BIARKAN MENJADI KISAH KELU (Cerpen Icil)

Cakka menyipitkan matanya. Ia tidak mungkin menatap cahaya matahari dalam keadaan mata total terbuka. Silau itu memaksa garis matanya menipis. Belum lagi rasa pegal dan haus karena berjam-jam dijemur di bawah terik matahari, membuat kepalanya agak pening. Ia mengerjap beberapa kali. Matanya berkunang-kunang.

“Lo baik-baik aja, kan?” cewek cantik yang saat ini berdiri di sampingnya sedikit mengalihkan perhatiannya.

Wajar saja. Selama lebih dari dua jam dijemur, tak ada suara diantara mereka. Dan suara cewek tadi, nyaris memecahkan segala keheningan yang sempat terjadi. Menjadi daya tarik yang membuat penglihatan Cakka mulai terfokus padanya. cewek yang jelas belum pernah ia kenal sebelumnya.

“Gue gak apa-apa.” Jawab Cakka singkat. Tersenyum tipis.

“Lo kok bisa dihukum?” tanya cewek itu lagi.

“Gue absen hampir full satu bulan. Lo?” Cakka menjawab seadanya. Memang hampir satu bulan ini ia bolos sekolah tanpa memberi keterangan apa pun. Dan baru hari ini ia masuk, setelah kemarin disusul ke rumah oleh PKS kurikulum. Dan ia tidak menyangka kalau pada akhirnya PKS kesiswaan akan menghukumnya seperti ini.

“Haha, sama. Rekor banget deh, kita ngisi huruf a di kolom absen.” Cewek cantik itu tertawa renyah. Dan Cakka suka melihat tawa itu. Terlihat sangat manis. “Eh? Kenalan dulu, dong! Gue Shilla, anak IPS-2. Lo?” cewek yang rupanya bernama Shilla itu mengulurkan tangannya.

“Cakka, anak IPA-1” Cakka membalas uluran tangan Shilla. Menjabat hangat tangan lembut cewek itu.

Shilla menaikan salah satu alisnya. Bingung. “Anak IPA, ada juga ya, yang bandel kayak lo?” celetuk Shilla heran. Cakka hanya tertawa sumbang. Pening di kepalanya sedikit hilang.

Dan mereka tebarkan kecerian di sela lelah karena hampir seluruh cairan dalam tubuh mereka terhisap teriknya cahaya matahari. Entah kenapa rasanya tiba-tiba saja mereka merasa ada kenyamanan tersendiri berada di dekat orang yang ada di sampingnya saat ini.

“Cakka!”

Cakka yang tengah asyik berjalan menyusuri koridor sekolah, sesaat membalikan badannya ketika suara yang sudah ia kenal jelas, menyapa telinganya. “Eh, Shill?” dengan sangat rinci ia mengamati Shilla yang sudah berdiri di hadapannya.

Setelah insiden dihukumnya rekor alpa SMAN-1 beberapa bulan yang lalu, Shilla dan Cakka memang mulai berteman dekat. Mereka mulai banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Hingga perlahan ada rasa yang aneh yang menjalar dalam hati mereka. Menuntun satu kata bertajuk pacaran tersisip diantara mereka. Ya, sudah satu bulan ini mereka berpacaran.

“Ada apa?” tanya Cakka melanjutkan langkahnya. Shilla mengikuti.

“Lo kemaren bolos lagi? Bukannya setelah hukuman tempo hari, kehadiran lo membaik, ya? Kenapa harus bolos?”

“Kemaren gue sakit.” Singkat Cakka.

Shilla memperhatikan Cakka lekat-lekat. Memang terlihat agak pucat. “Sekarang masih sakit, ya? Kok wajah lo pucat gitu?” tanyanya memastikan. Memegang wajah Cakka yang terasa panas.

Cakka tersenyum. “Dikit, doang. Lagian setelah jadian sama lo, gue gak betah ada di rumah. Bawaannya kangen mulu sama lo.” Ia terkekeh pelan sembari mengacak-ngacak poni Shilla gemas. Shilla tersipu. Sikap Cakka yang terkesan simple dan agak cuek, membuat Shilla jarang mendapat perlakuan seperti itu dari Cakka. Tapi Shilla tetap betah lama-lama ada di dekat Cakka. Cakka mempunyai sesuatu yang istimewa di mata Shilla. Entah apa itu. Ketulusan sepertinya



“Sepulang sekolah, kita jalan-jalan, ya?” ajak Cakka yang langsung diberi anggukan semangat oleh Shilla. Jarang-jarang Cakka ngajak jalan.

Senyuman manis tergores sempurna di birir keduanya. Baru saja mereka selesai menaiki semua wahana di dunia fantasi yang mereka kunjungi saat ini. Tak ada yang paling membahagiankan bagi Cakka, selain hari ini. Sebelumnya ia tidak pernah merasa sebahagia ini.

“Lo seneng gak, Shil?” tanya Cakka sambil duduk di bangku yang paling dekat dari posisinya. Kakinya terasa lemas dan butuh untuk istirahat. Tubuhnya yang masih kurang fit akibat sakit kemarin, terasa begitu lelah.

Shilla ikut duduk di sampingnya. Ia terlihat masih sibuk menikmati ice cream-nya. “Sumpah gue seneng banget, Kka!” Shilla menjawab pertanyaan Cakka sembari menyandarkan kepalanya di bahu Cakka. Ada ketenangan yang tiba-tiba menjamah hatinya. “Lo seneng juga, kan, Kka?” tanya Shilla balik.

Cakka tersenyum. “Gue seneng karena untuk pertama kalinya gue bisa buat cewek bahagia.” Jawab Cakka sembari mengambil alih ice cream Shilla. “Lo makan sendiri aja. Bagi-bagi, dong!” komentar Cakka sambil menjilat ice cream itu. Ia memandang Shilla yang sudah menjauhkan kepalanya dari bahu Cakka.

Shilla menyeringai. Mengerucutkan bibirnya.

“Ish, lo lucu juga, ya? Sini gue foto!” Cakka mengeluarkan BB-nya dan segera mengambil gambar Shilla yang masih memasang tampang cemberutnya. Ia tertawa ceria.

Dengan satu gerakan, shilla merebut BB Cakka. “ice cream gue, diganti sama BB lo, ya? Haha...” Ia melet-melet ke arah Cakka yang sudah berhenti tertawa.

Bukan karena BB-nya diambil Shilla Cakka berhenti tertawa. Tapi karena tiba-tiba saja, ada sakit yang menyeruak menguasai kepalanya. Pandangannya sedikit kabur, dan telinganya berdenging. Ia mengerjap beberapa kali. Kepalanya berdenyut semakin hebat. Wajahnya yang memang sebelumnya sudah pucat, lebih memucat lagi. Dan Shilla belum menyadari perubahan di wajah Cakka karena tampak masih asyik dengan BB itu.



“Shilla!”



Kepalanya yang terasa berat, terpaksa ia angkat saat telinganya yang masih bisa merespon, mendengar suara bass seseorang memanggil nama kekasihnya. Shilla mengalihkan perhatiannya juga. Seorang pemuda hitam manis tengah berdiri di hadapan mereka.



“I-Iyel?” gugup Shilla memanggil nama pemuda itu. Ia berdiri dari duduknya.



Iyel menatap Shilla curiga. “Lo ngapain di sini? Sama cowok, lagi. siapa dia?” tak kuasa Shilla menjawab. Ia bungkam. Tak ada kata yang bisa menjelaskan semuanya. Rahasianya yang tengah ia tutupi akan terbongkar saat ini juga.



Meski agak limbung, Cakka berdiri dari duduknya. Mensejajarkan tatapannya dengan tatapan Iyel yang menyorotkan sinar-sinar tajam ke arahnya. Ia menatap Shilla sekilas, yang masih terlihat kebingungan sambil menggigit bibir. Dari ekspesi Shilla, Cakka sudah dapat menduga apa yang sebenarnya sedang terjadi.



“Dia bukan siapa-siapa lo, kan?” tanya Iyel sekali lagi. kali ini sembari memegang pundak Shilla cukup kuat. Shilla tetap bergeming.



Cakka menguatkan pegangannya pada bangku, guna menahan tubuhnya untuk tidak jatuh. “Lo, pacarnya Shilla, ya?” Cakka basa-basi. Masih menahan sakit yang masih saja melancarkan serangan hingga membuat ia merasa kepalanya hancur berantakan. “Lo tenang, aja! Gue bukan siapa-siapanya Shilla, kok. Gue baru aja kenal sama dia. Dia habis minjem ponsel gue. Katanya mau hubungi lo.” Bohong Cakka. Dengan satu jurus, ia mengambil BB-nya dari tangan Shilla dan menunjukannya pada Iyel yang langsung menarik nafas lega. Fikiran negatif yang sempat tumbuh dalam benaknya gugur begitu saja.



Shilla memandang Cakka. Dan kecemasan menghujamnya saat melihat wajah Cakka. “Lo...”



“Mending sekarang lo anter Shilla pulang, deh!” Cakka memotong ucapan Shilla. Ia memandang Iyel yang juga tampak cemas melihat wajah pucat Cakka.



Tak ingin berurusan lebih lama dengan Cakka, Iyel segera menarik tangan Shilla. “Ya, udah, thanks ya, bro!” senyuman Iyel terlontar untuk Cakka sebelum ia benar-benar meninggalkan Cakka. Cakka membalas senyuman Iyel setulus mungkin.



Sepintas Shilla melirik Cakka penuh dengan penyesalan. Ia merasa begitu bersalah. Dan ia juga merasa berhutang budi karena Cakka menyelamatkannya. Jujur, sebenarnya ia sangat mencintai Iyel yang sudah tiga tahun ini menjabat sebagai pacarnya. Tapi ia juga mencintai Cakka. Ia mencintai dua pria.



Cakka mengangguk pelan saat Shilla memandangnya. Memberitanda kalau ia baik-baik saja dan tak perlu ada yang dicemaskan. Setelah itu ia kembali duduk. Sakit di kepalanya semakin hebat saja. Tapi ada yang lebih sakit lagi. Dadanya. Tepat di bagian hatinya yang terasa ditancap oleh pedang paling tajam hingga bagian yang paling dalam. Ia sesak tiada ujung. Tapi kenyataan pahit itu harus diterimanya. Bahwa sebaiknya ia melepas Shilla untuk orang yang memang lebih dulu mencintai gadis itu.



Lagi pula, ia memang merasa tidak pantas mencintai. Dan memang tidak boleh ada yang mencintainya. Terlebih saat ia menyadari, ada yang kembali meluncur dari lubang hidungnya. Sebuah cairan berwarna merah yang selama beberapa bulan ini sering muncul tiba-tiba. Memaksa ia untuk vakum bersekolah dan menghabiskan waktu di rumah, atau bahkan rumah sakit.



“Mimisan lagi, kan gue?” desahnya saat ia tak merasakan tubuhnya sendiri.



*



“Lo gak marah sama gue, Kka?” Suara di balik telepon.



“Ngga, kok.” Dengan susah payah, Cakka berbicara tanpa menggunakan masker oksigen yang sengaja dilepasnya.



“Jadi, hubungan kita gimana?”



“Ya, putus dong, Shil. Masa iya sih, lo bohongin Iyel terus. Biar kisah kita yang dulu jadi rahasia indah kita berdua aja. Mulai sekarang, anggap aja gue gak pernah ada dalam hidup lo. Anggap kejadian di bawah terik matahari itu tidak pernah ada. Iyel yang terbaik buat lo. Lo jangan bohongin dia lagi! Lo ngerti, kan, Shil?” terang Cakka panjang lebar. Dan berbicara sepanjang itu membuat dadanya sakit. Tanpa mendengar respon Shilla selanjutnya, Cakka segera memutuskan pembicaraan.



Tangannya terpaksa melepaskan ponsel yang tengah digenggamnya dan segera meremas dadanya dengan kuat. Ada sakit yang teramat sangat di bagian itu. Yang tak lama disusul dengan hantaman tiba-tiba di kepalanya. “Ya Tuhan...” hanya nama itu yang mampu dilafalkannya. Hanya nama itu yang bisa ia panggil. Tidak ada yang lain. Nama itu yang bisa membebaskannya dari belenggu rasa sakit. Entah dengan cara mengambil seluruh nyawanya, atau hanya sebagian saja. Terserah si pemilik nama itu saja. Yang pasti, ia hanya ingin, tak ada sakit yang ia rasakan lagi saat ini.



Dan remasan tangan itu perlahan mengendur saja saat desahan nafas yang semula cepat perlahan menghilang seiring lepasnya sesuatu yang kasat mata dalam tubuh itu. Pergi menjauhi jasadnya yang penuh dengan senyuman ketulusan itu.



Ia pergi jauh...


Meninggalkan seberkas rahasia indah yang tersimpan pahit dalam jiwanya...


Ia pergi jauh...


Dengan kebahagiaan dan rasa perih yang terendap dalam hatinya yang terluka parah...

Komentar

Postingan Populer