Story in Love ( cerpen )
Pernahkah kamu mencintai seseorang, hingga lupa mencintai dirimu sendiri ?
Pernahkah kamu mengharapkan seseorang, hingga kamu mati rasa pada yang lain ?
Pernahkah kamu menanti seseorang, hingga waktu terpaksa menghentikanmu ?
Pernahkah kamu mengharapkan seseorang, hingga kamu mati rasa pada yang lain ?
Pernahkah kamu menanti seseorang, hingga waktu terpaksa menghentikanmu ?
Gadis
itu menatap secarik kertas di genggaman tangannya, tidak ada yang
berubah dari kertas itu, bahkan setelah berbulan-bulan. Hanya
pinggirannya yang mulai menguning, dan sedikit rapuh. Di pertengahan
bulan oktober yang mulai berangin, gadis itu tidak mempedulikan
tangannya yang mulai menggigil. Dia tetap memandangi kertas itu, meski
isinya sudah sangat ia hapal di luar kepala. Tiga kalimat pertanyaan
yang selalu membawanya menyeberangi lintas waktu menuju masa lalu.
“Via
! mau sampe kapan lo duduk disini ? lo bisa masuk angin tahu enggak ?!
seorang perempuan yang sebaya dengannya menghampirinya.
“Sebentar
lagi shil, sampai matahari tenggelam” shilla menatap via lirih, tapi
tidak banyak yang dapat shilla lakukan kecuali ikut duduk di sampingnya.
Seandainya shilla bisa melakukan sesuatu untuk via, untuk mengembalikan
via yang dulu, untuk membuat via tersenyum lagi.
“Gue kangen dia shil, kangen..”
“Ssstt..udah
vi udah..” shilla memeluk via, via tidak membalas pelukan itu, ia terus
menatap lurus ke depan meski pandangannya kosong, shilla semakin
mempereratkan pelukannya, ketika tetes air mata via mulai berjatuhan di
pundaknya.
***
Seperti
malam-malam yang telah lalu, via tetap setia menemani laki-laki di
sampingnya itu. Meski mereka berdua hanya saling berdiam diri. Laki-laki
itu terus menatap bintang sementara via terus menatap laki-laki itu,
tanpa henti, tanpa pernah bosan, selalu begitu.
“Udah
malem, masuk yu” bujuk via sambil menepuk pundak laki-laki itu pelan.
Laki-laki itu diam, tak bergeming sama sekali, dia tetap melihat
bintang, tetap mengacuhkan via.
“Besok kita lihat bintang lagi, sekarang waktunya kamu tidur” via terus membujuknya.
“Kamu
tahu, bintang juga butuh tidur, dan dia sedang menunggu kamu untuk
tidur lebih dulu, kamu enggak mau ngecewain bintang kan ?”
Untuk pertama kalinya, laki-laki itu menoleh ke arah via.
“Kamu siapa ?” via hanya tersenyum meski hatinya pedih.
“Aku via, sivia azizah. Ayo sekarang kita tidur” tanpa lelah, via mengulang dialog yang sama setiap malam.
“Tapi besok lihat bintang lagi kan ?”
“Iya”
via menggandeng laki-laki itu, layaknya seorang kakak mengenggam tangan
adiknya. Padahal laki-laki itu sebaya denganya, dan terlihat lebih
pantas untuk jadi kekasihnya.
***
-Satu tahu lalu-
Pagi
yang cerah untuk semua penghuni bumi, begitupun untuk via. Dia
merapikan seragamnya sekali lagi di depan kaca, lalu tersenyum, ritual
setiap paginya. Via percaya, sesuatu yang di mulai dengan positif akan
menghasilkan sesuatu yang positif juga. Setelah memakan sarapannya dan
berpamitan kepada kedua orang tuanya, via pun berangkat ke sekolah.
Sivia,
atau lebih sering disapa via. Seorang gadis yang ramah dan penuh
senyum, seorang teman yang selalu siap membantu temannya yang kesusahan,
seorang wanita yang selalu membuat laki-laki manapun jatuh cinta
padanya.
“Gubrakk !”
Via
menatap buku-buku yang tadi ada di tangannya, berhamburan jatuh ke
lantai. Dia lalu berjongkok untuk memunguti buku-bukunya tersebut. Saat
ia mengangkat wajahnya, untuk melihat siapa yang telah menabraknya
barusan, tapi yang via lihat hanya koridor sekolahnya yang sepi.
“Kayanya
tadi yang nabrak gue cowok deh ? mana orangnya ya ? enggak tanggung
jawab banget !” gerutu via sambil berjalan menuju kelasnya.
“Kenapa
lo vi kok telat, untung guru belum masuk ? tumben mukanya murem,
biasanya juga ceria” goda shilla yang duduk sebangku dengannya.
“Tadi
di koridor ada yang nabrak gue, tapi boro-boro bantuin atau minta maaf,
orangnya langsung pergi enggak tahu kemana” curhat via.
“Haha, lo tuh ya, cuma kaya gitu doang, enggak usah dipikirin gitu juga kali”
“Ya tapi dia kan enggak tanggung jawab berarti jadi orang, nyebelin banget tahu enggak”
“Iya..iya..”
shilla hanya tersenyum melihat sahabatnya itu. Via memang peduli banget
sama yang namanya tanggung jawab, dia paling enggak suka kalo ada orang
yang bertindak semaunya tapi enggak mau tanggung jawab atas ulahnya.
“Eh, kak alvin tuh..” shilla menyenggol-nyenggol siku via, memberi kode ke via akan kedatangan alvin ke kelas mereka.
“Gue
heran deh sama dia, kenapa sih jadi orang berantakan banget, enggak
pernah ada rapi-rapinya, lihat deh, rambut panjang, baju keluar,
sepatunya kotor..euw..” shilla terkikik mendengar ocehan via. Semenjak
mos, via memang udah enggak suka lihat alvin yang menurutnya gayanya
enggak ada pantes-pantesnya sebagai anak sekolahan apalagi sebagai
seorang ketua osis.
“Gitu-gitu dia selalu juara umum tahu” ujar shilla.
“Eh lo berdua yang lagi ngobrol, tolong dengerin gue dulu dong, ada pengumuman nih !” perintah alvin dari depan kelas.
“Maaf kak” kata shilla.
“Ya
elah shil ngapain minta maaf sama orang kaya dia, dianya aja nyolot
gitu, enggak ada sopan-sopannya, mana ada ketua osis kaya gitu !” via
menatap alvin sinis, shilla hanya menatap via heran.
“Gue
kesini cuma mau ngasih tahu buat lo semua yang tertarik buat ikut ldks,
bisa mulai daftar ke ruang osis mulai hari ini, syarat-syaratnya bisa
lo lihat sendiri nanti. Dan khusus buat elo cewek sok ! lo wajib ikut
acara ini !” alvin menunjuk via.
“Gue enggak mau ikut dan lo enggak bisa paksa gue !” tolak via.
“Silahkan
lo tolak perintah gue, dan gue pastiin, hidup lo enggak bakal tenang di
sekolah ini !” ancam alvin sambil berlalu meninggalkan kelas via. Via
tidak peduli meski semua mata di kelasnya memandangnya.
“Gila lo vi ! lo sih macem-mecem aja nantangin dia segala”
“Udahlah shil..”
“Terus lo ikut kan acara ldksnya ?”
“Enggaklah,
ngapain gue ikut acara kaya gitu, enggak penting banget !” shilla cuma
bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya, yang kalo batunya
udah keluar susah di bilangin.
Meski
di ancam seperti itu, via tetap saja tidak ikut acara ldks tersebut.
Sebenernya ia tertarik, tapi keberadaan alvin disitu membuatnya
benar-benar harus berpikir ratusan atau malah mungkin ribuan kali untuk
ikut acara tersebut. Entahlah, mengapa via bisa sampai seantipati ini pada alvin, dia sendiri tidak mengerti, apalagi alvin termasuk cowok sejuta umat di sekolahnya.
Hari-hari
berlalu semenjak via mangkir dari acara ldks tersebut. Dan dia merasa
ancaman alvin padanya hanyalah sebuah kata-kata kosong, karena tidak ada
sesuatu hal apapun yang menimpanya di sekolah.
“Via !!”
“Apaan sih shil ? enggak kurang kenceng itu suara manggil gue ?”
“Ayo cepetan lo ikut gue !” shilla langsung menarik tangan via sesampainya via di gerbang sekolahnya.
“Kemana
?” tidak ada jawaban dari shilla, via cuma bisa pasrah. Ternyata shilla
menariknya ke depan mading, dimana hampir seantero sekolah sedang
mengerumuninya. Setelah misi sana misi sini, shilla berhasil membawa via
ke depan mading, yang langsung membuat via terbelalak kaget.
“SIVIA AZIZAH DAN ALVIN JONATHAN RESMI BERPACARAN”
headline besar dengan warna merah mencolok mata tersebut benar-benar
membuat via shock, apalagi terpampang potonya dan alvin, yang terlihat
sedang cipika-cipiki, lalu yang lebih membuat via kaget setengah mati
adalah, statement dari alvin yang juga terpampang besar di situ.
“Iya gue emang udah pacaran sama via, kita jadian kemarin pulang sekolah”
Seandainya
mading itu tidak terletak di dalam kaca dan kacanya tidak kunci,
rasanya via ingin menyobek-nyobek berita bohong tersebut.
“Oh jadi ini anak kelas satu yang udah ngerebut alvin !”
“Gue kira cantik, ternyata standart !”
“Kok alvin mau sih sama dia !”
“Iya,
mending juga sama gue !” komentar-komentar langsung bermunculan,
kebanyakan datang dari kakak kelas. Via yang tidak tahan dengan hal ini,
menarik shilla untuk segera menjauh dari sini.
“Lo enggak percaya sama berita bohong itu kan shil ?”
“Gimana ya vi, gue sahabat lo, gue pasti percaya sama lo, tapi itu keliatan nyata banget”
“Gue beneran enggak tahu, gimana caranya bisa ada foto gue sama mahluk sialan itu ! argh, sial banget sih gue !”
“Sabar vi, sabar..” nasihat shilla sambil neglus-ngelus pundak via.
“Gue enggak mau tahu, gue mau dia tanggung jawab sama semua ini !” kata via sambil beranjak pergi.
“Lo mau kemana ?”
“Ke
tempat cowok sialan, siapa lagi coba !” via berusaha masang muka tembok
saat orang-orang mulai nunjuk-nunjuk dia dan ngomongin dia. Via sendiri
enggak ngerti alvin ada di kelas mana, dan enggak tahu juga mau kemana.
Tapi langkahnya terhenti di pinggir lapangan bola, dia melihat alvin
sedang berlari menggiring bolanya, via sempat menatapnya sesaat, ada
aura kuat yang tepancar saat alvin sedang berlari bersama bolanya itu,
tersadar dari lamunannya, via langsung masuk ke dalam lapangan.
“ALVINNNN !!!!!” permainan langsung terhenti mendengar teriakan via, mereka langsung menatap ke arah via.
“Eh
bentar ya, cewek gue manggil tuh” ujar alvin enteng yang bikin via
tambah gondok, karena koor ejekan langsung berkumandang di sekitar situ.
“Ikut gue !” via menarik tangan alvin ke taman sekolah yang lebih sepi.
“Mau apa sih ?” tanya alvin sambil megangin tangannya yang tadi di tarik secara brutal sama via.
“Lo harus tanggung jawab ! gue tahu, lo kan yang bikin berita mading itu !”
“Tanggung jawab ? ini kan semua gue lakuin gara-gara lo juga, kalo lo mau ikut ldks juga gue enggak akan masang itu kok !”
“Cuma ldks doang apa pentingnya sih !”
“Cuma mading doang apa pentingnya sih !”
“ARHG ! LO SARAP BANGET SIH !!”
“Kaya
lo waras aja ! udahlah, nikmatin lo jadi pacar gue ! gini deh, kalo lo
tahan jadi cewek gue sebulan, gue bakal ngaku ke semua anak-anak kalo
itu perbuatan gue” via berpikir sejenak, tidak buruk juga penawaran
alvin, cuma sebulan aja pura-pura masa via enggak bisa sih, lagian kalo
dia tahan kan, dia bisa bikin malu alvin di depan satu sekolahan.
“Gue bisa pegang enggak nih kata-kata lo ?!”
“Percaya dong sama gue ! apa sih untungnya kalo gue bohong. Deal nih ?” alvin menyodorkan tangannya.
“Deal !” balas via mantap.
Dan
semenjak saat itu, via dan alvin mulai berpura-pura menjadi sepasang
kasih. Mau tidak mau, via harus sering berduaan di sekolah bersama
alvin, lagipula dengan bersama alvin, via merasa lebih tenang karena
bisa terhindar dari usilan kakak kelas dan para fansnya alvin yang
menyimpan dendam pribadi padanya.
Hari
ini alvin ada rapat osis, dan via benar-benar malas kalo harus nungguin
alvin rapat, toh dia kan bukannya pacarnya alvin, jadi dia enggak punya
kewajiban buat nungguin alvin. Tapi apes buat via, ditengah jalan turun
hujan deras, yang membuat ia harus berteduh dulu di sebuah halte.
“Tahu hujan gini, gue tungguin deh dia tadi” sesal via sambil menatap hujan yang tidak juga reda.
“Mana
ini halte penuh banget sama orang neduh lagi, huft..” via memperhatikan
sekitarnya, ada beberapa anak yang sama seperti dirinya masih memakai
seragam sekolah, lalu ada juga bapak-bapak serta ibu-ibu, mas-mas dan
mbak-mbak, juga beberapa pengamen jalanan yang ikut berteduh. Lalu
matanya tertumbu pada seorang anak laki-laki kecil, sepertinya ia
seorang pengamen, badannya kecil, dan ia tidak kebagian tempat di halte
itu. Tubuhnya menggigil, basah kuyup oleh terpaan hujan.
“Kamu !” panggil via ke arah anak itu, anak itu menoleh ke arahnya dan tersenyum.
“Sini deh..” via melambaikan tangannya memanggil anak tersebut, meski heran anak tersebut tetap saja menemuinya.
“Ada apa kak ?”
“Kamu
kan udah berdiri disana dari tadi, sekarang gantian aku ya, kamu
berteduh dulu disini” via menarik anak itu ke tempatnya berdiri, dan dia
sendiri keluar dari kerumunan orang yang berdiri di bawah halte
tersebut. Membiarkan dirinya basah terkena hujan. Beberapa orang
memandangnya dengan kagum meski tidak melakukan apa-apa, dan sisanya
memandang tindakan via dengan acuh tak acuh.
Via
memejamkan matanya, berusaha menikmati butiran hujan yang menetes di
atas kepalanya langsung, belum ada lima menit, via sudah merasa badannya
menggigil kedinginan. Tiba-tiba, ia merasa hujan telah berhenti.
Dia
membuka matanya, dan masih terlihat jelas bahwa hujan belum berhenti
“Lho, masih hujan ?” via mendongak ke atas, dan mendapati sebuah jaket
sedang melindungi kepalanya dari hujan.
“Lo
ngeyel banget sih, udah gue bilang jangan kemana-mana, tunggu gue
bentar aja apa salahnya sih ! kan kalo kaya gini lo jadi basah kuyup !
lagian ada halte, bukannya neduh malah hujan-hujannan !” via menatap ke
arah alvin, yang entah kenapa jadi ngomel-ngomel gini sama dia, tapi via
juga seneng sama cara alvin melindungi dari hujan.
“Yee, malah senyum-senyum, ayo pulang !”
“Bentar..”
“Apa lagi sih ?”
“Gue boleh ajak temen gue kan ?”
“Hmm,
siapa ?” via hanya tersenyum, kemudian ia menghampiri anak kecil yang
tadi, dia membujuk supaya anak itu mau ikut pulang bersamanya dan alvin,
setelah tidak bisa menolak lagi, akhirnya mereka bertiga masuk ke mobil
alvin.
“Jadi tadi, siapa nama kamu ?” tanya via sambil mengeringkan rambutnya sama handuk yang di beri oleh alvin.
“Nama aku ozy kak”
“Tinggal dimana lo ?” gantian alvin yang bertanya.
“Susah kak jelasinnya, lagian mending aku turun disini aja, kakak enggak usah anter aku sampe rumah”
“Emang
kenapa ? kita kan maunya nganterin kamu sampe rumah, iyakan vin ?” via
melirik ke alvin, alvin cuma bisa menganggukan kepalanya.
“Aku tinggal didaerah kumuh kak, kakak pasti enggak akan mau kesana”
“Mau
kok mau, udah sekarang kamu tunjukkin aja ya jalannya, oke” ozy
menuruti perintah via, dia menunjukkan jalannya ke alvin, dan alvin
menuruti perintah ozy.
Ternyata
benar kata ozy, ia tinggal di daerah yang menurut via sangat tidak
layak. Sebuah daerah paling kelam yang ada di jakarta, sebuah daerah
dimana anak-anak kecil pada berkerja sebagai pengamen dan orang tua
mereka hanya tinggal menunggu penghasilan mereka. Daerah dimana, ada
banyak kasus kriminalitas terjadi setiap hari.
Sambil
berpegangan erat ke alvin, via berusaha tersenyum ke arah ozy. Dia
tidak menyangka, banyak anak seperti ozy yang harus merasakan kejamnya
dunia.
“Makasih ya kak via, kak alvin udah nganterin ozy sampe sini”
“Iya..” jawab alvin singkat.
“Iya
ozy, kamu suka ngamennya di deket halte tadi kan ? entar aku sering
kesana deh biar kita bisa sering ketemu, kita pulang dulu ya zy” pamit
via ke ozy. Via terus saja memegang erat tangan alvin hingga ia mau
masuk ke dalam mobil.
“Eh ngapain lo pegang-pegang gue ?!”
“Gue
? woi ! sadar dong, dari tadi itu elo yang pegangan sama gue !” sanggah
alvin enggak terima di tuduh seenaknya sama via. Via yang enggak bisa
ngebales, cuma bisa menggerutu sendiri dan langsung masuk ke dalam
mobil.
Tapi
semenjak kejadian alvin mayungin via pake jaketnya itulah, diam-diam
rasa benci via mulai terkikis ke alvin. Apalagi saat via sadar kalo
alvin enggak secuek yang dia pikir. Semakin mereka menghabiskan banyak
waktu berdua, semakin besarlah pengetahuan via tentang alvin. Alvin yang
amat sangat pintar, alvin yang baik, alvin yang iseng, dan alvin yang
selalu tampak lebih berkharisma saat ia bermain bola.
Seperti hari-hari jumat yang
telah lalu, hari jumat inipun via menemani alvin latihan sepak bola.
Tidak ada yang lebih menyenangkan untuk via selain bisa menikmati
permainan alvin. Via yang awalnya sama sekali buta terhadap sepak bola,
jadi suka karena lihat permainan alvin. Ya, via tidak bisa bohong kalo
rasa nyaman itu telah tumbuh di hatinya, liar tak terkendali, tapi
terjaga sempurna.
“Bengong
mulu lo, terpesona sama permainan gue ya ?” meski yang alvin bilang
benar, perasaan gengsi gede-gedean via masih berdiri kokoh.
“Gue ? terpesona sama lo ?! enggak banget deh !”
“Vi,
besok kita sebulan” via terdiam, dia tidak menyangka akan tiba hari
dimana ia dan alvin harus mengakui semuanya, ada setengah hatinya yang
tidak rela dengan kenyataan ini.
“Bagus
dong, jadi orang enggak perlu salah paham lagi sama gue !” via mengutuk
kata-kata yang terlontar dari mulutnya, mengapa mulutnya berkata
demikian ? bukankah via sudah merasa cukup nyaman dengan kehadiran
alvin.
“Apa
gue enggak bisa beneran milikin lo ?” alvin menatap matanya, via bisa
melihat kesungguhan dan ketulusan yang dalam dimata itu.
“Aduh
lo ngomong apa sih ! udah ah, gue mau balik aja ! enggak enak banget
suasananya !” lagi-lagi, via merasa bingung mengapa mulutnya berkata
tanpa kendalinya, mengeluarkan kata-kata yang berlawanan sama isi
hatinya.
“Bentar
vi, ini buat lo” alvin mengeluarkan secarik amplop dari dalam tasnya,
via menerima itu dan langsung memasukannya ke dalam tasnya. Lalu dia
memaksa alvin untuk mengantarkannya pulang dan sepanjang perjalanan,
mereka hanya terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
------
Shilla
bingung melihat via, mengapa sahabatnya yang biasanya bawel itu hari
ini terlihat sangat diam, dan selalu melihat ke arah luar jendela kelas.
Bel istirahat kali ini terasa sangat tidak bersahabat untuk via, karena
sekaranglah saatnya alvin harus mengakui tentang kebohongan mereka
selama ini.
Dari
kejauhan, via bisa melihat alvin memandang ke arahnya, lalu kemudian ia
mengangguk dan mulai berjalan ke tengah lapangan sambil membawa
pengeras suara. Para fans alvin tentu saja langsung mengerumuninya.
“Gue mau bikin pengakuan...” alvin mengalihkan matanya ke via.
“Kalo
gue sebenernya enggak punya hubungan apa-apa sama sivia azizah, itu
semua cuma rekayasa gue doang, yang bikin berita di mading itu gue, yang
bikin foto itu juga gue, semuanya kerjaan gue sendiri” entah mengapa
meski telah tahu dari awal, via tetap saja merasa getir dan ingin
menangis, shilla yang seperti biasa selalu berdiri di sampingnya,
menggenggam tangannya erat.
“Foto
itu gue ambil secara diam-diam, waktu gue enggak sengaja nabrak dia di
suatu pagi. Mungkin semua orang bingung, mungkin via sendiri juga enggak
pernah tahu, kenapa gue ngelakuin hal kaya gini, jawabannya simpel,
semua karena gue beneran sayang sama dia..” via tidak bisa menahan rasa
kekagetannya, dia tidak menyangka alvin akan bilang seperti itu di depan
khalayak ramai.
“Gue
tahu cara gue basi banget, dan gue sadar dengan semua kebohongan ini,
gue enggak akan pernah bisa milikin seorang sivia azizah. Gue minta maaf
yang sebesar-besarmya ke semua orang yang mungkin udah ngerasa gue
bohongin, dan buat via, semoga satu bulan ini enggak terlalu menyiksa
buat lo harus terus bareng sama gue, karena satu bulan ini gue ngerasa
sangat bahagia bisa ngabisin waktu gue sama lo”
Koor
dari seluruh anak-anak sekolah yang menyaksikan penjelasan alvin
langsung menggema di lapangan. Via masih menatap alvin dari tempatnya
berdiri, apa maksud alvin menyatakan semua itu, apa maksud alvin
mengatakan perasaannya di depan semua orang, dan mengapa alvin sekarang
malah langsung pergi begitu saja dan bukannya menemui ia langsung.
“Vi,
lo baik-baik aja kan ?” shilla menyadarkan via dari lamunannya. Via
hanya tersenyum tipis. Lalu dia memutuskan untuk masuk ke kelasnya. Via
bingung memikirkan hatinya, bukankah harusnya sekarang ia lega karena
semenjak hari ini dia tidak perlu lagi akting di depan teman-teman
sekolahnya, bukankah seharusnya ia senang karena semenjak hari ini dia
bisa terbebas dari alvin ?
Dengan
langkah gontai via berjalan tanpa tujuan. Tidak ada lagi alvin dan
mobilnya sekarang, tidak ada lagi mahluk rese yang selalu memaksanya
untuk mengantarkan via pulang ke rumah, tidak lagi ada orang yang
memaksanya untuk menunggu dia. Via membiarkan kakinya melangkah sendiri,
cukup penat hari ini untuknya, dia hanya ingin menghabiskannya sendiri,
mengenang sedikit kisah yang telah ia lalui bersama alvin.
“Kak,
tolong kak !!” via terlonjak kaget saat melihat pemandangan di depan
matanya. Dia masih mengenal jelas bocah kecil itu, ozy. Tampak dirinya
sedang di pukulin oleh orang-orang yang bertampang brutal serta sadis.
Via tidak punya kemampuan apa-apa ia melihat sekitarnya dan baru sadar
ada dimana dia sekarang, reflek ia mengambil hpnya dan mengetik sebaris
kalimat permintaan tolong.
To : alvin
Tolongin gue, gue ada di daerahnya ozy wkt itu !
“Ozy !”
“Eh siapa lo ?! enggak usah sok ikut campur deh !”
“Wuess,
lumayan nih, bisa laku berapa ya kalo di jual !” salah seorang dari
kerumunan orang itu mendekati via, mengacung-acungkan cutternya,
meletakkanya di atas pipi mulus via. Membuat via bergidik ngeri.
“Ma..mau apa lo ?!”
“Lo yang mau apa anak manis ?!” orang itu menoel dagu via, yang langsung via tepis dengan tangannya.
“Berani
lo sama gue ?! apa hubungan lo sama bocah tengik ini ?!” orang itu
tampak emosi saat melihat via menepis tangannya. Dia meraih kedua tangan
via dan mencengkramnya erat, via di tarik dengan kasar, dan diikatkan
ke sebuah tiang.
Via
memejamkan kedua matanya, ketika melihat orang-orang itu tanpa belas
kasihan mulai memukuli ozy kembali. Ozy sudah tidak lagi meraung-raung,
tubuhnya telah terlalu lemah untuk melawan. Via benar-benar tidak
berdaya, dia hanya bisa memanjatkan doa dalam hatinya, memohon
perlindungan Tuhan.
“Lepasin
dia !” via membuka kedua matanya, ia mengenal suara ini, dan benar
saja, alvin datang dan siap untuk menyelamatkan mereka berdua.
“Alvin !”
“Gue tungguin lo di taman dari tadi !” via diam, dia tidak mengerti maksud perkataan alvin barusan.
“Hah
? alvin awas !” untung saja alvin buru-buru menghindar tepat ketika via
memperingatkannya. Alvin mulai terlibat adegan baku hantam dengan
orang-orang tersebut, dan sebuah pengetahuan baru lagi untuk via,
ternyata alvin jago berantem.
Tiga
orang lawan alvin dan mereka mulai kepayahan, sementara alvin tetap on
fire meladeni mereka satu persatu. Meski beberapa kali terkena tonjokan
atau tendangan, tapi alvin selalu berhasil bangun dan melawan lagi. Via
memperhatikan dengan cermat, dan membantu alvin dengan
teriakan-teriakannya untuk memberitahu posisi lawan-lawan alvin.
Tiba-tiba
orang yang tadi menghampiri via, menghampiri via kembali sambil membawa
cutternya. Dia kembali meletakkan cutter itu di atas pipi via, siap
melukainya kapanpun ia mau.
“Lo
mau cewek lo kulitnya jadi enggak mulus lagi ?!” alvin menatap ke arah
via, dia baru sadar kalo sekarang keadaan via terancam.
“Jangan sentuh dia !” teriak alvin sambil berlari ke arah via, tapi badannya di tahan oleh salah satu orang dari mereka.
“Apa yang bikin gue enggak boleh nyentuh dia ?!”
“Lo
boleh pukulin gue semau lo, tapi jangan sentuh dia !!” tiga orang itu
tersenyum licik ke arah alvin, mereka menghampiri alvin dan mulai
memukulinya. Alvin hanya diam, tidak melawan. Tidak ada belas kasihan
untuknya, dengan sangat kejam orang-orang itu mengeroyok alvin,
menghantamnya dengan pukulan-pukulan dan tendangan keras, membiarkannya
jatuh tersungkur tanpa daya.
“BRUKK !!”
“ALVIN
!!!” raung via histeris tepat ketika sebuah balok kayu di timpakkan ke
atas atas kepala alvin. Via sudah tidak mempunyai rasa takut lagi, dia
hanya ingin melihat alvin. dengan sekuat tenaga via meronta dari
ikatannya, dia berlari menghampiri alvin, terduduk lemas di pinggir
tubuh alvin yang penuh luka, darah segar mengalir dari kepalanya.
Sementara tiga orang tadi langsung kabur saat melihat kondisi alvin yang
mengenaskan.
Kedua
telapak tangannya ia letakkan di atas wajahnya, via menangis terisak.
Dia tidak pernah suka menunggu, apa lagi bila harus menunggu kepastian
akan hidup seseorang. Sudah hampir dua jam berlalu dan belum ada tanda
apapun dari ruang operasi alvin, shilla yang langsung datang ketika di
hubungi oleh via hanya bisa mengelus-ngelus pundak via.
“Vi,
tadi pas pulang sekolah kak alvin titip pesen buat elo, tapi pas gue
balik ke kelas nyariin lo, lo udah enggak ada” ujar shilla saat ia
melihat kondisi via yang mulai stabil.
“Apa ?”
“Dia bilang, dia nungguin elo di taman belakang, dia bilang dia mau ngomongin tentang surat yang kemarin dia kasih ke elo”
“Su..surat
?” via langsung meraih tasnya, dia keluarkan seluruh isi tasnya sampai
membuat shilla terheran-heran. Dan via menatap amplop yang terjatuh di
antara buku-bukunya, amplop yang entah bagaimana terlupakan olehnya, dia
memungut amplop tersebut, dengan tangannya yang bergetar dia membuka
amplop tersebut dan mulai membacanya.
Air
mata via kembali mengalir saat ia membaca goresan tangan alvin, tidak
banyak yang alvin tulis, hanya terdiri dari tiga kalimat pertanyaan,
tanpa kata sapaan atau penutup, tapi via bisa membaca maknanya. Meski
tidak mengerti apa yang terjadi, shilla tetap melakukan tugasnya sebagai
sahabat yang baik, dia menghapus air mata via dan membiarkan via
menangis sepuas hatinya dia dekapannya.
***
Dunia
terasa runtuh bagi via, saat kenyataan itu harus ia terima. Tadi pagi,
mamanya alvin dengan penuh isak tangis menyampaikan berita itu, berita
yang terasa menyakitkan sekaligus menyayat hati via.
“otak
kecil alvin mengalami pendarahan hebat, kalopun dia bisa melewati masa
kritisnya, dan dia bisa sadar, dia tidak akan ingat apapun, dia akan
melupakan semuanya, kemampuannya akan menurun, dan perlahan demi
perlahan..dia..dia..akan..meninggal..”
Kata-kata
itu terus saja bergaung di dalam telinga dan hati via. Alvin akan
melupakan semuanya, alvin tidak akan mengingatnya, lalu bagaimana via
bisa memastikan perasaannya pada alvin. rasa bersalah penuh penyesalan
semakin tersirat dalam dirinya.
“Kamu
via kan ? alvin sering cerita sama tante. Katanya kamu, satu-satunya
perempuan yang berani marahin dia karena penampilannya yang urakan,
tante enggak tahu apa alvin udah bilang langsung ke kamu atau belum,
kalo dia sayang banget sama kamu”
Via
menutup kedua telinganya menggunakan kedua tangannya, dia berharap
dengan begitu, semua tidak akan terus menghantui perasaannnya.
“Kak via..”
“Ozy, gimana kabar kamu ?” via tersenyum ke arah ozy yang duduk di kursi roda di dorong oleh seorang suster.
“Aku
baik-baik aja, kata dokter besok aku udah boleh pulang. Kak via, ozy
minta maaf, gara-gara ozy, kak via terutama kak alvin jadi sakit,
maaf...” ozy menunduk, nadanya penuh rasa bersalah.
“Enggak...ozy,
enggak salah apa-apa..” via berlutut memeluk ozy. Dialah yang
seharusnya di persalahkan, seandainya ia tidak langsung pulang,
seandainya ia tahu alvin sedang menunggunya, seandainya ia tidak
mengirimkan pesan ke alvin.
***
-saat ini-
“Vi,
mataharinya udah tenggelam, kita masuk ya ke dalam” bisik shilla di
telinga via, via menatap ke arah matahari yang mulai meredup. Dia hanya
mengangguk, memasukkan kertas yang tadi ia pegang dalam tasnya. Dia
berjalan ke tempat dimana ia habiskan satu tahunnya belakangan ini, di
belakangnya shilla hanya diam mengikutinya.
“Alvin, udah mulai malem nih, kamu mau lihat bintang lagi kan ?” laki-laki itu menoleh ke arah via.
“Kamu siapa ?”
“Aku via alvin, sivia azizah” hati shilla miris melihat sahabatnya selalu harus mengenalkan dirinya saat bertemu alvin.
“Kita mau lihat bintang ?” tanya alvin layaknya seorang anak kecil.
“Iya,
mau kan ?” alvin mengangguk senang, di bantu via, alvin membawa botol
infusnya. Mereka berdua berjalan ke arah taman. Shilla hanya bisa
menatap itu dari jauh, ia salut akan kesetiaan sahabatnya itu.
“Kamu cantik” celetuk alvin tiba-tiba. Via menatap alvin sambil tersenyum.
“Kamu juga ganteng” alvin tidak menggubris itu, ia mulai menatap awan yang mulai menggelap, dan via mulai menatapnya.
“Kamu
tahu alvin, kamu dulu adalah seorang yang paling aku benci, karena
tingkah lakumu dan penampilanmu yang acak-acakan, tapi tanpa pernah aku
tahu, diam-diam kamu memperhatikan aku. Andai aku boleh memutar waktu
sekali saja, aku tidak akan pernah mengingkari perasaanku, aku akan
mengakuinya, mengakuimu, jujur akan perasaanku, tidak peduli pada rasa
egoku, aku hanya mau bersamamu, aku mencintaimu, selalu mencintaimu....”
via tahu kata-katanya itu hanyalah angin lalu buat alvin yang sekarang,
tapi keinginan di dalam hatinya yang kuat, telah memaksanya untuk
mengeluarkan kata-kata itu.
Alvin
menoleh padanya, membuat via terkejut akan respon tersebut. Alvin
mengangkat tangannya, menyentuh pipi via, mengusapnya. Lalu alvin
tersenyum padanya, bukan senyumnya yang polos seperti anak kecil, tapi
senyum yang dulu selalu membuat via sebal. Via terpaku menatap senyum
itu, ada apa ini, mengapa yang via lihat sekarang, bagai sosok alvin
satu tahun yang lalu.
“Si..via..”
“Bruuk”
alvin tiba-tiba terjatuh ke arah via. Via tidak bereaksi apapun,
dirinya masih terdiam, belum ada satu detik yang lalu alvin memanggil
namanya, menyebut namanya, setelah satu tahun. Keheningan itu
berlangsung lama, sunyi menyekap keduanya, via masih duduk dengan
tegaknya, dan dagu alvin tersangga di pundaknya.
“Alvin,
aku sayang sama kamu” bisik via lirih, ia merasa pundaknya basah. Dia
angkat kepala alvin, dan ia baru sadar kalo alvin telah mengeluarkan
banyak darah dari hidungnya.
“Alvin”
via memeluk erat alvin, degup jantung alvin terasa meski pelan, via
bahkan tidak mempunyai kuasa untuk berteriak, masih terdengar jelas saat
alvin memanggilnya tadi. Air mata via mulai membasahi pipinya, mulai
membentuk aliran sungai kecil tanpa henti. Ia menatap ke langit, tak ada
bintang malam ini, dan ia sadar, bintangnya pun telah pergi.
***
Air
matanya telah habis, tapi hatinya masih sesak. Meratapi kepergiaan
alvin, yang meski selama setahun terakhir ini tidak mengenalnya atau
mengingatnya, tetapi selalu hadir di hidupnya. Via meraba ujung-ujung
surat yang saat pemakaman kemarin di berikan oleh mamanya alvin, konon
surat itu di temukan ada di dalam file-file milik alvin yang tersimpan
rapi di kamarnya. Sambil memantapkan hatinya, via mulai membaca baris
demi baris isi surat tersebut.
Aku tidak peduli akan raganya, meski ia sempurna..
Aku butuh jiwanya
Menyentuh rasanya
Sedikit memeluk senyumnya
Menggenggam ceritanya
Ikut merajut mimpinya
Hanya ingin menemaninya
Menjaga indah tawanya
Mendekap bahagianya yang sempurna
Larut akan tingkahnya
Ingin dirinya terus bercahaya
Dia yang istimewa seperti biasanya
Sivia azizah...
Komentar
Posting Komentar