MAKALAH GENDER DAN EKSISTENSINYA

MAKALAH GENDER DAN EKSISTENSINYA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah IAD,IBD,ISD
Dosen pengampu ;
Mujahidin, S.Ag


Oleh:
Alfiyatus Ahofa
Farkhatul Kifyati
Imam Pujianto
Miftahul Jannah
Nihayatus Sa’adah
 Shofiana Niswati
Siti Nafisatul Mardiana

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DARUL ULUM
JOMBANG
2012


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita sehingga semangat menggali ilmu tidak pernah padam. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjunga kita Rasulullah SAW,keluarga,para sahabat,dan segenap pengikut beliau.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat mengembangkan krearifitas mahasiswa dalam berfikir tentang diskriminasi dan makna Gender serta kesetaraan Gender dalam masyarakat.
“Tak Ada Gading Yang Tak Retak” kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritik dari pembaca dan dosen pembimbing demi kemajuan makalah ini.


Sidoarjo, 03 Desember 2012


Penyusun


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL     …………………………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR     …………………………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI         ……………………………………………………………………………………..iii
BAB I    PENDAHULUAN
A.    Latar belakang……………………………………………………………..………. 4
B.    Rumusan Masalah………………………………………………………………… 4
C.    Tujuan……………………………………………………………..…………………… 4
BAB II    PEMBAHASAN
A.    Memahami Arti Gender Secara Umum……………………….………….. 5
B.    Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Masyarakat………...…….. 7
C.    Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam…………..………….….. 8
D.    Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an……………………...……………… 12
BAB III KESIMPULAN
A.    Penutup…………………………………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….. 15








BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian gender secara umum?
2.Bagaimanakahmasalah Gender dalam perilaku Sosial Budaya Masyarakat?
3. Bagaimanakah kesetaraan Gender dalam pandangan Islam?
4. Bagaimana kesetaraan Gender dalam Al-qur’an?

C. Tujuan
Dengan adanya berbagai isu tentang diskriminasi Gender dalam bermasyarakat,maka diperlukan pemahamaan yang lebih mendalam. Agar tidak terjadi sebuah ketimpangan yang berujung dengan orasi-orasi. Dan diperlukannya memahami Gender tidak hanya melalui media seperti halnya UUD’45. Tetapi disini perlu di kaitkan dengan Al-qur’an atau kitab-kitab yang lain,karena kita hidup bermasyarakat dengan berbagai dan perbedaan agama.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Memahami Arti Gender Secara Umum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual pada manusia. Istilah “gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.

Sex adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis sedangkan gender perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi masyarakat. Dalam kaitan dengan pengertian gender ini, Astiti mengemukakan bahwa gender adalah hubungan laki-laki dan perempuan secara sosial. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah. Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan.

Dalam buku Sex and Gender yang ditulis oleh Hilary M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. (Mansour Fakih 1999: 8-9).

Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.


B.    Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan hukum ( baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum hukum adat ). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.
Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan lain-lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum femins berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan atau diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan gender sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor.  Mulai dari kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah gender sudah ada sejak jaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang sulit untuk di selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang bersangkutan.  Budaya yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atao dikriminasi gender yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, shingga mereka tidak merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk melawan bbias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA KARTINI padahal mereka dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.


a.    Bentuk bentuk ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
Suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan atau laki-laki. Hal ini nampak pada film film yang menggabarkan banyak para kaum lelaki menjadi pemimpin perusahaan menjadi eksmud. Dan sebaliknya banyak para wanita yang digambarkn sebagi pembantu rumah tangga TKW ataupun pengemis, sebenarnya secra tidak langsung membedakan dan mentidak adilkan gender, hal yang lebih mengecewakan ialah para wanita tidak merasa di tindas.
1.    Subordinasi atau penomorduaan
Ialah Sikap atau tindakan masyarakat yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki dibangun atas dasar keyakinan satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding yang lain. Ini mempunyai pendapat bahwa lelaki mempunyai lebih unggul. Hal ini berkeyakinan bahwa kalu ada laki laki kenapa harus perempuan.
2.    Stereotype
Suatu sikap negatif masyarakat terhadap perempuan yang membuat posisi perempuan selalu pada pihak yang dirugikan. Setreotipe ini biasa juga menjadi pedoman atau norma yang secara tidak lagsung diterapkan oleh berbagai masyarakat. Contoh streotipe ialah wanita perokok itu dianggap pelacur, ppadahal belum tentu ia pelacur pandangan yang seperti inilh yang selalu menyudutkan kaum wanita.  Semenjak adanya pandangan mengenai streotipe ini menjadiakn suatu belenggu pada kaum wanita.
3.    Isu Jender Dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan Hukum Waris)
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum adat  dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.

C.    Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Islam
Secara umum, faham Gender ini adalah sebuah faham yang berbahaya. Sebab secara filosofis , istilah gender itu telah merubah makna Gender dari jenis kelamin biologis ke sosial. Membawa nilai –nilai sekular yang bertentangan dengan budaya dan nilai – nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia. Bagi kami istilah Gender adalah istilah dengan kandungan nilai dan ideologi Transnasional, yang mengandung faham anarkis marxisme liberal yang merusak, dimana ini diperkuat dengan banyaknya pasal – pasal dalam naskah akademik ini yang mengadopsi dari CEDAW. 
Memang, dewasa ini paham kesetaraan jender (gender equality) telah banyak menarik berbagai kalangan Islam untuk mengadopsinya. Karena kebutuhan terhadap adanya keadilan jender, yang dianggap tidak ada sama sekali di tengah masyarakat muslim, maka diajukanlah konsep kesetaraan jender untuk memenuhi dan merealisasikan keadilan dan kesamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Desakan semacam ini tak jarang berdampak kepada penafsiran ulang bahkan perombakan total terhadap hukum-hukum Islam yang menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan dalam tataran domestic maupun public.
Tak pelak, hal tersebut cukup meresahkan para ulama dan umat Islam yang komitmen dengan ajaran-ajaran Islam. Sehingga persoalan paham kesetaraan jender ini harus direspon secara syari'iah dan ilmiah guna menjadi pedoman umat Islam.
Konsep kesetaraan gender dari segi bahasa, istilah dan nilai ideology sebenarnya tidak ditemukan padanannya dalam istilah Islami. Yang ada adalah prinsip almusawah (persamaan) laki-laki dan perempuan dalam hal-hal berikut:
1.    Persamaan dalam hal asal-usul penciptaan manusia sebagaimana firman Allah SWT Annisa: 1
2.    Persamaan dalam hal kemuliaan manusia yang Allah ciptakan dengan segala kelengkapan rizki-Nya serta potensi ketakwaan kepada Allah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Isra: 70 dan Al-Hujurat: 13
3.    Persamaan dalam hal kewajiban beramal saleh dan beribadah (menerima taklif) serta hak pahala yang sama disisi Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran: 195, Annisa: 124, Annahl: 97 dan Al-Ahzab: 35
4.    Persamaan dalam menerima sanksi jika melanggar aturan hukum Allah dan susila di dunia sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah: 38, dan An-Nur:  2
5.    Persamaan dalam hak amar makruf nahi munkar kepada penguasa dalam kehidupan social politik keummatan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran: 104 dan 110,At-Taubah:  71
Islam juga mengakui hak-hak perempuan dalam hal kepemilikan pribadi, sewa-menyewa, jual-beli, dan semua jenis akad muamalah perempuan diakui dan tidak ada hambatan sedikitpun. Demikian pula dijamin hak-hak mereka untuk belajar dan mengajarkan ilmunya. Selain dari kelima bentuk persamaan antara laki-laki dan perempuan tersebut, Al-Qur'an dan Sunnah nabi membedakan peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan perbedaan kodrati dan tabiat masing-masing.
Prinsip dasar Islam dalam menyikapi paham kesetaraan gender:
    Keyakinan mutlak bahwa Islam adalah agama WAHYU yang FINAL dan OTENTIK berasal dari Allah SWT (lihat Al-Maidah: 3, dan An-Nisa: 65) oleh karena itu SYARIAT dalam konsep Islam adalah HUKUM YANG DIWAHYUKAN (revealed law) dalam pengertian bahwa hukum Islam itu tidak dikarang oleh manusia, dan atau hasil daripada produk budaya tertentu atau pemikiran manusia yang berkembang dalam fase sejarah tertentu yang bersifat relatif dan temporer atau tentatif.
    Meyakini SYARIAT Islam itu universal dalam pengertian bahwa ia cocok dan bisa diterapkan di segala tempat dan waktu, sehingga lintas zaman, lintas budaya, dan lintas sejarah manusia. Baik dalam hukum-hukumnya yang kulli (umum) maupun yang juz'I (particular/spesifik). Dalam konteks itulah umat Islam meyakini bahwa SYARIAT Islam itu semuanya baik (alkhayr), adil dan rahmat maslahat bagi manusia disebabkan ia bersumber dari Allah SWT Yang Maha Mengetahui, sesuai firman Allah SWT dalam surah Al-Isra: 9 dan Al-Maidah: 50
    Menyadari bahwa metode-metode buatan manusia yang bertentangan dengan WAHYU ILAHI itu pasti lemah dan tidak sempurna dalam tataran konsepsi, tata nilai, timbangan dan hukum-hukumnya, meski Nampak indah dan memikat, sebagaimana isyarat firman Allah SWT surah An-Nisa: 82 "dan seandainya Qur'an itu berasal dari selain Allah maka mereka akan dapati di dalamnya banyak pertentangan". Dengan tetap mengakui ada sebagian hasil pemikiran manusia yang menetapi kebenaran ajaran Islam atau sebagian aspeknya, dikarenakan terdapat sisa fitrah yang selamat dan akal yang terbebas dari hawa nafsu.
    Meyakini bahwa Islam adalah agama keadilan. Konsekuensi adil adalah mempersamakan dua hal yang memang sama dan sekaligus membedakan dua hal yang memang berbeda. Artinya proporsional dalam meletakkan dan menilai sesuatu sesuai haknya masing-masing. Islam bukan agama kesetaraan mutlak yang sering kali menuntut persamaan antara dua hal yang memang jelas berbeda. Kesetaraan mutlak seperti ini adalah zalim, artinya tidak proporsional dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Prinsip-prinsip syariah dalam menilai paham kesetaraan gender:
    Perempuan, ibarat koin uang, adalah satu sisi dari jenis manusia, sedangkan sisi lainnya adalah laki-laki. Sesuai firman Allah SWT surah An-Najm: 45 dan An-Nisa: 1. Perempuan adalah saudara kembar dari laki-laki dari segi asal penciptaan, dan destinasi hidup. Bersama-sama dengan kaum laki-laki bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi –dalam lingkupnya masing-masing- tanpa ada diskriminasi di antara keduanya dalam aspek agama, tauhid, pahala dan dosa, hak dan kewajiban bersyariat, sesuai dengan firman Allah SWT surah An-Nahl: 97, Al-Hujurat: 13, Ali Imran: 95 dll, juga hadis nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya kaum perempuan adalah saudara kandung/belahan dari kaum laki-laki" (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)


Namun disisi lain, Allah SWT sang Pencipta telah menetapkan hikmah bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan dari segi struktur tubuh dan penciptaan, yang berdampak kepada adanya perbedaan di antara keduanya dalam hal potensi, kemampuan fisik, emosional, dan kehendak. Sesuai firman Allah SWT surah Ali Imran: 36 "dan laki-laki tidak sama seperti perempuan", dan Az-Zukhruf: 18 "dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan menyenangi perhiasan, sedang dia tidak mampu member alasan yang tegas dan jelas dalam pertengkaran".
     Laki-laki wajib menafkahi perempuan. Ini sesuai dengan struktur fisiologis laki-laki yang lebih siap menanggung beban fisik dan pikiran pekerjaan untuk menafkahi keluarganya.
    Hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Islam dan di dalam keluarga berdasarkan asas saling melengkapi (takamul) dari masing-masing peran yang diembannya. Sungguh tidak adil jika kita menyerahkan beban-beban laki-laki (mencari nafkah dll) kepada perempuan, atau sebaliknya (kewajiban hamil dan menyusui anak dll) terhadap laki-laki.
    Syariat Islam telah memelihara hak-hak perempuan untuk menikah sesuai tuntunan syariah, hak keibuan, hak pengaturan rumah tangga, hak memilih suami yang ia ridhai, juga hak untuk memilih tidak lagi hidup bersama suami (khulu'; gugat cerai dari istri) dengan sangat adil dan sempurna.
    Syariat Islam tentang pentingnya iffah menjaga kehormatan perempuan dijabarkan dalam beberapa hukum perkawinan, pemberian mahar, haramnya zina, khalwat dan ikhtilat dengan perempuan bukan muhrim, serta haramnya melembutkan ucapan di hadapan laki-laki, wajibnya jilbab dan menahan pandangan, bolehnya poligami dan lain-lain tidak lain adalah untuk menjaga dan memelihara kehormatan dan kemuliaan perempuan. Itu semua bukan untuk menzalimi perempuan, seperti yang disangkakan kaum liberal.
Dengan demikian, maka kami memandang hal – hal seperti berikut:
A.    Selain mengakui adanya PERSAMAAN antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemanusiaan, kemuliaan, dan hak-hak umum yang terkait langsung dengan posisinya sebagai hamba Allah SWT, Islam telah MEMBEDAKAN perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam sebagian hak dan kewajiban. Itu dilakukan sesuai dengan adanya perbedaan naluriah dan alami (nature) di antara keduanya dalam fungsi, peran dan tanggung jawab. Agar masing-masing jenis dapat menunaikan tugas-tugas pokoknya dengan sempurna.
B.    Syariat Islam tegas melarang diskriminasi, penindasan dan kezaliman terhadap perempuan, sehingga mengakibatkan hak-haknya dikurangi dan kemuliaannya dinodai. Di dalam Islam tidak ada diskriminasi terhadap perempuan untuk memanjakan laki-laki. Syariat Islam dalam PEMBEDAAN antara laki-laki dan perempuan dalam hal-hal berikut ini, ditetapkan BUKAN karena alasan untuk menindas atau menzalimi hak perempuan, tetapi berdasarkan hikmah dan alasan yang kuat di antaranya bahwa hak yang diterima masing-masing itu harus sesuai dengan beban dan tanggung jawab social ekonominya di tengah keluarga dan masyarakat.

Di antara bentuk PEMBEDAAN ATURAN ISLAM itu adalah:
    Hak waris anak laki-laki yang berbeda dari hak waris anak perempuan dengan formula 2:1. Ini disebabkan adanya tanggung jawab dan kewajiban laki-laki untuk membayar mahar dan menafkahi keluarganya. (lihat surah An-Nisa: 11 dan 34)
    Persaksian 2 orang perempuan sama dengan persaksian 1 orang laki-laki dalam persoalan muamalah dan hak. (lihat Al-Baqarah: 282) sementara itu di dalam persoalan yang terkait dengan kekhususan perempuan seperti hak menyusui, penetapan keperawanan dan penyakit khusus wanita maka kesaksian 1 orang wanita sudah cukup untuk diterima, sebagaimana dijabarkan dalam kitab-kitab fiqih Islam.
    Pembayaran diyat/denda pembunuhan karena korban pembunuhan berkelamin perempuan setengah dari diyat/denda korban laki-laki. Ini disebabkan karena yang menerima diyat itu bukanlah mayat korban tersebut melainkan ahli warisnya. Diyat korban laki-laki lebih besar karena statusnya sebagai kepala keluarga dan pemberi nafkah, sedangkan diyat korban perempuan setengahnya karena melihat perempuan itu tidak berstatus pemberi nafkah keluarga.
    Dalam rumah tangga, suami (laki-laki) diletakkan sebagai Pemimpin/Kepala Keluarga yang disebut dengan QAWAMAH (Annisa: 34) sementara istri (perempuan) ditetapkan sebagai Kepala Rumah Tangga yang disebut dengan Rabbatul Manzil. Keduanya sama mulia dan penting sesuai porsi yang ditaklifkan oleh Allah SWT. Intinya konsep QAWAMAH bukan untuk menindas apalagi mendiskriminasi perempuan tetapi mengarahkan kebijakan umum yang harus selaras dengan kondisi seluk-beluk keluarga yang diketahui dengan baik oleh perempuan sebagai kepala urusan internal/domestic.
Sehingga dengan demikian kami melihat bahwa dalam soal hubungan antara laki-laki dan perempuan, baik PERSAMAAN maupun PEMBEDAAN yang ada aturannya dalam Islam itu semua berdasarkan WAHYU DARI ALLAH SWT dan bukan hasil KONSTRUKSI BUDAYA manusia, sehingga ia bersifat lintas zaman dan lintas budaya. Oleh karena itu definisi tentang Gender adalah "pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya", seperti termaktub dalam draf RUU KKG, jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
1)    Menolak segala bentuk dan model penafsiran ulang yang berdampak pada perombakan total terhadap hukum-hukum Islam dengan metode historis, sosiologis dan antropologis (hermeneutika) agar sesuai dengan prinsip keadilan jender.
2)     Menolak paham kesetaraan jender –yang sudah khas dan melekat dengan paham kebencian dan persaingan antara laki-laki dan perempuan- yang berasal dari Barat, dan apalagi jika dikait-kaitkan dengan ajaran Islam. Jika ditimbang dari segi maslahat dan mafsadat yang dibawa oleh paham tersebut, maka mafsadatnya jauh lebih besar, yang sudah pasti diantaranya, adalah paham tersebut mengancam ketahanan keluarga dan kesejahteraan anak. Karena telah mengabaikan:

1) peran keluarga sebagai institusi penting dalam kehidupan manusia,
2) peran keluarga sebagai pencetak SDM pembangunan dan masyarakat madani,
3) kepentingan anak sebagai insan generasi penerus kehidupan.
3)     Menghimbau para ulama, lembaga Islam dan ormas Islam untuk menghidupkan dan merevitalisasi kajian fiqih perempuan yang berpijak kepada Islamic-worldview yang teguh dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw sebagai sumber hokum tertinggi yang menunjukkan bahwa ISLAM ini adalah AGAMA WAHYU yang seruan dan cakupannya berlaku UNIVERSAL UNTUK SEMUA MANUSIA dan HUKUM-HUKUM SUCINYA TIDAK akan mengalami PERUBAHAN atau PERKEMBANGAN mengikuti sejarah dan budaya manusia.

D.    Kesetaraan Gender Dalam Al-Qur’an
Di dalam ayat-ayat Al Qur’an maupun sunnah nabi yang merupakan sumber utama ajaran islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui mengenai kesetaraan jender dalam Al Qur’an. Gender merupakan istilah jenis kelamin sosial yang dibuat masyarakat.
Al Quran mengatur tentang kesetaraan Gender laki-laki maupun perempuan
Bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat. Manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh karena itu Al-quran tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan karena dihadapan Allah SWT, lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.

Adapun dalil-dalil dalam Al Qu’ran yang mengatur tentang kesetaraan gender adalah:

a.  Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan

Surat Ar-rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis lainnya.

Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al Qur’an

Menurut Prof. Dr. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan" (2000) ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Qur’an, yakni:

1.    Perempuan dan laki-laki sama-sama sebagai hamba
Menurut Q.S. al-Zariyat (51:56), (ditulis alqurannya dalam buku argumen kesetaraan gender hal 248) Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun), dan untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hujurat (49:13).

2.    Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi
Kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi al’ard) ditegaskan dalam Q.S. al-An’am(6:165), dan dalam Q.S. al-Baqarah (2:30) Dalam kedua ayat tersebut, kata ‘khalifah" tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya, baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah,

3.    Perempuan dan Laki-laki Menerima Perjanjian Awal dengan Tuhan
Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian awal dengan Tuhan, seperti dalam Q.S. al A’raf (7:172) yakni ikrar akan keberadaan Tuhan yang disaksikan oleh para malaikat. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama. Qur’an juga menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan jenis kelamin. (Q.S. al-Isra’/17:70).

4.    Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Berpotensi Meraih Prestasi

Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara perempuan dan laki-laki ditegaskan secara khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: Q.S. Ali Imran /3:195; Q.S.an-Nisa/4:124; Q.S.an-Nahl/16:97. Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karier profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis kelamin saja.


BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Al Qur’an mengungkapkan kesetaraan Gender tentang derajat laki-laki maupun Perempuan sebagai hamba yang sama derajatnya, akan tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa disamakan antara laki-laki dan perempuan, contohnya laki-laki sebagai pemimpin keluarga yang bertanggung jawab terhadap keluarga tersebut. Oleh karena itu jelas dalam Al Qur’an terdapat ayat yang mengunggulkan kaum laki-laki dikarenakan laki-laki bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keluarga.

Komentar

Postingan Populer