lembut yang rio miliki, cara rio memperhatikannya, semuanya.
Tapi ify memang seorang ify. Seorang perempuan dengan sejuta impian yang ia miliki, dan mimpi untuk menghabiskan waktunya bersama rio, bukanlah mimpi yang terletak di urutan pertama. Dan kini, saat sebuah kenyataan hadir di depan matanya, mengapa rasa sakit itu tetap muncul ?
Teringat waktunya saat ia merajut syal biru itu untuk rio, setiap malam sebelum ia beranjak tidur. Saat itu, ia pikir ia melakukan itu hanya karena sekedar keadaan teman-teman di sekitarnya yang melakukan hal yang sama. Tapi hingga saat ini, ify masih bisa mengingat dengan jelas, setiap helai benang yang ia rajut membentuk sebuah simpul dan menghasilkan sebuah syal, apakah ini pertanda ia membuat itu dengan penuh cinta.
Ia tahu, ia harus menemui rio dan membicarakan semuanya. Tapi bukan saat ini, bukan karena ia ingin mengulur waktu. Tapi karena ify, tidak ingin terlihat lemah di depan rio, tidak ingin terlihat lemah di mata laki-laki.
Ify mencoba memejamkan matanya, ingin melelapkan raga dan jiwanya sejenak. Meski bayang-bayang wajah rio terus terasa mengikutinya. Sedikit berharap, bila esok ia terbangun, masa lalu hanyalah bagian dari bunga tidurnya, atau bila itu terlalu muluk, ify hanya berharap, saat dirinya terbangun esok, ia telah menemukan kemantapan hatinya untuk ia sampaikan pada rio.
***

Komentar

Postingan Populer